Metode Penyajian Data METODE PENELITIAN

Penggunaan strategi langsung pada tindak tutur representatif juga terdapat pada data di bawah ini. Berikut pemaparannya. Penjual : He, sing biasa tak gawakna papat, dhadhae mek ana sithuk. ‘He, yang biasa aku bawakan empat, dadanya hanya ada satu. Pembeli : Aku wes tuku iku mau. ‘Aku sudah membeli daging ayam bagian dada sebelum ke sini’ 1-34-L2 Konteks: a. Deskripsi sosiokultural dan situasi: Tuturan terjadi pada pagi antara penjual dengan pelanggan. Setiap pagi, penjual terbiasa menyediakan daging ayam bagaian dada untuk pembeli sebanyak empat kilogram. Namun, penjual hanya mampu menyediakan satu kilogram saja. b. Otoritas: Penjual lebih tinggi dari pada pembeli penjual pembeli Bentuk verbal tak gawakna ‘aku bawakan’ merupakan bentuk kalimat aktif. Dengan pola kalimat aktif tersebut, memposisikan dirinya sebagai pelaku utama dalam tuturannya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penjual memiliki daya yang lebih besar untuk memutuskan melakukan suatu hal kepada pembeli. Data 1-34-L2: Sing biasa tak gawakna papat, dhadhae mek ana sithuk. ‘Yang biasa aku bawakan empat, dadanya hanya ada satu’ digolongkan sebagai tindak tutur representatif, yang ditandai dengan bentuk pernyataan dhadhae mek ana sithuk. ‘hanya ada satu’. Tindak tutur representatif ini memiliki fitur –D, +P, dan +R yang dapat diuraikan sebagai berikut a. -D menjelaskan bahwa tidak ada jarak antara penjual dan pembeli b. +P menjelaskan bahwa otoritas penjual lebih tinggi c. +R menjelaskan bahwa peringkat keterancaman muka pada topik ketersediaan barang memiliki tingkat pengancaman yang tinggi. Tidak tersedianya barang yang menjadi permintaan pembeli, mampu mengancam wajah positif penjual. Hal itu menyebabkan keinginan penjual untuk mendapatkan kepercayaan pembeli menjadi terganggu. Tingginya peringkat pengancaman muka +R pada data di atas, seharusnya memberikan tingkat pengancaman yang tinggi terhadap muka positif penjual. Namun, penjual tidak melakukan mitigasi dalam tuturannya untuk mengurangi tingkat pengancaman tersebut. Tingginya otoritas penjual +P, memberikan wewenang kepadanya untuk menuturkan tuturan tersebut tanpa takut kehilangan mukanya. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan penggunaan strategi langsung pada tuturan sing biasa tak gawakna papat, dhadhae mek ana sithuk. Penggunaan strategi langsung tersebut ditandai dengan fitur memiliki makna yang jelas. Tuturan ini menyiratkan penjual tidak dapat memenuhi pesanan pembeli. Selain itu, dekatnya jarak sosial antara penjual dan pembeli -D memberikan rasa toleransi yang besar sehingga potensi pengancaman dapat diminimalkan. Hal tersebut dibuktikan dengan respon pembeli ‘aku wes tuku iku mau’. Dengan demikian, penggunaan strategi langsung merupakan upaya penjual untuk kooperatif kepada pembeli atas ketidakmampuan penjual dalam memenuhi permintaan pembeli. Penggunaan strategi langsung pada tindak tutur representatif juga terdapat pada data di bawah ini. Penjual : Kegeden. ‘Terlalu besar’ Pembeli : Lah ya, cilikna ae ‘Iya terlalu besar, kecilkan saja.’ 1-11-L3