Perbedaan Frekuensi Denyut Nadi Sebelum dan Sesudah Bekerja Tingkat Kebisingan

4.11 Perbedaan Frekuensi Denyut Nadi Sebelum dan Sesudah Bekerja

Hasil analisis terhadap frekuensi denyut nadi pekerja sebelum dan sesudah bekerja dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.22 Hasil Uji Perbedaan Frekuensi Denyut Nadi Sebelum dan Sesudah Bekerja pada Pekerja Pertenunan di Kecamatan Balige Frekuensi Denyut Nadi N Median minimum-maksimum P Sebelum Bekerja 44 77 64-84 0,001 Sesudah Bekerja 44 82,5 72-92 Berdasarkan Tabel 4.22 diketahui bahwa dari hasil uji Wilcoxon pada tingkat kepercayaan 95 diperoleh nilai significancy 0,001 p 0,05, yang artinya terdapat perbedaan frekuensi denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja pada pekerja pertenunan di Kecamatan Balige. Universitas Sumatera Utara 52

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Tingkat Kebisingan

Berdasarkan hasil penelitian, 31 titik 70,5 di dalam pertenunan tersebut memliki tingkat kebisingan 85 dBA sedangkan 13 titik lainnya 29,5 memiliki tingkat kebisingan ≤ 85 dBA. Hal ini menunjukkan pada umumnya lokasi pertenunan di Kecamatan Balige merupakan tempat yang bising. Hal ini mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999 mengenai Nilai Ambang Faktor Fisika di Lingkungan Kerja yaitu sebesar 85 dBA. Pengukuran yang dilakukan di pertenunan ini mendapatkan hasil tingkat kebisingan yang berbeda dengan hasil terendah 72 dBA dan tertinggi 95 dBA. Perbedaan tingkat kebisingan di pertenunan ini disebabkan oleh perbedaan jarak antara titik pengukuran dengan sumber bising. Titik pengukuran kebisingan ditentukan berdasarkan posisi pekerja saat bekerja. Berdasarkan data hasil pengukuran, tingkat kebisingan pada titik dimana para pekerja wanita yang mengoperasikan alat tenun mesin tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 92 dBA-95 dBA. Hal itu disebabkan oleh semua alat tenun mesin yang dioperasikan berada di dalam satu ruangan. Tingkat kebisingan tertinggi sebesar 95 dBA berada pada titik dimana operator mengoperasikan alat tenun mesin. Jarak antara pekerja dengan alat tenun mesin tidak lebih dari 50 meter. Hal tersebut yang mengakibatkan tingkat kebisingan di titik tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan di titik yang lainnya. Sedangkan pekerja yang bekerja di bagian pencelupan, penjemuran dan pemintalan benang berada di tempat yang Universitas Sumatera Utara terpisah dengan ruangan alat tenun mesin. Sehingga tingkat kebisingannya lebih rendah yaitu berkisar antara 72 dBA-83 dBA. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan pada setiap titik dimana pekerja tersebut bekerja. Titik yang diambil bukan hanya pada pekerja di bagian tenun, tetapi juga pada pekerja di bagian pencelupan, penjemuran dan pemintalan benang. Pengukuran kebisingan ini tidak dilakukan secara terus-menerus, melainkan hanya pengukuran sesaat pada setiap titik. Alat tenun yang digunakan oleh pertenunan ulos dan sarung adalah alat tenun mesin ATM bertenaga listrik. Kebisingan yang dihasilkan oleh alat tenun mesin berasal dari hentakan bagian mesin yang bergerak merajut benang lungsi dan benang pakan. Jika dilihat dari kebisingan yang dihasilkan oleh alat tenun mesin tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jenis kebisingan yang ada di lokasi pertenunan ulos dan sarung merupakan jenis kebisingan menetap berkelanjutan. Tingginya tingkat kebisingan yang berasal dari alat tenun mesin hanya bisa dikendalikan dengan pengendalian pada penerima yaitu pekerja pertenunan itu sendiri. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan pemakaian alat pelindung telinga. Namun berdasarkan hasil observasi di tempat penelitian, semua pekerja pertenunan di Kecamatan Balige tidak menggunakan alat pelindung telinga.

5.2 Tekanan Darah