Kesimpulan Saran Kebisingan Analisis Tingkat Kebisingan, Tekanan Darah dan Frekuensi Denyut Nadi Pada Pekerja Pertenunan di Kecamatan Balige Tahun 2016

61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Rata-rata tingkat kebisingan di lokasi pertenunan di Kecamatan Balige sebesar 89,8 dBA dengan tingkat kebisingan tertinggi sebesar 95 dBA. 2. Rata-rata tekanan darah sebelum bekerja yaitu sistolik sebesar 108,41 mmHg dan diastolik 79,32 mmHg sedangkan rata-rata tekanan darah sesudah bekerja yaitu sistolik sebesar 115,45 mmHg dan diastolik sebesar 88,86 mmHg. Rata-rata kenaikan tekanan darah sistolik sebesar 12,4 mmHg dan diastolik sebesar 12,7 mmHg. Berdasarkan WHO sebagian besar tekanan darah pekerja pertenunan di Kecamatan Balige masih dalam kondisi optimal dan normal. 3. Ada perbedaan frekuensi denyut nadi sebelum dan sesudah bekerja yang artinya ada pengaruh kebisingan terhadap frekuensi denyut nadi pada pekerja pertenunan di Kecamatan Balige. 4. Ada perbedaan antara tekanan darah sebelum dan sesudah bekerja yang artinya ada pengaruh kebisingan terhadap peningkatan tekanan darah pada pekerja pertenunan di Kecamatan Balige. 5. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat kebisingan dengan tekanan darah pada pekerja pertenunan di Kecamatan Balige. Universitas Sumatera Utara

5.2 Saran

1. Pemilik usaha pertenunan sebaiknya memerhatikan lama kerja pekerjanya agar sesuai dengan aturan yang berlaku. 2. Pekerja pertenunan sebaiknya menggunakan APD Alat Pelindung Diri seperti ear muff dan ear plug untuk mengurangi paparan kebisingan yang diterima oleh telinga. 3. Saran untuk pemerintah dinkes agar melakukan penyuluhan dan memberikan informasi mengenai K3 kepada pekerja pertenunan dan pekerja informal lainnya. Universitas Sumatera Utara 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebisingan

2.1.1 Definisi Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan Subaris dan Haryono, 2007.

2.1.2 Sumber Kebisingan

Doelle 1993 membagi sumber bising berdasarkan lokasi dalam 2 kelompok, yaitu: a. Bising interior dalam, berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga, mesin gudang dan aktifitas di dalam ruangan atau gedung. b. Bising eksterior luar, bising yang dikategorikan berasal dari aktifitas diluar ruangan seperti transportasi udara, termasuk bus, mobil, sepeda motor, transportasi air, kereta api dan pesawat terbang dan bising yang berasal dari industri. Untuk bising transportasi yang paling penting diketahui bahwa makin besar kendaraan akan semakin keras suara bising yang dihasilkan. Berdasarkan aktivitas yang terjadi di dalam pabrik, Tambunan 2005 mengelompokkan sumber kebisingan antara lain: a. Mengoperasikan mesin- mesin produksi “ribut” yang sudah cukup tua. Universitas Sumatera Utara b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang. c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah. d. Melakukan modifikasi perubahan penggantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah- kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen- komponen mesin tiruan. e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat terbalik atau tidak rapatlonggar, terutama pada bagian penghubung antara modul mesin bad connection. f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut.

2.1.3 Jenis Kebisingan

Berdasarkan pengaruh bunyi terhadap manusia, Moeljosoedarmo 2008 membagi jenis kebisingan sebagai berikut: a. Bising yang mengganggu iritating noise, intensitasnya tidak keras misalnya orang mendengkur b. Bising yang menutupi masking noise, merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena Universitas Sumatera Utara teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam kebisingan dari sumber lain. c. Bising yang merusak damaginginjurious noise, ialah bunyi yang intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas NAB, bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran. Sedangkan Suma’mur 2009 membagi jenis kebisingan berdasarkan sifat kebisingan tersebut: a. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi lebar steady state, wide band noise, misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain. b. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis steady state, narrow band noise, misalnya bising gergaji serkuler, katup gas, dan lain-lain. c. Kebisingan terputus-putus intermitten noise, misalnya bising lalu- lintas suara kapal terbang di bandara. d. Kebisingan impulsif impact or impulsive noise, seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan. e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang.

2.1.4 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai Ambang Batas NAB kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam Universitas Sumatera Utara pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 delapan jam sehari dari 5 lima hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 261MENKESSKII1998 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja tingkat kebisingan ruangan di ruang kerja maksimal 85 dBA dalam rata-rata pengukuran 8 jam. Berikut ini adalah tabel standar tingkat kebisingan maksimal dalam 1 hari pada ruang proses prosuksi: Tabel 2.1 Tingkat Kebisingan Maksimal Selama 1 Hari pada Ruang Proses Produksi Tingkat Kebisingan dB Pemaparan Harian 85 8 jam 92 6 jam 88 4 jam 87 3 jam 91 2 jam 94 1 jam 97 30 menit 100 15 menit Sumber : Kepmenkes No. 261MENKESSKII1998 Universitas Sumatera Utara Standar kebisingan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51MEN1999 adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu Paparan Intensitas Kebisingan dB 8 Jam 85 4 Jam 88 2 Jam 91 1 Jam 94 30 Menit 97 15 Menit 100 7,5 Menit 103 3,75 Menit 106 1,88 Menit 109 0,94 Menit 112 28,12 Detik 115 14,06 Detik 118 7,03 Detik 121 3,52 Detik 124 1,76 Detik 127 0,88 Detik 130 0,44 Detik 133 0,23 Detik 136 0,11 Detik 139 Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51MEN1999. Keterangan : Tidak boleh terapajan lebih dari 140 dB, walaupun sesaat.

2.1.5 Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja. Dengan mengetahui besar kebisngan tersebut maka dapat diketahui apakah pekerja sudah terpajan melampaui NAB atau tidak. Alat yang digunakan untuk pengukuran itensitas kebisingan adalah Sound Level Meter SLM yang mempunyai beberapa jenis antara lain: Universitas Sumatera Utara a. Precision Sound Level Meter b. General Purpose Sound Level Meter c. Survey Sound Level Meter d. Special Purpose Sound Level Meter Sound Level Meter berfungsi untuk mengukur kebisingan antara 30- 130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. Sound Level Meter terdiri dari mikrofon, amplifier, dan sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya. Sound Level Meter dilengkapi dengan tombol pengaturan skala pembobotan seperti A, B, C, dan D. Skala A, contohnya adalah rentang skala pembobotan yang melingkupi frekuensi suara rendah dan frekuensi suara tinggi yang masih dapat diterima oleh telinga manusia normal. Sementara itu skala B, C dan D digunakan untuk keperluan- keperluan khusus, misalnya pengukuran kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat terbang bermesin jet Tambunan, 2005. Sound level meter akan memberikan hasil berupa angka yang dapat dibandingkan dengan aturan batas maksimum dalam satuan desibel. 85 dBA untuk shift selama 8 jam per hari, 40 jam per minggu, batasnya akan lebih rendah untuk waktu kerja yang lebih lama. Desibel diukur pada skala khusus, yang disebut skala logaritma, dimana setiap penambahan intensitas suara berlipat dua. Berarti peningkatan dari 90 dB ke 93 dB berarti suaranya empat kali lebih keras dari pada 90 dB. Hal ini penting untuk diingat karena peningkatan kecil pada desibel berarti peningkatan kerasnya suara dan makin parah kerusakan yang dapat diakibatkan pada telinga Anizar, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Dampak Kebisingan

Moeljosoedarmo 2008 mengelompokkan dampak kebisingan menjadi dua yaitu dampak pada indera pendengaran Audiotory Effect dan dampak kebisingan bukan pada indera pendengaran Non Audiotory Effect.

2.1.6.1 Audiotory Effect

a. Trauma Akustik Trauma akustik disebabkan oleh karena terpajan kepada suara bising impulsif dengan tekanan tinggi, seperti letusan senjata, ledakan dan lain- lain. Diagnosa mudah dibuat, penderita dengan tepat dapat menyatakan kapan terjadinya ketulian. Bagian yang rusak adalah membran timpani, tulang-tulang pendengaran dan cochlea. Tuli terjadi secara akut, tinitus cepat sembuh secara partial atau secara sempurna. b. Ketulian Diantara sekian banyak gangguan pengaruh yang ditimbulkan oleh kebisingan, maka yang paling serius adalah gangguan terjadinya ketulian. 1. Ketulian sementara Akibat pemajanan terhadap bising dengan intensitas tinggi, tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Apabila kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali kepada ambang dengar yang semula recovery dapat sempurna. Untuk suara yang intensitasnya lebih besar dari 85 dB akan dibutuhkan waktu istirahat antara 3-7 hari. Namun, apabila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja terpajan Universitas Sumatera Utara kembali kepada bising, dan keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka ketulian sementara akan bertambah setiap harinya. 2. Ketulian menetap Ketulian menetap terjadi oleh karena pemajanan terhadap intensitas bising yang tinggi dalam jangka waktu yang lama. Ketulian menetap terjadi sebagai akibat dari proses pemulihan yang tidak sempurna dari Temporary Threshold Shift yang terjadi belum sempat kembali ke ambang dengar semula, yang kemudian sudah kontak dengan intensitas suara yang tinggi, maka akan terjadi pengaruh kumulatif, yang pada suatu saat tidak terjadi pemulihan sama sekali. Pada saat inilah, maka ketulian disebut sebagai ketulian menetap.

2.1.6.2 Non Audiotory Effect

a. Pengaruh Fisiologi Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, lebih-lebih yang terputus-putus atau yang datangnya secara tiba-tiba mendadak dan tidak terduga dapat menimbulkan reaksi fisiologis seperti: peningkatan tekanan darah ±10 mmHg, peningkatan denyut nadi, basal metabolisme, gangguan tidur, konstriksi pembuluh darah kecil terutama pada kaki dan tangan, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris, serta gangguan refleks. b. Pengaruh Psikologi Universitas Sumatera Utara Kebisingan dapat memengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, menimbulkan rasa khawatir, marah, jengkel dan lain-lain. Yang dimaksud dengan stabilitas mental adalah kemampuan seseorang untuk berfungsi atau bertindak normal. Kebisingan memang tidak dapat menimbulkan mental illness, namun dapat memperberat problem mental yang sudah ada. c. Annoyance Suatu kebisingan dikatakan mengganggu annoying, bila pemajanan terhadapnya menyebabkan orang tersebut mengurangi, menolak bising tersebut atau meninggalkan tempat yang bising bila mungkin. d. Gangguan komunikasi Gangguan jenis ini dapat disebabkan oleh: 1. Masking effect dari kebisingan 2. Gangguan kejelasan suara intelligibility Sebagai pegangan risiko potensial kepada pendengaran, terjadi apabila komunikasi pembicaraan harus dijalankan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kecelakaan, terutama pada peristiwa penggunaan tenaga baru Moeljosoedarmo, 2008. e. Pengaruh kebisingan terhadap performance kerja Tarwaka, dkk 2004 mengelompokkan pengaruh pemaparan kebisingan berdasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan. Pertama, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi di atas Universitas Sumatera Utara NAB dan kedua, adalah pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah di bawah NAB. 1. Pengaruh Kebisingan Intensitas Tinggi a. Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi di atas NAB adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen, biasanya didahului dengan pendengarana yang bersifat sementara yang dapat menganggu kehidupan yang bersangkutan baik di tempat kerja maupun dilingkungna keluarga dan lingkungan sosialnya. b. Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputus- putus dan sumbernya tidak diketahui. c. Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, risiko serangan jantung meningkat gangguan pencernaan. d. Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan, dll. 2. Pengaruh kebisingan intensitas rendah Tingkat intensitas kebisingan rendah atau di bawah NAB banyak ditemukan dilingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan dll. Intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB tersebut secara fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebablkan penurunan penurunan performansi kerja, sebagai salah Universitas Sumatera Utara satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres yang disebabkan karena yang pemaparan kebisingan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan dan depresi.

2.1.7 Pengendalian Kebisingan

Tarwaka, dkk 2004 dalam bukunya menyatakan bahwa sebelum dilakukan langkah pengendalian, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan. Rencana pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan melalui perspektif manajemen risiko kebisingan. Manajemen risiko yang dimaksud adalah suatu pendekatan yang logik dan sistemik untuk mengendalikan risiko yang mungkin timbul. Langkah manajemen risiko kebisingan tersebut adalah: a. Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada ditempat kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cidera akibat kerja. b. Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan cidera akibat kerja c. Mengambil langkah langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau meminimalisasi risiko kebisingan. Setelah rencana dibuat dengan seksama, langkah selanjutnya adalah melaksanakan langkah pengendalian kebisingan dengan dua arah pendekatan yaitu pendekatan jangka pendek short-term gain dan pendekatan jangka panjang long-term gain dari hirarki pengendalian.Pada pengendalian kebisingan dengan orientasi jangka panjang, teknik pengendaliannya secara berurutan adalah Universitas Sumatera Utara eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik pengendalian secara berurutan adalah eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik, pengendalian secara administrative dan terakhir penggunaan penggunaan alat pelindung diri. Orientasi jangka pendek adalah sebaliknya secara berurutan. a. Eliminasi sumber kebisingan 1. Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengn penggunaan tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat diminimalkan. 2. Pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin baru. 3. Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstuksi bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin dll. b. Pengendalian kebisingan secara teknik 1. Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan kebisingan pada sumber suara dapat dilakuakan dengan menutup mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah dengan pekerja. Teknik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai remote control. Selain itu dapat dilakukan redesain landasan mesin dengan bahan anti getaran. Namun, demikian teknik ini memerlukan biaya yang sangat besar sehingga dalam prakteknya sulit diimplementasikan. 2. Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi kebisingan. Apabila teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka teknik berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi Universitas Sumatera Utara dinding, plafon dan lantai dengan bahan penyerap suara. Menurut Sanders dan McCormik dalam Tarwaka, dkk 2004 cara tersebut dapat mengurangi kebisingan antara 3-7 dB. 4. Pengendalian kebisingan secara administratif Apabila teknik pengendalian secara teknik belum memungkinkan untuk dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merencanakan teknik pengendalian secara administratif. Teknik pengendalian ini lebih difokuskan pada manajemen pemaparan. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima. c. Pengendalian kebisingan pada penerima atau pekerja Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik pengendalian diatas eliminasi, pengendalian teknik, dan administratif belum memungkinkan untuk dilaksanakan. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan pemakaian alat pelindung telinga tutup atau sumbat telinga. Pengendalian kebisingan pada penerima ini telah banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan, karena secara sekilas biayanya relatf lebih murah. Namun demikian banyak ditemukan kendala dalam pemakaian tutup atau sumbat telinga seperti, tingkat kedisiplinan pekerja, mengurangi kenyamanan kerja, mengganggu pembicaraan dan lain-lain. Berikut adalah jenis alat pelindung telinga: Universitas Sumatera Utara a. Sumbat telinga Ear plug Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama adalah berbeda. Untuk itu ear plugharus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter saluran telinga antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus. Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastic dan karet, spon dan malam wax hanya dapat digunakan untuk sekali pakai Disposable. Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastic yang dicetak Molded rubberplastic dapat digunakan berulang kali Non Disposable.Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB A. b. Tutup telinga Ear muff Alat pelindung telinga jenis ini terdiri dari 2 dua buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi.Pada pemakaian yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurunkan karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit.Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB A dan juga dapat melindungi bagian luar telinga luar dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia. Menurut Tarwaka 2004 perlu di perhatikan beberapa criteria di dalam pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja. 2. Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya. 3. Bentuknya cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya 4. Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian. 5. Mudah untuk dipakai dan di lepas kembali 6. Tidak mengaanggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama. 7. Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda peringatan. 8. Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran. 9. Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan. 10. Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan. Disamping pemenuhan terhadap kriteria-kriteria tersebut, pekerja juga harus terus-menerus diberikan penyadaran, diberikan instruksi baik secara tertulis maupun lisan tentang kapan dan dalam keadaan bagaimana alat pelindung diri wajib dipakai. Penyadaran melalui tulisan atau gambar dan poster tentang kewaiban memakai alat pelindung diri yang dipasang di tempat-tempat kerja juga sangat baik untuk mengingatkan pekerja Tarwaka, 2004. Universitas Sumatera Utara

2.2 Tekanan Darah