BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa 2005:88 “konsep merupakan 1 rancangan atau buram surat; 2 ide atau pengertian yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret”. Jadi konsep penelitian adalah gambaran mengenai apa yang akan dibahas dan bagaimana masalah-masalah pokok itu akan dipecahkan lewat
sistematika penelitian ilmiah. Dalam karya ilmiah ini penulis menggunakan beberapa konsep guna mengantarkan proses penelitian lebih lanjut.
2.1.1 d.I.a. cinta dan presiden
Novel d.I.a. cinta dan presiden adalah objek kajian dalam penelitian ini. Judul novel dipertahankan keasliannya sesuai yang terdapat pada sampul buku dan pada katalog
perpustakaan nasional. Awal judul d.I.a. dibaca secara terpisah de d, i I, a a huruf tersebut merupakan inisial kata yang menyimpan makna penting. Dalam
sejumlah bab novel, kata d.I.a. ditemukan dua kali, seperti dalam “Bab 6. Liputan di Jerman” dan pada “Bab 27. Siapa d.I.a?.
Pada bab enam, ketika Anggara sedang liputan bersama rekannya tanpa sengaja Anggara melihat sebuah gedung yang tinggi dengan logo besar “d.i.a”. Hal yang sama ia
temukan juga dalam foto-foto yang sempat diambilnya sebelum kembali ke Hotel. Anggara terkejut ketika mendapati logo itu, Namun ia tidak punya waktu lagi untuk mengetahui lebih
banyak tentang nama yang dilihatnya pada sebuah bangunan tinggi itu. Selain itu kata “d.I.a.” juga ditemukan pada Bab 27. “Siapakah d.I.a.”. Dalam bab tersebut Anggara Sutomo
menemukan sebuah fólder My Computer, di dalamnya terdapat lagi sebuah file dengan judul ”SP” yang merupakan inisial dari ”Sutomo Prastho” dan di dalamnya ada tiga subfolder ”A”,
”D”, dan ”I” yang apabila diurutkan akan menjadi ”D.I.A”. Dalam folder ”A” terdapat nama
Universitas Sumatera Utara
”Anggara” yang disertai dengan dua folder lagi yang berjudul ”Doc” dan ”AV”, dalam folder ”D” ditemukan nama Dewi Mayastari, Ibu tirinya yang tinggal di Paris, di dalamnya juga
ditemukan dua buah folder yang berjudul ”Doc” dan ”AV”, kemudian ia beralih pada folder ”I” yang berisi catatan dan rekaman tentang Inka dan Inra adik kembarnya dari Ibu tirinya
Dewi Mayastari, dengan keterangan-keterangan dalam format document doc, dan bentuk audio visual av.
Dalam komputer yang sama, Anggara kembali menemukan folder di subdirektori yang berjudul ”d.I.a.”. Dalam folder itu ada subfolder bernama ”DKI” yang berisikan
subfolder ”B-4” dan ”AFT”. Sedangkan dalam subfolder ”B-4” itu ada dua buah subfolder berjudul ”ET’ dan ”UT”. Dalam folder tersebut terdapat semua rekaman penting baik pada
detik-detik kemusnahan DKI Jakarta, maupun peristiwa-peristiwa penting pasca bencana. Perubahan situasi politik dan ekonomi yang labil seperti sampai pada peristiwa penggulingan
kekuasaan Presiden Sukarto Boediono SBD, Beddu Jamal Koto BJK, dan beralihnya tampuk kepemimpinan ke tangan Presiden Wahid Pratama. Dalam folder ”d.I.a.” juga
ditemukan sejumlah rekaman masa-masa peralihan pimpinan KMG sampai pada masa KMG semakin berkembang pesat pada masa kepemimpinan Anggara Sutomo setelah menggantikan
ayahnya Sutomo Prastho. Jadi ”d.I.a” itu memiliki sejumlah rahasia penting yang berhubungan dengan bencana
dahsyat pada peristiwa lenyapnya DKI Jakarta, yang bertalian erat dengan Sutomo Prasetho. Dalam komputer tersebut tersimpan dokumen yang menunjukkan bahwa bencana di DKI
Jakarta itu adalah sebuah proyek pemusnahan yang direncanakan dengan menggunakan kecanggihan teknologi, bukanlah akibat bencana alam seperti yang banyak dipergunjingkan
alhi geologi, agama, dan pakar sosial lainnya.
2.1.2 Dampak Sosial
Universitas Sumatera Utara
Secara etimologi dampak sosial berasal dari dua kata yaitu dampak dan sosial. Dalam Kamus Bahasa Indonesia 2005 “dampak ialah 1 benturan; 2 pengaruh kuat yang
mendatangkan akibat baik negatif maupun positif; Sosial artinya berkenaan dengan masyarakat”. Pada umumnya dampak sosial itu bersifat negatif, merugikan dan tidak
diinginkan oleh masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa dampak sosial itu adalah pengaruh negatif berupa perubahan dalam masyarakat sebagai akibat dari suatu tindakan
ataupun keputusan. Penelitian ini berupaya menemukan dampak sosial yang timbul sebagai akibat dari tindakan korupsi yang terdapat dalam novel d.I.a. cinta dan presiden karya
Noorca. M. Massardi.
2.1.3 Korupsi
Semma 2008 mengatakan “korupsi merupakan perwujudan immoral dari dorongan untuk memperoleh sesuatu dengan metode pencurian dan penipuan”. Korupsi moral merujuk
pada berbagai konstitusi yang sudah melenceng, sehingga para penguasa rezim termasuk dalam sistem demokrasi, tidak lagi dipimpin oleh hukum yang adil tetapi tidak lebih hanya
berupaya melayani dirinya sendiri, Semma 2008:32. Dalam bahasa Latin disebut corruption yang berarti penyuapan, dan corrumpere dalam bentuk kata kerja bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, dan menyogok. Jadi dapat diartikan bahwa korupsi adalah tindakan yang busuk, merusak dan bersifat manipulasi ataupun tindakan kejahatan. Dalam
Transparansi Internasional 2011 “korupsi didefenisikan sebagai perilaku pejabat publik baik politikus maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri sendiri atau memperkaya mereka yang dekat dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan”. Untuk lebih mudah mengenalinya salah seorang sosiolog yakni Syed
Hussein Alatas dalam Hartati, 2006 mengatakan ada lima ciri-ciri korupsi yakni: 1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
2. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia kecuali korupsi itu telah
Universitas Sumatera Utara
merajalela dan begitu dalam. 3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban
dan keuntungan itu tidak selalu berupa uang. 4. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan
publik atau umum. 5. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.
2.1.4 Negara
Halking dalam kumpulan Dasar-Dasar Ilmu Politik 2008:84 merangkumkan pengertian suatu negara yakni
suatu kelompok, persekutuan, alat, organisasi kewilayahan, sistem politik, kelembagaan dari suatu rakyat, yang merupakan suatu susunan kekuasaan yang
memiliki monopoli, kewibawaan, daulat, hukum, kepemimpinan bahkan sistem pemaksaan, sehingga pada akhirnya diharapkan akan memperoleh keabsahan
pengakuan dari dalam maupun luar negara dalam rangka mewujudkan tujuan serta cita-cita rakyat.
Berdasarkan kutipan tersebut, negara dapat diartikan sebagai lembaga-lembaga pemerintahan
yang terdiri dari lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita rakyat dengan demikian aparatur negara berkewajiban untuk
memberikan kesejahteraan kepada warga negaranya. Kesanggupan sebuah negara dalam memberikan kesejahteraan tersebut akan tercermin pada pendekatan dan kebijakan
politiknya. Permasalahan yang sering kali timbul yakni tindakan dan sikap para birokrasi yang menjadi korporat. Artinya telah terjadi pergeseran fungsi dari pelayan publik menjadi
pengusaha publik yang memanfaatkan semua fasilitas mencari laba atau keuntungan untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompok. Pergeseran ini jelas merupakan tindakan korup
yang dapat merusak dan membahayakan sistem pemerintahan dalam mencapai visi kesejahteraan rakyat Mustofa, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Korporasi dan Birokrasi
Mustofa 2010:117 mendefisikan ”korporasi sebagai salah satu bentuk dari organisasi yang kegiatan utamanya adalah melakukan kegiatan bisnis”. Dalam hal ini yang
menjadi sasarannya berupa keuntungan keuangan. Menurut Clinard dan Yeager dalam Mustofa 2010: 117 dikatakan “ciri badan usaha diarahkan untuk mencapai berbagai tujuan
ganda yaitu pertumbuhan dan keuntungan; mempunyai struktur hierarki yang kompleks; manajemen lebih berperan dalam kegiatan operasi dibandingkan pemegang sahamnya”.
Korporasi inilah yang seringkali menjadi jalan mulus bagi para birokrat dalam memperhalus penggelapan dana dari pemerintahan. Sistem korporasi yang kompleks ini kemudian
memungkinkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan lewat penguasaan sumber daya yang ada dalam suatu sistem perekonomian maupun pemerintahan.
Syukur Abdullah dalam Alfian dan Nazaruddin, 1991:229 mengemukakan
Birokrasi adalah keseluruhan organisasi pemerintah yang menjalankan tugas-tugas negara dalam berbagai unit organisasi pemerintah di bawah departemen dan lembaga
nondepartemen, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, seperti propinsi, kabupaten, kecamatan dan tingkat kelurahan.
Birokrasi pemerintahan memiliki aturan dan prosedural yang sudah ditata rapi sesuai agar memudahkan pelaksanaanya, namun pada implementasinya seringkali layanan publik
menjadi terkendala akibat adanya kemacetan di bagian birokrasi. Misalnya saja ketika departemen hukum menerima sejumlah pengaduan mengenai kasus korupsi, seringkali kasus
atau perkara besar diperlama atau bahkan didiamkan. Hal ini mengingat birokrasi merasa memiliki wewenang untuk menyeleksi berbagai kasus.
Dalam perjalanannya birokrasi pemerintahan cenderung tidak lagi bertujuan untuk melayani publik atau masyarakat banyak tetapi malah menjadi alat kekuasaan kelompok
tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Birokrasi pemerintahan memiliki peluang untuk menjadi korporasi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan, seperti yang sering terjadi
dalam dinas perpajakan dengan modus penunggakan pajak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 White-Collar Crime Kejahatan Status Sosial Tinggi
Bidang sosiologi yang memfokuskan penelitian pada kejahatan atau pelanggaran yang dikenal dengan istilah kriminolog menggolongkan tindakan korupsi dalam ruang lingkup
white-collar crime yang merupakan bentuk-bentuk tindakan yang jauh lebih merugikan masyarakat dibandingkan kejahatan konvesional. Istilah white-collar crime pertama kali
digunakan oleh Shutherland pada tahun 1939 untuk membahas mengenai gejala kejahatan. Dalam Mustofa 2010: vi Shutherland menggunakan istilah white-collar crime untuk
menyebutkan orang yang mempunyai status sosial tinggi yang melakukan pelanggaran norma atau hukum dalam jabatan pekerjaannya yang sah. Istilah white-collar yang dikenal
masyarakatnya menandakan status pekerjaan yang terhormat sedangkan blue-collar digunakan merujuk kepada status pekerjaan seorang tukang yang dianggap tidak terhormat.
Di Indonesia, jika diterjemahkan secara harfiah, white-collar crime menjadi berarti penjahat kerah putih, kejahatan orang berdasi dan kejahatan kaum priyayi. Namun seperti yang
dikatakan oleh Musofa 2010 bahwa istilah yang diterjemahkan tersebut kurang tepat digunakan karena di dalam masyarakat Indonesia tidak dikenal istilah pekerjaan terhormat
dan pekerjaan tidak terhormat white-collar dan blue-collar dalam istilah Sutherland. Sutherland pada makalahnya yang berjudul The White- Collar Criminal yang
disampaikannya sebagai pidato sambutan sebagai Ketua The American Sociological pada pertemuan tahunan yang ke tiga puluh empat pada tahun 1939 menegaskan bahwa
pengertian dasar dari white-collar crime adalah untuk menunjuk tipe pelaku dari suatu kejahatan yaitu orang dari kelas sosial ekonomi tinggi yang melakukan pelanggaran-
pelanggaran Mustofa, 2010. White- collar crime memiliki siklus pertumbuhan yang sangat tinggi dan terlindungi karena terkait dengan status profesinya sehingga hasil korupsinya
seolah-olah merupakan kemakmuran yang diperoleh dari jerih payah yang sah.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7 Demokrasi
Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang melibatkan seluruh rakyanya untuk turut memerintah dengan perantaraan wakilnya. Pemerintahan demokrasi memiliki kekuasaan
tertinggi di tangan rakyat, dengan gagasan dan pandangan hidup mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dalam sistem
demokrasi, para pejabat pemerintah adalah wakil-wakil rakyat yang dipilih untuk melayani publik, demi mencapai kesejahteraan rakyat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Demokrasi
merupakan sebuah sistem pemerintahan yang mengikutkan rakyatnya untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Rakyat bersama dengan wakil rakyat memiliki hak untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan serta mengunjuk rasa demonstrasi baik sebagai bentuk dukungan maupun sebagai tanda keberatan terhadap putusan ataupun kebijakan pemerintah.
Di sisi lain, Joseph Schumpeter dalam Surenson, 1985 mengartikan bahwa demokrasi sebagai jalan kompetisi memperoleh suara rakyat. Konsep demokrasi tidak hanya untuk
membuka jalan bagi penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka dalam hal kontrol tetapi seringkali diambil-alih atau dipergunakan oleh para penguasa untuk mencapai tujuan partai
atau kelompoknya. Sistem demokrasi tidak akan mencapai tujuannya apabila pemerintah membatasinya.
2.1.8 Kleptokrasi
Green dalam Mustofa, 2010: vii merujuk rumusan Weber tentang kleptokrasi menjelaskan defenisi kleptokrasi yaitu “memperoleh keuntungan melalui korupsi sebagai
tujuan organisasi”. Dapat juga digolongkan apabila sebuah organisasi diarahkan untuk memperoleh kepentingan negara, dan kepentingan penguasa termasuk dengan melakukan
terror, kejahatan perang, penganiayaan bahkan genosida. Kleptokrasi juga dapat mengacu pada sebuah keadaan pemerintahan yang dipimpin oleh para pejabat korup atau para pencuri.
Universitas Sumatera Utara
Kata lain yang digunakan sebagai padanan dari kleptokarsi adalah korupsi tingkat tinggi heavy corruption. Pelakunya adalah orang-orang yang tidak mengalami kesulitan ekonomi,
bahkan tidak jarang adalah orang yang dikenal publik, seperti pesohor atau figur pemimpin. Dalam sebuah pemerintahan yang sudah tergolong kleptomani alasan atau aturan-aturan
moral maupun hukum seringkali dianggap tidak perlu mendapat perhatian selain dari tujuan yang harus dicapai. Hal itulah yang memungkinkan terjadinya genosida yaitu berupa tindakan
pembunuhan besar-besaran secara berencana terhadap suatu bangsa atau ras, guna mencapai tujuan tertentu.
2.1.9 Moralitas dan Etika
Burhanuddin dalam bukunya Etika Sosial, mengatakan “moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia”. Ia juga menambahkan
bahwa moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaiman ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik, dan
bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. Frans Magnis Suseno dalam Burhanuddin, 1997:1 menambahkan “moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai
tentang bagaiman kita harus hidup”. Dalam konteks korupsi masalah moral menjadi pokok
penting yang menjadi dasar untuk menilai tindakan korupsi itu.
Frans Magnis Suseno dalam Burhanuddin,1997:1 mengatakan “etika ialah ilmu yang memberi manusia norma tentang ajaran bagaimana seharusnya hidup sebagai manusia.
Etika merupakan sikap kritis setiap pribadi dan kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas.” Dengan demikian etika membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan
dapat dipertanggungjawabkan, karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggung-jawabkan tindakannya itu karena
memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori