KUHP berlaku juga bagi undang-undang lain kecuali jika oleh undang-undang lain ditentukan lain asas lex specialis derogat legi generalis.
B. Pengertian dan Karakteristik Organisasi Terorisme
Asas hukum yang menyatakan nullum crimen sine poena yang artinya adalah tiada kejahatan yang boleh dibiarkan begitu saja tanpa hukuman,
108
demikian terorisme harus ada suatu instrumen hukum yang mengaturnya. Terorisme telah lama
dianggap sebagai kejahatan, tetapi hingga saat ini tidak ada definisi mengenai terorisme yang dapat diterima secara universal. Kesulitan memberikan suatu definisi
terhadap terorisme terkait dengan sensitifitas ditambah juga banyaknya pihak yang berkepentingan stakeholders terhadap terorisme, baik itu orang perorang,
organisasi, bahkan suatu negara.
109
3. Pengertian Terorisme
Banyak pihak yang berkepentingan mengenai terorisme terutama terkait dengan politik, telah melahirkan berbagai opini yang berpengaruh terhadap definisi
terorisme, salah satunya opini dari Peter Rosler Garcia, seorang ahli politik dan ekonomi luar negeri dari Hamburg Jerman yang menyatakan tidak ada suatu negara
di dunia ini yang secara konsekuen melawan terorisme.
110
108
Moeljatno, Op. cit., hal. 10.
Sebagai contoh, Amerika
109
Abdul Wahid., Sunardi., dan Muhamad Imam Sidik., Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM dan Hukum., Op. cit., hal. 22.
110
Peter Rosler Garcia., ”Terorisme, Anak Kandung Ekstremisme”, http:www.kompas.comkompas-cetak021015opinitero30.htm, diakses 12 Juli 2010.
Universitas Sumatera Utara
Serikat sebagai negara yang paling gencar mempropagandakan isu “Perang Global Melawan Terorisme”, membiayai kelompok teroris “IRA” di Irlandia Utara atau
gerakan bersenjata ”Unita” di Angola.
111
Politikus Uni Eropa mendukung bermacam kelompok teroris di Afrika, Asia, Amerika Latin termasuk gerakan teroris di Uni
Eropa. Ada juga negara Uni Eropa yang secara resmi melindungi kewakilan kelompok teroris tersebut di wilayahnya dan yang lain menerima kegiatan kelompok
itu secara diam.
112
Banyaknya kepentingan berlatar belakang politik, menyebabkan pemahaman mengenai pengertian terorisme juga terbias akibat perbedaan sudut pandang.
Perbedaan sudut pandang ini terlihat dalam kasus invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003. Amerika Serikat melegitimasi tindakannya menginvasi Irak karena
menganggap Irak sebagai teroris sebab Irak memiliki senjata pemusnah masal, namun disisi lain, banyak negara yang menyatakan Amerika Serikat lah yang merupakan
negara teroris state terrorist, karena telah melakukan invasi ke negara berdaulat tanpa persetujuan dari Dewan Keamanan PBB.
113
Terlepas dari banyaknya pengaruh kepentingan politik dalam mendefinisikan terorisme, ada hal lain yang mempengaruhi sulitnya memberikan definisi yang
objektif. Kesulitannya terletak dalam menentukan secara kualitatif bagaimana suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai terorisme. Teror merupakan kata dasar dari
111
Adjie Suradji., Terorisme, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005, hal. 249.
112
Peter Rosler Garcia., Loc. cit.
113
Abdul Wahid., Sunardi., dan Muhamad Imam Sidik., Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM dan Hukum., Op. cit., hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
terorisme bersifat sangat subjektif. Artinya, setiap orang memiliki batas ambang ketakutannya sendiri, dan secara subjektif menentukan apakah suatu peristiwa
merupakan teror atau hanya peristiwa biasa.
114
Akibatnya, suatu perisitwa teror bagi seseorang belum tentu merupakan teror bagi orang lain. Jason Burke dalam bukunya
Al-Qaeda: The True Story of Radical Islam, juga menyatakan, ”There are multiple ways of defining terrorism, and all are subjective. Most define terrorism as the use or
threat of serious violence to advance some kind of cause. Some state clearly the kinds of group sub-national, non-state or cause political, ideological, religious to which
they refer”.
115
Hingga saat ini tidak ada definisi mengenai terorisme yang digunakan secara universial, namun guna memperoleh pemahaman terhadap terorisme yang konsisten,
perlu adanya suatu definisi tentang terorisme. Definisi pertama diberikan oleh Encyclopedia of Britanica, yaitu, “Terrorism is the systematic use of violence to
create a general climate of fear in a population and thereby to bring about a particular political objective”.
116
114
Paul Wilkinson., Terrorism and the Liberal State London: The Macmillan Press Ltd., 1977, lihat juga, F. Budi Hardiman dkk., Op. cit., hal. 5.
Terlihat dari definisi di atas, terorisme masih erat kaitannya dengan kondisi kekerasan dalam hubungan politik. Definisi terorisme oleh
United State Departement of Defense Departemen Pertahanan Amerika Serikat yaitu, “Calculated use of unlawful violence to inculcate fear; intended to coerce or
115
Jason Burke., Al-Qaeda: The True Story of Radical Islam, London: TB. Tauris Co. Ltd, hal. 22.
116
http:www.britannica.comebarticle-9071797terrorism, diakses 23 Maret 2011.
Universitas Sumatera Utara
intimidate governments or societies in pursuit of goals that are generally political, religious, or ideological”.
117
Definisi yang diberikan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat di atas masih menekankan tindakan terorisme pada motifnya, cakupan motif lebih luas yaitu
tidak hanya aspek politik tetapi juga termasuk aspek keagamaan dan ideologi. Terkait penggunaan teror dalam kepentingan politik, maka teror menjadi salah satu bentuk
apresiasi kepentingan politik yang paling serius untuk menekan lawan politik dengan memanfaatkan kelemahan negara menjalankan fungsi kontrolnya.
118
Definisi berikutnya menurut Kamus hukum Black’s Law yang juga mendefinisikan terrorism dalam kaitannya dengan politik yaitu “The use or threat of
violance to intimidate or cause panic, esp as a means of affecting political conduct”,
Kondisi kevakuman kekuasaan vacum of power yang menjadi tujuan akhirnya.
119
117
Jason Burke., Al-Qaeda: The True Story of Radical Islam, Op. cit., hal. 23.
akan tetapi jika merujuk pada definisi terroristic threat terlihat kalau pendefinisian terorisme dalam Black’s Law yang mengacu pada Model Penal Code
211, tidak hanya terpaku pada motif melainkan juga proses serta tujuan dari terorisme tersebut. Hal ini terlihat dalam definisi berikut, “Terroristic threat is a threat to
commit any crime of violence with the purpose of 1 terrorizing another, 2 causing
118
F. Budi Hardiman., dkk., Op. cit., hal. 38.
119
Bryan A. Graner., Op. cit., hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
serious public inconvenience, or 4 reclessly disregarding the risk of causing such terror or inconvenience”.
120
Secara bebas, definisi tersebut dapat diartikan suatu ancaman teror untuk melakukan kejahatan dan kekerasan dengan tujuan meneror orang lain, menimbulkan
ketidaknyamanan atau gangguan terhadap publik, dengan mengabaikan akibat yang timbul dari teror tersebut. Dilihat dari tujuannya yaitu menimbulkan gangguan
terhadap publik, terdapat kesamaan antara kejahatan biasa, peperangan, dan terorisme.
121
Suatu peristiwa dapat dirumuskan menjadi suatu deskripsi tentang terorisme yang paling mendekati nilai objektifitas. Terorisme perlu pula dipandang dari dua
pendekatan, yaitu pendekatan secara spesifik dan pendekatan secara umum. Pendekatan spesifik mengklasifikasikan kejahatan biasa yang telah ada sebagai
terorisme, contohnya adalah mengklasifikasikan sebuah pembajakan pesawat atau penyanderaan yang semula sebagai kejahatan biasa menjadi terorisme.
122
Pendekatan secara umum berusaha memberikan penjelasan umum mengenai terorisme, berdasarkan suatu kriteria seperti intensi, motivasi dan tujuan. Pendekatan
Pendekatan ini dibuat tanpa perlu mendefinisikan atau menguraikan secara umum tindakan
terorisme, dengan kata lain, dalam definisi ini peristiwa umum dijadikan hal khusus, sehingga pendekatan ini sering juga disebut sebagai pendekatan induktif.
120
http:myweb.wvnet.edu~jelkinscrimlawbasicmpc.html, diakses terakhir tanggal 23 Maret 2011.
121
William G. Cunningham et. al., Terrorism: Concepts, Causes, and Conflict Resolution Virginia: Defense Threat Reduction Agency Fort Belvoir, 2003, hal. 7.
122
Ben Golder., dan George Williams., “What is Terrorism? Problems of Legal Definition,” UNSW Law Journal, Vol. 27, February 2003, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
ini merupakan upaya penjabaran peristiwa khusus terorisme ke dalam peristiwa umum metode deduktif.
123
4. Karakteristik Organisasi Terorisme