Hambatan Yuridis Peran Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

padahal apabila mengacu kepada UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI separatism menjadi titik temu TNI dan Polri dimana TNI sebagai unsur utama dan Polri sebagai unsur pendukung, akan tetapi pada praktiknya di lapangan dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror bekerja sama dengan unit Wanteror dari Gegana Brimob Polri. 201 g. Munculnya Persepsi publik bahwa matinya teroris merupakan suatu pelanggaran HAM, maka Polri harus dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. 202 h. Adanya anggapan masyarakat bahwa dalam pemberantasan terorisme adalah tugas dari Densus 88 Anti Teror Polri. Sehingga masyarakat kurang peduli atau tertutup untuk bekerja sama dengan pihak aparat. 203

3. Hambatan Yuridis

Hambatan yang dihadapi Polri apabila dikaji dari sisi yuridis atau perundang- undangan yang berlaku, maka hambatan difokuskan kepada penanganannya di lapangan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, sedangkan dalam hal penegakan hukumnya tetap dilakukan oleh Polri. Hambatan tersebut diuraikan sebagai berikut. 204 201 http:muradi.wordpress.com20070615reformasi-brimob-polri-antara-tradisi-militer- dan-kultur-polisi-sipil, diakses tanggal 8 Juni 2011. 202 Yakub Adi Kristanto, ”Mengatasi Kekerasan: Penegakan Hukum Ala Densus 88 Anti Teror”, Lihat di: http:hukum.kompasiana.com20110211mengatasi-kekerasan-penegakan-hukum- ala-densus-88, diakses tanggal 8 Juni 2010. 203 Wawancara dengan Kaden Gegana Brimob Polda Sumut, tanggal 10 sd 11 Juni 2011. 204 http:www.hilman.web.idpostingblog918densus-88-bin-brimob-dan-koppasus-pasukan- elit-untuk-sipil-dan-militer.html?idv=199, diakses tanggal 8 Juni 2011. Pemberantasan terorisme pasca pemerintahan Soeharto semakin kisruh karena aparat keamanan yang seharusnya melakukan koordinasi yang efektif justru bersaing dan berkompetisi satu dengan yang lainnya. Tidak jarang Universitas Sumatera Utara UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian diundangkan pada tanggal 8 Januari 2002 sementara UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI diundangkan pada tanggal 16 Oktober 2004. Fungsi kepolisian menurut Pasal 2 UU Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan, dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kemudian dalam Pasal 13 UU Kepolisian juga diatur substansi dalam Pasal 2 ini. Bedanya, dalam Pasal 2 UU Kepolisian, substansi tersebut merupakan fungsi kepolisian, sementara dalam Pasal 13 UU Kepolisian disebut sebagai tugas pokok kepolisian. Jadi, antara fungsi dan tugas pokok kepolisian pada prinsipnya adalah sama. Oleh sebab itu, mengenai tugas pokok kepolisian sebagaimana dalam Pasal 13 diturunkan cakupannya dalam Pasal 14 UU Kepolisian yang terdiri dari 12 tugas kepolisian yakni: a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; terjadi konflik dan bentrok antar aparat keamanan tersebut khususnya TNI dan Polri. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena kedua institusi tersebut telah berpisah, sehingga bentrok dan persaingan tidak sehat tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pemberantasan terorisme di Indonesia. Sehingga proses pemberantasan terorisme tidak dapat berjalan dengan efektif. Kondisi ini disadari oleh masing-masing pimpinan aparat keamanan baik TNI, Polri, maupun BIN, hanya saja praktik di lapangan masih terjadi ketidaksinkronan satu dengan yang lain. Universitas Sumatera Utara f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban danatau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi danatau pihak yang berwenang; k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan tugas-tugas kepolisian menurut Pasal 14 di atas tidak ada tugas kepolisian berkaian dengan penanganannya terhadap ancaman terorisme ataupun kelompok separatism melainkan tugas kepolisian umumnya digambarkan sebagai institusi yang menjaga, menjamin keamanan, ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 15 ayat 1 UU Kepolisian pun tidak diatur menyangkut kewenangan kepolisian dalam menangani ancaman terorisme sehingga dibentuknya Densus 88 Anti Teror Polri, sementara dalam ayat 2 huruf h ditegaskan kewenangan kepolisian berdasarkan peraturan perundang-undangan lainnya, yakni: ”melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional”. Ayat 2 ini dijelaskan dalam penjelasannya bahwa yang dimaksud dengan ”kejahatan internasional” adalah kejahatan tertentu yang disepakati untuk Universitas Sumatera Utara ditanggulangi antar negara, antara lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan manusia. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat 2 huruf h UU Kepolisian di atas, ada ditegaskan mengenai kewenangan Polri untuk menangani terorisme yang dapat dilihat pada bagian penejalasannya di atas. Khusus pengaturan ini apabila dipahami penegasannya substansinya adalah berkaitan dengan kerja sama internasional dalam hal penyidikan kejahatan internasional. oleh karena itu, UU Kepolisian masih jauh mengatur baik tugas, fungsi, maupun kewenangannya dalam hal menangani terorisme di Indonesia. Analisis ini dilakukan untuk menjawab persoalan perdebatan substansi pengaturan yang memberikan kewenangan utama dalam menangani terorisme antara Polri dan TNI. Bahkan dalam praktiknya, Polri seolah-olah dikhususkan wewenangnya dan teramat diistimewakan baik dari segi peralatan, sarana, dan prasaran dalam menangani terorisme yakni dengan membentuk Densus 88 Anti Teror Polri. Persoalan itu membawa dilema ditubuh TNI sehingga menjadi perdebatan antara Polri dan TNI saat ini bahkan juga menjadi perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia mengapa Densus 88 Anti Teror Polri yang selalu muncul setiap ada terorism ataupun separatism di Indonesia. 205 205 Wawancara dengan Kaden Gegana Brimob Polda Sumut, tanggal 10 sd 11 Juni 2011. Penting ditekankan dalam hal ini, peran TNI berdasarkan UU TNI dalam Pasal 5 berperan dalam mempertahankan negara menurut keputusan politik negara. Fungsi TNI dalam Pasal 6 UU TNI mencakup: Universitas Sumatera Utara a. Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa; b. Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a; dan c. Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Masalah terorisme bukan lagi masalah nasional tetapi sudah menjadi masalah internasional karena hampir di seluruh negara-negara di dunia terancam oleh pelaku- pelaku kejahatan terorisme. Sangat wajar danmasuk akal ketiga-tiga fungsi sebagaimana dalam Pasal 6 UU TNI di atas, tepat digunakan sebagai landasan TNI sebagai institusi utama dalam menangani terorisme karena masalah terorisme jika dikaitkan dengan tugas pokok TNI dalam Pasal 7 ayat 1 UU TNI yakni menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Terorisme dapat dikatakan saat ini sudah mengancam keutuhan wilayah NKRI dampaknya adalah memperkecil atau bahkan dapat menghilangkan kepercayaan negara-negara lain terhadap keamanan dalam negeri Indonesia. Tugas pokok TNI sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat 1 UU TNI dilakukan dengan operasi militer untuk perang. Selain itu, dilakukan operasi militer selain perang, yaitu untuk: a. Mengatasi gerakan separatisme bersenjata; b. Mengatasi pemberontakan bersenjata; c. Mengatasi aksi terorisme; Universitas Sumatera Utara d. Mengamankan wilayah perbatasan; e. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; f. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; g. Mengamankan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya; h. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; i. Membantu tugas pemerintahan di daerah; j. Membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang; k. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; l. Membantu menaggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; m. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan search and rescue; serta membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan. Ketentuan Pasal 7 ayat 2 sebagaimana menurut Pasal 7 ayat 3 dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Perlu digarisbawahi di sini mengenai “keputusan politik negara”. Berangkat dari “keputusan politik negara”, dapat dipahami bahwa tiga poin tugas TNI pada angka 1, 2, dan, 3 di atas yakni: Mengatasi aksi terorisme; Mengatasi gerakan separatisme bersenjata; Mengatasi pemberontakan bersenjata, dimaksud adalah gerakan terorisme yang terjadi saat ini di Indonesia. Sementara UU Kepolisian sedikit sekali substansi di dalamnya yang mengatur Polri dalam hal terorisme. Sementara praktiknya di lapangan Densus 88 Anti Teror Polri dibentuk berasal dari Polri itu sendiri dan bukan dari anti teror TNI, BIN, bahkan tidak pula dari Wanteror Gegana Brimob Polri melainkan Densus 88 Anti Teror Polri dibentuk berdasarkan Skep Kapolri Nomor 30VI2003 tertanggal 20 Juni 2003 adalah berbeda dengan anti teror lainnya. Universitas Sumatera Utara Mengenai ancaman sanksi bagi pelaku yang “ikut serta” atau “penyertaan” dalam ketentuan Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 UUPTPT terdapat ketentuan yang menggariskan ancaman minimal dan maksimal misalnya ancaman minimal 3 tiga tahun sampai 15 lima belas tahun. Ketentuan sanksi demikian pada aplikasinya, terbuka peluang bagi terdakwa untuk menerima putusan yang ringan misalnya diputuskan 4 empat atau 5 lima tahun dan lain-lain. Kemudian dalam hal sanksi denda sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 18 ayat 2 UUPTPT, “Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000.000,- satu triliun rupiah”. Pidana denda paling sedikit tidak ditentukan dalam UUPTPT sehingga dengan demikian penjatuhan sanksi denda kepada terdakwa, kurang mencerminkan rasa keadilan kepada masyarakat sebab hal ini tidak dapat menimbulkan efek jera kepada pelaku. Setiap jenis tindak pidana yang berkaitan dengan terorisme seharusnya dicantumkan sanksi denda maksimal dan minimal sehingga jelas pengaturan sanksi denda dimaksud.

B. Solusi Terhadap Hambatan-Hambatan

Polri dan institusi selain Polri melakukan langkah-langkah terhadap solusi atas hambatan-hambatan baik dalam hukum formil maupun hukum materil. Solusi tersebut juga dilakukan sebagai kebijakan yang diapandang tepat demi kepentingan umum dan hak asasi manusia. Solusi terhadap hambatan-hambatan ini menyangkut upaya Polri dan institusi lain Universitas Sumatera Utara Kejaksaan, Kehakiman, dan Pemerintah melalui pendekatan penal dan non penal.

1. Solusi Internal