Sistem Silvikultur di Indonesia Teori da (1)

1. Philippine Selective Logging System.

  Kondisi tanah di hutan tropis umumnya marginal dengan

  Pada prinsipnya sistem silvikultur Philippine Selective

  kesuburan dan pH yang rendah, sehingga sebagian unsur hara,

  Logging System memuat dasar-dasar pengelolaan hutan

  terutama Posfor (P) terikat dan menjadi tidak tersedia bagi

  yang mengikuti pola siklus berganda atau tebang pilih

  tanaman. Serasah dan humus di permukaan tanah merupakan

  (selective logging). Sistem ini menerapkan siklus tebang

  penyuplai utama unsur hara tumbuhan dalam hutan. Kandungan

  (cutting cycle) bervariasi sesuai kondisi hutan yaitu 30, 35

  biomass pada hutan tropis sebagian besar berada dalam

  atau 40 tahun.

  Kegiatan penataan areal kerja dilakukan

  vegetasi, dengan demikian kegiatan pemanenan pohon dalam

  dengan memberi tanda batas blok dan petak kerja agar

  jumlah besar merupakan pengurangan sebagian besar biomassa

  mudah dalam pelaksanaan eksploitasi serta pengontrolan.

  dari ekosistem hutan. Keadaan yang lebih parah terjadi pada

  Pembuatan sampling area untuk menghitung jumlah

  saat terjadi kebakaran atau konversi hutan. Kelangsungan

  tegakan tinggal dengan intensitas sampling 5. Pohon

  pertumbuhan hutan ditopang oleh siklus hara tertutup yang

  yang ditinggalkan 70 dari kelas diameter 20-60 cm.

  terjadi di dalamnya. Sistem silvikultur yang dipakai harus

  Dipilih sekitar 70 jenis pohon Dipterocarpaceae yang ada.

  dapat melindungi dan mempertahankan kondisi ekosistem ini.

  Penebangan dilakukan terhadap semua pohon berdiameter

  75 cm ke atas dan 60 tegakan berdiameter 65-75 cm. Setelah penebangan, dilakukan inventarisasi semua tegakan 75 cm ke atas dan 60 tegakan berdiameter 65-75 cm. Setelah penebangan, dilakukan inventarisasi semua tegakan

  pembinaan tegakan hutan tetap dilakukan setelah

  15 cm ke atas.

  Melakukan kegiatan pembinaan tegakan

  penebangan.

  tinggal (timber stand improvement) pada 6 sampai 10 tahun

5. Malayan Uniform System (MUS)

  setelah penebangan dengan membuang liana dan tumbuhan

  MUS mengacu pada sistem silvikultur siklus tunggal dan

  pengganggu

  tanaman pokok

  untuk mendapatkan

  berusaha membentuk tegakan hutan yang lebih homogen

  pertumbuhan pohon yang tinggi.

  namun mempunyai produktifitas yang tinggi. Sebelum

  2. Sistem silvikultur di North Queensland

  kegiatan penebangan dilakukan telah dipastikan adanya

  Sistem silvikultur yang diterapkan di negara bagian

  persediaan permudaan alam dalam jumlah yang cukup

  Queensland Utara, Australia, secara garis besar mengacu

  (natural regeneration in waiting position), terutama jenis

  pada sistem siklus berganda, karena penebangan hanya

  Dipterocarpaceae. Penebangan dilakukan terhadap semua

  dilakukan terhadap pohon-pohon berdiameter 58 cm ke

  jenis pohon (clear cutting) termasuk pohon-pohon cacat

  atas. Pada 3 atau 4 tahun setelah penebangan, dilakukan

  (gerowong, cacat, bengkok dll). Penggunakan racun

  pembebasan terhadap tanaman pokok (liberation). Siklus

  (poison girdted) dibenarkan dalam rangka membersihkan

  tebang ditetapkan selama 15 sampai 20 tahun.

  areal dari pohon-pohon yang jelek. Siklus tebang ditentukan 70 tahun, karena regenerasi dimulai dari tingkat

3. Celos – System of Surinam

  semai.

  Prinsip dasarnya sistem silvikultur Celos yang diterapkan di hutan tropis Suriname (Amerika Selatan) mengacu pada

  6. Tropical Shelterwood System.

  sistem siklus berganda. Sistem ini pada dasarnya tidak

  Tropical Shelterwood System dikembangkan di Nigeria,

  membatasi limit diameter dan jenis pohon yang ditebang.

  Afrika Barat. Pada sistem ini dikenal pula tahapan kegiatan

  Semua ukuran dan jenis pohon dapat ditebang sesuai

  yang dimulai dari survei dan pembinaan permudaan alam

  kebutuhan dengan batasan kubikasi maksimal 20 m 3 ha

  sebelum kegiatan penebangan dilakukan. Pada tahun

  setiap 20 tahun dengan kondisi pertumbuhan tegakan yang

  pertama, areal kerja ditata setiap 250 ha. Segala jenis liana

  ekonomis sekitar 40 m 3 ha.

  dan tumbuhan pengganggu yang tidak komersial ditebang agar permudaan alam dan jenis yang komersial lainnya

4. Malayan Regeneration Improvement System (MRIS)

  dapat tumbuh lebih baik. Pada tahun kedua tetap

  Sistem silvikultur ini memberikan porsi regenerasi hutan

  melanjutkan pembebasan dan dapat mengunakan racun

  secara lebih banyak. Sebelum kegiatan penebangan, dibuat

  untuk membunuh pohon penggangu. Survei permudaan

  rumpang (gap) untuk memacu keberadaan dan

  alam yang terpilih dilakukan dengan sistem sampling dan

  pertumbuhan permudaan alam secara bertahap. Pembuatan

  jumlah permudaan alam minimum 100 batang per ha. Pada

  rumpang dilakukan dengan penebangan pembersihan

  tahun ke tiga tetap melakukan pembinaan terhadap

  semua vegetasi tingkat semai sampai pada tingkat tiang.

  permudaan alam. Tahun ke empat melakukan survei

  Setelah 4 sampai

  5 tahun baru diadakan kegiatan

  permudaan alam. Pada tahun ke enam dapat dilakukan

  pemanenan hutan. Dengan demikian pada saat penebangan,

  penebangan pohon yang komersial jika permudaan alam

  jaminan regenerasi hutan telah nampak. Kegiatan

  telah memenuhi batas minimum. Pada tahun ke tujuh dilakukan perapihan terhadap permudaan alam. Pada tahun telah memenuhi batas minimum. Pada tahun ke tujuh dilakukan perapihan terhadap permudaan alam. Pada tahun

  dan jalur antara 17 m sehingga membentuk jarak tanam

  tumbuh yang lebih baik pada tegakan muda dan pada tahun

  2,5 m x 20 m.

  ke-21 dilakukan penjarangan ke-2.

  i. Tebang rumpang, berlaku dalam skala penelitian sejak tahun 1990 kemudian diadopsi tahun 2010.

  7. Sistem Silvikultur di Indonesia

  j. Bina pilih. Sistem ini dapat dianggap sebagai

  Beberapa sistem silvikultur yang pernah dan sedang

  pelengkap sistem TPTI yang bertujuan memusatkan

  diterapkan dalam kawasan hutan di Indonesia adalah:

  kegiatan pemeliharaan pada pohon inti yang terpilih

  a. Tebang Pilih Indonesia (TPI) berlaku sejak 1972 sampai

  k. Sistem Agroforestry atau tumpang sari. Sistem ini

  1989 di hutan alam produksi

  sangat dianjurkan untuk dikembangkan pada hutan

  b. Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) berlaku

  rakyat atau pengelolaan hutan yang melibatkan secara

  sejak1989 sampai sekarang di hutan alam produksi

  aktif peran serta masyarakat.

  Sistem ini dapat

  (sebagai pengganti sistem TPI)

  meningkatkan jaringan pengaman unsur hara (Nutrient

  c. Tebang Habis Permudaan Alam (THPA) berlaku sejak

  Safety Network) dan proses biogeokimia sehingga

  1972 sampai sekarang. Sistem ini tidak pernah secara

  mengoptimalkan pemanfaatan ruang tumbuh dan unsur

  resmi diaplikasikan di lapangan.

  hara yang terdapat di tanah.

  d. Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) berlaku sejak

  l. Multi sistem silvikultur. Sistem ini sangat sesuai

  1972 sampai sekarang. Sistem ini (seyogyanya) banyak

  diterapkan pada kawasan hutan yang sudah

  diterapkan pada hutan rawang dan semak belukar

  terfragmentasi dan berbentuk mosaik. Saat ini, sebagian

  menggunakan teknik tebang habis untuk membangun

  besar kawasan hutan terdiri dari bermacam-macam tipe

  hutan tanaman.

  penutupan lahan, mulai dari hutan primer, hutan

  e. Reboisasi dan rehabilitasi lahan. Kegiatan ini banyak

  sekunder, hutan rawang, semak belukar, padang alang-

  dilakukan pada kawasan hutan yang berbentuk padang

  alang dan tanah kosong. Sistem silvikultur yang baik

  alang-alang, tanah kosong dan lahan kritis.

  adalah sesuai dengan kondisi hutannya, oleh karena itu

  f. Sistem Tebang Jalur, terdiri dari Tebang Jalur Tanam

  multi sistem silvikultur merupakan jawaban terhadap

  Indonesia (TJTI) yang berlaku dalam skala uji coba

  perkembangan kondisi hutan saat ini dan dimasa datang.

  tahun 1993 sampai 1994, Tebang Jalur Tanam

  Menurut Indrawan (2008) multisistem silvikultur adalah

  Konservasi (TJTK) berlaku tahun 1994 sampai 1997,

  sistem pengelolaan hutan produksi lestari yang terdiri

  Hutan Tanaman Industri dengan Tebang Tanam Jalur

  dua atau lebih sistem silvikultur yang diterapkan pada

  (HTI-TTJ) berlaku tahun 1997.

  suatu unit manajemen dan merupakan multi usaha

  g. Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) berlaku sejak tahun

  dengan tujuan mempertahankan dan meningkatkan

  1998 sampai 2002 dan dilanjutkan tahun 2009 sampai

  produksi kayu dan hasil hutan lainnya serta dapat

  sekarang. Lebar jalur tanam 3 m dan jalur antara 22 m

  mempertahankan kepastian kawasan hutan produksi.

  sehingga membentuk jarak tanam 5 m x 25 m.

  Menurut Suhendang (2008), skema penerapan sistem

  h. Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif berlaku sejak

  silvikultur ada dua macam yaitu sistem silvikultur

  tahun 2005 sampai sekarang. Lebar jalur tanam 3 m

  tunggal (single silvicultural system) dan sistem silvikultur jamak (multiple silvicultural system).

  III. PERTUMBUHAN DAN HASIL

  Rekayasa tapak dilakuan untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih baik pada tanaman sehingga pertumbuhannya dapat optimal dan diperoleh hasil akhir yang lebih tinggi dengan

  Pertumbuhan dan hasil (growth and yield) merupakan tujuan

  pengorbanan lingkungan yang minimal. Rekayasa tapak

  akhir dari sistem silvikultur. Hutan produksi dikelola untuk

  diwujudkan melalui kegiatan teknis yang sejalan dengan

  mendapatkan hasil hutan secara lestari melalui rekayasa

  prinsip-prinsip silvikultur dan tujuan pengelolaan hutan.

  sebagian atau seluruh ekosistem hutan. Rekayasa sebagian ekosistem hutan dengan mempertimbangkan kemampuan pemulihan kembali (recovery) dilakukan pada pengelolaan hutan alam melalui sistem tebang pilih, sedangkan rekayasa seluruh ekosistem dengan tetap mempertimbangkan daya dukung tapak hutan dilakukan pada semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong melalui sistem tebang habis.

  Gambar 4. Areal bekas tebangan (loged over forest) sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) di Kapuas, Kalimantan Tengah

A. Pertumbuhan Pohon

  Gambar 3.

  Tegakan Eucalyptus pellita di Tanah Laut

  Penetapan sistem silvikultur hendaknya sejalan dengan

  Kalimantan Selatan, dibangun menggunakan

  mekanisme pertumbuhan, perkembangan dan rencana

  sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan

  pencapaian hasil hutan yang diinginkan. Penyusunan sistem

  Buatan (THPB).

  silvikultur harus mengakomodir segala aspek teknis yang diperlukan dalam rangka terbentuknya proses pertumbuhan pohon yang optimal untuk tujuan budidaya dengan silvikultur harus mengakomodir segala aspek teknis yang diperlukan dalam rangka terbentuknya proses pertumbuhan pohon yang optimal untuk tujuan budidaya dengan

  pertumbuhan dan hasil hingga 2-4 kali (Danida Dephut

  rasional. Oleh karena itu diperlukan keahlian memilah faktor-

  2001). Karakteristik genetik dalam suatu spesies berhubungan

  faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon, untuk

  erat dengan perilaku sel, arsitektur pohon dan akar, hormon, zat

  keperluan rekayasa dan pengelolaan tegakan.

  pengatur tumbuh dan tingkat pembentukan serat (Kozlowski

  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

  Pallardy 1994; Landsberg 1986). Upaya untuk meningkatkan

  pohon adalah genetik (Finkeldey 1989; Hani’in 1999; Kumar

  kualitas genetik benih dan bibit tanaman, khususnya pada

  Matthias 2004), lingkungan atau tempat tumbuh atau tapak

  pengelolaan hutan alam, masih mengandalkan pada tegakan

  (site) (Fisher Binkley 2000; Kozlowski Pallardy 1997;

  benih dan kebun benih.

  Soekotjo 1995) dan teknik silvikultur (Coates Philip 1997; Halle et al. 1978; Pasaribu 2008; Santoso et al. 2008). Bagan

  Sistem silvikultur

  Iklim A

  alir faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pohon

  Silvikultur

  Teknik silvikultur

  Presipitasi Iklim B

  Pengendalian

  Iklim C

  terlihat pada Gambar 5.

  Sistem silvikultur mengandung beberapa teknik silvikultur Fotosintesis

  hama terpadu

  Cahaya

  serta serangkaian tahapan teknis yang harus diberikan pada Suhu udara

  Iklim

  Metabolisme

  tanaman atau tegakan. Para praktisi dapat mengembangkan dan Kelembaban

  Angin Udara

  merekayasa teknik silvikultur dalam ruang lingkungan sistem

  Arsitek pohon

  yang masih diperkenankan. Dengan demikian masih terbuka Letak

  geografi

  peluang inovasi dan kreatifitas para praktisi dan rimbawan

  Lingkungan

  Cahaya Suhu

  untuk menemukan teknis yang lebih baik dan sesuai dengan

  Pertumbuhan

  Arah lereng

  lokasi kerjanya. Pencucian Ketinggian

  dan Hasil

  Pengendalian hama dan penyakit tanaman merupakan Erosi

  Tanah

  bagian yang tidak dapat dipisahkan dari teknik silvikultur. Unsur hara Belakangan berkembangan teknik pengendalian hama terpadu Arsitek akar (integrated pest management) yang menekankan pada teknik Kerapatan

  Kelerengan

  pengendalian hama yang ramah lingkungan menggunakan Tekstur tanah

  Sifat fisik

  Struktur tanah

  predator, parasit hama dan meningkatkan kualitas (kesehatan)

  Anakan alam

  KTK

  pohon (biocontrol). Sifat kimia

  Keasaman tanah

  Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan Mineral tanah

  Genetik

  Tegakan benih

  Biologi tanah Iklim mikro

  pohon adalah iklim dan tanah. Faktor iklim banyak ditentukan

  Kebun benih

  Mikroorganisme

  oleh curah hujan, intensitas cahaya, suhu, kelembaban,

  Mikoriza

  kecepatan angin dan letak geografis. Sedangkan faktor tanah Rhizobium

  a bit of blood

  Tree superior

  Biomassa

  banyak dipengaruhi oleh sifat kimia, fisika dan biologi tanah

  Serapan hara

  serta ketinggian, kelerengan dan arah lereng. Faktor bawaan

  Pemuliaan pohon

  Air tanah Katalisator

  atau genetik pohon memegang peranan cukup penting dalam mengontrol pertumbuhan pohon. Penggunaan bibit unggul

  Gambar 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

  hasil pemuliaan tanaman diperkirakan dapat meningkatkan

  pohon pohon

  dihasilkan. Jenis unggul hasil pemuliaan pohon mempunyai

  P.10Menhut-II2007 tanggal 13 Maret 2007, tegakan benih

  riap yang lebih besar (inherent growth rate). Pada kelas

  teridentifikasi adalah sumber benih dengan kualitas rata-rata

  diameter yang berbeda, meskipun pada pohon yang sama, dapat

  yang digunakan untuk menghasilkan benih dan lokasinya dapat

  mempunyai riap yang berbeda (reit of growth). Pada lokasi

  diidentifikasikan dengan tepat. Sedangkan tegakan benih

  yang berbeda, meskipun jenisnya sama, dapat mempunyai riap

  terseleksi adalah sumber benih dengan pohon fenotipa bagus

  yang berbeda pula. Sebagai contoh, penelitian pertumbuhan

  yang mempunyai sifat penting antara lain batang lurus, tidak

  meranti di hutan Semengoh (Serawak) menunjukkan bahwa

  cacat dan percabangan ringan.

  Shorea stenoptera mempunyai riap 79 lebih besar dibanding

  Tegakan benih (seed stand) adalah areal tegakan yang

  Shorea pinanga pada kondisi lingkungan yang sama. Dan

  dipilih untuk menghasilkan benih dan bibit berkualitas tinggi

  penanaman Shorea macrophylla di Kalbar menunjukkan riap

  melalui pohon-pohon induk yang terdapat di dalamnya.

  yang lebih besar dibandingkan penanaman di Kalsel.

  Penunjukkan tegakan benih juga didasarkan pada kemampuan

  Dengan demikian, menurut Soekotjo (1995) informasi

  berbuah pohon induk untuk dapat menyuplai benih dan bibit

  tentang pertumbuhan pohon harus dilengkapi dengan data

  bagi keperluan persemaian dan penanaman. Tegakan benih

  inherent growth dan reit of growth dan informasi data riap

  dalam IUPHHK dikenal dengan nama Areal Sumber Daya

  bersifat spesifik untuk setiap tempat tumbuh sehingga tidak

  Genetik (ASDG), diwajibkan dibuat seluas 100 ha dalam setiap

  dapat digunakan untuk memprediksi riap tanaman sejenis pada

  5 blok kerja tahunan (dulu bernama blok RKL) sehingga secara

  tempat yang berbeda.

  keseluruhan, setiap IUPHHK wajib mempunyai 700 ha ASDG

  Pertumbuhan atau riap (increment) adalah pertambahan

  (PT GM 2008a).

  tumbuh tanaman, baik pertumbuhan diameter, tinggi, volume,

  Tegakan benih yang telah dikelola dengan baik serta

  jumlah daun, berat bersih dan lain-lain dalam satuan waktu

  mempunyai sekat isolasi yang memisahkan dengan tegakan lain

  tertentu. Menurut Bettinger et al. (2009) dan Nyland (1996)

  dapat menjadi kebun benih. Dengan program pemuliaan pohon

  pertumbuhan pohon dapat digambarkan sebagai riap tahunan

  seperti ini diharapkan kualitas tegakan hutan akan semakin

  berjalan (curren annual increment=CAI) dan riap tahunan rata-

  meningkat melalui kegiatan penanaman dan pengayaan

  rata (mean annual increment=MAI). CAI menunjukkan

  menggunakan bibit unggul yang dilakukan setiap tahun.

  pertumbuhan tanaman setiap tahun, sedangkan MAI

  Pemilihan pohon induk dalam tegakan benih menggunakan

  menunjukkan pertumbuhan rata-rata dalam waktu tertentu,

  kriteria antara lain sebagai pohon peninggi, mempunyai

  yang dihitung berdasarkan data terakhir dibagi dengan umur.

  diameter paling besar diantara yang lain, bebas cabang yang

  Akumulasi pertumbuhan, CAI dan MAI digambarkan dalam

  tinggi, bentuk batang lurus dan silindris, bentuk tajuk silindris

  bentuk grafik untuk menentukan daur tanaman. Daur tanaman

  dan seimbang, riap tinggi dan bebas dari hama dan penyakit

  sebaiknya ditentukan pada saat kurva MAI bertemu dengan

  (Hani’in 1999; Soekotjo 2009).

  CAI, setidaknya pada tahap ke-2. Pada tahap ke-3 tanaman

  Menurut Soekotjo (1995) variabel yang mempengaruhi

  sudah tidak memberi pertambahan pertumbuhan. Kurva

  pertumbuhan tanaman adalah jenis, sumber benih, jenis yang

  pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 6.

  dimuliakan, manipulasi atribut lingkungan, teknik silvikultur

  Menurut Ditjen BPK (2005) MAI diameter tanaman

  yang dipakai serta kelas diameter. Pemilihan jenis yang tepat

  meranti (Shorea leprosula, S.johorensis, S.platyclados,

  S.macrophylla, S.parfivolia, S.selanica dan S.smithiana) pada

  dan sebaliknya Shorea stenoptera di Kalsel tumbuh lebih baik

  jalur bersih sistem TPTII sebesar 1,67 cm th atau 13,33 m 3

  dibanding di Kalbar.

  hath. Sementara itu, data lain menunjukkan bahwa MAI

  Data pertumbuhan tanaman meranti sangat bervariasi.

  diameter Shorea platyclados di Sumatera Utara sebesar 1,32 cm

  Penelitian yang lebih mendalam terhadap faktor-faktor yang

  th (Ditjen Hut 1980) dan Shorea leprosula, S. ovalis serta S.

  mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman perlu dilakukan

  parvifolia sebesar 10 m 3 hath (Hutan Industri 1958 dalam

  agar data riap tegakan dan prediksi hasil yang diperoleh lebih

  Manan 1995).

  akurat, spesifik dan komprehensip dalam setiap kondisi tempat tumbuh dan teknik silvikultur. Dengan demikian riap tanaman meranti dalam jalur bersih sistem TPTII dipengaruhi oleh jenis

  Akumulasi pertumbuhan

  pohon, genetik, sistem dan teknik silvikultur, rekayasa lingkungan dan pengendalian hama terpadu.

  Tingkat penerapan teknik silvikultur dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh atau lingkungan di sekitarnya. Salah

CAI

  satu faktor yang membentuk kondisi tempat tumbuh adalah

  Pertumbuhan

  kelerengan (slope) karena berkaitan erat dengan pencucian hara

  MAI

  (leaching) dan erosi yang disebabkan aliran permukaan sehingga dapat mengurangi ketersediaan unsur hara bagi tanaman (Fisher Dan-Binkley 2000; Siswomartono 1989; Soemarwoto 1991). Makin tinggi tingkat kelerengan makin

  Tahap ke-1

  Tahap ke-2 Tahap ke-3

  rendah kapasitas infiltrasi tanah karena makin tinggi aliran

  Waktu

  permukaan sehingga dapat mempengaruhi ketersediaan air tanah (Lee 1990). Kerapatan, arsitek akar dan ketahanan fisik

  Gambar 6. Kurva pertumbuhan pohon (CAI dan MAI)

  tanaman juga dapat dipengaruhi oleh kelerengan. Diperkirakan faktor kelerengan dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan

  Soekotjo (1995) yang mengutip riap beberapa tanaman

  tanaman dan turut menentukan hasil yang akan diperoleh pada

  Shorea spp di komplek hutan Semengoh (Serawak) menyatakan

  akhir rotasi.

  bahwa Shorea pinanga umur 38 tahun yang ditanam dengan jarak 4,5 m x 4,5 m mempunyai diameter 31,35 cm dengan kisaran riap diameter 0,49 - 1,24 cm th. Shorea splendica

  B. Perhitungan Hasil

  umur 35 tahun yang ditanam dengan jarak 3,6 m x 3,6 m mempunyai diameter 31,62 cm dengan kisaran riap diameter

  Hasil hutan berupa kayu bulat baru dapat di hitung dengan

  0,53 - 1,39 cm th. Shorea stenoptera umur 34 tahun yang

  mudah dan tepat setelah pemanenan. Namun permasalahan

  ditanam dengan jarak 3,5 m x 3,6 m mempunyai kisaran riap

  akan muncul ketika menentukan potensi kayu yang masih

  diameter 0,53 - 1,39 cm th. Meskipun tidak menyebutkan data

  berdiri (standing stock) terlebih lagi memprediksi potensi kayu

  kuantitatif, Soekotjo (1995) menyebutkan bahwa pertumbuhan

  pada beberapa tahun yang akan datang. Kemampuan membuat

  Shorea macrophylla di Kalbar lebih tinggi dibanding di Kalsel

  perhitungan dalam rangka memprediksi potensi hutan pada perhitungan dalam rangka memprediksi potensi hutan pada

  pembangunan hutan tanaman, areal tidak efektif adalah

  untuk memberi kepastian sistem dan menumbuhkan iklim

  sejumlah areal di dalam wilayah pengusahaan hutan yang tidak

  usaha yang mantap.

  dapat dipergunakan sebagai areal penanaman, seperti sarana

  Salah satu sifat pengusahaan hutan adalah berjangka waktu

  dan prasarana (perkantoran, camp, jalan angkutan), daerah

  panjang, oleh karena itu maka sistem silvikultur selayaknya

  tergenang permanen atau periodik, daerah konflik atau enclave,

  disusun secara holistik termasuk mengedepankan aspek

  daerah berbukit atau jurang sangat terjal, daerah kerangas dan

  perencanaan dan perhitungan pertumbuhan dan hasil hutan

  lain-lain, sedangkan daerah perlindungan adalah bagian areal

  yang baik. Dalam kegiatan perencanaan harus dibuat penataan

  kerja yang diperuntukan untuk penelitian, areal konservasi dan

  areal yang meliputi seluruh areal kerja, inventarisasi kondisi

  perlindungan alam, sempadan sungai, sempadan danau atau

  tempat tumbuh, persiapan sarana dan prasarana termasuk

  waduk, buffer zone hutan lindung atau hutan konservasi,

  jaringan jalan dan lain-lain.

  kelerengan sangat curam, sumber benih dan lain-lain.

  Pada sistem TPI dan TPTI ditetapkan siklus tebang selama

  Blok kerja tahunan serta perkiraan produksi kayu bulat

  35 tahun dan pada sistem TPTJ dan TPTII beberapa sumber

  setiap tahun dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini:

  menyebutkan selama 25, 30 sampai 35 tahun. Bahkan dengan

  Luas blok kerja tahunan (Bt) (hath):

  asumsi riap diameter 1 cmth pada jenis-jenis kayu keras (slow growing species), maka pada kelas perusahaan pertukangan

  Lt – (Ate + Ap)

  konvensional, anakan baru siap panen pada umur umur 50 _______________________ Bt = tahun. Belakangan muncul kelas perusahaan pulp, papan

  Dt

  partikel atau kelas perusahaan pertukangan yang telah mengadopsi teknologi pengolahan kayu modern yang dapat 3 Perkiraan produksi kayu bulat (P) (m th):

  mengolah kayu berdiameter kecil dari jenis cepat tumbuh (fast

  P

  = Bt x Vha x FE

  growing species) sehingga tanaman hanya memerlukan daur selama 5 sampai 10 tahun.

  dimana

  Berdasarkan data pendahuluan yang ada, perusahaan harus

  Lt

  = luas areal kerja keseluruhan (ha)

  melakukan kegiatan penataan yang meliputi seluruh areal kerja.

  Ate

  = luas areal tidak efektif (ha)

  Kegiatan ini bertujuan untuk membuat dan atau menata ulang = luas areal perlindungan (ha)

  Ap

  Dt

  = daur tanaman (th)

  batas areal kerja serta menentukan jumlah dan luas masing-

  V = volume standing stock

  masing blok kerja tahunan dan petak kerja. Blok kerja tahunan

  FE = faktor eksploitasi.

  adalah sejumlah areal yang diperuntukkan untuk kegiatan pembangunan hutan tanaman dalam jangka waktu satu tahun.

  Beasaran faktor eksploitasi bermacam-macam. Menurut

  Dalam blok kerja tahunan dibagi menjadi petak-petak kerja.

  Soekotjo (2009) faktor eksploitasi tanaman dalam jalur tanam

  Berdasarkan hasil penataan inilah maka akan diketahui

  sisten silin sebesar 0,7. Pada hutan alam produksi, perhitungan

  perkiraan jumlah produksi kayu bulat setiap tahunnya.

  untuk memprediksi hasil akhir harus dikalikan 0,64 (0,8 x 0,8)

  Areal kerja pengusahaan hutan dibagi menjadi tiga, yaitu

  atau 0,56 (0,8 x 0,7). Menurut Wahyudi (2011) besaran faktor

  areal efektif, areal tidak efektif dan areal perlindungan. Areal

  eksploitasi dan faktor pengaman pada hutan produksi terbatas

  efektif adalah areal kerja yang memenuhi syarat sebagai tempat

  sebesar 0,5655.

  Pada Gambar 7 terlihat contoh penataan areal kerja

  Contoh 1:

  menggunakan daur tanaman 7 tahun, sehingga seluruh areal

  IUPHHK-HT PT Pupl Hutan Lestari mendapatkan areal

  kerja ditata menjadi 7 blok tanaman tahunan (I sd VII). Batas

  konsesi seluas 50.000 ha untuk membangun hutan tanaman

  blok menggunakan bentang alam, seperti sungai atau puncak

  Acacia mangium. Daur tanaman ditetapkan selama 7 tahun.

  tebing atau batas yang permanen lainnya, seperti jalan

  Sebagai langkah awal, perusahaan itu berencana membangun

  angkutan. Apabila tidak terdapat batas alam dapat dibuat batas

  komplek perkantoran, perumahan, bengkel, persemaian,

  buatan menggunakan patok setinggi 1,5 m yang dipasang setiap

  jaringan jalan, lapangan olah raga dan lain-lain seluas 200 ha.

  50 m. Pada blok kerja tahunan V terlihat contoh pembuatan

  Setelah dilakukan penataan areal, terdapat areal yang tergenang

  petak kerja berbentuk papan catur menggunakan batas buatan.

  seluas 5.000 ha, daerah konflik yang telah di enclave seluas 500

  Pembuatan batas buatan diusahakan tertib dan menggunakan

  ha, sempadan sungai 50 ha, petak ukur permanen 350 ha,

  koordinat bulat dengan arah Utara-Selatan dan Timur-Barat.

  sumber benih 100 ha dan konservasi hutan 3000 ha.

  1. Berapa luas blok penanaman tahunan perusahan?

  2. Apabila potensi standing stock rata-rata 450 m 3

  ha, berapa perkiraan produksi tahunan perusahaan?

  3. Berapa produktifitas hutan tanamam Acacia mangium di

  perusahaan tersebut? Jawab:

  1. Luas blok penanaman tahunan (Bt):

  50.000 ha – (5.700 ha + 3.500 ha) Bt = __________________________________________ = 5.828,6 hath

  7 tahun

  2. Produksi tahunan

  = 5.828,6 hath x 450 m 3 ha x 0,7 = 1.836.000 m 3 th

  3. Produktifitas hutan tanaman (P): 1.836.000 m 3 th

  P = ____________________________ = 5,25 m 3 hath

  50.000 ha x 7 tahun

C. Pemodelan Dinamika Hutan

  Pengusahaan hutan menggunakan alat produksi sebagai hasil produksi itu sendiri setelah melalui serangkaian proses

  Gambar 7. Contoh penataan areal kerja menggunakan daur

  pertumbuhan pohon dan interaksi dalam lingkungannya dalam

  tanaman 7 tahun

  jangka waktu yang lama. Dimensi tegakan bersifat dinamis dari tahun ke tahun dengan komponen produk yang bervariasi jangka waktu yang lama. Dimensi tegakan bersifat dinamis dari tahun ke tahun dengan komponen produk yang bervariasi

  hutan hanya dapat digambarkan melalui beberapa variasi dan

  pengukuran tidak langsung sering menimbulkan bias

  level tegakan yang terbatas serta hanya menggunakan unsur

  disebabkab areal yang sangat luas sehingga sering

  pendekatan.

  menggunakan sampling, jumlah pohon yang banyak, kesulitan

  Model pertumbuhan dan hasil dapat diprediksi melalui luas

  dalam mengukur tinggi pohon, bentuk batang tidak persis sama

  bidang dasar atau diameter pohon. Hutan tropika yang

  dan faktor kesalahan dalam pengukuran.

  merupakan ekosistem sangat komplek menawarkan tantangan

  Untuk keperluan perhitungan hutan, selain menggunakan

  tersendiri bagi para pembuat model. Dalam satu hektar hutan

  persamaan matematis biasa, beberapa sumber menggunakan

  dapat mengandung ratusan atau ribuan spesies dan ratusan jenis

  pemodelan dengan memanfaatkan beberapa variabel yang

  komersial. Pada hutan alam yang rapat, terdapat variasi yang

  terukur. Perhitungan ini dapat membantu dalam memprediksi

  besar pada jenis dan ukuran batang pohon dan nampak bahwa

  pertumbuhan dan hasil (growth and yield) tegakan yang sesuai

  umur kurang berkorelasi dengan ukuran batangnya. Nilai suatu

  dengan karakteristik jenis serta kondisi tapak setempat,

  model terletak pada kemudahan untuk digunakan, mudah

  sehingga perkiraan produksi pada saat pemanenan dapat dibuat

  disimpan dan digunakan kembali (Vanclay 1995).

  sedini mungkin serta dapat mengantisipasi segala kemungkinan

  Model juga dapat digunakan untuk menggambarkan

  yang bakal terjadi selama proses sedang berjalan. Kegiatan ini

  dinamika hutan, perlakuan silvikultur, menentukan teknik

  dapat meningkatkan kepastian usaha di bidang kehutanan

  pengelolaan, mengetahui kondisi tegakan dan memprediksi

  sehingga para investor lebih tertarik menggeluti usaha di

  tebangan pada akhir daur atau siklus berikutnya. Model

  bidang kehutanan.

  tegakan hutan dapat digambarkan melalui stok pohon (jumlah

  Model adalah suatu bentuk virtual yang dibuat untuk

  pohon), luas bidang dasar atau volume tegakan per ha untuk

  menirukan suatu proses yang terjadi pada dunia nyata

  memprediksi pertumbuhan dan hasil tegakan. Model suksesi

  (Muhammadi et al. 2001, Purnomo 2005). Kenyataan yang

  untuk memprediksi

  pertumbuhan

  pernah dilakukan

  terjadi pada dunia nyata (real world) biasanya sangat komplek

  menggunakan input cahaya, suhu, kesuburan tanah, fotosintesis

  namun masih dapat dipelajari dan disederhanakan, terutama

  dan alokasi fotosintesis untuk akar, batang dan daun

  yang berkaitan dengan hubungan sebab akibat (causal loop).

  (Landsberg 1986; Sievanen Burk 1988; McMurtrie et al.

  Pemindahan kondisi dunia nyata ke dalam bentuk dunia maya

  1990). Bossel and Krieger (1991) mencari pendekatan untuk

  yang dilengkapi dengan sistem dan simulasinya dapat

  membangun model lapisan kanopi tajuk di hutan Malaysia,

  membantu kita dalam memahami suatu ekosistem secara lebih

  namun menemukan hambatan dalam pemodelan hutan tropis

  mudah. Model adalah gambaran kondisi alam yang

  yang komprehensif karena keterbatasan data pendukung yang

  menunjukkan proporsi dan susunan komponen penyusun serta

  menyangkut aspek fisiologi, ekologi, tapak dan kondisi tegakan

  ekspresi nyata dari suatu teori (Ford 1977). Model sering

  hutan.

  menggunakan persamaan matematika, angka, logika yang tepat

  Table pertumbuhan dan hasil hutan tidak seumur

  dan kode-kode komputer. Hutan tropika mengandung banyak

  dipublikasikan pertama kali di Jerman pada tahun 1787

  species, variasi umur, riap dan ukuran vegetasi, sehingga

  (Vanclay 2001). Saat ini, tabel hasil meliputi tabel tinggi,

  diameter, kerapatan, luas bidang dasar, riap rata-rata tahunan

  menggambarkannya. Suatu model hampir mustahil mampu

  dan tabel volume. Pemodelan meliputi seni dan ilmu untuk

  menggambarkan kondisi hutan secara keseluruhan. Dinamika

  menggambarkan kondisi alam yang sebenarnya. Banyak model menggambarkan kondisi alam yang sebenarnya. Banyak model

  ditentukan berdasarkan jumlah kelompok yang diinginkan,

  mendasarkan pada teori-teori biologi yang berkembang dan

  sebagai berikut:

  semuanya dikumpulkan untuk menyusun model hutan alam

  I r = (r b –r k )5

  yang komplek. Tidak ada pendekatan tunggal yang optimal

  dimanaI r : interval berdasarkan riap

  dalam pemodelan hutan tropika. Semua metode yang akan

  r b : riap terbesar

  digunakan harus diperhitungkan kelebihan dan kekurangannya.

  r k : riap terkecil

  Model persamaan polinomial menggunakan kelompok tanaman

  1. Model pertumbuhan tanaman

  dapat dirumuskan sebagai berikut:

  Sistem silvikultur yang menerapkan tebang habis dengan

  y 2

  i =c i1 +c i2 x+c i3 x dimanay

  permudaan buatan membentuk pola tegakan seumur (even-aged

  forest). Model pertumbuhan tanaman pada pola ini dapat

  i

  : diameter akhir rata-rata kelompok ke-i

  x

  : waktu (tahun)

  digambarkan dengan grafik sigmoid growth melalui persamaan

  c i1 ,c

  i2 ,c i3 : konstanta.

  eksponensial seperti diungkapkan oleh Brown (1997), Grant et

  al. (1997), Radonsa et al. (2003), yaitu:

  y= c c2X 1 .e dimana

  x

  : diameter awal

  y

  : diameter akhir

  c 1 ,c 2 : konstanta

  Brown (1997) dan Burkhart (2003) menggunakan persamaan polinomial rata-rata dalam menggambarkan pertumbuhan tanaman, yaitu:

  y=c 2

  1 +c 2 x+c 3 x

  dimana: y

  : diameter akhir rata-rata

  x

  : waktu dalam tahun

  c 1 ,c 2 ,c 3 : konstanta.

  Wahyudi (2010) menuliskan model dinamika pertumbuhan tanaman meranti di Kapuas, Kalimantan Tengah, menggunakan persamaan polinomial rata-rata, yaitu:

  Gambar 8. Model pertumbuhan diameter tanaman meranti

  2 y = 0,0297x 2 + 0,8208x+0,3728; dengan R = 86,89

  menggunakan model persamaan polinomial

  seperti terlihat pada Gambar 12.

  Dalam rangka mendapatkan informasi pertumbuhan yang

  Penyebaran diameter pada hutan tanaman (even-aged forest)

  lebih detail, Wahyudi (2011) memisahkan data pertumbuhan

  selalu tidak merata sehingga ditemukan pola grafik berbentuk

  tanaman dalam 5 kelompok tanaman berdasarkan kecepatan

  lonceng dalam menggambarkan penyebaran diameter ini

  pertumbuhannya, yaitu kelompok pertumbuhan sangat lambat,

  (Hauhs et al. 2003, Wahyudi, 2010). Hal ini menandakan

  lambat, sedang, cepat dan sangat cepat. Interval riap lambat, sedang, cepat dan sangat cepat. Interval riap

  Gadow dan Hui (1999) memperkenalkan tiga model

  jumlah tertinggi dalam tegakan dan sebaliknya kelompok

  pertumbuhan untuk menentukan tinggi tegakan, yaitu model

  pertumbuhan terkecil dan terbesar mempunyai jumlah terendah.

  Bertalanffy, model Biging and Wensel (1985) dan model

  Pada penelitian tanaman Shorea leprosula dalam jalur tanam

  Schumacher, sebagai berikut :

  -bx sistem TPTII, Wahyudi (2010) menemukan distribusi diameter c a. Model Bertalanffy…………………. H = a(1-e )

  tanaman membentuk garfik seperti lonceng. Grafik tersebut semakin bergeser ke arah kanan sejalan dengan bertambahnya

  b. Model Biging and Wensel (1985)…. H= a.S b .(1-e -ct ) d

  umur, yang menandakan semakin banyak pohon yang berada pada kelompok diameter yang lebih besar, namun semuanya

  c. Model Schumacher………………… H= a.e -b1t

  masih mempunyai pola yang sama yaitu berbentuk lonceng. Selanjutnya, Wahyudi (2011) menemukan jumlah kelompok

  dimana H: tinggi (m), S: kelas tapak (baik:1, buruk:0),

  tanaman yang terdapat dalam setiap kelompok pertumbuhan

  e: eksponensial dan t: waktu.

  sangat lambat, lambat, sedang, cepat dan sangat cepat masing-

  Gadow dan Hui (1999) mengembangkan persamaan untuk

  masing sebesar 17,36; 25,62; 27,27; 25,62 dan 4,13.

  mengetahui luas bidang dasar tegakan Cunninghamia

  Untuk mempermudah pemodelan serta mendapatkan

  lanceolata di China, yaitu:

  pemahaman yang lebih lengkap tentang pertumbuhan tanaman serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dibuat analisis

  umpan balik. Pemodelan dapat menggunakan berbagai 4,292 G

  1-0,142H

  perangkat lunak seperti stella, powersim, symfor dan lain-lain.

  Dimana: G 2

  1 : luas bidang dasar pada t1 (m ha)

  G 2

  2 : luas bidang dasar pada t2 (m ha) N 1 : kerapatan pada t1 (phnha) N 2 : kerapatan pada t2 (phnha)

  H 1 : tinggi tegakan dominan pada t1

  H 2 : tinggi tegakan dominan pada t2 Untuk tegakan seumur digunakan persamaan berdasarkan

  pertumbuhan luas bidang dasar, dengan asumsi riap luas bidang dasar per ha adalah fungsi dari umur tegakan (t) dan luas bidang dasar awal. Contoh kasus diambil dari tanaman Pinus pinaster di Spanyol yang melahirkan persamaan:

  ∆G = 27,78.G 0,3367 .t -1,3407 . dimana:

  G: luas bidang dasar (m 2 ha)

  Gambar 9. Dinamika struktur tanaman meranti membentuk

  t : umur tegakan

  grafik lonceng

  Pienaar et al. (1990) membuat model untuk tanaman Pinus

  Kerapatan tegakan dapat dipergunakan sebagai input dalam

  elliothi di Georgia melalui persamaan:

  memprediksi pertumbuhan dan hasil tegakan sebagai reaksi dari perlakuan silvikultur.

  lnG = α 0 +α 1 (1t) + α 2 .ln(H)+ α 3 (N), dimana

  Rodriguez and Soalleiro (1995) menemukan konstanta yang

  ∆G 2 : Pertumbuhan luas bidang dasar tahunan (m hath)

  menghubungkan volume dengan luas bidang dasar, yaitu

  G 2 : Luas bidang dasar (m ha)

  V= 0,4215 G.H

  N 3 : Jumlah pohon per ha (Nha) dimana: V : volume (m ha)

  H 2 : Tinggi tegakan dominan (m) G : luas bidang dasar (m ha)

  t

  : Umur tegakan

  H : tinggi (m).

  Jansen et al. (1996) memasukkan unsur waktu dalam

  Dari persamaan di atas, Forss et al. (1996) mengaplikasikan

  persamaan di atas sehingga persamaan tersebut menjadi:

  1,073-0,00133t persamaan di Pienaar et al. (1990) dan mendapatkan konstanta -1,144+0,00432t V = G.H e .

  untuk tegakan Acacia mangium di Kalsel (Indonesia), yaitu:

  Pada tegakan Cunninghamia lanceolata di China berlaku

  α0= -4,147; α1= -2,074; α2= 0,9958 dan α3= 0,6239. Gadow

  persamaan:

  and Hui (1999) mengembangkan persamaan Pienaar et al. 0,8965 V= 0,000058777 d h (1990) untuk meningkatkan akurasi hasil pengukuran melalui

  persamaan:

2. Model pertumbuhan tegakan tinggal

  ln(G ln(G 2 ) = ln(G 2 ) = ln(G 1 ) +α 1 ) +α 1 (1t 1 (1t 2 - 1t 2 - 1t 1 )+α 1 )+α 2 [ln(H 2 [ln(H 2 ) - ln(H 2 ) - ln(H 1 )]+ α 3 [ln(N 1 )]+ 2 )-ln(N 1 )]

  Sistem silvikultur yang menerapkan tebang pilih

  α 3 [ln(N 2 )-ln(N 1 )]

  membentuk pola tegakan tinggal semua umur (all-aged forest).

  Munculnya pohon tertekan yang berdampak pada kematian

  Pertumbuhan tegakan dipengaruhi oleh jenis pohon, genetik,

  (mortality) merupakan fungsi dari kerapatan tegakan yang

  perlakuan silvikultur, faktor lingkungan, baik biotik maupun

  dirumuskan oleh Reineke (1933) dalam Gadow dan Hui

  abiotik, serta interaksi diantara komponen-komponen tersebut

  melalui persamaan:

  (Suhendang 1998). Dimensi tegakan yang sering dijadikan

  N α1

  max =α 0 D g .

  parameter adalah diameter, tinggi, luas bidang dasar, diameter tajuk, kerapatan, kelas tapak dan lain-lain. Menurut Bella

  Selanjutnya Gadow dan Hui (1999) menemukan persamaan

  (1971) data berupa luas bidang dasar memberi nilai R 2 yang

  untuk Pinus radiata di Afrika Selatan sebagai berikut:

  lebih baik dibanding data diameter, namun menurut West

  N -1,91

  max = 729416 D g

  (1980) dan Shifley (1987) tidak ada bedanya menggunakan

  dimana: N max : jumlah pohon hidup maksimum per ha

  data luas bidang dasar atau diameter. Pembuatan model

  D g : kwadratik diameter rata-rata

  berdasarkan riap tinggi pohon tidak efektif dilakukan di hutan

  α 0 ,α 1 : konstanta

  tropis karena pengukurannya sulit dan hasilnya tidak akurat. Sebagai gantinya dapat ditempuh menggunakan tabel volume

  Kerapatan pohon (N) dan luas bidang dasar (B) adalah

  lokal.

  parameter dasar dari stok yang saling berhubungan serta dapat

  Kurva sebaran pohon dibuat untuk mengetahui kenormalan

  dipergunakan untuk memprediksi karakteristik tegakan.

  sebaran tegakan hutan semua umur (Appanah Weinland

  1993; Davis Johnson 1987; Meyer et al. 1961; Nyland 1996;

  (Oliver Larson 1990) sehingga memerlukan minimal dua kali

  Suhendang 1998) dengan persamaan:

  pengukuran untuk mendapatkan dinamikanya (Davis

  N=No e -kD , dimana

  Johnson 1987; Buongiorno Gilles 1987). Data yang

  N

  : kerapatan (phnha)

  terkumpul dapat diolah menurut persamaan biometrika hutan

  No,k

  : konstanta

  untuk menjalankan suatu model. Komponen utama dalam

  E : eksponensial

  pemodelan hutan adalah laju pertumbuhan, sebaran diameter,

  D : kelas diameter.

  komposisi jenis dan penjadwalan (Leuschner 1990). Pemodelan dapat dipergunakan untuk mengetahui ketersediaan tegakan

  Mengingat pengukuran tinggi pohon khususnya dalam

  2 (pohonha), luas bidang dasar (m 3 ha) dan volumenya (m ha)

  tegakan hutan campuran yang rapat sulit dilakukan dan

  (Vanclay 1995) melalui aliran stok pohon (N, kubikasi) dalam

  menimbulkan masalah keakuratan, maka disusunlah tabel

  setiap kelas diameter dan kelompok jenis (Labetubun 2004;

  volume untuk mengkonversi diameter pohon menjadi

  Suhendang 1998; Vanclay 1995, 2001).

  volumenya. Balitbanghut (2008) telah menyusun tabel volume

  Komponen yang bekerja dalam aliran stok pohon (N) adalah

  untuk berbagai wilayah di Indonesia melalui pendekatan

  ingrowth, upgrowth dan mortality yang merupakan fungsi dari

  kelompok pohon. Persamaan tabel volume hutan alam di

  kerapatan tegakan (N), diameter (D) dan luas bidang dasar

  Kalimantan Tengah selain telah disusun oleh Balitbanghut

  (m 2 ha) (Buongiorno Michie 1980; Solomon et al. 1986;

  (2008), juga telah dibuat oleh Rombe et al. (1982). Wahyudi

  Mengel Roise 1990). Penentuan komponen yang akan

  dan Matthews (1996) menyusun persamaan tabel volume lokal

  digunakan tergantung pada nilai koefisien determinasinya yang

  di areal PT GM (wilayah Kapuas Hulu, Kalimantan Tengah)

  sering berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.

  dalam proyek percontohan pembentukan KPHP di Kalimantan.

  Komponen kelas tapak sering menjadi masalah dalam

  Perbandingan ke-3 tabel volume di wilayah Kalimantan tengah

  menetapkan model hutan alam karena keterbatasan data, namun

  tersebut adalah:

  beberapa peneliti sering menetapkan kisaran angka antara 1

  - Balitbanghut (2008)

  Kel. meranti

  V= 0,000101 D

  (baik) sampai 0 (buruk).

  Ingrowth adalah pertambahan permudaan dalam kelas

  Kel. diptero non meranti

  V= 0,000133 D

  pertumbuhan tertentu menurut fungsi waktu. Ingrowth dapat

  Ramin

  V= 0,000124 D

  dimulai dari tingkat semai yang merupakan fungsi dari jumlah

  - Rombe et al. (1982)

  Kel. meranti

  V= 0,000321 D

  pohon fertil (Nguyen Sist 1998), kelembaban, prosen

  perkecambahan alami dan prosen kematian anakan yang terjadi

  Kel. diptero non meranti

  V= 0,000226 D

  dalam waktu satu tahun. Proses perkecambahan akan berjalan

  Kel. lain-lain

  V= 0,000267 D

  normal bila berada pada kelembaban yang cukup tinggi. Semai

  - Wahyudi dan Matthews (1996)

  Kel. meranti

  V= 0,000118 D 2,5617

  yang keluar disebabkan proses perpindahan dari tingkat semai

  ke tingkat pancang (upgrowth) dan karena kematian, baik

  Kel. diptero non meranti

  V= 0,000178 D 2,4131

  Kel. komersial lain

  V= 0,000089 D 2,6388

  kematian alami maupun akibat pemanenan kayu (Indrawan 2003a).

  Struktur tegakan dalam hutan semua umur senantiasa

  Upgrowth adalah peluang pohon yang hidup dalam kelas

  berubah menurut fungsi waktu dan bentuk perlakuan yang ada

  diameter tertentu yang pindah ke dalam kelas diameter di diameter tertentu yang pindah ke dalam kelas diameter di

  mortality dapat dilakukan dalam beberapa kelompok pohon,

  dari nilai tengah diameter (D) dan luas bidang dasar (B)

  namun dalam perhitungan interaksi dalam ekosistem hutan

  (Buongiorno et al. 1995, Favrichon 1998, Favrichon Kim

  semua kelompok tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak

  1998, Fyllas et al. 2010, Vanclay 1995).

  terpisahkan dan saling berhubungan satu dengan lainnya.

  Mortality adalah jumlah pohon yang mati dalam kelompok

  Sebagai contoh, pertumbuhan jenis pohon tertentu dalam hutan

  jenis dan kelas diameter tertentu selama satu tahun. Kematian

  alam campuran yang rapat terutama dipengaruhi oleh kerapatan

  pohon dalam hutan yang dikelola dapat disebabkan faktor alam

  tegakan secara keseluruhan, bukan saja kerapatan kelompok

  dan faktor disturbance, seperti efek penebangan, sehingga sulit

  pohon tersebut. Kerapatan tegakan terutama berhubungan

  mengaitkan kematian pohon dalam hutan seperti ini hanya

  dengan intensitas cahaya serta persaingan tempat tumbuh untuk

  sekedar dari faktor alam saja. Berdasarkan hasil penelitian Elias

  mendapatkan unsur hara, sehingga semakin tinggi kerapatan

  (1997) dan Sist and Bertault (1998) bahwa tingkat kerusakan

  tegakan maka semakin rendah pertumbuhan pohon-pohon

  tegakan tinggal, yang dapat bermuara pada kematian, sangat

  penyusun tegakan hutan.

  berkaitan dengan intensitas penebangan yang dilakukan.

  Persamaan ingrowth, upgrowth dan mortality diolah melalui

  Kematian catastropic (pencurian kayu, kebakaran dll) tidak

  data hasil pengukuran minimal sebanyak empat kali dalam

  diperhitungan dalam persamaan yang akan dibuat.

  kurun waktu masing-masing minimal satu tahun sehingga diperoleh data pertumbuhan tegakan minimal tiga kali. Makin banyak data yang diolah makin akurat persamaan yang dihasilkan.

  Dalam merancang pemodelan dinamika hutan, ingrowth merupakan fungsi dari luas bidang dasar tegakan (B) dan kerapatan (N) (Buongiorno Michie 1980; Coates 2002 dalam Fyllas 2010; Vancly 2001). Menurut Vanclay (2001) persamaan ingrowth merupakan fungsi dari jumlah pohon (kerapatan) dan luas bidang dasar per ha melalui persamaan:

  Nr = a + bN - cB dimana:

  Nr

  : ingrowth (phnhath)

  N

  : total stok (phnha)

  B 2 : luas bidang dasar (m ha) a,b,c : konstanta.

  Gambar 10. Model perkembangan tingkat semai pada hutan

  Buongiorno dan Michie (1980) juga memprediksi ingrowth

  alam setelah penebangan (Indrawan 2003a)

  berdasarkan N dan B. Bosch (1971) memprediksi regenerasi berdasarkan jumlah pohon mati saja. Vanclay (1989) dalam

  Ingrowth dan upgrowth pada dasarnya merupakan gambaran

  Vanclay (2001) memprediksi ingrowth berdasarkan luas bidang

  dari pertumbuhan tegakan hutan sebagai fungsi dari faktor

  dasar (B) dan kualitas tapak (S) melalui persamaan:

  klimatis (iklim mikro), edapis dan jenis atau kelompok jenis.

  Nr = a+bB+cS.

  Pemodelan menggunakan mekanisme ingrowth, upgrowth dan

  Buongiorno et al. (1995) membuat persamaan ingrowth,

  c. Persamaan mortality dibuat konstan.

  upgrowth dan mortality untuk mengetahui dinamika hutan tidak

  dimana:

  seumur di Perancis melalui tiga pengelompokkan jenis pohon

  Ig d : ingrowth kelompok dipterocarp (phnhath)

  (Fir, Spruce dan Beach) sebagai berikut:

  Ig nd : ingrowth kelompok non dipterocarp (phnhath)

  m

  n

  Ug d : upgrowth kelompok dipterocarp (phnhath)

  I kt =∑N ik ∑ B (y ijt –h ijk )+e k ∑ (y kjt -h kjt )+c k …..( 2 R = 0,37-0,47)

  Ug nd : upgrowth kelompok non dipterocarp (phnhath)

  i=1 j=1 j=1

  B : total luas bidang dasar tegakan waktu ke-t (m ha)

  mn

  D : rata-rata diameter

  j D j ……………...( R = 0,013-0,4)

  Favrichon (1998) membuat persamaan ingrowth, upgrowth

  i=1 j=1

  dan mortality di hutan tropis Guyana melalui lima pengelompokkan jenis pohon yaitu (1) sangat toleran naungan,

  m n

  (2) toleran naungan, (3) toleran darurat, (4) intoleran naungan

  j D j ……………( R = 0,07)

  dan (5) pionir sebagai berikut:

  i=1 j=1

  a. Persamaan ingrowth:

  dimana:

  I1 = 15,306 – 13,173 (YtYo) 2 .........................(R = 0,15)

  I kt

  : ingrowth jenis ke-k (phnhath)

  I2 = 14,562 – 12,358 (YtYo) 2 .........................(R = 0,15)

  U ij

  : upgrowth jenis ke-i kelas diameter ke-j (phnhath)

  I3 = 5,193 – 4,258 (YtYo) 2 .........................(R = 0,09)

  B : total luas bidang dasar semua jenis pohon ke-i, kelas

  I4 = 11,320 – 10,670 (BtBo) .........................(R = 0,20)

  diameter ke-j (m ha)

  I5 = 681,89 e -13,173 (BtB0)

  D j

  : rata-rata diameter pada kelas diameter ke-j (cm)

  b. Persamaan upgrowth:

  M ij

  : mortality jenis ke-i kelas diemeter ke-j (phnhath)

  2 U1= 0,0595-0,0067D+0,00034D 3 -0,000005D +0,0521-

  d,e,c,p,q,s,u,v,w

  : konstanta.

  0,0424(BtBo)...................(R 2 = 0,09)

  2 Favrichon dan Kim (1998) membuat model dinamika hutan 3 U2= -0,0438+0,0095D-0,00028D +0,000003D +0,1177- tropis di Kalimantan Timur dengan membuat dua kelompok 2 0,1213(BtBo)...................(R =0,22)

  2 pohon, yaitu kelompok dipterocarp dan non dipterocarp, 3 U3= -0,1048+0,0188D-0,00052D +0,000004D +0,1642- melalui persamaan ingrowth, upgrowth dan mortality sebagai 2 0,1526(BtBo).................. (R =0,12)

  2 berikut: 3 U4= -0,1463+0,0269D+0,0009 D +0,000009D +0,2313-

  a. Persamaan ingrowth : 2 0,2309(BtBo) ..................(R =0,17)

  2 Ig 3

  d = 4,22 – 0,06989 Bt .............. (R = 0,04)

  U5= 0,5677-0,0873D+0,00498 D -0,0000883D +0,3520-

  Ig 2

  nd = 14,73 – 0,27603 Bt ........... (R = 0,1)

  0,219(BtBo).....................(R = 0,05)

  b. Persamaan upgrowth :

  c. Persamaan mortality:

  Ug = 0,04764+0,0028D–0,00004772D 2 d +0,000000259D 3 -

  M1= 0,0062+0,014 D-0,000018D 2 ........(R 2 = 0,11)

  0,00235Bt (R 2 =0,57)

  M2= -0,0166+0,002 D-0,00002D 2 ........(R 2 = 0,23)