4.1.2.2.2. Tindak Tutur Ekspresif
Tindak tutur ekspresif pada strategi kesantunan positif substrategi memperkuat perhatian terdapat pada data berikut ini.
Penjual : Gak oleh Sayang, oleho ngono lapo gak tak kei. Ya ya Yu
wong gae langganan Mak ku mbiyen Yu, lapo gak tak enthuki.
‘Tidak boleh Sayang, misalnya boleh harganya ditawar mengapa tidak saya berikan. Kakak kan menjadi
langganan sejak ibu saya berjualan, mengapa tidak saya berikan.’
Pembeli : Mbiyen methuk nek sore.
‘Dahulu bertemu kalau sore.’ Penjual
: Gak iling ta mbiyen rika sing ngeki mangan nok adek ku.
Wong omah jejer. Loh-loh, Manthep i loh. ‘Tidak ingatkah dahulu, Anda yang memberi makan ke
adik saya. Rumah kita kan bersebelahan. Ini saya mantapkan timbangannya’
1-28-P3
Konteks:
a. Deskripsi sosiokultural dan situasi: Penjual dan pembeli sedang melakukan proses tawar menawar untuk
memperoleh kesepakatan harga dengan suasana yang akrab. Harga ayam jenis keras mengalami kenaikan dari Rp32.000,00 menjadi Rp33.000,00
perkilogramnya. Pembeli meminta penjual untuk menurunkan harga menjadi Rp15.000 untuk setengah kilogramnya, namun penjual menolaknya. Pada
akhirnya pembeli sepakat dengan harga yang ditetapkan oleh penjual.
c. Otoritas: Pembeli lebih rendah daripada penjual pembeli penjual Otoritas penjual lebih tinggi ditunjukkan dengan bentuk verbal gak oleh
sayang ‘tidak boleh sayang’. Tuturan tersebut mengindikasikan bahwa penjual memiliki otoritas yang tinggi dalam mengandalikan harga ayam
potong.
Data 1-28-P3 Gak oleh Sayang, oleho ngono lapo gak tak kei. Ya ya Yu
wong gae langganan Mak ku mbiyen Yu, lapo gak tak enthuki. ‘Tidak boleh sayang, misalnya boleh harganya ditawar mengapa tidak saya berikan. Kakak kan
sudah menjadi langganan sejak ibu saya berjualan, mengapa tidak saya berikan.’ digolongkan sebagai tindak tutur ekspresif yang ditandai dengan bentuk ujaran
yang dimarkahi penolakan: Gak oleh Sayang, oleho ngono lapo gak tak kei. Wong
digae langganan Mak ku mbiyen ‘Tidak boleh Sayang, misalnya boleh harganya ditawar mengapa tidak saya berikan. Kakak kan menjadi langganan sejak ibu saya
berjualan.’ Tindak tutur ekspresif tersebut berada pada strategi kesantunan positif
memperkuat perhatian, yang ditandai dengan fitur, sebagai berikut a. memperpanjang tuturan menjadi cerita dramatis
b. daya ancam dapat dilunakkan. Fitur memperpanjang tuturan menjadi cerita yang dramatis ditandai pada
tuturan gak iling ta mbiyen. Bentuk dramatis pada tuturan ini diwujudkan penjual dengan menceritakan tentang hubungan baik yang terjalin sejak dahulu. Fitur daya
ancam dapat dilunakkan ditandai transaksi jual beli berlanjut sampai terjadi kesepakatan bahwa penjual tidak menurunkan harga. Namun, sebagai gantinya
penjual melayani pembeli dengan daging ayam yang berbobot lebih dari setengah kilogram.
Berdasarkan komposisi tingkat pengancaman, data ini memiliki fitur –D, +P, dan +R, yang diuraikan sebagai berikut
a. –D menjelaskan bahwa tidak ada jarak antara penjual dan pembeli b. +P menjelaskan bahwa otoritas penjual lebih tinggi
c. +R menjelaskan bahwa peringkat keterancman muka pada topik penawaran harga memiliki tingkat pengancaman yang tinggi.
Pengemasan penolakan dengan sebuah cerita merupakan upaya meyakinkan pembeli bahwa harga ayam naik sehingga penjual tidak bisa memberikan harga
yang diminta oleh pembeli. Peringkat pengancamana pada topik penawaran harga
memiliki peringkat pengancaman yang tinggi +R terhadap muka positif penjual. Seharusnya, otoritas penjual yang lebih tinggi +P memberikan wewenang
kepadanya untuk melakukan penolakan tanpa perlu memperhatikan keselamatan muka positifnya. Namun, kesadaran penjual untuk menjaga muka pembeli yang
merupakan pelanggan -D, membuatnya lebih berhati-hati dalam melakukan penolakan. Penjual pun melakukan penolakan yang dikemas dengan strategi
kesantunan positif memperkuat perhatian menggunakan sebuah cerita yang dramatis. Dengan demikian, substrategi memperkuat perhatian merupakan upaya
penjual untuk mempertahankan otoritasnya dalam menentukan harga tanpa melukai muka pembeli.
4.1.2.3 Penanda Identitas Kelompok
Substrategi penanda identitas kelompok pada tuturan penjual daging ayam di pasar tradisional Sidoharjo Lamongan diwujudkan dengan tindak tutur direktif.
Berikut pemaparannya.
Penjual :
Ayam ta Sayang? Nggolek ayam apa? Sak kilo? ‘Ayam kah Sayang? Mencari apa? Satu kilo?
Pembeli :
Pira Mbak sak tengah? ‘Berapa Mbak setengah kilo?’
1-25-P4
Konteks
a. Deskripsi sosiokultural dan situasi: Tuturan terjadi antara penjual dan pembeli biasa.
Percakapan terjadi pada awal transaksi, penjual berusaha menawarkan barang dagangannya kepada pembeli.
b. Otoritas: Pembeli lebih tinggi daripada penjual pembeli penjual Bentuk pertanyaan dalam bentuk tindak tutur direktif tersebut merupakan
upaya penjual untuk mempengaruhi pembeli tanpa melukai muka negatifnya. hal tersebut menendakan bahwa penjual memiliki daya yang lebih kecil
dibandingkan pembeli.