Arti Lambang Densus 88 Anti Teror Polri Peran Densus 88 Anti Teror Dalam Memberantas Terorisme

Teror Polda sebagai pemukul yang sudah dididik di Amerika dan satuan Brimob. Itulah sebabnya saat ini sudah dimulai penarikan anggota Densus 88 Anti Teror ke pusat. Direktorat Lalu Lintas pun juga akan diganti nama menjadi Korps Lalu Lintas Polri dengan level naik bintang dua.

3. Arti Lambang Densus 88 Anti Teror Polri

Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep756X2005 tentang Pengesahan Pemakaian Logo Densus 88 Anti Teror, tanggal 18 Oktober 2005, maka logo yang digunakan adalah LOGO DENSUS 88 ANTI TEROR. Logo dapat dideskripsikan berupa desain lingkaran dengan garis warna hitam dengan tulisan “DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR” dengan latar belakang warna merah marun dan di tengah-tengah lingkaran terdapat gambar burung hantu warna hitam dan abu-abu dengan latar belakang warna kuning terang. Filosofi dari gambar burung hantu karena kemampuan penglihatan yang tajam, pendengaran yang kuat karena “radar” yang ada pada wajahnya, kemampuan bergerak tanpa bersuara di malam hari, dan kecepatan terbang yang tinggi akan memburu tikus yang dimanapun selalu mengganggu dan merusak kemanapun bersembunyi secara cepat dan akurat. Tikus dapat diartikan sebagai teroris yang selalu mengganggu umat manusia. Kemampuan burung hantu tersebut dapat melambangkan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat bergerak dengan sangat rahasia digunakan sebagai logo Detasemen Khusus 88 Anti Teror untuk memburu teroris kemanapun berada. Universitas Sumatera Utara Angka 88 sebenarnya berasal dari kata ATA Anti Terror Act, yang jika dilafalkan dalam bahasa Inggris berbunyi Ei Ti Ekt. Pelafalan ini kedengaran seperti Eighty Eight yang memiliki fonem atau bunyi ucapan 88. Arti angka 88 bukan seperti yang selama ini beredar bahwa 88 adalah representasi dari jumlah korban bom bali terbanyak 88 orang dari Australia, juga bukan pula representasi dari borgol. 186

4. Peran Densus 88 Anti Teror Dalam Memberantas Terorisme

Densus 88 dibentuk dengan Skep Kapolri No.30VI2003 tertanggal 20 Juni 2003 untuk melaksanakan amanah UUPTPT dan UU Kepolisian yaitu dengan kewenangan melakukan penangkapan dengan bukti awal yang dapat berasal dari laporan intelijen manapun sesuai dengan ketentuan Pasal 26 UUPTPT. Pasal 26 UUPTPT berbunyi sebagai berikut: a. Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen. b. Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri. c. Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dilaksanakan secara tertutup dalam waktu paling lama 3 tiga hari. 186 Arti angka 88 pada tulisan Detasemen Khusus 88 menyerupai dua buah borgol selama ini direpresentasikan bahwa angka 88 merupakan representasi dari korban peristiwa bom Bali pada tahun 2002 dari warga asing yang mengalami korban terbanyak yaitu Australia. Makna “88” berikutnya adalah, angka “88” tidak terputus dan terus menyambung. Ini artinya bahwa pekerjaan Detasemen 88 Antiteror ini terus berlangsung dan tidak kenal berhenti. Angka “88” juga menyerupai borgol yang maknanya polisi serius menangani kasus ini. Meski sudah terjadi ratusan pengeboman di Indonesia sejak tahun 1999, pemerintah Republik Indonesia belum menyadari akan adanya aktivitas terorisme di Indonesia. Kasus pengeboman di Bali tanggal 12 Oktober 2002 telah membuka mata pemerintah Republik Indonesia dan dunia pada umumnya bahwa di Indonesia benar telah terjadi aktivitas terorisme yang sangat serius. Representasi ini adalah salah menurut data yang diperoleh langsung dari Markas Besar Polri dan dari Bareskrim Polri. Universitas Sumatera Utara d. Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 ditetapkan adanya bukti permulaan yang cukup, maka Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan penyidikan. Berdasarkan bukti awal tersebut Penyidik Polri dapat melakukan penangkapan terhadap teroris dan diproses selama 7 x 24 jam. Ketentuan terdapat dalam Pasal 28 UUPTPT disebutkan bahwa “Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 2 untuk paling lama 7 x 24 tujuh kali dua puluh empat jam. Umumnya pelaku terorisme menggunakan senjata dan bom bahkan melakukan perlawanan ketika Densus 88 Anti Teror Polri berusaha menangkapnya hidup-hidup. Berdasarkan pertimbangan demikian, atas dugaan oleh Densus 88 Anti Teror Polri terhadap pelaku terorisme semakin kuat dan meyakinkan. Itulah sebabnya Densus 88 Anti Teror pun menembak mati para pelaku. Hal ini bukan berarti anggota Densus 88 Anti Teror Polri tidak memperingatkan pelaku untuk menyerahkan diri, sebelumnya telah disampaikan himbaun ketika pengepungan dilakukan, namun orang yang diduga sebagai pelaku terorisme tersebut bahkan melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata dan bom. 187 Densus 88 Anti Teror Polri sejak tahun 2003 berperan aktif dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, sebagaimana amanat dari UU Kepolisian dan UUPTPT. Pada tahun 2005 Densus 88 Anti Teror Polri langsung menghadapi 187 Galih Priatmodjo., Densus 88 The Undaercover Squad-Mengungkapkan Kesatuan Elit “Pasukan hanut” Anti Teror, Op. cit., hal. 50. Universitas Sumatera Utara peristiwa serangan bom mobil di Hotel J.W. Marriot hotel milik Amerika Serikat, 13 orang warga tewas. Seminggu kemudian, jaringan pengebom di Hotel J.W. Marriot tersebut ditangkap oleh Densus 88 Anti Teror Polri. Masa persidangan para pelaku bom di Hotel J.W. Marriot belum selesai hingga pada tanggal 9 September 2004, Jakarta dikejutkan dengan ledakan bom mobil berkekuatan besar di depan Kedutaan Besar Australia, Jl. Rasuna Said, Kuningan Jakarta. Peledakan bom ini menewaskan puluhan orang yang tidak terkait dengan Kedutaan Besar Australia, dalam waktu satu bulan kemudian, Densus 88 Anti Teror Polri bersama Australia Federal Police AFP berhasil menangkap para pelakunya. Pada tahun 2005 terjadi peristiwa peledakan bom di Bali dengan kekuatan besar bom Bali II, meskipun tidak sebesar kekuatan bom Bali I tahun 2002, namun ledakan tersebut menewaskan 23 orang warga dan melukai ratusan lainnya. Tiga bulan kemudian Densus 88 Anti Teror Polri dapat membongkar dan menangkapi para pelakunya. Bom Bali II ini mendekatkan penyelidikan Densus 88 Anti Teror Polri dengan gembong terorisme yang paling dicari di Indonesia yaitu Dr. Azahari. Satu bulan setelah Bom Bali II, Densus 88 Anti Teror Polri menyerbu kediaman buronan teroris Dr. Azahari di Batu Malang Jawa Timur dan menewaskannya. Densus 88 Anti Teror Polri Dalam waktu bersamaan berhasil menangkap pelaku peledakan bom di Universitas Sumatera Utara Pasar Tradisional Kota Palu dan pelakunya merupakan salah satu dari kelompok yang bertikai di Poso. 188 Densus 88 Anti Teror Polri hampir menangkap salah satu gembong teroris lainnya; yaitu Noordin M. Top pada tahun 2006 dalam penggrebekan yang dilakukan di Dusun Binangun Wonosobo Jawa Tengah karena Noordin M. Top dapat meloloskan diri dari kejaran personil Densus 88 Anti Teror Polri, namun Densus 88 Anti Teror Polri berhasil menangkap dua orang dan menembak mati dua tersangka lainnya. Setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 22 Maret 2007, Densus 88 Anti Teror Polri melakukan penggerebekan terhadap kelompok terorisme di Jawa Tengah dan berhasil membongkar jaringan persenjataan dan bom terbesar sejak 30 tahun terakhir di kawasan Sleman, Yogyakarta, dan menangkap tujuh tersangka yang diduga pemilik, penyimpan, dan perakit bahan peledak. Dalam penyergapan tersebut, Densus 88 Anti Teror Polri berhasil menembak dua orang pelaku yang berupaya melarikan diri. Terbongkarnya jaringan kelompok terorisme di Jawa Tengah, Densus 88 Anti Teror Polri berhasil menangkap Abu Dujana alias Ainul Bahri Komandan Sayap Militer Jama’ah Islamiyah JI dan Zarkasih Amir atau pimpinan JI. Peran Densus 88 Anti Teror Polri dalam berbagai peristiwa peledakan bom dan berhasil menangkap para pelaku, merupakan prestasi yang makin melambungkan nama Densus 88 Anti Teror Polri dan membuat Densus 88 AT Polri dapat membuktikan bahwa Indonesia memiliki kesatuan anti terror yang handal dan 188 Tim Medpress., Petualangan Teror Dr. Azahari, Berkawan Dengan Bom, Yogyakarta: Media Pressindo, 2005, hal. 52. Universitas Sumatera Utara professional. Peran yang melekat pada Densus 88 Anti Teror Polri sesungguhnya mempertegas komitmen Polri dan pemerintah Indonesia dalam berperan aktif melakukan perang global melawan aksi-aksi terorisme. 189 Peran Densus 88 Anti Teror Polri menjadi penegas bahwa komitmen Polri dan pemerintah dalam memberantas tindak pidana terorisme tidak main-main. Bahkan dalam perjalanannya, Densus 88 Anti Teror Polri juga tidak hanya terfokus pada identifikasi dan pengejaran aksi teror dan bom, melainkan juga ikut membantu unit lain di Polri dalam menindak pelaku kejahatan lainnya seperti illegal logging, narkotika dan lain sebagainya. Bahkan Densus 88 Anti Teror Polri juga ikut membantu mengidentifikasi permasalahan kewilayahan sebagaimana yang pernah terjadi pada kasus pengibaran bendera Republik Maluku Selatan RMS pada acara kenegaraan di Maluku di tahun 2010. 190 Meskipun diketahui dalam berita di media terfokus pada pemberantasan tindak pidana terorisme dengan melakukan pengejara dan penangkapan pelaku terorisme, namun sesungguhnya Densus 88 Anti Teror Polri juga memiliki tiga peran dan fungsi yang melekat yakni: Pertama, karena Densus 88 Anti Teror Polri berada di bahwa Bareskrim Mabes Polri dan Ditserse Polda, maka personilnya juga merupakan personil dengan kualifikasi seorang reserse yang berprestasi baik, sehingga apabila setiap aktivitas yang melibatkan Bareskrim dan Ditserse, hampir selalu menyertakan personil Densus 88 Anti Teror Polri di lapangan, khususnya 189 http:www.polri.go.id, diakses tanggal 29 Maret 2011. 190 http:www.malukunews.com?p=3111, diakses tanggal 28 Maret 2011. Universitas Sumatera Utara terkait dengan kejahatan khusus, seperti; narkoba, pembalakan liar, pencurian ikan, pencucian uang dan lain-lain. Salah satu contohnya adalah kasus pembalakan liar di Riau dan Kalimantan Barat yang diduga melibatkan perwira Polisi, Densus 88 Anti Teror Polri bersama dengan Brimob Polda melakukan perbantuan kepada Bareskrim Mabes Polri dan Ditserse Polda. Kedua, personil Densus 88 Anti Teror Polri juga merupakan anggota Polri yang memiliki kualifikasi sebagai anggota intelijen keamanan dalam melakukan pendeteksian, analisis, dan melakukan kontra intelijen. Keterlibatan anggota Densus 88 Anti Teror Polri dalam kerja-kerja intelijen kepolisian juga secara aktif mampu meningkatkan kinerja dari Mabes Polri ataupun Polda setempat, sebagaimana yang dilakukan Polda-Polda yang wilayahnya melakukan Pilkada dan rawan konflik lainnya. Ketiga, personil Densus 88 Anti Teror Polri juga negoisator yang baik. Seorang negoisator dibutuhkan tidak hanya oleh Densus 88 Anti Teror Polri, tetapi juga oleh organisasi Kepolisian secara umum. Artinya seorang negoisator dibutuhkan untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa yang lebih besar, semisal kasus penyanderaan oleh anggota terorisme, ataupun mengupayakan berbagai langkah agar prosesnya meminimalisir risiko dengan tetap menegakkan hukum yang berlaku sebagai pilar utama tugas Kepolisian secara umum. Universitas Sumatera Utara Negoisasi pernah dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Polri dengan pihak Dr. Azahari dan Noordin M. Top. 191 Pada tanggal 2 Januari 2007, Densus 88 Anti Teror Polri turut membantu dalam operasi penangkapan 19 dari 29 orang warga Poso yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang di Kecamatan Poso Kota. Pada tanggal 9 Juni 2007, Yusron Al-Mahfud, tersangka jaringan teroris kelompok Abu Dujana, ditangkap di desa Kebarongan Kemrajan Banyumas Jawa Tengah. Pada tanggal 8 Agustus 2009 Densus 88 Anti Teror Polri menggerebek sebuah rumah di Jati Asih, Bekasi dan menewaskan 2 tersangka teroris. Tanggal 8 Agustus 2009 Densus 88 Anti Teror Polri mengepung dan akhirnya menewaskan tersangka teroris di Temanggung. Tanggal 17 September 2009 Densus 88 Anti Teror Polri melakukan pengepungan teroris di Solo dan menewaskan 4 tersangka teroris salah satu diantaranya adalah tokoh teroris yang paling dicari yaitu Noordin Mohammed Top. 192 191 http:asaborneo.blogspot.com200907sejarah-dan-kiprah-detasemen-khusus.html, diakses tanggal 29 Maret 2011. Namun keduanya tidak dapat ditangkap, karena Dr. Azahari memilih meledakkan bom pada dirinya dan Noordin M. Top berhasil lolos. Prosedur dan langkah yang dilakukan oleh negoisator dari Densus 88 Anti Teror Polri relatif berhasil karena tidak sampai melukai ataupun berdampak negative pada masyarakat sekitarnya. 192 http:ekojuli.wordpress.com20090808akhirnya-nurdin-m-top-ditembak-mati, diakses tanggal 29 Maret 2011. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI POLRI DAN SOLUSI

MENGATASI HAMBATAN-HAMBATAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA TERORISME

A. Hambatan-Hambatan Dalam Memberantas Tindak Pidana Terorisme

Seluruh hal-hal baik bersifat abstrak maupun konkrit yang berlawanan dengan maksud dan tujuan pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia melalui upaya mengoptimalkan peran Polri khususnya Densus 88 Anti Teror Polri dikategorikan sebagai hambatan-hambatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Hambatan-hambatan yang dihadapi Polri dikelompokkan menjadi 3 tiga bahagian yaitu hambatan internal, hambatan eksternal, dan hambatan dari sisi perundang- undangan yang berlaku, diuraikan sebagai berikut:

1. Hambatan Internal