Penjarangan I, II dan III (Et+10, +15 dan +20)

12. Penjarangan I, II dan III (Et+10, +15 dan +20)

  pohon binaan adalah jarak 5-9 m, jenis niagawi, ukuran terbesar dalam kelompoknya, tajuk dan batang sehat, semua

  a. Penjarangan adalah kegiatan penyingkiran penyaing pohon

  pohon berdiameter di atas 40 cm yang sehat dan baik serta

  binaan bilamana pohon binaan telah berupa tiang dan

  pohon dilindungi.

  pohon.

  Penjarangan sebaiknya difokuskan pada

  c. Maksud kegiatan ini adalah memelihara kebebasan sinar

  penjarangan tajuk, yaitu penjarangan untuk membuang

  dan ruang dari tajuk pohon binaan agar riap pohon binaan

  penaung dan pendesak tajuk pohon binaan. Pohon binaan

  maksimal. Tujuannya memusatkan riap tegakan kepada

  adalah 200 pohon binaan per Ha termasuk pohon inti (sama

  pohon binaan yang merupakan pohon niagawi terbaik

  dengan pembebasan II dan III).

  dalam tegakan tinggal dan letaknya tersebar merata.

  b. Maksud

  kegiatan

  penjarangan

  adalah untuk

  d. Yang perlu dibunuh dalam kegiatan pembebasan ini adalah

  mempertahankan riap pohon binaan yang tinggi.

  semua liana kecuali rotan dan jenis niagawi serta pohon

  Tujuannya adalah untuk memusatkan riap tegakan tinggal

  yang mengganggu pohon binaan.

  kepada pohon-pohon binaan yang merupakan pohon terbaik dalam tegakan tinggal.

  Tabel 16. Thally sheet pembebasan kedua dan ketiga

  c. Penjarangan I (Et+10) dibebaskan minimal 200 tajuk pohon binaan. Penjarangan II (Et+15) dibebaskan minimal 150

  tajuk pohon binaan. Penjarangan I (Et+20) dibebaskan

  Lokasi

  minimal 100 tajuk pohon binaan.

  d. Bahan yang diperlukan adalah camping unit, logistik dan

  PU

  Phn Inti

  obat-obatan. Peralatan terdiri Kompas, Peta kerja skala

  1:10.000, parang, kapak, botol racun, jerigen racun, alat

  K

  rintis, Thally sheet, alat tulis menulis, penanda (cat), kwas,

  helm dll.

  3 …

  e. Regu penjarangan I, II dan III masing-masing ada 6 orang

  dengan pembagian tugas 1 orang ketua regupencatat data, 2 orang penebas, 2 orang peracun dan 1 orang pembantu

  e. Bahan yang diperlukan adalah camping unit, logistik dan

  umum.

  obat-obatan. Peralatan terdiri Kompas, Peta kerja skala obat-obatan. Peralatan terdiri Kompas, Peta kerja skala

  yang menyerupai kondisi alam ketika pohon tua mati dan

  berjalan ditengah jalur menunjuk pohon binaan yang harus

  tumbang. Pada celah bekas tebangan ini banyak dijumpai

  dirawat dan pohon penyaing yang harus dibunuh sambil

  permudaan alam yang tumbuh relatif baik dibanding daerah

  mencatat jumlah dan jenisnya perpetak ukur 20x20m.

  sekitarnya yang masih tertutup oleh tegakan. Faktor yang

  Penebas mendatangi pohon binaan untuk membersihkan

  paling menentukan adalah meningkatnya intensitas sinar yang

  lahan di sekitar pohon binaan. Juru racun mendatangi

  merangsang pertumbuhan anakan.

  pohon penyaing untuk membunuh penyaing pohon binaan.

  Sistem TPTI diharapkan dapat mengadakan perbaikan

  Pembantu umum berjalan paling belakang untuk

  komposisi jenis dengan melakukan kegiatan penanaman

  mengoreksi. Pembantu umum berjalan paling belakang

  perkayaan (enrichment planting) pada areal hutan yang kurang

  untuk mengoreksi pekerjaan penebas. Tidak diperbolehkan

  permudaan dan pada areal yang kosong seperti bekas jalan

  membunuh pohon yang bukan penyaing walaupun dari

  sarad, bekas TPn dan TPK serta tempat kosong lainnya.

  jenis tidak komersial atau pohon cacat.

  Pemilihan jenis untuk penanamanpengayaan disesuaikan dengan keadaan ekologis setempat khususnya keadaan tanah

  Tabe 17. Thally sheet penjarangan I, II dan III

  dan cahaya.

  Penanaman dapat menggunakan jenis pionir domestic

  Perusahaan :

  Nomor petak

  (seperti jabon, sungkai) atau exotic (seperti sengon, akasia,

  Lokasi

  Nomor jalur

  ampupu) yang ditanam pada tempat terbuka. Sedangkan

  Luas

  Waktu kegiatan

  pengayaan menggunakan jenis toleran yang masih memerlukan

  naungan tegakan seperti jenis Dipterocarpaceae.

  Nomor

  Pohon Binaan

  Pohon Di Bunuh

  Biaya (Rp)

  Kelebihan TPTI dibanding sistem sebelumnya (TPI) adalah

  pemisahan dan memberikan porsi kegiatan pembinaan hutan

  sejajar dengan kegiatan pemanenan, dengan membuat

  organisasi pembinaan hutan dan penyediaan anggaran yang

  lebih memadai. Namun kelemahan TPTI yang juga terdapat

  pada TPI adalah lemah dan sulitnya pengawasan kegiatan,

  terutama kegiatan pembinaan hutan serta belum ada kriteria dan

  Jumlah

  indikator yang jelas tentang keberhasilan kegiatan pembinaan hutan seperti penanaman, pembebasan dan penjarangan.

  Sistem TPTI dengan penebangan menggunakan limit

  C. Evaluasi Sistem TPTI

  diameter 50 cm menimbulkan kerusakan 25-40 (Inhutani II, 1992) atau 15-25 bila menerapkan RIL (Sukanda, 1998).

  Sistem TPTI telah mengikuti kaidah alami dengan

  Menurut Triyono (1995) kerusakan tegakan akibat pemanenan

  menerapkan sistem tebang pilih, menebang jenis-jenis pohon

  sebesar 36,1 yang terdiri dari kerusakan akibat penebangan

  komersial dengan limit diameter 50 cm ke atas pada hutan

  sebesar 5,25 dan kerusakan akibat penyaradan sebesar

  produksi tetap dan 60 cm ke atas pada hutan produksi terbatas.

  Bekas tebangan pohon pada sistem TPTI membentuk celah

  Beberapa catatan lain pada pelaksanaan sistem TPTI adalah

  secara langsung berhubungan dengan pembengkakan biaya.

  sering terjadi kelebihan bibit di persemaian karena kemampuan

  Pos-pos pembiayaan tersebut antara lain gaji tenaga survei,

  regenerasi alami hutan alam yang sangat tinggi secara

  premi, keperluan logistik, akomodasi dan biaya administrasi.

  kuantitas. Perusahaan sering kesulitan menemukan lokasi

  Efektifitas sering dikaitkan dengan tingkat pencapaian sasaran

  penanaman karena areal yang semula dinyatakan kosong

  dari suatu kegiatan. Sasaran kegiatan pembinaan hutan dalam

  (ketentuan 1, 2, 4, 8 dalm ITT) ternyata telah tertutup kembali

  sistem TPTI adalah meningkatkan riap tanaman dan tegakan

  dengan anakan alam pada saat penanaman hendak

  tinggal. Namun pada kenyataannya, keberadaan tanaman selalu

  dilaksanakan.

  tidak muncul seperti yang diharapkan karena kemampuan

  Kondisi hutan bekas penebangan dengan sistem TPTI selalu

  regenerasi hutan alam yang sangat tinggi. Tegakan tinggal

  terlihat masih lebat, namun ternyata banyak mengandung

  yang sangat rapat dengan komposisi yang sangat banyak

  pohon-pohon cacat, baik cacat dari awal (alami) maupun cacat

  menimbulkan keraguan untuk melakukan pembebasan dan

  akibat kegiatan eksploitasi hutan serta terjadi perubahan

  penjarangan dengan alasan biodiversitas, tingkat manfaat dan

  komposisi jenis karena sebagian besar jenis komersial telah

  efektifitas pekerjaan tersebut.

  ditebang.

  Dengan menggunakan peralatan GPS maka kegiatan PAK

  Masih terdapat kesulitan dalam penerapkan tata waktu

  konvensional sering kurang efisien, karena penataan secara

  kegiatan ITT dan pembibitan pada sistem TPTI tahun 1993 juga

  keseluruhan terhadap areal kerja sebenarnya telah dilakukan

  menambah kebingungan para praktisi lapangan. Perusahaan

  diluar kegiatan TPTI. Kegiatan ITSP pada hutan tropis dengan

  tidak dapat menentukan jumlah bibit yang harus dibuat pada

  komposisi floristik yang sangat tinggi, rapat, lebat dan komplek

  tahun berjalan karena informasi areal kosong dan kurang

  yang dilakukan dengan intensitas 100 terhadap setiap

  permudaan masih didatakan pada kegiatan ITT. Pemerintah

  individu pohon (diameter dan tinggi pohon) menimbulkan

  sempat mengeluarkan kebijakan pembuatan bibit 1:20, artinya

  beban kerja tersendiri. Akibat beratnya beban kerja ini banyak

  1 pohon di tebang harus membuat 20 bibit. Permasalahan sejak

  praktisi yang mengambil jalan pintas. Bukti-bukti pekerjaan

  awal bukan pada keengganan perusahaan membuat bibit atau

  disiapkan hanya untuk memenuhi peraturan bukan tuntutan

  menanam, namun pada masalah ketidaktersediaan lokasi

  pekerjaan.

  penanaman. Akhirnya over supply bibit terus terjadi. Memang

  Kegiatan pembukaan wilayah hutan dan eksploitasi hutan

  agak aneh, disatu sisi terjadi over supply bibit dan sisi lain

  banyak menggunakan keahlian teknik sipil. Pekerjaan ini telah

  realisasi penanaman tidak terpenuhi dan diduga terjadi

  memasuki ranah road construction dan sarat dengan

  penurunan kualitas komposisi hutan yang mengancam

  penggunaan alat-alat berat. Banyak perusahaan yang

  kelestarian hasil (sustained yield) sebagai bagian dari

  menyerahkan pekerjaan ini kepada kontaktor atau membentuk

  kelestarian hutan (sustained forest).

  divisi khusus yang agak jauh dari „profesi rimbawan“. Dari

  Para praktisi di lapangan sering memandang tahapan sistem

  beberapa hasil penelitian, jumlah anggaran pada pekerjaan ini

  TPTI terlalu banyak dan panjang sehingga kurang efisien dan

  selalu di atas 60 dari total cast flow yang ada, seakan-akan

  tidak efektif dilaksanakan. Efisiensi selalu dikaitkan dengan

  kegiatan pengusahaan hutan alam hanyalah kegiatan eksploitasi

  jumlah anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan

  hutan.

  serta manfaat yang didapatkan dari kegiatan tersebut. Sistem

  Kegiatan penanaman sering tidak efektif karena dominasi

  TPTI memerlukan tenaga survei yang sangat banyak yang

  permudaan alam yang melimpah di areal bekas tebangan.

  Kegiatan perawatan tanaman menjadi tidak efektif pula karena

  Sistem ini diterapkan pada hutan alam produksi di areal

  keberadaan tanaman yang selalu tereduksi oleh permudaan

  IUPHHK atau KPHP dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:

  alam serta tingkat revegetasi yang sangat tinggi di areal hutan.

  1. Penataan Areal Kerja (PAK)

  Pembebasan dan penjarangan ditujukan untuk memberi

  2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP)

  ruang tumbuh yang optimal pada pohon binaan agar mencapai

  3. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)

  riap maksimal. Kegiatan ini seharusnya dilakukan dengan

  4. Pemanenan

  mematikan pohon-pohon yang menjadi pesaing, bukan hanya

  5. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pengayaan

  mematikan liana dan vegetasi kecil (karena mudah dilakukan)

  6. Pembebasan Pohon Binaan (hanya pada hutan produksi tetap

  serta hanya mencatat dalam thally sheet saja. Mematikan

  dan tidak pada hutan produksi terbatas)

  sejumlah pohon pesaing menimbulkan kontroversi dari aspek

  7 Perlindungan dan Pengamanan Hutan.

  biodiversitas serta efektifitas pekerjaan. Dengan hanya

  Secara umum juknis sistem TPTI 2009 telah banyak

  berbekal parang, tim pembinaan tidak akan mampu mematikan

  mengakomodir usul dan saran dari berbagai kalangan yang

  sejumlah pohon pesaing karena jenis ini banyak terdiri dari

  menghendaki peraturanjuknis TPTI tidak memasuki hal-hal

  pohon berkayu keras. Peracunan pohon dalam kegiatan

  teknis yang dapat berbeda antara satu tempat dengan tempat

  pembinaan hutan dalam skala besar dapat membawa

  lainnya serta memberi ruang gerak yang lebih luas bagi para

  permasalahan tersendiri mengingat keberadaan zat kimia

  teknisi rimbawan di lapangan untuk mengembangkan

  berbahaya dapat membahayakan kesehatan (manusia dan

  kreatifitas, ilmu pengetahuan dan idealismenya.

  binatang) serta merusak lingkungan. Pohon-pohon yang

  Berdasarkan penelitian Balitbang Kehutanan, riap tegakan

  diracuni akan mati secara perlahan sehingga tegakan hutan

  hutan alam bekas tebangan adalah 1,749 m 3 hath ) . Data ini

  pasca dibina sangat berbahaya untuk dimasuki pada tahapan

  bersifat lokal pada kawasan hutan produksi yang efektif untuk

  kegiatan berikutnya ataupun untuk keperluan lain karena

  produksi dan tidak memperhatikan kawasan hutan produksi

  mengandung banyak pohon mati yang sewaktu-waktu dapat

  yang tidak efektif produksi seperti tegakan benih, plot

  roboh.

  penelitian (PUP), sarana prasarana dan tanah kosong dalam

  Dengan alasan efisiensi dan efektifitas inilah maka kegiatan

  kawasan hutan serta keberadaan kawasan lindung di sana

  TPTI (1989 dan 1993) direvisi kembali dengan juknis TPTI

  seperti sempadan sungai, koridor satwa, buffer zone, kawasan

  2009 seperti tercantum dalam lampiran 1 Peraturan Dirjen BPK

  pelestarian plasma nutfah, hutan kerangas (heath forest), areal

  No. P.9VIBPHA2009.

  kelerengan curam >40 dan lain-lain. Menurut Suparna

  Prinsip-prinsip sistem TPTI 2009 adalah:

  (2010), produktifitas kawasan hutan produksi (secara

  1. Sistem silvikultur untuk tegakan tidak seumur 3 keseluruhan) di Indonesia hanya berkisar antara 0,07 m hath

  2. Teknik pemanenan dengan tebang pilih 3 sampai 0,67 m hath pada periode 1992 sampai 2008.

  3. Meningkatkan riap sebagai aset

  Produksi kayu bulat nasional dari hutan alam produksi pada

  4. Mempertahankan keanekaragaman hayati 3 tahun 2008 sebesar 4,6 juta m yang bersal dari kawasan hutan

  Sedangkan tujuannya adalah meningkatkan produktivitas

  produksi (308 unit manajemen) seluas 25,9 juta ha atau 18,13

  hutan alam tegakan tidak seumur (unevenaged stands) melalui

  juta ha yang aktif.

  Berdasarkan data tersebut, maka

  tebang pilih dan pembinaan tegakan tinggal dalam rangka 3 produktifitas hutan alam produksi hanya 0,18 m hath sampai memperoleh panenan yang lestari. 3 0,25 m hath saja. Dengan demikian, apakah sistem tebang pilih dan pembinaan tegakan tinggal dalam rangka 3 produktifitas hutan alam produksi hanya 0,18 m hath sampai memperoleh panenan yang lestari. 3 0,25 m hath saja. Dengan demikian, apakah sistem

  model harus dapat ditunjukkan melalui validasi model,

  prinsip kelestarian hasil (sustained yield) atau kelestarian hutan

  koefisien determinasi serta mean absolute percentage error

  (sustained forest) ?

  (MAPE). Dengan model ini kita dapat menentukan siklus

  Menurut Indrawan (2003a), sistem TPTI di Inhutani 1

  tebang lestari berdasarkan target tebang yang diinginkan (Lihat

  mempunyai siklus lestari untuk rotasi I dan II masing-masing

  Gambar 11).

  pada 24 tahun dan 37 tahun sedangkan pada PT.Ratah Timber (Kaltim) pada 30 tahun dan 43 tahun (Indrawan, 2003b). Menurut Wahyudi (2011) sistem TPTI di PT GM (Kalteng) mempunyai siklus lestari untuk rotasi I dan II masing-masing pada 29 tahun dan 37 tahun. Dengan demikian penentuan waktu siklus tebang tidaklah sama pada setiap kawasan hutan produksi, melainkan tergantung pada komposisi floristik, struktur dan komposisi, tegakan tinggal masing-masing.

  Menurut Wahyudi (2011) pertumbuhan tegakan tinggal pada hutan bekas tebangan dipengaruhi oleh:

  1. Jenis pohon (dapat dikelompokkan)

  2. Tingkat pertumbuhan dan kelas diameter pohon

  3. Faktor bawaan (genetik) yang bisa diimprove melalui

  pemuliaan pohon

  4. Faktor iklim (curah hujan, suhu, intensitas cahaya, iklim

  mikro)

  5. Faktor tanah (kedalaman, jenis tanah, kelerengan, sifat fisik,

  kimia dan biologi tanah)

  6. Ingrowth, upgrowth dan mortality

  7. Intensitas penebangan dan kelerengan lahan

  8. Target tebangan

  9. Sistem pembalakan

  10. Kerapatan tegakan yang dicerminkan melalui kerapatan (N per ha) dan luas bidang dasar (LBD) per ha.

  11. Faktor lain seperti kelas tapak (site class), fotosintesis, diameter tajuk, kesehatan pohon dan lain-lain.

  Faktor-faktor di atas bekerja secara simultan dan saling terkait. Adakalanya beberapa data masih sulit didapatkan, seperti kemampuan fotosintesis, kelas tapak dan kesehatan pohon, sehingga pemodelan dinamika tegakan tinggal hanya menggunakan data yang tersedia. Untuk selanjutnya akurasi Faktor-faktor di atas bekerja secara simultan dan saling terkait. Adakalanya beberapa data masih sulit didapatkan, seperti kemampuan fotosintesis, kelas tapak dan kesehatan pohon, sehingga pemodelan dinamika tegakan tinggal hanya menggunakan data yang tersedia. Untuk selanjutnya akurasi

  VI. TEBANG PILIH DAN TANAM JALUR

  Pada tahun 2005 muncul petunjuk teknis yang mengatur sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) namun masih menggunakan nama sistem Tebang Pilih Tanam

  A. Pengertian dan Dasar Sistem TPTJ

  Indonesia Intensif (TPTII), berdasarkan SK Direjen BPK No.226VI-BPHA2005 tanggal 1 September 2005. Sistem

  Sistem silvikultur Tebang dan Tanam Jalur (TPTJ)

  TPTII ini menggunakan lebar jalur tanam 3 meter dengan jarak

  dirancang untuk untuk menjawab kelemahan sistem TPTI pada

  tanaman 2,5 meter serta lebar jalur antara 17 meter.

  aspek penanaman dan pengawasannya. Dengan menyiapkan

  Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

  tempat penanaman secara lebih baik, terutama dari segi

  P.11Menhut-22009 tentang sistem silvikultur pada areal izin

  penyinaran dan ruang tumbuh, dalam bentuk gap memanjang

  usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) pada hutan

  (jalur) maka pertumbuhan tanaman dapat berjalan lebih optimal

  produksi, sistem silvikultur yang berlaku di Indonesia adalah

  dan aspek pengawasan dapat dilakukan lebih mudah. Sistem

  Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Pilih Tanam

  TPTJ diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

  Jalur (TPTJ), Tebang Rumpang dan Tebang Habis Permudaan

  435Kpts-II1997 dan Keputusan Menteri Kehutanan dan

  Buatan (THPB). Petunjuk teknis keempat sistem tersebut

  Perkebunan Nomor 625Kpts-II1998 tentang Sistem

  dituangkan dalam Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan

  Silvikultur Tebang Pilih dan Tanam Jalur (TPTJ) dalam

  Nomor P.9VIBPHA2009 dan petunjuk teknis TPTJ terdapat

  Pengelolaan Hutan Produksi Alam.

  pada Lampiran 2.

  Sistem Tebang Pilih Tanam jalur (TPTJ) adalah sistem

  Prinsip-prinsip sistem TPTJ adalah

  silvikultur yang meliputi cara tebang pilih dengan batas

  1. Sistem silvikultur untuk tegakan tidak seumur.

  diamater minimal 40 cm diikuti dengan permudaan buatan

  2. Teknik pemanenan dengan tebang pilih.

  dalam jalur selebar 3 m. Jalur antara selebar 22 m (1998) atau

  3. Meningkatkan riap.

  20 m (TPTII dan TPTJ 2009).

  4. Mempertahankan keanekaragaman hayati.

  Sistem TPTJ akan membawa dampak terhadap penutupan

  5. Menciptakan ruang tumbuh optimal bagi tanaman.

  lahan, cadangan unsur hara dan keragaman biotik. Dampak-

  6. Penanaman jenis unggulan lokal dalam jalur.

  dampak tersebut akan menciptakan kondisi tempat tumbuh

  Tujuan TPTJ adalah meningkatkan produktivitas hutan alam

  yang lebih baik sehingga pertumbuhan tanaman, permudaan

  tegakan tidak seumur (unevenaged stands) melalui tebang pilih

  alam dan tegakan tinggal menjadi meningkat dan kelestarian

  dan memanfaatkan ruang tumbuh dalam jalur untuk

  produksi dapat tercapai.

  meningkatkan riap dalam rangka memperoleh panenan yang

  Sistem silvikultur TPTJ dilaksanakan pada kawasan hutan

  lestari. Sasaran TPTJ adalah pada hutan alam produksi bekas

  alam produksi yang termasuk katagori hutan tanah kering

  tebangan di areal IUPHHK atau KPHP.

  dataran rendah (lowland forest) dan kawasan lain yang memungkinkan sesuai ketetapan Menteri. Hutan tanah kering dataran rendah adalah kawasan hutan pada lahan kering dengan

  Secara umum tahapan sistem TPTJ 1998 dengan TPTJ 2009

  B. Tahapan Kegiatan TPTJ

  adalah sama. Terdapat sedikit perbedaan hanya pada tata waktu pelaksanaan kegiatan dan penamaan tahapan kegiatan.

  Kegiatan Tebang Pilih dengan Tanam Jalur (TPTJ) pada

  TPTJ 2009 tidak menerapkan tata waktu yang ketat

  prinsipnya sama dengan TPTI, perbedaan terletak pada batas

  sebagaimana TPTJ 1998 dan TPTII 2005.

  diameter minimum yang ditebang yaitu 40 cm dan penanaman

  Tahapan kegiatan TPTJ adalah sebagai beikut:

  menggunakan jalur tanam yang sengaja di buat. Tahapan

  1. Penataan Areal Kerja (PAK)

  kegiatan TPTJ diajikan dalam tabel berikut ini.

  PAK sama dengan TPTI, yang bertujuan untuk mengatur perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan

  Tabel 18. Tahapan kegiatan Tebang Pilih dan Tanam Jalur

  kegiatan pengusahaan hutan pada blok kerja tahunan. Maksud kegiatan PAK adalah mempersiapkan areal kerja

  yang meliputi pembuatan alur batas blok dan petak kerja,

  1 Penataan Areal Kerja

  Et-2

  penataan batas hutan, pemasangan pal batas blok dan petak

  2 Perisalahan Hutan

  serta pengukuran dan pemetaan. Batas blok dan petak kerja

  3 Pembukaan Wilayah Hutan

  Et-1

  memakai batas alam, yaitu sungai, jalan, bukit serta rintisan

  4 Pengadaan Bibit

  2. Perisalahan Hutan

  6 Penyiapan Jalur

  Perisalahan hutan terdiri dari Inventarisasi Vegetasi dan

  7 Penanaman

  Keadaan Lapangan. Inventarisasi vegetasi bertujuan

  8 Pemeliharaan Tanaman

  Et+1 sd Panen

  mengetahui penyebaran pohon berdiameter 20 cm ke atas

  9 Perlindungan Tanaman

  Terus menerus

  yang meliputi jumlah, komposisi jenis serta volume pohon yang akan di tebang, dipertahankan serta kondisi

  Sumber: SK Menhutbun Nomor 625Kpts-II1998

  permudaan. Hasil inventarisasi digambar pada peta penyebaran pohon. Inventarisasi Keadaan Lapangan

  Tahapan kegiatan sistem TPTJ 2009 berdasarkan Peraturan

  bertujuan untuk mengetahui topografi blok kerja untuk

  Dirjen BPK No. P.9VIBPHA2009 adalah

  digunakan membuat peta kerja dengan menggambarkan

  1. Penataan Areal Kerja (PAK) (tidak lebih dari Et-4)

  letak, luas, kondisi aliran sungai dan garis bentuk lapangan.

  2. Inventarisasi Hutan

  3. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)

  3. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)

  PWH sama dengan TPTI, yaitu meliputi pembangunan

  4. Pengadaan Bibit

  jalan angkutan, menyediakan sarana dan prasarna base

  5. Tebang Naungan

  camp, pondok kerja dll guna menunjang kegiatan produksi

  6. Penyiapan dan Pembuatan Jalur Tanam

  kayu, pembinaan, perlindungan, inspeksi kerja, transportasi

  7. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Jalur

  dan komunikasi.

  8. Pembebasan dan Penjarangan

  4. Pengadaan Bibit

  9. Pemanenan

  Pengadaan bibit sama dengan kegiatan TPTI, yaitu dapat

  10.Perlindungan dan Pengamanan

  berasal dari bijibenih (biji dan cabutan anakan alam) serta berasal dari bijibenih (biji dan cabutan anakan alam) serta

  5. Penebangan

  Metode penebangan sama dengan TPTI. Beberapa tahapan penebangan yang menggunakan kaidah RIL sebagai brikut:

  a. Perencanaan jalan sarad dan TPn berdasarkan hasil

  inventarisasi keadaan lapangan dengan memperhatikan topografi, jenis tanah, bentang alam dll.

  b. Penandaan trase jalan, arah rebah dan lokasi TPn

  dilapangan.

  c. Pembuatan jaringan jalan berdasarkan trase jalan

  termasuk jalan sarad.

  d. Penebangan jenis niagawi berdiameter 40 cm ke atas

  dengan meminimalkan kerusakan tegakan sekelilingnya, kerusakan batang dan searah dengan jalan sarad.

  e. Setelah melakukan penyaradan, dibuat sodetan

  melintang (cros drain) pada bekas jalan sarad untuk menghambat aliran air sehingga erosi dapat ditekan.

  6. Penyiapan Jalur

  Gambar 22. Posisi jalur bersih dan jalur antara dalam sistem

  a. Penyiapan jalur adalah kegiatan penyiapan lahan tanam

  TPTJ (Sumber: Prijanto Pamoengkas, 2006)

  sampai siap dilakukan penanaman. Pembuatan jalur bersih lebar 3 meter, jarak antar jalur tanam (dari sumbu

  8. Pemeliharaan

  jalur) 25 m yang dikerjakan secara manual. Pada juknis

  a. Pemeliharaan awal

  TPTJ 2009 jarak antar jalur tanam (dari sumbu jalur) 20

  - Penyiangan (weeding) yaitu kegiatan membebaskan

  m.

  tanaman pokok dari pengganggu atau gulma.

  b. Jarak antar ajir dengan jarak 5 m atau 2,5 meter

  Kegiatan ini dilakukan Et+1, Et+2 dan Et+3.

  c. Pembuatan lubang tanam berukuran 30 x 30 x 30 cm

  - Pendangiran yaitu menggemburkan tanah disekitar

  serta diisi dengan top soil dari lantai hutanPembebasan

  tanaman, membentuk piringan selebar tajuk,

  jalur dari naungan pohon. Bila diperlukan dapat

  dikerjakan Et+1

  menggunakan chainsaw.

  - Penyulaman yaitu menanami kembali tempat-tempat

  7. Penanaman

  yang kosong akibat kematian tanaman, dilakukan

  Kegiatan penanaman dimulai dari order dan pengangkutan

  Et+1

  bibit dari persemaian ke lokasi penanaman. Mengecer bibit

  - Pemupukan dan pemulsaan yaitu menambah zat hara

  dalam jalur tanam dan menanam pada lubang tanam.

  pada tanaman untuk memacu pertumbuhannya. - Pembebasan naungan yaitu membebaskan jalur tanam dari naungan pohon, khususnya pohon non pada tanaman untuk memacu pertumbuhannya. - Pembebasan naungan yaitu membebaskan jalur tanam dari naungan pohon, khususnya pohon non

  1. Dampak TPTJ terhadap penutupan lahan

  2 m pada Et+1, berikutnya 4 m pada ET+2 dan 8 m pada Et+3. Pada TPTII 2005 dan TPTJ 2009 lebar

  a. Pada jalur antara

  jalur pembebasan dimulai dari 3 m.

  Sistem TPTJ membawa dampak pada berkurangnya

  b. Pemeliharaan Lanjutan adalah kegiatan perawatan yang

  penutupan lahan pada jalur antara yang disebabkan oleh:

  dilakukan pada tanaman pokok yang lewat umur muda,

  - Dampak pengambilan pohon berdiameter 40 cm ke atas

  yaitu telah saling bersinggungan satu dengan lainnya

  (sebanyak 7-15 pohon per hektar) berupa celah-celah (gaps)

  baik tajuk maupun perakaran (Et+3 ke atas). Bentuk

  yang mengarah pada jalan sarad

  kegiatan meliputi pembesan vertikal dan horisontal,

  - Dampak pembuatan jaringan jalan sarad, jalan cabang dan

  pemangkasan cabang dan penjarangan seleksi.

  jalan utama menimbulkan kerusakan tegakan tinggal dan

  9. Perlindungan Hutan

  tanah

  Meliputi kegiatan pengendalian hama dan penyakit,

  - Dampak penyaradan menimbulkan kerusakan tegakan

  kebakaran dan lain-lain.

  tinggal dan tanah Sistem TPTJ dengan limit diameter 40 cm diperkirakan

  menimbulkan kerusakan (pembukaan canopi) antara 25,44