Kedudukan Faktor Penentu Kesantunan pada Tuturan Penjual Daging
tertinggi terdapat pada topik tuturan yang menyangkut keuntungan yang diperoleh penjual, yakni penawaran harga. Tingkat pengancaman wajah menjadi lebih besar
manakala tuturan berada pada topik tersebut. Berikut data yang mendukung pernyataan tersebut.
Penjual :
Ya gak
oleh Bu,
ndok-ndokan seprapat
nem ewu. ‘Ya tidak boleh Bu kalau indung telur
seperempatnya enam ribu.
Pembeli : Wes, nek oleh nemewu.
‘Sudah, kalau boleh enam ribu.’ Penjual
: Mboten angsal. ‘Tidak boleh.’
2-37-Pe1
Konteks:
a. Deskripsi sosiokultural dan situasi: Pembeli yang merupakan pembeli biasa berusaha menawar harga ndok-
ndokan kantung telur yang semula Rp7.500,00 menjadi Rp6.000,00. b. Otoritas: pembeli lebih rendah daripada penjual pembeli penjual
Dibuktikan dengan munculnya penolakan yang diwujudkan dengan bentuk verbal mboten angsal ‘tidak boleh’, sebagai upaya penjual untuk
mengendalikan harga.
Data 2-37-Pe1: Wes, nek oleh nemewu. ‘Sudah, kalau boleh enam ribu.’ Merupakan tindak tutur direktif yang berpotensi mengancam muka negatif penjual
dalam menetapkan harga. Tuturan Mboten angsal ‘Tidak boleh.’ Merupakan upaya penjual dalam menyelamtkan muka negatifnya dari keterancaman.
Data di atas memiliki fitur +D, +P, dan +R, yang diuraikan sebagai berikut a. +D menjelaskan bahwa ada jarak antara penjual dan pembeli
b. +P menjelaskan bahwa otoritas penjual lebih tinggi c. +R menjelaskan bahwa peringkat keterancaman memiliki tingkat yang tinggi
karena terkait penetapan harga
Dengan fitur +D, +P, dan +R penjual memiliki daya untuk menghindarkan dirinya dari keterancaman. Topik terkait penetapan harga merupakan topik yang miliki
peringkat pengancaman muka yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan penetapan harga merupakan hal yang vital bagi penjual untuk memperoleh keuntungan
materi dari usaha yang dijalankannya. Berbeda halnya manakala peringkat pengancaman yang rendah, penjual
akan merelakan mukanya terancam. Seperti pada data berikut ini.
Penjual :
Terus apa eneh? ‘Lalu minta apa lagi?’
Pembeli :
Nyuwun potong dadi papat Mbak, goreng ae. ‘Minta tolong dipotongkan menjadi empat bagian Mbak,
untuk digoreng ayamnya.’
Penjual :
Nggeh. ‘Iya’
2-27-Pe2
Konteks:
a. Deskripsi sosiokultural dan situasi: Pembeli membeli seperempat kilogram daging ayam.
b. Otoritas: pembeli lebih rendah daripada penjual pembeli penjual Dibuktikan dengan munculnya Nyuwun ‘minta tolong’ sebagai tanda verbal
bahwa pembeli memposisikan bahwa otoritas penjual lebih tinggi. Data 2-27-Pe2: Nyuwun potong dadi papat Mbak, goreng ae. ‘Minta
tolong dipotongkan menjadi empat bagian Mbak, untuk digoreng ayamnya.’ merupakan tindak tutur direktif pembeli yang berpotensi mengancam muka
negatif penjual. Tuturan Nggeh. ‘Iya.’ merupakan bentuk kesantunan potisif, mengusahakan kesepakatan yang mengindikasikan bahwa penjual mengabaikan
pengancaman terhadap mukanya. Data di atas memiliki fitur +D, +P, dan –R, yang diuraikan sebagai berikut
a. +D menjelaskan bahwa ada jarak antara penjual dan pembeli
b. +P menjelaskan bahwa otoritas penjual lebih tinggi c. –R menjelaskan bahwa peringkat keterancaman memiliki tingkat yang rendah
karena terkait pemotongan daging Data 2-27-Pe2 memiliki kesamaan dengan data sebelumnya pada fitur +D dan
+P. Seharusnya dengan dua fitur ini penjual memiliki wewenang untuk melakukan tindak penyelamatan terhadap mukanya. Namun, rendahnya peringkat
keterancaman muka, membuat penjual lebih memilih untuk melakukan tindakan yang diminta oleh pembeli untuk memotong daging ayam menjadi empat bagian.