Tinjauan Pustaka KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Contoh 4: Konfiks {me-kan} mempunyai arti ‘menjadikan sesuatu atau menganggap sebagai ‘. Misalnya, dalam kata-kata memperhambakan, mempermasalahkan.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap proses pembentukan kata, khususnya terhadap proses afiksasi pernah dilakukan sebelumnya. Tambun 1980 dalam skripsinya yang berjudul “Perbandingan Afiksasi antara Bahasa Alas dengan Bahasa Indonesia” membandingkan afiksasi bahasa Alas dengan afiksasi bahasa Indonesia yang meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Menurutnya, terdapat perbedaan dan persamaan antara afiksasi bahasa Alas dengan bahasa Indonesia. Syafii 1981, dalam skripsinya yang berjudul “Afiksasi Bahasa Kurinci Tanjung Morawa” melakukan penelitian terhadap afiksasi dalam bahasa Kurinci. Namun, penelitiannya dibatasi pada afiks yang produktif saja, seperti prefiks, sufiks, dan konfiks. Kasmi 1981, dalam skripsinya yang berjudul “Pemakaian Prefiks dalam Bahasa Minangkabau” mengkaji tentang pembagian prefiks dalam bahasa Minangkabau yang melingkupi bentuk, distribusi, fungsi dan nosi dari prefiks tersebut. Selain itu, dalam skripsi yang berjudul “Morfologi Bahasa Jawa Dialek Gebang” 1981, Deliana meneliti morfologi dalam bahasa Jawa dialek Gebang yang meliputi afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan klitisasi. Penelitian tentang morfologi juga pernah dilakukan oleh Amilah 1982 dalam skripsinya yang berjudul “Morfologi Bahasa Melayu Dialek Asahan”. Ia Universitas Sumatera Utara meneliti tentang morfologi dan proses morfologis yang di dalamnya mencakup tentang awalan prefiks dan akhiran sufiks. Purba 1984, dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Komparatif antara Prefiks Bahasa Nias dengan Prefiks Bahasa Pakpak Dairi” membahas persamaan dan perbedaan prefiks antara kedua bahasa tersebut. Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh Siahaan 1986 dalam skripsi yang judulnya sama, tetapi dengan penguraian yang agak berbeda dari peneliti sebelumnya. Menurut Purba prefiksasi adalah proses pembubuhan afiks atau imbuhan di depan kata dasarpelekatan kepada kata dasar dan membentuk kesatuan arti, sedangkan menurut Siahaan prefiksasi ialah proses penambahan prefiks di awal bentuk dasar. Dari kedua skripsi tersebut dijelaskan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan antara prefiks bahasa Nias dengan prefiks bahasa Pakpak Dairi. Prefiks dalam bahasa Nias terdiri atas maN-, mo-, me-, mu-, la-, i-, te-, faN-, fa-, aN-, a-, da-, saN-, sedangkan prefiks dalam bahasa Pakpak Dairi terdiri atas meN-, i-, ter-, pe-, per-, me-, se-, ki-, N-. Bangun 1985 membandingkan prefiks bahasa Nias dengan bahasa Dairi dalam skripsinya yang berjudul “Suatu Tinjauan Komparatif Perbandingan Prefiks Bahasa Nias dengan Bahasa Dairi”. Menurutnya prefiks dalam bahasa Nias terdiri atas mo-, fa-, me-, faN-, maN-, i-, te-, mu-, saN-, da-, la-, a-, aN-, sedangkan prefiks bahasa Pakpak Dairi terdiri atas men-, ter-, me-, pe-, per-, i-, ki-, se-, N-. Prefiks dari kedua bahasa tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Berdasarkan pengamatan peneliti, skripsi Bangun tidak menjelaskan proses morfofonemik yang terjadi dalam prefiksasi kedua bahasa yang ditelitinya. Selain itu, pemakaian lambang morfem dalam skripsi tersebut kurang tepat karena Universitas Sumatera Utara lambang yang digunakannya adalah lambang fonetis. Hal lain yang juga tidak luput dari pengamatan peneliti adalah setiap kata ‘prefiks’ dalam skripsi tersebut selalu dituliskan dengan kata ‘prepiks’. Butet Popy 1987, dalam skripsinya yang berjudul “Afiksasi Bahasa Pesisir Sibolga” membahas tentang afiksasi yang terdapat dalam bahasa Pesisir Sibolga. Menurutnya afiks atau imbuhan ialah bentuk linguistik yang dapat melekat pada berbagai-bagai kata untuk membentuk kata baru. Ia membahas tentang prefiks, sufiks, dan simulfiks dalam bahasa Pesisir Sibolga. Sembiring 1992, dalam skripsinya yang berjudul “Perbandingan Afiksasi antara Bahasa Batak Karo dengan Bahasa Nias” membahas perbedaan dan persamaan afiksasi antara kedua bahasa tersebut. Penelitiannya dibatasi pada prefiks, infiks, dan sufiks. Sembiring menjelaskan bahwa afiksasi adalah pembubuhan afiks pada bentuk dasar, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan baik dalam jenis bentuk dan arti. Dalam skripsinya dijelaskan bahwa prefiks dalam bahasa Nias terdiri atas man-, me-, mo-, mu-, la-, i-, te-, fan-, fa-, an-, da-, san-, a-; infiks hanya satu, yaitu -ga-; sufiks terdiri atas -o, -go, -fo, -ni, -si, -ma, -i, -so, -ta, -wa, -to, -nia, -la, -sa, -a. Menurutnya terdapat persamaan dan perbedaan antara bahasa Batak Karo dan bahasa Nias. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Sembiring adalah dalam skripsi ini dijelaskan proses afiksasi yang meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks sedangkan penelitian Sembiring dibatasi pada prefiks, infiks dan sufiks saja. Dalam skripsi Sembiring dibandingkan dua bahasa sedangkan pada penelitian ini tidak ada perbandingan dua bahasa. Selain itu, dalam skripsi ini diuraikan proses morfofonemik tiap-tiap afiks, sedangkan dalam skripsi Sembiring tidak diuraikan. Universitas Sumatera Utara Dalam skripsi yang berjudul “Analisis Morfologis pada Novel La Barka Karya Nh. Dini 1994, Harsani mengkaji proses morfologis pada novel tersebut yang meliputi afiksasi, pengulangan, dan pemajemukan. Nilawijaya 1997 membahas tentang morfem bebas dan morfem terikat, proses morfologis afiksasi, reduplikasi, dan kompositum bahasa Melayu Palembang dalam skripsinya yang berjudul “Morfologi Bahasa Melayu Palembang”. Siregar 2000, dalam skripsinya yang berjudul “Morfologi Kata Kerja Bahasa Angkola” membahas tentang morfologi kata kerja bahasa Angkola yang meliputi ciri morfologis, sintaksis, semantis, dan bentuk kata kerja. Ia juga membahas tentang reduplikasi dan kata kerja berimbuhan. Perbandingan prefiks antara dua bahasa dilakukan oleh Siagian 2009 dalam skripsinya yang berjudul “Perbandingan Prefiks Bahasa Indonesia dengan Prefiks Bahasa Batak Toba”. Ia membandingkan antara prefiks bahasa Indonesia dan prefiks bahasa Batak Toba dengan menjelaskan persamaan dan perbedaan prefiks dari kedua bahasa tersebut. Dari penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa pembentukan kata, khususnya afiksasi, mencakup jenis-jenis afiks itu sendiri serta hal-hal yang meliputi proses pengimbuhannya, seperti bentuk afiks, distribusi afiks, juga fungsi dan makna afiks tersebut. Hasil penelitian tersebut dapat menjadi informasi dan acuan bagi peneliti saat ini dalam meneliti afiksasi bahasa Nias. Dalam penelitian ini, peneliti sendiri mengkaji tentang afiksasi dalam bahasa Nias dialek Gunungsitoli yang meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Proses pembubuhan afiks dalam bahasa Nias ini mencakup bentuk, distribusi, fungsi, dan nosi. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat Whitney :1960. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya Sukmadinata, 2006 : 72. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. Secara deskriptif peneliti dapat memerikan ciri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilahan data yang dilakukan pada tahap pemilahan data setelah data yang diperlukan terkumpul.

3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan peneliti dalam penelitian ini berupa data tulisan dan data lisan. Untuk mendapatkan data tulis, peneliti menggunakan metode simak dengan teknik catat. Data tulis bersumber dari studi pustaka. Peneliti melakukan studi pustaka dengan mencari buku-buku dan hasil penelitian terdahulu yang menyangkut afiksasi bahasa Nias. Salah satu buku yang digunakan peneliti sebagai sumber data adalah buku 164 Manömanö Moroi Ba Zoera Daroma Li Lowalangi ‘164 Cerita dari Alkitab’. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, peneliti Universitas Sumatera Utara