Sistem TPTR

5. Sistem TPTR

  Gambar 45. Lereng Gunung Tambora di Sumbawa merupakan

  Sistem Tebang Pilih Tanam Rumpang (TPTR) dengan

  menggunakan sistem TJTI

  menggunakan tanaman unggulan setempat seperti jenis-jenis dipterocarp, terutama meranti, merupakan ide penulis yang

  Sistem TJTI dirumuskan oleh Direktorat Bina Usaha

  disampaikan kepada Direktorat Jenderal PHPL melalui laporan

  Hutan Alam, Direktorat Bina Usaha Kehutanan, pada tahun

  tim pakar bulan September dan Oktober 2015 serta telah dibuka

  2014, bersama-sama dengan tim pakar multi sistem silvikultur,

  pada pertemuan Tim Pakar Multi Sistem Silvikultur di Solo

  para peneliti dari Badan Litbang Kehutanan serta hasil kajian para peneliti dari Badan Litbang Kehutanan serta hasil kajian

  vertikal yang terlalu sering dilaksanakan menyebabkan

  pertimbangan sebagai berikut:

  teknik ini kurang efisien.

  a. Sampai dengan tahun 2015, belum ada perusahaan

  e. Adanya keluhan terhadap pelaksanaan sistem TPTJ, yaitu

  (IUPHHK) yang menerapkan sistem Tebang Rumpang

  pelebaran jalur tanam pada kegiatan pembebasan dengan

  b. Hasil-hasil

  penelitian Tebang

  Rumpang

  belum

  menebang pohon-pohon besar, disamping tidak efisien,

  dimanfaatkan dalam skala operasional.

  juga dapat merusakan tanaman dalam jalur tanam

  c. Hasil penelitian Tebang Rumpang yang dilakukan penulis

  f. Adanya keluhan terhadap pelaksanaan sistem TPTJ, yaitu

  sejak tahun 19941995 memberikan hasil yang

  mayoritas tanaman dalam jalur tanam hanya menunjukkan

  memuaskan. Sampai dengan tahun 2015 (umur tanaman

  pertumbuhan diameter dibawah 1 cm per tahun.

  20 tahun) beberapa pohon meranti merah telah mencapai diameter 60 cm ke atas (Gambar 46).

  Sistem TPTR menghendaki dilakukan tebang pilih (selective cutting) pada tahap awal kegiatan, yang dimaksudkan untuk mengurangi kerapatan tegakan hutan dan memberikan hasil hutan dengan cara yang baik dan benar. Kegiatan penanaman menggunakan jenis unggulan setempat, terutama meranti, dilakukan dalam rumpang-rumpang yang dibuat pada areal datar sampai landai tersebar di kiri dan kanan jaringan jalan yang sudah terbentuk dengan luas 0,5 ha sampai 2 ha. Rumpang dapat berbentuk lingkaran, oval, persegi atau lainnya yang menyesuaikan dengan kondisi lapangan yang datar-landai. Jarak tanam 3 m x 3 m dan dapat dilakukan penjarangan pada umur 7 tahun. Latar belakang, teknik silvikultur TPTR, serta strategi meningkatkan produktivitas hutan produksi di Indonesia dijelaskan dalam bentuk buku tersendiri.

  Gambar 46. Tanaman meranti merah umur 20 tahun pada

  sistem TPTR (Wahyudi, 2015)

  d. Adanya keluhan terhadap pelaksanaan sistem TPTJ, yaitu tanaman dalam jalur tanam mengalami perlambatan pertumbuhan disebabkan jalur tanam (selebar 3 meter) terlalu cepat menutup kembali. Kegiatan pembebasan

  Burkhart HE. 2003. Suggestion for choosing an appropriate level for

  DAFTAR PUSTAKA

  modelling forest stand. In Amaro A, Reed D, Soares P, editors. Modelling Forest System. CABI Publishing.

  Appanah SG, Weinland, Bossel H, Krieger H. 1990. Area tropical rain

  Clutter JL, Fortson JC, Pienaar LV, Brister GH, Bailey RL. 1983. Timber

  forests non-renewable? An enquiry through modelling. Journal of

  Management: A Quantitative Approach. Wiley, N.Y. 333p.

  Tropical Forest Science 2(4) pp 331-348.

  Coates KD, Philip JB. 1997. A gap-based approach for development of

  Appanah S,Weinland G. 1993. Planting Quality Timber Trees in Peninsular

  silvicultural system to address ecosystem management objectives.

  Malaysia. Forest Research Institute Malaysia. Kepong. Malayan

  Journal Forest Ecology and Management 99 (1997) 337-35.

  Forest Record No. 38.

  [Danida dan Dephut] Danish International Development Assistance dan

  [Balitbanghut] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1993.

  Departemen Kehutanan RI. 2001. Zona Benih Tanaman Hutan

  Surat Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan No.38KptsVIII-

  Kalimantan Indonesia. Indonesia Forest Seed Project. Kerjasama

  HM.31993 tentang Pedoman Pembuatan dan Pengukuran Petak

  Danish International

  Ukur Permanen untuk memantau Pertumbuhan dan Riap Hutan Alam

  Development Assistance (Danida) Denmark, Jakarta.

  Tanah Kering Bekas Tebangan. Balitbanghut, Departemen

  Davis LS, Johnson KN. 1987. Forest Management, 3 rd ed. McGraw-Hill,

  Kehutanan, Bogor.

  NY.790 p

  [Balitbanghut] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2008.

  [Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1989. Surat

  Profil Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi

  Keputusan Menteri Kehutanan No. 485KptsII1989 tentang Sistem

  Alam. Balitbanghut, Departemen Kehutanan, Bogor.

  Silvikultur Pengelolaan Hutan Alam Produksi di Indonesia.

  [Balitbanghutbun] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan

  Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

  Perkebunan. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Badan

  [Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1994. Keputusan

  Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan,

  Menteri Kehutanan No. 200Kpts-II1994 tentang Kriteria Hutan

  Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.

  Produksi Alam yang tidak Produktif. Departemen Kehutanan RI,

  Bella LE. 1971. A new competition model for individual trees. Forest

  Jakarta.

  Science 17:364-372

  [Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1997a. Surat

  Bettinger P, Boston K, Siry JP, Grebner DL. 2009. Forest Management and

  Keputusan Menteri Kehutanan No. 435Kpts-II1997 tentang Sistem

  Planning. Academic Press – Elsevier.

  Silvikultur dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri. Departemen

  Bosch CA. 1971. Redwoods: a population model. Science Journal 172:

  Kehutanan RI, Jakarta.

  345-349.

  [Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1997b. Surat

  Bossel H, Krieger H. 1991. Simulation model of natural tropical forest

  Keputusan Menteri Kehutanan No. 707Kpts-II1997 tentang

  dynamics. Ecology Modelling 59:37-71.

  Pembagian Kelompok Jenis Kayu Bulat sebagai Dasar Penentuan

  Botkin DB, Janak JF, Wallis JR. 1972. Some ecological consequences of a

  Tarif PSDH dan DR. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

  computer model of forest growth. Journal Ecology 60:849-872.

  [Dephutbun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia.

  Brown S. 1997. Estimating biomass change of tropical forest a primer.

  1999a. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan

  FAO Forestry Paper No.134. FAO USA.

  No.858Kpts-II1999 tentang Tarif Provisi Sumber Daya Hutan

  Buongiorno J, Gilles JK. 1987. Forest Management and Economics. Mc

  (PSDH) Hasil Hutan Kayu. Departemen Kehutanan dan Perkebunan

  Millan Publishing Company, New York.

  RI, Jakarta.

  Buongiorno J, Michie BR. 1980. A matrix model of uneven-aged forest

  [Dephutbun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia.

  management. Forest Science 26(4):609-625.

  1999b. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan

  Buongiorno J, Peyron L, Houller F, Bruciamacchie M. 1995. Growth and

  No.941Kpts-VI1999 tentang Pembaharuan Hak Pengusahaan Hutan

  management mixed species uneven-aged forest in the French Jura.

  PT Gunung Meranti. Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI,

  Forest Science 41(3).

  Jakarta. [Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2002. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.4795Kpts-II2002 tentang

  Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Alam Produksi pada Unit

  BPHH2009 tentang Pedoman Teknik Silvikultur Intensif. Ditjen

  Pengelolaan. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

  Bina Produksi Kehutanan, Jakarta.

  [Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Peraturan

  [Ditjen BPK] Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 2010a. Surat

  Menteri Kehutanan No.P.10Menhut-II2007 tentang Perbenihan

  Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.

  Tanaman Hutan. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

  SK.31VI-BPHA2010 tentang Penunjukan Pemegang IUPHHK pada

  [Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2009. Peraturan

  Hutan Alam sebagai Pelaksana Silvikultur TPTJ dengan teknik Silin.

  Menteri Kehutanan No.P.11Menhut-II2009 tentang Sistem

  Ditjen Bina Produksi Kehutanan, Jakarta.

  Silvikultur dalam Areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di

  [Ditjen BPK] Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 2010b. Profil

  Hutan Produksi. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

  Sistem Silvikultur Intensif di Unit Manajemen Model: Konsep dan

  [Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 1980. Kriteria

  Implementasi. Ditjen Bina Produksi Kehutanan, Jakarta

  Penetapan Hutan Lindung. Departemen Pertanian RI, Jakarta.

  Djamin Z. 1993. Perencanaan dan Analisis Proyek. Edisi Ketiga. Lembaga

  [Ditjen Hut] Direktorat Jenderal Kehutanan. 1972. Surat Keputusan

  Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

  Direktur Jenderal Kehutanan No.35KptsDD1972 tentang Pedoman

  Elias, Manan S, Rosalina U. 1997. Studi hasil penerapan pedoman Tebang

  Tebang Pilih Indonesia, Tebang Habis dengan Penanaman, Tebang

  Pilih Indonesia dan Tebang Pilih Tanam Indonesia di areal HPH PT

  Kiani Lestari dan PT Narkata Rimba, Kalimantan Timur. Fakultas

  Pengawasannya. Ditjen Kehutanan, Jakarta.

  Kehutanan IPB, Bogor.

  [Ditjen Hut] Direktorat Jenderal Kehutanan. 1980. Pedoman Pembuatan

  [FAO] Food and Agriculture Organization. 1979. Philippines Smallholder

  Tanaman. Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian,

  Tree. Farming Project. FAO Forestry Paper 17 Supplement, Manila.

  Jakarta.

  [FAO] Food and Agriculture Organization. 1998a. Guidelines for the

  [Ditjen PH] Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1989. Surat Keputusan

  Management of Tropical Forest, The Production of Wood. FAO

  Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No.564KptsIV-BPHH1989

  Forestry Paper 135.

  tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia. Ditjen

  [FAO] Food and Agriculture Organization. 1998b. Topsoil characterization

  Pengusahaan Hutan, Jakarta.

  for sustainable land management. Land and Water Development

  [Ditjen PH] Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1993. Surat Keputusan

  Division. Soil Resources, Management and Conservation Service,

  Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No.151KptsIV-BPHH1993

  FAO of UN, Rome.

  tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia (Revisi). Ditjen

  Farima Farina, A. 1998. Principles and Methods in Landscape Ecology.

  Pengusahaan Hutan, Jakarta.

  London-Weinheim-New York-Tokyo-

  [Ditjen BPK] Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 2005.

  Melbourne-Madras.

  Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor

  Favrichon V. 1998. Modeling the dynamics and species composition of

  SK.226VI-BPHA2005 Tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam

  tropical mixed species uneven-aged natural forest. Forest Science 44

  Indonesia Intensif (Silin). Departemen Kehutanan, Jakarta.

  [Ditjen BPK] Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 2007. Surat

  Favrichon V. Kim YC, 1998. Modelling the dynamics of a lowland mixed

  Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. 41VI-

  dipterocarp forest stand: application of a density-dependent matric

  BPHA2007 tentang Penunjukan Pemegang IUPHHK pada Hutan

  model. In Bertault JG, Kadir, editors. Silvicultural Research in A

  Alam sebagai Pelaksana Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia

  Lowland Mixed Dipterocap Forest of East Kalimantan. The

  Intensif (TPTII). Ditjen Bina Produksi Kehutanan, Jakarta.

  Contributions od STREK Project, CIRAD-Foret, FORDA and PT

  [Ditjen BPK] Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 2009a.

  Inhutani I. CIRAD-Foret Publication:229-245.

  Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.

  Finkeldey R. 1989. An Introduction to Tropical Forest Genetic. Institute of

  P.9VIBPHH2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur

  Forest Genetics and Forest Tree Breeding, Goettingen, Germany.

  dalam IUPHHK Hutan Produksi. Ditjen Bina Produksi Kehutanan,

  Fisher RF, Binkley. 2000. Ecology and Management of Forest Soil. Third

  Jakarta.

  Edition. John Wiley Sons, Inc., New York.

  [Ditjen BPK] Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 2009b.

  Ford RFC. 1977. Terminology of Forest Science Technology Practise and

  Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. P.11VI-

  Product. Society of American Foresters, Washington DC. 370 p.

  Ford A. 2009. Modeling for Environment. An Introduction to System

  Harrison I, Laverty M, Sterling E. 2004. Alpha, Beta, and Gamma

  Dynamics Models of Environmental Systems. Island Press,

  Diversity. Connexions module: m12147. 3 pp.

  Washington D.C, Covelo, California.

  Hauhs M, Knauft FJ, Lange H. 2003. Algorithmic and interactive

  Forman RTT, Gordon M. 1986. Landscape Ecology. John Willey Sons,

  approaches to stand growth modelling. In Amaro A, Reed D, Soares

  New York.619 pp.

  P, editors. Modelling Forest System. CABI Publishing.

  Forss ED, Gadow KV, Saborowski J. 1996. Growth Models for Unthinned

  Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest Mensuration. John Wiley

  Acacia mangium Plantations in South Kalimantan, Indonesia.

  Sons, Inc. New Jersey.

  Journal of Tropical Forest Science, 8(4):449-462.

  Indrawan A. 2000. Perkembangan Suksesi Tegakan Hutan Alam Setelah

  Friend AD, Schugart HH, Running SW. 1993. A Physiology-Based Gap

  Penebangan dalam Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (Disertasi).

  Model of Forest Dynamics. Ecology Vol.74 No.3 pp.792-797.

  Bogor: Program Pascasarjana, IPB.

  Fyllas NM, Politi PI, Galanidis A, Dimitrakopoulo PG, Arianoutsou M.

  Indrawan A. 2003a. Model sistem pengelolaan tegakan hutan alam setelah

  Simulating regeneration and vegetation dynamics in

  penebangan dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI).

  Mediterranean Coniferous Forest. Ecology Modelling Journal. 34.

  Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol.IX No.2 Juli-Desember 2003

  Gadow KV, Hui G. 1999. Modelling Forest Development. Kluwer

  (www.andryindrawan.blogspot.com)

  Academic Publishers.

  Indrawan A. 2003b. Verifikasi model sistem pengelolaan tegakan hutan

  Gittinger JP. 1986. Economic Analysis of Agriculture Project. The Johns

  alam setelah penebangan dengan sistem Tebang Pilih Tanam

  Hopkins University Press.

  Indonesia (TPTI). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol.IX No.2

  Goldsmith FB, Harrison CM, Morton AJ. 1986. Description and analysis of

  Juli-Desember 2003. (www.andryindrawan.blogspot.com)

  vegetation. Di Dalam: Moore PD, Chapman SB. Editor. Methods in

  Indrawan A. 2006. Keanekaragaman Genetis. Makalah disampaikan dalam

  Plant Ecology. Oxford: Blackwell Scientific Publications.

  rangka fasilitasi penerapan Sistem Silvikultur Intensif di areal

  Grant WE, Pedersen EK, Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource

  IUPHHK. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen

  Management. Systems Analysis and Simulation. John Wiley

  Kehutanan, Jakarta.

  Sons, Inc.

  Indrawan A. 2008. Sejarah perkembangan sistem silvikultur di Indonesia. Di

  Gray C, Kadariah L, Karlina 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi

  dalam: Indrawan et al. editor. Prosiding Lokakarya Nasional

  Revisi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

  Penerapan Multisistem Silvikultur Pada Pengusahaan Hutan

  Jakarta.

  Produksi

  Dalam Rangka Meningkatkan Produktifitas dan

  Gregory G, Robinson. 1971. Forest Resource Economic. John Willey

  Pemanfaatan Kawasan Hutan. Kerja sama Fahutan IPB dengan

  Sons. New York. USA.

  Ditjen Bina Produksi Kehutanan. Bogor.

  Gunawan HR, Wartomo. 2002. A wood anatomical structure: A new

  Jennings SB, Brown ND, Sheil S. 1999. Assessing Forest Canopies and

  approach to measure the trees growth. Book 3th. Competitive

  Understory Illumination: Canopy Closure, Canopy Cover and Other

  Award Scheme-2. Berau Forest Management Profect, European

  Measures. Forestry, Vol.72 No.1.

  Union and Ministry of Forestry RI.

  Kemenhut, 2014. Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.65Menhut-

  Halle F, Oldeman RAA, Tomlinson PB. 1978. Tropical Trees and Forest,

  II2014 tentang Perubahan atas Permenhut No. P.11Menhut-II2009

  An Architectural Analysis. Springer Verlag Berlin-Heidelberg-New

  tentang Sistem Silvikultur dalam Areal IUPHHK pada Hutan

  York.

  Produksi.

  Handadari T. 2005. Ekonomi Sumber Daya Hutan. Program Pascasarjana

  Kikuchi J. 1996. The growth and mycorhiza formation on naturally

  Unlam, Banjarbaru.

  regeneration dipterocarps seedling in the logged over forest in Jambi,

  Hani’in O. 1999. Pemuliaan pohon hutan Indonesia menghadapi tantangan

  Sumatra. In Sabarnurdin MS, Suhardi, Okimori Y, editors.

  abad 21. Dalam Hardiyanto EB, editor. Prosiding Seminar Nasional

  Ecological Approach for Productifity and Sustainability of

  Status Silvikultur 1999. Peluang dan Tantangan Menuju

  Dipterocarps Forest. Prosiding. Fakultas Kehutanan Universitas

  Produktifitas dan Kelestarian Sumberdaya Hutan Jangka Panjang.

  Gadjah Mada dan Kansai Environment Engineering Center (KEEC)-

  Wanagama I. Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.

  Kyoto. Pp:38-47.

  Kimmins JP. 1997. Forest Ecology: A Foundation for Sustainable

  Mendoza GA, Gumpal EC. 1987. Growth projection of a selectively cut-

  Management. Prentice-Hall. New Jersey.

  over forest base on residual inventory. For.Ecol.Manage. 20:253-

  Kohyama T. 1993. Size Structured Tree Population in Gap Dynamic Forest.

  The Forest Architecture Hypothesis for the Stable Coexistance of

  Mengel DL, Roise JP. 1990. A diameter-class matric model for

  Species. Journal of Ecology Vol 81 No.1. pp 131-143.

  southeastern U.S. coastal plain bottomland hardwood stand. South

  Kollert W, Zuhaidi A, Weinland G. 1994. Sustainable management of

  J.Appli. 14: 189-195.

  dipterocarps species: silviculture and economic. In Appanah S, Khoo

  Meyer HA, Recknagel AB, Stevenson DD, Barto RA. 1961. Forest

  KC, editors: Proceedings of The Fifth Round-Table Conference on

  Management. The Ronald Press Company, New York.

  Dipterocarps. Chiang Mai. November 7-10, 1994. Pp: 344-379.

  Mitlöhner R. 2009. Natural Resources in the Tropics.: The Concepts of

  Kozlowski TT, Pallardy SG. 1997. Physiology of Woody Plants. Academic

  Forestry. Burckhardt Institute. Department Tropical Silviculture and

  Press.

  Forest Ecology, University of Göttinggen, Germany.

  Kumar S, Matthias F. 2004. Molecular Genetic and Breeding of Forest

  Moore PD, Chapman SB. 1986. Methods in Plant Ecology. Oxford:

  Trees. Food Product Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc.

  Blackweel Scientific Publications.

  New York, London, Oxford.

  Mori T. 2001. Rehabilitation of degraded forest in lowland forest Kutai,

  Labetubun MS. 2004. Metode Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur

  East Kalimantan-Indonesia. In Kobayasi S, Trunbul JW, Toma T,

  melalui Pendekatan Model Dinamika Sistem (Tesis). Bogor: Program

  Mori T, Madjid MNNA, editors. Rehabilitation of Degraded

  Pascasarjana IPB.

  Tropical Forest Ecosytems. CIFOR-Bogor. Pp. 17-26.

  Lamprecht H. 1989. Silviculture in the Tropics. TZ-Verlagsgesellcshaft

  Muller-Dombois, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation

  mbH, Postfach 1164, D-6101 RoBdorf, Federal Republic of

  Ecology. John Wiley and Sons, New York.

  Germany.

  Muhammadi, Erman A, Budhi S. 2001. Analisis Sistem Dinamis. UMJ

  Landsberg JJ. 1986. Physiological Ecology of Forest Production. Academic

  Press, Jakarta.

  Press, London.

  Na’iem M, Raharjo P. 2006. Petunjuk Teknis Pemaparan Konservasi Ex-

  Lee R. 1990. Forest Hydrology. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

  situ Shorea leprosula. ITTO PD 10601 Rev.1 (F) Fahutan UGM,

  Leuschner WA. 1990. Forest Regulation, Harvest Scheduling and Planning

  Yogyakarta.

  Techniques. Wiley, New York. 281 p.

  Nair PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic

  Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology. John Wiley Sons,

  Publishers. ICRAF. Dordrecht-Boston-London. (22) 385-408.

  New York. 337 pp.

  Nguyen N, Sist P. 1998. Phenology of Some Dipterocarp. Silviculture

  MacKinnon K, Hatta G, Hakimah H, Arthur M. 2000. Ekologi Kalimantan.

  Research in a Low Land Mixed Dipterocarp Forest of East

  Seri Ekologi Indonesia, Buku III. Canadian International

  Kalimantan. CIRAD-FORET. FORDA.

  Development Agency (CIDA), Prenhallindo, Jakarta.

  Numata S, Yasuda M, Okuda T, Kachi N. 2006. Canopy gap dynamics of

  Manan S. 1995. Riap dan Masa Bera di Hutan Tanaman Industri.

  two different forest stand in a malaysian lowland rain forest. Journal

  Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Dephut RI, Jakarta.

  of Tropical Forest Science, 18(2) pp.109-116.

  McMurtrie RE, Rook DA, Kelliher FM. 1990. Modelling the Yield of Pinus

  Nugroho B. 2002. Analisis Biaya Proyek Kehutanan. Yayasan Penerbit

  radiata on a Site Limited by Water and Nitrogen. Forest Ecology

  Fakultas Kehutanan IPB.

  Management, 30: 381-413.

  Nyland RD. 1996. Silviculture. Concept and Applications. The McGraw-

  Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Chapman

  Hill Companies, Inc. New York-Toronto.

  and Hall. London. 179pp.

  Oliver CD, Larson BC. 1990. Forest Stand Dynamics. McGraw Hill, Inc.,

  Mansur I. 2008. Sistem silvikultur untuk pengelolaan hutan alam. Di dalam:

  New York.467p.

  Indrawan et al. editor. Prosiding Lokakarya Nasional Penerapan

  Pamoengkas P. 2006. Kajian Aspek Vegetasi dan Kualitas Tanah Sistem

  Multisistem Silvikultur Pada Pengusahaan Hutan Produksi Dalam

  Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur. Studi Kasus di Areal PT Sari

  Rangka Meningkatkan Produktifitas dan Pemanfaatan Kawasan

  Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah (Disertasi). Bogor: Program

  Hutan. Kerja sama Fahutan IPB dengan Ditjen Bina Produksi

  Pascasarjana IPB.

  Kehutanan, Bogor.

  Pancel L. 1993. Tropical Forestry Handbook. Springer-Verlag Berlin

  [PT GM] PT Gunung Meranti. 2008b. Rencana Karya Tahunan Usaha

  Heidelberg.

  Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu PT Gunung Meranti Tahun 2009. PT

  Pasaribu HS. 2008. Kebijakan Penerapan Lebih dari Satu Sistem Silvikultur

  Gunung Meranti Banjarmasin.

  pada Areal IUPHHK di Indonesia. Direktorat Jenderal Bina

  [PT GM] PT Gunung Meranti. 2009. Rencana Karya Tahunan Usaha

  Produksi Kehutanan. Di dalam: Indrawan et al. editor. Prosiding

  Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu PT Gunung Meranti Tahun 2010. PT

  Lokakarya Nasional Penerapan Multisistem Silvikultur Pada

  Gunung Meranti Banjarmasin.

  Pengusahaan Hutan Produksi Dalam Rangka Meningkatkan

  [PT ITCI] PT International Timber Corporation Indonesia Kayan Hutani.

  Produktifitas dan Pemanfaatan Kawasan Hutan. Kerja sama

  2010. Laporan Pelaksanaan TPTI Intensif. Makalah Rapat

  Fahutan IPB dengan Ditjen Bina Produksi Kehutanan, Bogor: p.13-

  Koordinasi Pelaksanaan Silin, Ditjen BPK, Jakarta.

  [PT SBK] PT Sari Bumi Kusuma. 2010. Pelaksanaan Silvikultur Intensif

  [PP] Peraturan Pemerintah. 1970. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

  Meranti. Makalah Rapat Koordinasi Pelaksanaan Silin, Ditjen BPK,

  Nomor 21 tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak

  Jakarta.

  Pemungutan Hasil Hutan. Mensekneg RI, Jakarta.

  [PT Sarpatim] PT Sarmiento Parakantja Timber. 2010. Pelaksanaan

  [PP] Peraturan Pemerintah. 2007. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

  Silvikultur Intensif Meranti di PT Sarpatim. Makalah Rapat

  Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

  Koordinasi Pelaksanaan Silin, Ditjen BPK, Jakarta.

  Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Mensekneg RI, Jakarta.

  [PT SJK] PT Suka Jaya makmur. 2010. Hasil-Hasil Penelitian Pelaksanaan

  [PP] Peraturan Pemerintah. 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

  Silvikultur Intensif. Makalah Rapat Koordinasi Pelaksanaan Silin,

  Nomor 3 tahun 2008 tentang Perubahan atas PP No.62007 tentang

  Ditjen BPK, Jakarta.

  Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta

  Purnomo H. 2005. Teori Sistem Komplek, Pemodelan dan Simulasi untuk

  Pemanfaatan Hutan. Mensekneg RI, Jakarta.

  Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian

  Pielou EC. 1984. The Interpretation of Ecological Data. John Wiley and

  Bogor, Bogor.

  Sons. New York.

  Radonsa PJ, Koprivica MJ, Lavadinovic VS. 2003. Modelling current

  Pienaar L, Page H, Rheney JW. 1990. Yield Prediction for Mechanically

  annual height increment of young Douglas-fir stands at different site.

  Site-Prepared Slash Pine Plantations. Southern Journal of Apllied

  In Amaro A, Reed D, Soares P, editors. Modelling Forest System.

  Forestry, 14(3):104-109.

  CABI Publishing.

  Pollet A, Nasrullah. 1994. Penggunaan Metode Statistika untuk Ilmu

  Reed KL. 1980. An ecological approach to modelling the growth of forest

  Hayati. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

  tress. Forest Science. 26:33-50.

  Porte A, Bartelink HH. 2001. Modelling mixed forest growth: a review of

  Rodriguez F, De La Rosa JA, Aunos A. 2003. Modelling the diameter at

  models for forest management. Eco. Model. Journal.

  breast height growht of Populus euramericana plantation timber in

  [PT BFI] PT Balikpapan Forest Industries. 2010. Makalah Rapat Koordinasi

  Spain. In Amaro A, Reed D, Soares P, editors. Modelling Forest

  Pelaksanaan Silin, Ditjen BPK, Jakarta.

  System. CABI Publishing.

  [PT ED] PT Erna Djuliawati. 2010. Riset Pengembangan Model Silvikultur

  Rombe YL, Rahardjo S, Soedarsono, Ambarita M. 1982. Tabel Volume

  Intensif. Konsep dan Aplikasi. Makalah Rapat Koordinasi

  Pohon Berdiri untuk Provinsi Kalimantan Tengah. Direktorat Bina

  Pelaksanaan Silin, Ditjen BPK, Jakarta.

  Program Kehutanan, Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen

  [PT GM] PT Gunung Meranti. 2007a. Rencana Karya Tahunan Usaha

  Pertanian RI, Bogor.

  Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu PT Gunung Meranti Tahun 2007. PT

  Sabogal C, Robert N. 2003. Restoring Overlogged Tropical Forest. Green

  Gunung Meranti Banjarmasin.

  Earth Technical Notes. Un-published.

  [PT GM] PT Gunung Meranti. 2007b. Rencana Karya Tahunan Usaha

  Santoso B. 2008. Kebijakan penerapan multisistem silvikultur pada hutan

  Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu PT Gunung Meranti Tahun 2008. PT

  produksi Indonesia. Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman,

  Gunung Meranti Banjarmasin.

  Ditjen Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

  [PT GM] PT Gunung Meranti. 2008a. Rencana Karya Usaha Pemanfaatan

  Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) PT Gunung Meranti Periode 2007- 2016. PT Gunung Meranti Banjarmasin.

  Santoso H, Syaffari K, Nina M. 2008. Tinjauan Aspek Silvikultur dalam

  Solomon DS, Hosmer RA, Hayslett HT. 1986. A two stage matrix model for

  Penerapan Multisistem Silvikultur pada Areal Hutan Produksi.

  predicting growth of forest stand in the Northeast. Canadian Journal

  Indrawan et al. editor. Prosiding Lokakarya Nasional Penerapan

  of Forest Research. 16.

  Multisistem Silvikultur Pada Pengusahaan Hutan Produksi Dalam

  Stenzel G, Walbridge TA, Pearce JK. 1985. Logging and Pulpwood

  Rangka Meningkatkan Produktifitas dan Pemanfaatan Kawasan

  Production. John Willey Sons. New York, USA.

  Hutan. Kerja sama Fahutan IPB dengan Ditjen Bina Produksi

  Stuckle IC, Siregar CA, Supriyanto, Kartana J. 2001. Forest Health

  Kehutanan. Bogor.

  Monitoring to Monitor the Sustainability of Indonesian Tropical Rain

  Sheil D, Ducey M. 2002. An extreme-value approach to detect clumping

  Forest. ITTO and Seameo Biotrop.

  and application to tropical forest gap-mosaic dynamic. Jour. of

  Suhendang E. 1985. Studi model struktur tegakan hutan alam hujan tropika

  Tropical Ecology. 18: pp.671-686.

  dataran rendah di Bengkunat Provinsi Daerah Tingkat I Lampung

  Shifley SR. 1987. A Generalized System of Model Forecasting Central

  (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana IPB.

  States Growth. USDA Forest Service. Pap. NC-279. 10 p.

  Suhendang E. 1998. Pengukuran riap diameter pohon meranti (Shorea sp)

  Sievanen R, Burk TE. 1988. Construction of a stand growth model utilizing

  pada hutan alam bekas tebangan. Makalah Diskusi: Pertumbuhan dan

  photosynthesis and respiration relationships in individual trees.

  Hasil Tegakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan

  Canada Journal Forestry Res. 18.

  Konservasi Alam, Bogor.

  Singh P, Pathak PS, Roy MM. 1995. Agroforestry Sistem for Sustainable

  Suhendang E. 2008. Multisistem Silvikultur dalam Perspektif Ilmu

  Land Use. Science Publishers, Inc.

  Manajemen Hutan. Di dalam: Indrawan et al. editor. Prosiding

  Sist P, Bertault JG. 1998. Reduced impact logging experiment: Impact at

  Lokakarya Nasional Penerapan Multisistem Silvikultur Pada

  harvesting intensities and logging techniques at stand gamage.

  Pengusahaan Hutan Produksi Dalam Rangka Meningkatkan

  Silvicultural research in a low land mixed dipterocarp forest of east

  Produktifitas dan Pemanfaatan Kawasan Hutan. Kerja sama

  Kalimantan. The contribution of STREK Project CIRAD-Forest-

  Fahutan IPB dengan Ditjen Bina Produksi Kehutanan. Bogor.

  FORDA-PT Inhutani I Jakarta.

  Suparna N. 2010. Makalah Rapat Koordinasi Pelaksanaan Silin, Ditjen

  Sist P, Fimbel R, Sheil G, Robert N, Marie H. 2003. Towards sustainable

  BPK, Jakarta.

  management of mixed dipterocarp forest of South East Asia: Moving

  Suratmo FG, Husaeni EA, Jaya NS. 2003. Pengetahuan Dasar Pengendalian

  Beyond Minimum Diameter Cutting Limits. Journal Environmental

  Kebakaran Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

  Conservation 30(4) pp.364-374.

  Sutedjo MM, Kartasapoetra AG. 1991. Pengantar Ilmu Tanah. Penerbit

  Siswomartono D. 1989. Ensiklopedi Konservasi Sumber Daya. Penerbit

  Rineka Cipta, Jakarta

  Erlangga, Jakarta.

  [UU] Undang-Undang Republik Indonesia. 1967. Undang-Undang

  Soderquist C, Peck C, Johnston D. 1996. Getting Started with the Stella

  Republik Indonesia No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal

  Software. A Hand-On Experience. High Performance Systems, Inc,

  Asing.

  Hanover NH 03755.

  [UU] Undang-Undang Republik Indonesia. 1967. Undang-Undang

  Soekotjo. 1995. Beberapa faktor yang mempengaruhi riap Hutan Tanaman

  Republik Indonesia No.5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok

  Industri. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Dephut RI,

  Kehutanan.

  Jakarta.

  [UU] Undang-Undang Republik Indonesia. 1968. Undang-Undang

  Soekotjo, Subiakto A. 2005. Petunjuk Teknis Dipterocarpa. ITTO PD 4100

  Republik Indonesia No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal

  Rev.3 (F.M) Fahutan UGM, Yogyakarta.

  Dalam Negeri.

  Soekotjo. 2009. Teknik Silvikultur Intensif (Silin).

  Gadjah Mada

  [UU] Undang-Undang Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang

  University Press.

  Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Meneg

  Soemarwoto O. 1991. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. PT

  Sekretaris Negara RI, Jakarta.

  Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

  Vanclay, J.K., 1995. Growth models for tropical forest: A synthesis of

  Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan. Institut Pertanian

  models and methods. Royal Veterinary and Agricultural

  Bogor, Bogor.

  University.Thorvaldsensvej 57. DK-1871 Frederiksberg, Denmark.

  Vanclay JK. 2001. Modelling Forest Growth and Yield. Applications to

  Wasis B. 2006. Perbandingan kualitas tempat tumbuh antara daur pertama

  Mixed Tropical Forest. CABI Publishing.

  dengan daur kedua pada hutan tanaman Acacia mangium Wild.

  Vanclay JK. 2002. Growth modeling and yield prediction for sustainable

  (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana IPB.

  forest management. In Shaharuddin et al. editors. Proceedings of the

  West PW. 1980. Use of diameter and basal area increment in tree growth

  Malaysian-ITTO International Workshop on Growth and Yield of

  studies. Canada Journal Forest 10: 71-77.

  Managed Tropical Forest. Forestry Department Peninsular Malaysia,

  Whitmore TC. 1975. Tropical Rain Forest of the Far East. Clarendon Press,

  Government of Malaysia and ITTO, Kuala Lumpur.

  Oxford.

  Volin VC, Buongiorno J. 1996. Effect of alternative management regimes

  Wood GB, Wiant Jr HV. 1993. Modern Methods of Estimating Tree and

  on forest stand structure, species composition and income: A model

  Log Volume. West Virginia University Publications Services.

  for the Italian Dolomites. Forest Ecology and Management 87:107-

  Yasman I, Natadiwirya M. 2001. Dipterocarp plantation: The strategy and

  the approaches of PT Inhutsni I. In Tielges B, Sastrapradja SD,

  Voinov A. 2008. Systems Sceince and Modeling for Ecological Economics.

  Rimbawanto A, editors. In-situ and Ex-situ Conservation of

  Academic Press – Elsevier.

  Commercial Tropical Trees. ITTO-UGM. Yogyakarta. Pp. 407-412.

  Wahjono D, Anwar. 2008. Prospek penerapan multisistem silvikultur pada

  unit pengelolaan hutan produksi. Puslitbang dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan, Bogor.

  Wahyudi. 2001. Forest biomass an unutilized potency. Di dalam:

  Proceedings of seminar Environment conservation through efficiency utilization of forest biomass. JIFPRO and Faculty of Forestry Gadjah Mada University, 2001.

  Wahyudi. 2008. Efisiensi reduced impact logging pada kegiatan eksploitasi

  hutan. Journal Hutan Tropis II2008. Faperta Jurusan Kehutanan, Unpar, Palangkaraya.

  Wahyudi. 2009a. Selective cutting and line enrichment planting

  silvicultural system development on Indonesian tropical rain forest. In: GAFORN-International Summer

  School,

  Georg-August

  Universität Göttingen and Universität Dresden, Germany. Wahyudi. 2009b. Settled cultivation versus shifting cultivation to improve

  social prosperity and environmental quality surrounding forest region. In: GAFORN- International Summer School, Georg-August Universität Göttingen and Universität Dresden, Germany.

  Wahyudi, 2015. Meningkatkan Produktivitas Hutan melalui Sistem

  Silvikultur Tebang Pilih Tanam Rumpang (TPTR). Laporan Bulan September 2015. Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Kementerian LHK RI, Jakarta.

  Wahyudi, 2015. Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih

  Tanam Rumpang (TPTR). Draft. Laporan Bulan Oktober 2015. Direktorat

  Jenderal Pengelolaan

  Kementerian LHK RI, Jakarta. Wahyudi, Matthews P. 1996. Tabel Volume Lokal di Areal PT Gunung

  Meranti. Proyek Pembentukan KPHP Wilayah Kalimantan Tengah. Kerja sama Departemen Kehutanan RI dengan Overseas Development Administration (ODA) Kerajaan Inggris.

  Lampiran 1. Gambaran umum ciri-ciri sistem silvikultur

  Kriteria mikroklimat Pembukaan kanopi (ha)

  1 Clear cut

  Tabang semua tegakan, atau se Terbuka

  > 0,5 - 1 ha

  bagian dalam areal yang luas

  Efek cahaya dominan

  2 Seedtree Menciptakn areal untuk produksi Terbuka

  > 0,5 - 1 ha

  benih sebelum ditebang semua

  Efek cahaya dominan

  3 Shelterwood Menunggu terbentuknya regene

  Perlindungan anakan alam > 0,5 - 1 ha

  rasi alam sebelum penebangan

  sebelum penebangan

  4 Uniform

  Tebang habis setelah terbentuk

  Perlindungan anakan alam <0,01 - 0,1 ha

  permudaan alam

  dan tebang habis

  LAMPIRAN-LAMPIRAN

  5 Group

  Pembukaan kanopi dengan jalan Suksesi dalam gap selama <0,01 - 0,1 ha pada ta- membuat gap, muncul permuda- 20-40 tahun

  hap awal, lalu diperluas

  an alam

  lagi

  6 Irregular

  Pembukaan kanopi bertahap,

  Regenerasi pada areal terbu- <0,01 - 0,1 ha pada ta-

  permudaan alam terbentuk

  ka selama 50 th, masih ada hap awal, lalu diperluas pohon besar

  lagi

  7 Stripwedge Pembukaan kanopi bentuk jalur

  Kanopi hutan masih melin Tergantung luas dan pan

  regenerasi terjadi pada jalur

  dungi regenerasi, kemudian jang strip serta tinggi hutan di tebang habis

  pohon,< 2x tinggi pohon

  8 Seleksi

  Penutupan kanopi dominan - dibanding celah terbuka 9 Single-tree Penebangan pohon satu persatu Kanopi hutan kontinyu ada

  Kanopi selalu melindungi areal

  <0,01 ha

  10 Group

  Penebangan dalam kelompok

  Kanopi hutan kontinyu ada 0,01 - 0,1 ha

  kecil pohon

  11 Coppice

  Regenerasi secara vegetatif

  Pembukaan kanopi dominan dibanding yang tertutup

  Lampiran 2. Pengaruh gap pada ekosistem hutan

  Beberapa Istilah

  Hutan (Forest) adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-

  gap bawah gap

  pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan

  1 Hutan tanaman umur

  hidup alam hayati beserta lingkungannya.

  tua (>100 tahun)

  2 Hutan tropika basah

  Kawasan Hutan (Forest Regions) adalah kawasan wilayah

  Panama

  Brokaw, 87

  tertentu yang oleh menteri ditetapkan untuk dipertahankan

  3 Hutan hardwood NZ

  4 Hutan mendung

  sebagai hutan tetap. Kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh

  Lawton dan

  tropika Costa Rica

  Putz, 1988

  menteri yang mengurusi bidang kehutanan dapat berupa areal

  5 Hutan Amazon, Venez

  yang berhutan, semak belukar, padang alang-alang dan lahan

  6 Hutan Subtropis

  blm

  Barik etal,92

  kosong (yang kelak dapat direboisasi).

  daun lebar, India 7 Spesies semak

  Hutan Produksi (Production Forest) adalah kawasan hutan

  8 Penutupan herba

  9 Kehadiran burung

  blm

  yang diperuntukkan untuk produksi hasil hutan dalam rangka

  memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan untuk

  Penyinaran langsung (irradiance)

  pembangunan, industri dan ekspor pada khususnya. Hutan

  11 Hutan hardwood,AS

  Produksi dibagi menjadi 3 berdasarkan kelas peruntukan lahan

  12 Hutan tropis, C.Rica

  serta praktek pengelolaan yang dilakukan, yaitu hutan produksi

  13 Hutan mendung

  Lawton dan

  tropika Costa Rica

  Putz, 1988

  tetap, hutan produksi terbatas dan hutan produksi konversi.

  14 Hutan hujan tropis Mexico

  Dirzo etal,92

  Lingkungan abiotik

  Hutan Tanaman (Plantation Forest Timber Estate) adalah

  15 Suhu udara

  hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan

  Barik etal,92

  kualitas hutan produksi dengan sistem silvikultur Tebang Habis

  18 Kelembaban tanah

  + dan -

  blm

  Barik etal,92

  Permudaan Buatan (Clear Cutting with Artificial Regeneration)

  19 Suhu tanah

  atau THPB. Sistem THPB menuntut diterapkannya sistem

  20 Nutrisi tanah

  silvikultur intensif.

  Barik etal,92

  22 Keberadaan N

  Daur Tanaman adalah jangka waktu antara waktu penanaman sampai tanaman hutan masak untuk dipanen pada hutan tanaman atau siklus tebang yang diperlukan untuk pengusahaan hutan alam secara lestari dimana pada suatu tempat yang sama dilakukan penebangan kembali.

  23 Biomass akar

  + dan -

  blm

  Sanford, 90

  Umur Masak Tebang adalah jangka waktu perkembangan suatu

  teknik silvikultur dilakukan lebih sederhana, termasuk

  tegakan yang memberikan hasil kayu tahunan terbesar, baik

  dihapuskan teknik ITT.

  dari hasil penjarangan maupun tebangan akhir.

  Tebang Habis dengan Permudaan Buatan atau THPB ((Clear

  Siklus Tebang adalah jangka waktu antara penebangan hutan

  Cutting with Artificial Regeneration) adalah sistem silvikultur

  dengan penebangan berikutnya pada suatu areal tertentu pada

  yang meliputi cara penebangan habis dengan permudaan

  areal hutan yang dikelola secara lestari.

  buatan. Sistem ini diterapkan pada kawasan hutan produksi yang telah mengalami kerusakan hutan, seperti hutan rawang,

  Daur hutan alam ditetapkan berdasarkan siklus tebang

  semak, belukar, lahan alang-alang dan tanah kosong lainnya.

  sedangkan daur hutan tanaman ditetapkan berdasarkan umur masak tebang tanaman pokok, yang ditetapkan berdasarkan

  Tebang Habis dengan Permudaan Alam atau THPA (Clear

  kelas perusahaan atau jenis tanaman pokok dan tujuan akhir

  Cutting with Natural Regeneration) adalah sistem silvikultur

  pengelolaan (kayu serat atau perkakas). Penetapan ini

  yang meliputi cara penebangan habis dengan permudaan alam.

  didasarkan pada studi kelayakan berdasarkan pertimbangan

  Sistem ini diterapkan pada areal yang mengalami pasang surut,

  daur ekonomi dan atau daur hasil optimal.

  seperti untuk mengelola hutan mangrove dengan catatan kegiatan penanaman sulit dilakukan karena terkendala oleh

  Kelas Perusahaan adalah kesatuan pengelolaan dalam

  genangan air. Pada pengelolaan hutan mangrove, diwajibkan

  pengusahaan hutan untuk jenis tanaman pokok tertentu.

  menyisakan pohon induk secara merata sebagai sumber benih yang akan tumbuh secara alami pada areal bekas tebangan.

  Tanaman Pokok adalah jenis tanaman hutan yang memiliki luas dan nilai ekonomi dominan.

  Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang meliputi cara tebang pilih dengan batas diameter minimal

  Tebang Pilih Indonesia (TPI) adalah sistem silvikultur yang

  dan diikuti permudaan buatan dalam jalur selebar 3 meter

  menerapkan teknik tebang pilih (selective cutting) dengan

  dengan interval jalur 20 meter dan jarak tanaman dalam jalur

  beberapa kriteria batas diameter tertentu dan kegiatan

  tanam adalah 5 meter. Namun terdapat variasi lainnya dalam

  pembinaan hutan untuk meningkatkan kualitas tegakan tinggal.

  menentukan lebar jalur tanam dan jalur antara, misalnya lebar

  Sistem TPI diterapkan pada hutan alam produksi Indonesia

  jalur tanam 4 meter dan lebar jalur antara 25 meter, yang dibuat

  sejak tahun 1973 sampai 1989.

  memanjang. Sistem ini pertama kali dipraktekan pada PT SBK dan PT ED di Kalimantan Tengah sejak tahun 1998.

  Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) adalah sistem silvikultur yang menerapkan teknik tebang pilih (selective cutting) dengan

  Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) adalah sistem

  batas diameter tertentu sesuai tipe hutan produksinya serta

  silvikultur yang meliputi cara tebang pilih dengan batas

  kegiatan pembinaan hutan untuk meningkatkan kualitas

  diameter minimal 40 cm dan diikuti permudaan buatan dalam

  tegakan tinggal. Sistem TPTI diterapkan pada hutan alam

  jalur tanam selebar 3 meter. Lebar jalur antara 25 meter.

  produksi Indonesia sejak tahun sejak tahun 1989 sampai

  Sistem ini diluncurkan tahun 2005 sebelum akhirnya diganti

  sekarang. Pada sistem TPTI tahun 2009, tahapan kegiatan

  menjadi sistem TPTJ teknik Silin tahun 2009.

  TPTJ teknik Silin adalah sistem silvikultur yang meliputi cara

  Tentang Penulis

  tebang pilih dengan batas diameter minimal 40 cm dan diikuti permudaan buatan dalam jalur tanam selebar 3 meter dan lebar

  Dr. Wahyudi.

  Lahir di Jombang, Jawa

  jalur antara adalah 17 meter, serta jarak tanaman dalam jalur

  Timur pada tanggal 13 Februari 1968. Lulus

  tanam adalah 2,5 meter, yang dibuat memanjang. Teknik Silin

  program doktoral dari Institut Pertanian Bogor

  pada sistem ini mengisyaratkan 3 (tiga) komponen, yaitu

  tahun 2011 pada bidang Silvikultur.

  rekayasa lingkungan (dengan membuat jalur tanam selebar 3

  Disamping sebagai dosen tetap pada Jurusan

  meter), penggunaan bibit unggul dan pengendalian hama

  Kehutanan, Faperta, Universitas Palangka

  terpadu (integrated pest management).

  Raya, penulis juga mengajar pada Program Pasca Sarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

  Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI) adalah sistem silvikultur

  UPR dan aktif melakukan penelitian dan menulis pada berbagai

  yang diterapkan pada hutan alam monokultur. Sistem ini

  buku, prosiding, jurnal nasional dan internasional.

  menghendaki penebangan tegakan hutan secara menyeluruh

  Kedekatannya pada beberapa praktisi pengusahaan hutan

  (clear cutting) pada jalur tebang selebar maksimal 140 m dan

  menyebabkan penulis banyak memperoleh pengalaman

  menyisakan jalur tegakan hutan sebagai jalur antara selebar

  lapangan dan memiliki kesempatan yang luas untuk

  maksimal 35 m. Tegakan hutan pada jalur antara ditebang

  mengimplementasikan ilmu kehutanan. Pada tahun 2009

  setelah dilakukan penjarangan pertama pada tanaman pada jalur

  penulis menempuh summer school pada bidang kehutanan di

  tebang.

  Goettingen dan Dresden, kemudian pada tahun 2010 menempuh international German alumni summer school pada

  Tebang Pilih Tanam Rumpang (TPTR) adalah sistem

  bidang biodiversity. Pengalaman lainnya adalah sebagai tenaga

  silvikultur yang meliputi cara tebang pilih dengan batas

  pengelolaan hutan produksi lestari pada perusahaan kehutanan,

  diameter minimal dan diikuti permudaan buatan dalam

  pakar silvikultur intensif pada Kementerian Kehutanan dan

  rumpang. Luas rumpang antara 0,5 ha sampai 2 ha berbentuk

  fasilitasi kegiatan multi sistem silvikultur pada beberapa

  lingkaran atau persegi sesuai kondisi lapangan yang datar dan

  perusahaan kehutanan seperti PT Dasa Intiga, PT Austral Byna,

  landai.

  PT Gunung Meranti (Kalteng), PT Tunas Timber Lestari (Papua) dan lain-lain, konsultan pada kegiatan reklamasi areal bekas tambang di PT Juloi Coal, PT Multi Tambang Utama, PT Maruwai Coal, kegiatan pelepasan kawasan dan lain-lain. Penulis mempunyai isteri dan dua orang anak, masing-masing bernama dr. Hj. Widi Utami, MM; M. Isa Mahendra dan Hana Maria S.