pengurus inti PPIN, salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang paling kritis menyuarakan keadilan. Pada saat itu diperdebatkan penipuan Poro Munadhi secara
metodologis yang menyangkut sekitar Rp 30 triliun pendapatan per tahun. Bersamaan dengan itu Wahid merupakan anggota dari Pansus RUU Perpajakan DPR, namun dengan tiba-tiba
digantikan oleh Prof. Masina yang waktu itu menjabat sebagai pimpinan badan legislatif. Ternyata Prof. Masinalah yang menaruh dan menjamini Poro Munadhi menjadi Dirjen Pajak
agar mendapatkan setoran rutin.
c. Hipokrit
Prof. Masina sudah dikenal sebagai sosok yang munafik yang dengan sewewenangnya menyalahkan orang lain dengan menggunakan kekuasaanya. Ia tidak pernah
mau mendengarkan saran ataupun kritikan dari rekan-rekannya. Sikapnya yang antikritik telah mendarah daging dalam dirinya sehingga ia tidak pernah merasa bersalah ketika
menjerumuskan kader-kadernya dalam beragam kesulitan. Hal demikian seperti yang dikatakan oleh seoarang Kiay yang bertemu dengan Wahid Pratama.
Kiay Faried Manai menceritakan, Prof. Masina mengatakan, bahwa Wahid itu pagi bersuara keras malamnya memeras hlm.743.
Prof. Masina malahan menuduh Wahid Pratama sebagai “pembual” yang hanya manis dibibir saja. Apa yang disampaikan oleh Prof. sesungguhnya adalah gambaran dirinya yang selama
ini ia lakoni. Prof. Masina akan bersikeras menuntut orang yang melakukan korupsi, namun dengan sesegera mungkin ia akan melupakannya setelah mendapatkan uang yang ia inginkan.
Di hadapan orang lain ia masih saja menutupi dirinya yang sebenarnya seolah ia membenci dirinya yang sesungguhnya.
4.1.1.3 Anggara Sutomo a. Visioner, Idealis
Anggara Sutomo juga juga pemeran penting dalam cerita ini. Dia merupakan seorang tokoh yang memimpin sebuah perusahan media informasi terbesar di seluruh Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Kepemimpinannya dimulai ketika sebuah bencana dashyat menenggelamkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta DKIJ termasuk kantor besar Koran Media Grup KMG yang saat itu
dipimpin ayahnya Praseto Sutomo. Sejak saat itu ayahnya dikabarkan turut menjadi korban sehingga Anggara harus mengambil alih aset-aset yang masih tersisa. Anggara juga dikenal
sebagai pemimpin perusahaan yang sangat visioner ialah satu-satunya yang menggagasi dan menerbitkan koran dengan 3 kali terbit dalam satu hari hal itulah yang kemudian
mengembangkan KMG lebih baik lagi hlm. 766. Pada masa kepemimpinannya itu bertepatan dengan aksi perjuangan Wahid dengan
sejumlah massa yang menuntut reformasi pemerintahan. Peristiwa itu dijadikannya sebgai peluang untuk mengembangkan media massa, Anggara turut mengontrol dan menjaga arah
reformasi hingga terpilihnya Wahid Pratama sebagai Presiden Republik Indonesia menggantikan masa Pemerintahan SBD, dan BJK yang ternyata sarat dengan kecolongan
anggaran negara akibat maraknya korupsi. Anggara turut mengambil peran penting sebagai media yang mendukung transparansi kinerja pemerintahan dengan meliput, mengawasi dan
mempublikasikan kinerja pemerintahan. Media massa tampil sebagai rekan masyarakat demokratis dalam mewujudkan reformasi pemerintahan.
Salah satu sikap idealis yang ditunjukkan oleh Anggara adalah ketika ia menolak tawaran Presiden Wahid Pratama, yang merekomendasikannya menjadi Menteri Informasi
dan Komunikasi RI. Posisi itu sebenarnya sungguh layak dan tepat bagi Wahid selain karena jasanya dalam menyukseskan beragam kampanye postif yang mempengaruhi perkembangan
jumlah suara bagi pasangan Wahid-Sandy namun Anggara menolak untuk menjadi Menteri Informasi dan Komunikasi karena ia ingin menjaga independensi Pers sebagai pihak netral
yang berfungsi untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Mungkin ini pertemuan terakhir kita sebagai kawan, sebagai sahabat sejati, dan
sebagai saudara yang tulus” kata Anggara. Karena mulai besok, saya harus menjadi mitra sejajar yang kritis terhadap semua kebijakan pemerintah, sebagaimana yang tadi
Universitas Sumatera Utara
Bapak Presiden katakan. Dan saya akan mengambil jarak supaya kita tetap objektif kata Anggara hlm.845.
Sampeyan ini idealis dan jujur sekali. Ini yang saya suka dari sampeyan dari dulu.. hlm. 845
Seperti dalam petikan di atas, Presiden mengakui dan menyukai sosok Anggara yang idealis dan memegang teguh prinsip profesionalismenya.
b. Tabah, Penyayang