2.2 Landasan Teori
Menjawab masalah dalam karya ilmiah ini, penulis menggunakan teori sosiologi sastra. Wellek dan Warren 1998 mengatakan ”bahwa sastra adalah institusi sosial yang memakai
medium bahasa dalam menyajikan kehidupan-kehidupan yang terdiri dari kenyataan sosial meskipun dirangkai secara mimetis” 1984:109. Artinya bahwa hasil dari sastra sebagai
institusi sosial baik berupa puisi, cerpen, drama, maupun novel menunjukkan kenyataan sosial yang dirangkai secara tiruan. Soemanto, dalam Ratna 2003 mengatakan
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient beings, makhluk yang mengalami
sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai
dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi
sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya.
Uraian tersebut menjelaskan bahwa sosiologi sastra merupakan sebuah teori yang berupaya menemukan sisi sosial karya sastra. Dalam pengaplikasiannya Endraswara
2008:80 mengatakan ”ada tiga perspektif yang dapat digunakan untuk meneliti sosiologi sastra yaitu 1 perspektif teks sastra, 2 perspektif biografis, 3 perspektif reseptif.” Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan dua buah perspektif yang bertalian erat dalam memecahkan masalah yaitu perspektif teks sastra dan perspektif biografis. Dengan
menggunakan dua buah persepektif tersebut maka dampak sosial korupsi akan lebih mudah ditemukan dalam novel d.I.a. cinta dan presiden. Lebih lanjut kedua hal tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut.
2.2.1 Perspektif Teks Sastra
Perspektif teks sastra artinya peneliti menganalisis karya sastra sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat. Teks biasanya dipotong-potong, diklasifikasikan, dan
dijelaskan makna sosiologisnya. Perspektif teks sastra berupaya menemukan makna jelas yang terdapat dalam teks. Seperti yang ditambahkan oleh Wimsatt dalam Endraswara
Universitas Sumatera Utara
2008:31 ”sebuah karya sastra sesungguhnya telah menjadi milik umum. Apa yang terkandung dalam teks sastra tidak harus bergantung pada pengarangnya”. Untuk itu salah
satu proses yang perlu dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan intrinsik guna menganalisis unsur-unsur pembangun karya sastra itu. Stanton dalam Suwondo, 2001: 56
mengatakan, unsur-unsur pembangun struktur itu terdiri dari tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita itu sendiri terdiri atas, tokoh, dan latar, sedangkan sarana sastra biasanya
terdiri atas alur, sudut pandang, gaya bahasa, dan suasana, simbol-simbol, imaji-imaji dan cara pemilihan judul. Dalam kesempatan ini penulis membatasi penelitian unsur intrinsik
berupa tema, tokoh, dan latar atau setting. Ketiga hal tersebut merupakan unsur yang dapat menyingkap situasi dan iklim sosial yang terjadi pada saat karya itu dituliskan.
Tema dan fakta cerita yang terdapat dalam novel d.I.a. cinta dan presiden karya Noorca M. Massardi, berupa sejumlah tindakan korupsi yang dilakukan oleh berbagai profesi.
Tindakan korupsi merupakan tindakan kejahatan yang menjadi penyakit yang dimusuhi oleh masyarakat karena akan menimbulkan dampak sosial yang sangat merugikan pertumbuhan
masyarakat sehingga tema dan fakta tersebut merupakan masalah sosial yang perlu diteliti lebih lanjut. Untuk memperoleh analisis yang tepat mengenai dampak sosial korupsi maka
penulis menggunakan pendekatan kriminologi, yakni bidang ilmu sosiologi yang mempelajari tentang kejahatan dalam masyarakat. Kejahatan dapat diartikan sebagai hal-hal yang tidak
baik yang bersifat merugikan pihak tertentu. Mustofa 2005:6 mendefenisikan kriminologi secara umum yakni “pola tingkah laku yang merugikan masyarakat”. Lebih lanjut Ross
dalam Mustofa, 2010: 38 dengan menggunakan istilah criminaloid mengatakan; Orang yang memperoleh kemakmuran dengan melakukan tindakan yang memalukan,
tetapi belum merupakan tindakan yang dilarang oleh masyarakat. Sesungguhnya mereka bersalah menurut kacamata hukum; namun karena di mata masyarakat dan
menurut dirinya sendiri adalah tindakan tidak bersalah, tindakannya tidak disebut sebagai kejahatan pembuat hukum dapat saja menyatakan tindakannya yang tidak
benar tersebut sebagai kejahatan, namun karena moralitas berpihak padanya, mereka luput dari hukuman dan celaan.
Universitas Sumatera Utara
Dapat dimengerti bahwa tidak semua pelaku kejahatan yang dikenakan tindakan pidana atau hukum. Untuk sebagian kasus pelaku kejahatan korupsi itu malahan menjadi semakin
makmur dan diterima oleh masyarakat. Salah satu bentuk kejahatan demikian ialah tindakan korupsi. Seperti yang diungkapkan oleh Ross di atas, ada tindakan kejahatan yang merupakan
tindakan yang memalukan tetapi belum dilarang oleh masyarakat, hal itu dikarenakan minimnya pengetahuan dan daya kritis masyarakat mengenai cara seseorang mendapatkan
penghasilan tersebut. Salah satu tindakan yang demikian digolongkan dengan white-collar crime. Shuterland dalam Mustofa 2010:vi menggunakan istilah white-collar crime untuk
menyebutkan orang yang mempunyai status sosial tinggi yang melakukan pelanggaran hukum dalam jabatan pekerjaannya yang sah. Pelaku kejahatan itu lebih berbahaya
dibandingkan dengan jenis kejahatan konvensional lainnya seperti perampokan, dan prostitusi. Pelaku kejahatan yang tergolong dalam white-collar crime cenderung
diperlakukan secara positif oleh masyarakat karena menganggap kemakmuran yang dimilikinya sebagai hasil dari jerih payah yang sah dari pekerjaannya. Berbeda halnya dengan
masyarakat biasa yang tiba-tiba memiliki kekayaan atau uang dalam jumlah besar yang di simpan di bank, akan terkesan mencurigakan. Dalam objek penelitian ini para penyelenggara
negara dengan status sosial tingggi yang melakukan korupsi tergolong dalam white-collar crime. Shuterland dalam Mustofa, 2010 juga menegaskan ”white-collar crime digunakan
untuk menunjuk tipe pelaku dari suatu kejahatan yaitu orang dari kelas sosial ekonomi tinggi yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum yang dibuat untuk mengatur
pekerjaan”. Artinya, pelanggaran itu bukan berupa kesilapan atau ketidaksengajaan, tetapi merupakan tindakan yang direncanakan. Hal tersebut guna memperoleh keuntungan yang
besar baik bagi kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok. Konsep mengenai white-collar crime dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu
1 occupational crime yaitu pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh individual
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan pekerjaan pelaku; 2 corporate crime yaitu pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan untuk kepentingan korporasi. Dalam penelitian ini, sejumlah pelaku kejahatan
korupsi yang terdapat dalam novel akan diklasifikasikan pada dua tipe kejahatan korupsi seperti di atas. Berdasarkan teori tersebut jelaslah bahwa tindakan korupsi tergolong dalam
tindakan kriminal atau kejahatan yang merugikan pihak tertentu. Dalam novel d.I.a. cinta dan presiden terdapat sejumlah kejahatan korupsi yang
tergolong dalam kejahatan kelas sosial tingga yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan Indonesia. Sejumlah penyelenggara negara baik itu lembaga eksekutif, yudikatif, maupun
legislatif melakukan penyelewengan terhadap keuangan milik negara. Tindakan-tindakan demikian berimplikasi pada masyarakat yang seharusnya disejahterakan oleh penyelenggara
negara namun kenyataan dalam novel tersebut, penyelenggara negara semakin kaya sedangkan masyarakat miskin semakin terlantar hak-haknya dalam mencapai kesejahteraan
sosial. Para penyelenggara negara memperkaya diri sendiri dengan mengambil keuangan negara sebagai miliknya sendiri.
2.2.2 Perspektif Biografis
Perspektif biografis yaitu peneliti menganalisis pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Untuk itu
perlu dilakukan korespondensi dengan penulis untuk mendapatkan informasi lebih banyak mengenai keterkaitan pengalaman, dan peristiwa yang terjadi pada masa hidup pengarang.
Selain itu sejumlah literatur yang mendukung berupa pandangan dan karya-karya pengarang semasa hidup, kemungkinan besar memiliki hubungan yang erat dengan karyanya sebagai
objek penelitian. Endraswara 2008:33 juga menambahkan hal-hal yang perlu diungkapakan yaitu 1 latar belakang kelahiran pengarang, pendidikan, ekonomi, politik dan sebagainya,
2 seberapa jauh karya sastra mencerminkan kepribadian pengarang, apakah pengarang termasuk orang yang egois, emosional, agresif dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis komentar Noorca M. Massardi yang terdapat pada halaman xvii, novel d.I.a. cinta dan presiden. Pada bagian itu disampaikan
sejumlah pandangan mengenai isi dari novel tersebut. Selanjutnya penulis juga menggunakan biografi Noorca M. Massardi yang baik dimuat pada lembaran 893 maupun referensi
tambahan. Lembaran tersebut menjelaskan latar belakang pengarang dari lahir hingga pada saat pengarang menerbitkan objek penelitian ini. Selain itu untuk mendapatkan informasi
mengenai kehidupan pengarang, penulis juga menggunakan internet sebagai sumber bahan tambahan.
2.3 Tinjauan Pustaka