Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN
Faktor nonkebahasaan meliputi topik, konteks situasi, dan pranata sosial budaya masyarakat.
Penelitian kesantunan dalam masyarakat tutur bahasa Jawa juga pernah dilakukan oleh Wajdi 2013. Wadji dalam penelitiannya menerapkan teori sapaan
Brown dan Gilman 1960 dan teori diglosia Ferguson 1959 untuk menganalisis pola, faktor yang mempengaruhi kesantunan, dan dinamika penggunaan tingkat
tutur bahasa Jawa di Magelang. Dalam penelitiannya tersebut ia menemukan bahwa kesantunan bahasa Jawa adalah kontrak sosial sebagai pengakuan atas
adanya kelas sosial atas dan kelas sosial bawah. Selain itu, Wajdi juga merumuskan bahwa terdapat tiga tipe kesantunan dan komunikasi yang terdapat
pada kesantunan bahasa Jawa. Penelitian kesantunan dalam masyarakat tutur bahasa Jawa juga pernah
dilakukan oleh Rahardini 2013. Rahardini menggunakan konsep kesantunan yang dikemukakan oleh Gunarwan 2005 untuk menelaah interaksi guru dan
siswa dalam pembelajaran bahasa Jawa di SMPN 1 Banyumas. Dari hasil analisisnya ia menemukan bahwa guru dan siswa mematuhi prinsip-prinsip
kesantunan, yakni prinsip kebijaksanaan, formalitas-tepa selira, penghargaan dan kerendahan hati-andhap asor, dan ketidaklangsungan. Selain itu, penelitian ini
juga menemukan bahwa untuk meningkatkan nilai kesantunan dapat dilakukan dengan memperhatikan penggunaan unggah-ungguh bahasa yang tepat sesuai
dengan konteks tuturannya. Penelitian mengenai kesantunan pada masyarakat tutur bahasa Jawa juga
terdapat pada penelitian Lestari, dkk 2016. Lestari, dkk mengkaji kesantunan
dengan pendekatan sosiopragmatik untuk menemukan pilihan dan kesantunan bahasa ngrasani ‘membicarakan orang lain’ dalam tradisi rewang pada wanita
Jawa. Dari hasil penelitiannya tersebut, Lestari, dkk 2016 menemukan bahwa pilihan bahasa dalam tradisi rewang yang digunakan untuk ngrasani, yaitu bahasa
Jawa ragam ngoko dan krama. Kedua ragam bahasa Jawa tersebut diwujudkan dengan pemanfaatan aspek alih kode, campur kode, dan variasi bahasa.
Selanjutnya, bentuk kesantunan wanita Jawa saat ngrasani diwujudkan dengan memperhatikan aspek empan papan, angon rasa, dan adu rasa. Empan papan
merupakan upaya penutur agar mitra tutur berkenan menerima tuturannya. Angon rasa terkait merupakan upaya penutur untuk memperhatikan suasana perasaan
mitra tutur agar tuturan menjadi berkanan di hati mitra tutur. Adu rasa merupakan upaya penutur untuk memperhatikan suasana perasaan mitra tutur agar tuutran
sama-sama menjadi kehendak para peserta tutur. Penelitian kesantunan yang terdapat masyarakat berbahasa Jawa juga
terdapat pada penelitian Megah 2016. Megah 2016 menggunakan konsep kesantunan yang dikemukkan oleh Brown dan Levinson 1987 untuk menelaah
tuturan yang digunakan oleh pelacur di Bangunsari untuk menawarkan diri. Pada penelitiannya tersebut, Megah hanya memfokuskan penelitian pada penggunaan
strategi kesantunan positif. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat enam substrategi kesantunan positif pada tuturan penawaran oleh pelacur di Bangunsari.
Keenam substrategi tersebut digunakan oleh pelacur dalam tuturan penawaran untuk mengurangi tingkat pengancaman muka dan menghindari kesalahpahaman
dalam berkomunikasi.