Sedemikian rincinya disebutkan peranan Polri dalam UU Kepolisian sebagaimana tersebut di atas, menurut Awaloedin Djamin, menjadikan Polri memiliki
tugas mulai dari proses pre-emptif, preventif, dan refresif. Keseluruhan tugas dan wewenang tersebut, merupakan fungsi Polisi yang bersifat universal. Namun, dalam
konteks di Indonesia, Polri lebih ditekankan kepada fungsi preventif dan refresif.
137
2. Polri Sebagai Penegak Hukum
Untuk menjalankan fungsi tersebut, UU Kepolisian sebagai acuan legalitas Polri dalam memberantas dan menanggulangi semua tindak pidana termasuk tindak pidana
terorisme yang sangat membahayakan NKRI.
Polri sebagai penegak hukum merupakan sub sistim dari Sistim Peradilam Pidana SPP harus melibatkan peran struktur hukum masing-masing institusi terkait
dalam sistim hukum legal system. Teori legal sistim legal system theory merupakan tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian
yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan.
138
Sudikno Mertokusumo, mengatakan suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain
dan bekerja sama untuk mencapai tujuan.
139
137
Awaloedin Djamin., Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan: Dulu, Kini, dan Esok, Jakarta: PTIK Press, 2007, hal. 54.
138
R. Subekti, dalam H. Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 169.
139
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, mengatakan suatu kesatuan sistem besar yang tersusun atas sub-sub sistem yang kecil, yaitu sub sistem pendidikan,
pembentukan hukum, penerapan hukum, dan lain-lain.. Hal ini menunjukkan sistem hukum sebagai suatu kompleksitas sistem yang membutuhkan kecermatan yang tajam
untuk memahami keutuhan prosesnya.
140
Tiga komponen legal system menurut Lawrence M. Friedman, yaitu:
141
a. Struktur hukum, yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada beserta
aparatnya, mencakup antara lain Kepolisian dengan para Polisinya, Kejaksaan dengan para Jaksanya, Pengadilan dengan para Hakimnya, dan lain-lain;
b. Substansi hukum, yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum, dan asas
hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan;
c. Kultur hukum, yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan keyakinan-
keyakinan, kebiasaan-kebiasaan, cara berfikir, dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat, tentang hukum dan
berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum.
Hukum akan mampu dan efektif di tengah masyarakat, apabila instrumen- instrumen pelaksananya dilengkapi dengan kewenangan-kewenangan dalam bidang
penegakan hukum. Hukum tersusun dari sub sistem hukum yakni, struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Unsur sistem hukum atau sub sistim sebagai
faktor penentu apakah suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak.
140
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Mandar Maju, 2003, hal. 151.
141
Lawrence M. Friedman, dalam Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Jakarta: Tatanusa, 2001, hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
Struktur hukum lebih menekankan kepada kinerja aparatur hukum serta sarana dan prasarana hukum itu sendiri, yakni sub sistim Polri.
142
Struktur hukum Polri merupakan elemen atau sub sistim dalam penegakan hukum, jika elemen Polri dari tiga kompenen sistim hukum di atas, tidak bekerja
dengan baik, berimplikasi kepada terganggunya elemen yang lain dalam sistim hukum tersebut, hingga pada gilirannya mengakibatkan penegakan hukum yang tidak
efektif. Komponen-komponen sistim hukum di atas dipertegas oleh Soerjono Soekanto
143
Terkait dengan bekerjanya ketiga elemen dalam Sistim Peradilan Pidana SPP, Pasal 14 ayat 1 UU Kepolisian ditentukan ditegaskan norma-norma yang
mengatur tentang penegakan hukum oleh Polri. Diantaranya adalah: , yang merupakan bagian faktor-faktor penegakan hukum yang tidak bisa
diabaikan karena jika diabaikan akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan.
b. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
c. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; d.
Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian; e.
Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban danatau bencana termasuk memberikan
bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
142
Lawrence M. Friedman, dalam Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Legal Theory dan Teori Peradilan Judicialprudence Termasuk Interpretasi Undang-Undang Legisprudence, Jakarta:
Kencana, 2009, hal. 204.
143
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali, 1983, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Ada empat tugas Polri tentang penegakan hukum menyangkut SPP sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 ayat 1 di atas. Sementara Pasal 15 ayat 1
UU Kepolisian ditentukan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara umum berwenang: a.
Menerima laporan danatau pengaduan; b.
Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; c.
Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; d.
Mencari keterangan dan barang bukti; e.
Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.
Menurut ketentuan Pasal 15 ayat 1 UU Kepolisian terdapat lima norma yang mengatur penegakan hukum bagi Polri terkait dengan SPP. Dalam Pasal 15 ayat 2
UU Kepolisian hanya ada ditentukan wewenang Polri menyangkut penegakan hukum yakni terdapat dalam huruf h yaitu melakukan kerja sama dengan kepolisian negara
lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional. Hal ini terkait wewenang Polri untuk menjalin kerjasama dengan pihak Interpol antara negara
apabila tersangka melarikan diri ke negara lain terkait dengan tindak pidana. Penegakan hukum dalam bidang pidana diatur dalam Pasal 16 ayat 1
ditentukan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang proses pidana, wewenang tersebut
menyangkut: b.
Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; c.
Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
Universitas Sumatera Utara
d. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan; e.
Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
f. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara; i.
Mengadakan penghentian penyidikan; j.
Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; k.
Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
l. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri
sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
m. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Keentuan dalam Pasal 16 ayat 1 UU Kepolisian di atas erat kaitannya dengan penegakan hukum oleh Polri dalam Sistim Peradilan Pidana. Dalam
penegakan hukum, Polri melakukan tugas ketika terjadinya suatu perkara mulai dari penyelidikan, penyidikan, pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, hingga pelimpahan
berkas perkara ke Kejaksaan. Tugas tersebut harus dilakukan Polri dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip etika profesi yang diatur dalam Kode Etik
Kepolisian. Sebab, dalam pelaksanaan tugas di lapangan menyangkut dengan manusianya yakni terbuka peluang besar bagi Polisi melakukan pelanggaran-
pelanggaran hukum. Itulah sebabnya, Robert B. Seidman, mengatakan bahwa oknum
Universitas Sumatera Utara
itu mereka yang membuat, melaksanakan hukum, justru terkena sasaran peraturan perundang-undangan karena melanggar hukum.
144
B. Perkembangan Peran Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
1. Perkembangan Peristiwa Terorisme a. Peristiwa Terorisme di Dunia