Evaluasi Sistem THPB

C. Evaluasi Sistem THPB

  Sistem THPB pada dasarnya dibuat untuk kegiatan reboisasi

  Gambar 32. Pemanenan Acacia mangium umur 7 tahun secara

  dan peningkatan produktifitas kawasan tidak produktif, seperti

  manual (Lokasi: PT Finantara Intiga, Kalbar)

  semak belukar, padang alang-alang dan kawasan kosong. Konversi hutan alam menjadi hutan tanaman dengan sistem THPB sebenarnya kurang bijaksana, meskipun sistem ini banyak diterapkan di daerah temperate dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas hutan.

  Beberapa alasan yang sering dipergunakan untuk membangun hutan tanaman adalah:

  1. Permintaan kayu terus meningkat

  2. Lebih mudah memanipulasi lingkungan

  3. Lebih efektif dalam memasukkan bibit unggul

  4. Produktifitas dan hasil finansial lebih besar

  5. Pemanfaatan lahan lebih optimal

  6. Memungkinkan mekanisasi (pembajakan lahan) dan kimianisasi (penyemprotan gulma pada penyiapan lahan

  X. TEBANG HABIS DENGAN PERMUDAAN ALAM

  tanam)

  7. Biaya operasinal dapat diturunkan

  8. Cepat regenerasi

  A. Pengertian dan Dasar Sistem THPA

  9. Ukuran pohon lebih seragam

  10. Perbaikan kualitas kayu

  Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA) adalah

  11. Sistem silvikultur lebih jelas

  sistem penebangan pohon berharga yang dilakukan sekaligus

  Pada akhir tahun 80-an, pemerintah melalui Departemen

  dalam waktu yang singkat (1-2 tahun) apabila dalam hutan itu

  Kehutanan pernah mewajibkan setiap unit manajemen

  telah terdapat cukup banyak permudaan tingkat semai jenis

  pemegang izin konsesi hutan yang mempunyai industri

  berharga. Ketentuan ini di atur dalam SK Dirjen Kehutanan

  pengolahan kayu terkait saham untuk membangun hutan

  Nomor 35KptsDDI1972. Menurut SK Menteri Kehutanan

  tanaman industri. Dari target 6 juta ha pembangunan HTI,

  dan Perkebunan Nomor 309Kpts-II1999, sistem Tebang Habis

  yang terealisasi hanya 2-3 juta ha (berdasarkan laporan). Pada

  dengan Permudaan Alam adalah sistem silvikultur yang

  tahun 2007 Dephut kembali meluncurkan program hutan

  meliputi cara penebangan habis dengan permudaan alam.

  tanaman dengan nama Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan

  THPA di Indonesia dikembangkan sejak tahun 70-an

  target 9 juta ha sampai tahun 2014 dengan anggaran dana

  terinspirasi dari Sistem Tebang Habis Malaya (Malayan clear

  reboisasi sebesar 3 trilyun rupiah.

  felling over natural regeneration) yang telah disesuaikan

  Tantangan terbesar dalam membangun hutan tanaman

  dengan kondisi hutan Indonesia.

  khususnya di luar Jawa adalah kesuburan tanah yang relatif

  Pertimbangan dan dasar penerapan THPA adalah:

  rendah serta adanya tumpang tindih lahan. Tantangan lainnya

  1. Komposisi, struktur dan keadaan ekologis hutan berbeda,

  adalah membangun hutan tanaman untuk kelas perusahan kayu

  sehingga tidak semua sistem silvikultur cocok untuk semua

  pertukangan dan plywood yang memerlukan diameter relatif

  tipe hutan

  besar dan jenis kayu keras, yang biasanya berdaur lama (slow

  2. Sistem THPA baru dilakukan apabila berdasarkan hasil

  growing species). Hutan tanaman berdaur pendek (fast

  survei sudah terdapat semai dalam jumlah cukup. Bila

  growing species) cukup mudah dibuat dan menunjukkan

  belum cukup, maka kegiatan penebangan harus

  keberhasilan terutama untuk penghara industri pulp-kertas di

  ditangguhkan.

  Sumatera.

  3. Keuntungan sistem ini adalah dapat mengeksploitasi kayu

  Pengalaman membangun hutan tanaman di era tahun 80-an

  hutan dalam jumlah banyak serta didapatkan potensi

  dan 90-an sebaiknya didokumentasikan dan dibahas dengan

  tegakan hutan yang banyak mengandung jenis berharga

  para pihak, terutama pihak perusahaan dan tenaga teknisnya,

  dengan umur yang relatif sama - pada siklus berikutnya

  untuk menjadi pelajaran dalam melangkah ke depan. Jangan

  (even-aged stand).

  mengulang kegagalan yang pernah dilakukan. Beranjak dari kegagalan di masa lalu, mari bangkit membangun keberhasilan hutan tanaman sekarang dan di masa depan.

  parit dan jurang sebagai jalan kabel utama (main cable

  B. Tahapan Kegiatan Sistem THPA

  ways). Jarak penyaradan tak boleh lebih dari 250-300 m. Bila log tersangkut pada pohon, tidak diperbolehkan

  Tahapan pelaksanaan kegiatan Tebang Habis dengan

  dipaksakan ditarik. Jumlah cable ways yang keluar dari

  Permudaan Alam menurut SK Dirjen Kehutanan Nomor

  TPn tidak boleh lebih dari 12 dan dapat digunakan

  35KptsDDI1972 sebagai berikut:

  pohon penahan (rub trees) untuk melindungi pohon inti dan permudaan.

  1. Inventarisasi Pohon dan Permudaan Semai (Et – 6 sd 18

  d. Luas tempat pengumpulan kayu (TPn) disesuaikan

  bulan)

  dengan luas penebangan.

  a. Inventarisasi pohon dan semai dimaksudkan untuk

  - Luas penebangan 10 Ha, maka luas TPn 0,25 Ha

  mengetahui jumlah dan volume pohon jenis komersial

  - Luas penebangan 10-15 Ha, maka luas TPn 0,35 Ha

  berdiameter 35 cm ke atas serta tingkat ketersediaan

  - Luas penebangan > 15 Ha, maka luas TPn 0,5 Ha.

  permudaan alam. Tujuannya adalah mengetahui kondisi permudaan hutan secara alam. Inventarisasi ini

  3. Persemaian (Et+2)

  dilakukan pada blok dan petak yang telah ditentukan

  Pembuatan bibit dilakukan 2 tahun setelah penebangan.

  dalam rencana tahunan.

  Bibit dapat berasal dari biji atau cabutan anakan alam dari

  b. Pohon yang diinventarisasi dibedakan antara pohon

  hutan.

  komersial, tidak komersial, pohon pengganggu dan

  4. Inventarisasi Permudaan (Et+5)

  seterusnya menurut keperluan.

  Inventarisasi permudaan dilakukan 5 tahun setelah

  c. Petak ukur untuk inventarisasi pohon berukuran

  penebangan yang bertujuan untuk mengetahui berhasil atau

  20x20m yang searah dengan perbedaan topografi dan

  tidaknya permudaan alam dengan perbandingan dari hasil

  vegetasi. Inventarisasi semai dipisahkan antara semai

  inventarisasi semai sebelum penebangan. Permudaan yang

  dengan tinggi 0-30 cm dan 30-150 cm dengan metode

  diinventarisasi dikelompok: tinggi 1,5 – 3 m, tinggi 3 m sd

  LSM

  diameter < 5 cm dan tiang berdiameter 5-10 cm. Apabila

  d. Waktu berbunga dan berbuah jenis pohon komersial di

  permudaan kurang cukup harus dilakukan tanaman

  catat.

  sulaman. Inventarisasi menggunakan sistem sampling LS

  2. Penebangan (Et)

  ¼, dengan petak ukur 5 x 5 menempel secara kontinyu

  a. Penebangan

  sepanjang rintisan.

  kerusakan permudaan jenis komersial

  5. Pemeliharaan Tegakan Hutan (Et+10, 15, 20)

  b. Jalan sarad dibuat sebelum diadakan penyaradan dan

  a. Pemeliharaan tegakan hutan dilakukan pada 10 tahun,

  arah rebah pohon menuju jalan sarad. Pada penyaradan

  15 tahun dan 20 tahun setelah penebangan, yang

  kayu diusakan menggunakan winch dan tidak dilakukan

  dimaksudkan untuk mendapatkan komposisi dan

  pada musim hujan untuk menekan kerusakan tanah.

  struktur tegakan hutan yang baik.

  c. Pada penyaradan sistem high lead yarding, harus

  b. Pembebasan

  permudaanpohon

  komersial dari

  menempatkan spar tree yang tepat sehingga

  pengganggu untuk mendapatkan ruang tumbuh dan

  memungkinkan penyaradan log ke atas dan memakai memungkinkan penyaradan log ke atas dan memakai

  sebagai bagian dari sistem silvikultur di Indonesia berdasarkan

  liana, akar serta jenis pengganggu lainnya.

  Peraturan Menteri Kehutanan No. P.11Menhut-II2009.

  c. Bila permudaanpohon mengelompok dilakukan

  Sebaliknya dalam Peraturan tersebut pemerintah hanya

  penjarangan

  mengakui sistem silvikultur TPTI, TPTJ, Tebang Rumpang dan

  d. Pada tempat yang terbukakosong, seperti bekas TPn,

  THPB.

  jalan sarad, jalan kabel dll dan pada tempat-tempat yang tidakkurang mengandung permudaan jenis komersial dilakukan penanaman sulaman atau enrichment planting menggunakan bibit dari persemaian.

  6. Perlindungan Hutan

  a. Pada bekas jalan sarad dan kabel dibuat galangan dan

  parit melintang untuk mencegahmeminimalkan bahaya erosi

  b. Pemangku hutan (HPH) bekerja sama dengan instansi

  pemerintah harus mencegah terjadinya perladangan liar, kebakaran dan penggembalaan liar pada bekas tebangan dengan mengerjakan penjaga hutan (forest guard).

  c. Jumlah penjaga hutan disesuaikan dengan luas areal

  pengelolaaan. Luas 1.000-5.000 Ha ditempatkan 1 penjaga hutan, 6.000-10.000 Ha ditempatkan 2 penjaga hutan dan setiap penambahan luas 10.000 Ha ditambahkan 1 penjaga hutan.