BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat Whitney :1960. Penelitian deskriptif adalah suatu
bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa
berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya Sukmadinata, 2006
: 72. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat
yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. Secara deskriptif peneliti dapat
memerikan ciri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilahan data yang dilakukan pada tahap pemilahan data setelah data yang diperlukan terkumpul.
3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan peneliti dalam penelitian ini berupa data tulisan dan data lisan. Untuk mendapatkan data tulis, peneliti menggunakan metode simak
dengan teknik catat. Data tulis bersumber dari studi pustaka. Peneliti melakukan studi pustaka dengan mencari buku-buku dan hasil penelitian terdahulu yang
menyangkut afiksasi bahasa Nias. Salah satu buku yang digunakan peneliti sebagai sumber data adalah buku 164 Manömanö Moroi Ba Zoera Daroma Li Lowalangi
‘164 Cerita dari Alkitab’. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, peneliti
Universitas Sumatera Utara
membaca dan menyimak buku tersebut kemudian mencatat kata-kata yang merupakan hasil dari proses afiksasi. Selanjutnya data-data ini diklasifikasikan sesuai
kategorinya, yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Untuk memperoleh data lisan, peneliti menggunakan metode simak. Metode
simak adalah metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa Sudaryanto, 1993 : 133. Dalam hal ini peneliti melakukan penyimakan terhadap
penggunaan bahasa Nias oleh masyarakat penutur asli, khususnya kata-kata yang merupakan hasil dari afiksasi. Metode ini dilakukan dengan teknik simak libat cakap.
Dalam teknik simak libat cakap, peneliti terlibat langsung dalam dialog. Peneliti berusaha memperhatikan penggunaan bahasa mitra wicaranya dan ikut serta dalam
pembicaraan mitra wacaranya itu Sudaryanto, 1993 : 133. Selain itu, peneliti juga sebagai penutur asli bahasa Nias ikut berperan dalam menambah data-data yang
diperlukan. Setiap data yang diperoleh akan dicatat dalam kartu data untuk dianalisis selanjutnya.
3.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah semua data-data yang diperlukan terkumpul, selanjutnya peneliti menganalisis data tersebut. Tahapan ini disebut dengan tahap analisis data. Pada
tahap ini peneliti menggunakan metode padan dan metode agih. Metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak
menjadi bagian dari bahasa langue yang bersangkutan, sedangkan metode agih adalah metode yang alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu
sendiri Sudaryanto, 1993 : 13-15.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini metode padan digunakan untuk menyeleksi kata-kata mana yang termasuk prefiks, infiks, sufiks, maupun konfiks serta menjelaskan fungsi
dan makna dari afiks-afiks tersebut. Contoh:
a. Pefiks
• Salah satu bentuk prefiks dalam bahasa Nias adalah prefiks {mo-}. Prefiks ini tidak mengalami perubahan bentuk jika melekat pada
bentuk dasar seperti dalam kata mogawu berpasir. Kata ini terbentuk dari prefiks {mo-} dan bentuk dasar gawu pasir.
• Prefiks {mo-} dapat melekat pada kata benda dan kata kerja. • Prefiks {mo-} berfungsi untuk membentuk kata kerja dan kata sifat.
Contoh: {mo-} + sarewa ‘celana’
mosarewa ‘bercelana’ kata kerja. {mo-} + gawu ‘pasir’
mogawu ‘berpasir’ kata sifat. • Arti dari prefiks {mo-} pada contoh di atas adalah:
- Memakai apa yang tersebut pada bentuk dasar.
- Mempunyai apa yang tersebut pada bentuk dasar.
b. Infiks
• Infiks {-ga-} mengalami perubahan bentuk bila melekat pada bentuk dasar. Jika bentuk dasar berfonem awal a, bentuknya bersisipan {-
ga-}, sedangkan jika bentuk dasar berfonem awal e, bentuknya bersisipan {-ge-}. Perubahan seperti itu berlaku untuk semua bentuk
dasar yang diawali oleh fonem vokal.
Universitas Sumatera Utara
Contoh: egebua besar-besar. Kata ini terbentuk dari infiks {-ge-} dan bentuk dasar ebua besar.
• Infiks {-ga-} hanya dapat melekat pada kata sifat yang berfonem awal vokal.
• Infiks {-ga-} berfungsi untuk membentuk kata sifat. Contoh:
{-ga-} + atoru ‘jatuh’
agatoru ‘berjatuhan’ • Arti dari infiks {-ga-} pada contoh di atas adalah menyatakan banyak
yang tersebut pada bentuk dasar.
c. Sufiks
• Salah satu bentuk sufiks dalam bahasa Nias adalah sufiks {-ni} tidak mengalami perubahan bentuk apabila melekat pada bentuk dasar
seperti dalam kata föröni tiduri. Kata ini terbentuk dari sufiks {-ni} dan bentuk dasar förö tidur.
• Sufiks {-ni} dapat melekat pada kata benda, kata kerja, dan kata sifat. • Sufiks {-ni} berfungsi untuk membentuk kata kerja.
Contoh: Aukhu ‘panas’ +
{-ni} aukhuni ‘panaskan’
• Arti dari sufiks {-ni} pada contoh di atas adalah menjadikan seperti yang tersebut pada bentuk dasar.
d. Konfiks
• Salah satu bentuk konfiks dalam bahasa Nias adalah konfiks {ol-ö} tidak mengalami perubahan bentuk jika melekat pada bentuk dasar
Universitas Sumatera Utara
seperti dalam kata olohiö segera kejar. Kata ini terbentuk dari konfiks {ol-ö} dan bentuk dasar ohi kejar.
• Konfiks {ol-ö} hanya dapat melekat pada kata kerja. • Konfiks {ol-ö}berfungsi untuk membentuk kata kerja.
Contoh: {ol-ö} + ohe
‘bawa’ olohe’ö ‘segera bawa’
• Arti dari konfiks {ol-ö} pada contoh di atas adalah menyuruh melakukan dengan segera hal yang tersebut pada bentuk dasar.
Sementara itu, metode agih dilakukan dengan menerapkan teknik lesap, teknik ganti, teknik perluas, dan teknik sisip. Teknik-teknik ini berkaitan dengan
proses pembubuhan afiks terhadap morfem-morfem serta kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi sebagai hasil dari proses tersebut.
Contoh: a.
Pada proses pembubuhan afiks {ma-} terhadap bentuk dasar bokai buka terjadi pelesapan fonem b sehingga bentuknya menjadi mamokai
membuka. b.
Pada proses pembubuhan afiks {me-} terhadap bentuk dasar tölu tiga terjadi pergantian fonem t menjadi fonem d sehingga bentuknya
menjadi medölu tiga kali. c.
Pada proses pembubuhan afiks {me-} terhadap bentuk dasar yang bersuku satu, misalnya bentuk do darah terjadi penambahan fonem ndr
sekaligus pelesapan fonem d yang mengawali bentuk dasar tersebut sehingga bentuknya menjadi mendro berdarah.
Universitas Sumatera Utara
d. Pada bentukan kata agatoru berjatuhan dan aganau panjang-panjang
diketahui bahwa terdapat penyisipan afiks {-ga-} terhadap bentuk dasar atoru
jatuh dan anau panjang.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PEMBAHASAN