notabene merupakan transnational organized crime. Oleh sebab itu, harus ditunjang dengan kebijakan non penal misalnya pendidikan, economic prevention, pendekatan
moral, social walfare, dan sebagainya. Berdasarkan sisi sosial makro, maka terorisme muncul justru bersamaan
dengan gencarnya isu-isu pembangunan. Jauh sebelum Kongres PBB mengenai The prevention of crime and the treatment of offenders dalam laporannya Sixth UN
Congress 1981.
65
2. Landasan Konsepsional
Mensinyalir bahwa pembangunan itu sendiri dapat bersifat kriminogen apabila pembangunan itu: pertama, tidak direncanakan secara rasional
atau direncenakan secara timpang, tidak memadaitidak seimbang; kedua, mengebaikan nilai-nilai kultural dan moral; dan ketiga, tindak mencakup strategi
perlindungan masyarakat yang menyeluruh atau tidak terintegral.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa istilah sebagai landasan konsepsional untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman mengenai definisi atau
pengertian serta istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berkut: 1.
Terorisme adalah perwujudan dari sifat perbuatan dalam penggunaan atau upaya kekerasan untuk mengintimidasi atau menyebabkan kepanikan
masyarakat dan pemerintah dan mengakibatkan dampak politik.
66
65
Ibid., hal. 47.
66
Bryan A. Graner., Black’s Law Dictionary Eighth Edition, diterjemahkan oleh Ahmad Zakaria UI 2007, St. Paul: West Thomson, 2004, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
2. Tindak pidana terorisme adalah segala bentuk perbuatan yang memenuhi
unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
67
3. Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan
perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan barang siapa yang melanggar peraturan-peraturan itu diancam dengan suatu sanksi berupa pidana.
68
4. Kebijakan hukum pidana adalah suatu upaya penanggulangan dan
pemberantasan tindak pidana dengan memadukan antara politik kriminal dan politik sosial melalui upaya penanggulangan kejahatan dengan sarana penal
dan nonpenal.
69
5. Peranan adalah serangkaian tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu
posisi tertentu.
70
6. Peranan Kepolisian adalah serangkaian tindakan oleh aparat Kepolisian
Polisi Republik Indonesia sesuai dengan fungsi dan wewenangnya sebagai institusi negara dalam bidang keamanan dan penegakan hukum berdasarkan
undang-undang.
71
67
Pasal 1 Ayat 1, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme UUPTPT.
68
Andi Hamzah., Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi Jakarta: Sinar Grafika, 2001, hal. 53.
69
Soedarto., Hukum dan Hukum Pidana., Loc. cit.
70
Indria Samego., Reformasi Berkelanjutan: Institusi Kepolisian Republik Indonesia, Bidang Sumber Daya Manusia, Kemitraan, Jakarta: LMUI dan Kepolisian Negara RI, 2006, hal. 7.
71
Sanoesi., Almanak Kepolisian Republik Indonesia, Berdasarkan Kadislitbang Polri No. Pol. B394IXDislitbang, Jakarta: PT. Dutarindo ADV, 1987, hal. 342.
Universitas Sumatera Utara
7. Pemberantasan adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan melalui penal
dan lebih menitikberatkan pada sifat membasmi, memusnahkan, mematikan, membunuh, menghapus, mempunahkan suatu peristiwa tindak pidana yang
sudah terjadi dengan kata lain yakni pemberantasan bersifat repressive.
72
G. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
73
Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.
74
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.
75
1. Jenis dan Sifat Penelitian