Evaluasi Sistem THPA

C. Evaluasi Sistem THPA

  Sistem THPA mengandalkan pada struktur dan komposisi jenis komersial yang mengisi tegakan, sehingga bila terjadi kekurangan jenis tersebut akan terjadi kegagalan regenerasi potensi (Synnott dan R.H.Kemp, 2006).

  Meskipun sudah terdapat pedoman pelaksanaan sistem THPA, namun sistem ini hampir belum pernah dipraktekkan di Indonesia. Namun demikian, dalam pelaksanaan di lapangan sistem ini sebenarnya sering terjadi baik di sengaja maupun tidak. Sejak tahun 2009 sistem THPA sudah tidak diakui Meskipun sudah terdapat pedoman pelaksanaan sistem THPA, namun sistem ini hampir belum pernah dipraktekkan di Indonesia. Namun demikian, dalam pelaksanaan di lapangan sistem ini sebenarnya sering terjadi baik di sengaja maupun tidak. Sejak tahun 2009 sistem THPA sudah tidak diakui

  XI. AGROFORESTRY

  tanaman sela untuk tanah yang kurang subur dan mendapat tekanan penggembalaan liar.

  Menurut International Council for Research in Agroforestry

  A. Pengertian dan Dasar Sistem Agroforestry

  (ICRAF), agroforestry adalah sistem pengelolaan lahan dengan berasaskan kelestarian dalam rangka meningkatkan hasil lahan

  Konsep tumpang sari atau agroforestry yang dikemas secara

  secara keseluruhan dengan cara mengkombinasikan produksi

  ilmiah dirintis oleh Canadian International Development

  tanamaan, baik tanaman keras maupun tanaman pertanian

  Centre pada tahun 1970-an. Konsep ini dilatar-belakangi oleh

  danatau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit

  kondisi hutan di negara berkembang yang belum cukup

  lahan yanag sama, serta menerapkan cara-cara pengelolaan

  dimanfaatkan secara optimal. Penelitian dan pengembangan

  yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat. Menurut

  yang dilakukan di bidang kehutanan sebagian besar hanya

  Satjapradja (1981), agroforestry adalah metode penggunaan

  mengarah pada eksploitasi hutan secara selektif di hutan alam

  lahan secara optimal dengan mengkombinasikan sistem-sistem

  dan pengembangan hutan tanaman. Muncul ide lanjutan untuk

  produksi biologis yang berotasi pendek dan panjang (kombinasi

  meningkatkan dayaguna lahan yang tidak terbatas pada hasil

  produk kehutanan dan produksi pertanian) melalui cara

  hutan kayu semata, namun perlu ada perhatian pula terhadap

  berdasarkan azas kelestarian yang dilakukan secara bersamaan

  masalah-masalah yang selama ini diabaikan, yaitu sistem

  atau berurutan dalam kawasan hutan atau diluarnya, dengan

  pengelolaan dan produksi kayu bersamaan dengan

  bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Nair (1989)

  pengembangan komoditi pertanian, dan atau peternakan serta

  setuju dengan pendapat Lundgren dan Raintree bahwa

  merehabilitasi lahan kritis.

  agroforestri adalah nama kolektif untuk sistem-sistem

  Di sisi lain, terdapat kegiatan yang dapat mengarah kepada

  penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu

  pengrusakan lingkungan, yang seakan-akan tidak dapat

  (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dsb) ditanam

  dikendalikan lagi. Kecenderungan pengrusakan lingkungan ini

  bersamaan dengan tanaman pertaian danatau hewan, dengan

  perlu dicegah dengan cara pengelolaan lahan yang dapat

  tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau

  mengawetkan lingkungan fisik sekaligus dapat memenuhi

  urutan temporal, dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi

  kebutuhan pangan, papan, dan sandang khususnya bagi

  ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang

  masyarakat setempat.

  bersangkutan.

  Praktek tumpang sari sebenarnya sudah diterapkan sejak

  Tujuan pengembangan agroforestry antara lain :

  lama di Burma, Banglades, India, Indonesia dan lain-lain

  1. Pemanfaatan lahan secara optimal yang ditujukan untuk

  namun belum kemas secara ilmiah, terencana dan terintegrasi.

  menghasilkan hasil hutan berupa kayu dan non kayu secara

  Di Burma istilah ini dikenal sebagai Taungya. Di Pulau Jawa

  bersamaan atau berurutan.

  (Pemalang) praktek tumpang sari pertama kali dipopulerkan

  2. Meningkatkan

  produktifitas

  lahan dan menjaga

  oleh Buurman V. Vreeden pada tahun 1883 sebagai salah satu

  biodiversitas

  sistem dalam pengelolaan hutan tanaman jati (Tectona

  3. Pembangunan hutan secara multi fungsi dengan melibatkan

  grandis). Pada tahun 1907 tanaman sela kemlandingan

  peran serta masyarakat secara aktif.

  (Leucaena leucocephala) diperkenalkan oleh J. Jaski dan pada

  4. Meningkatkan pendapatan penduduk setempat dengan

  11. Menambah ruang terbuka hijau

  memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan

  12. Sebagai tempat pemeliharaan ternak dan habitat

  meningkatnya kepedulian warga masyarakat terhadap upaya

  13. Mampu menekan pertumbuhan alang-alang (Imperata

  cylindrica) menggunakan tanaman sela kemlandingan dan

  lingkungannya guna mendukung proses pemantapan

  perawaratn intensif oleh petani

  ketahan pangan masyarakat. Program ini juga sangat

  14. Biaya pengelolaan menjadi lebih rendah dibanding output

  membantu petani yang hanya mempunyai lahan terbatas.

  yang dihasilkan.

  5. Terbinanya kualitas daya dukung lingkungan bagi

  kepentingan masyarakat luas.

  6. Mendukung ketahanan pangan (food security) dan energi

  melalui peningkatan produksi tanaman pertanian, buah, minyak nabati (lemak) dan lain-lain

  7. Menekan kerusakan hutan akibat perambahan hutan,

  perladangan dan lain-lain yang dilakukan masyarakat sekitar hutan

  8. Meningkatkan budidaya tanaman obat alami

  9. Membantu penyerapan karbon

  10. Menciptakan agropolitan

  Gambar 35. Sistem agroforestry: tanaman keras dapat melindungi tanaman semusim dari pengaruh angin badai

  Gambar 34. Agroforestry: tanaman pokok (jati) dengan

  Tanaman pertanian yang dapat dipergunakan untuk kegiatan

  tanaman semusim (jagung)

  agroforestry adalah padi gogo (varietas jatiluhur, dodokan dll), kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang agroforestry adalah padi gogo (varietas jatiluhur, dodokan dll), kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang

  Pada dasarnya sistem agroforestry mempunyai ciri-ciri

  hitankumeli, nanas, berbagai jenis sayuran, wijen, bengkuang,

  sebagai berikut:

  sorghum, waluh kuning, tanaman obat dan rempah

  1. Dasar struktural yang menyangkut sistem silvikultur,

  (pulepandak, panili, lada, kemukus, cabe jamu, gambir, empon-

  silvopastur, agrisilvopastur.

  empon: jahe, kencur, lengkuas, kunyit, temulawak,

  a. Agrisilvopastur adalah penggunaan lahan secara sadar

  lempunyang, kapulaga, nilam, mentha, kunyit, kumis kucing),

  dan dengan pertimbangan masak untuk memproduksi

  rumput pakan ternak, tanaman pangan (ganyong, garut, iles-

  hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan atau

  iles, gadung), lidah buaya dan lain-lain.

  berurutan.

  Beberapa jenis tanaman yang kurang dianjurkan sebagai

  b. Sylvopastoral system adalah sistem pengelolaan lahan

  tanaman tumpang sari karena banyak menyerap unsur hara

  hutan yang dikombinasikan dengan peternakan.

  sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah adalah ketela

  c. Agrosylvo-pastoral adalah sistem pengelolaan lahan

  pohon, pisang buah, tebu, rumput gajah, sereh wangi dan lain-

  hutan untuk memproduksi hasil pertanian dan

  lain

  kehutanan secara bersamaan, dan sekaligus untuk

  Persyaratan tanaman untuk agrofrestry:

  memelihara hewan ternak.

  a. Tidak bersifat alelopati, tidak invasif, tidak bersifat

  d. Multipurpose forest adalah sistem pengelolaan dan

  dominan atas yang lain, dapat berasosiasi positif atau

  penanaman hutan menggunakan berbagai jenis pohon

  (setidaknya) tidak mengganggu

  untuk menghasilkan bermacam-macam hasil hutan kayu

  b. Interaksi

  dan non kayu, seperti obat-obatan, getah, buah, madu,

  komensalisme (epipit). Beberapa tanaman sejenis atau

  gaharu dan lain-lain serta manfaat tidak langsung seperti

  berbeda jenis ada yang dapat melakukan konjugasi

  konservasi lingkungan, tanah dan air, ekowisata dan

  (penyatuan) akar untuk memperluas bidang perakaran.

  lain-lain.

  c. Secara sendiri atau bersama mampu membentuk Safety

  2. Dasar fungsional yang menyangkut fungsi utama atau

  Nutrient Network, sehingga dapat mengoptimalkan

  peranan dari sistem, terutama komponen kayu-kayuan.

  penggunakan ruang perakaran (dibawah tanah).

  3. Dasar sosial ekonomi yang menyangkut tingkat masukan

  d. Kombinasi jenis tanaman yang mempunyai karakteristik

  dalam pengelolaan (masukan rendah, sedang dan tinggi)

  ruang tumbuh masing-masing, sehingga menciptakan

  atau intensitas dan skala pengelolaan, atau tujuan-tujuan

  dimensi waktu dan tata ruang, seperti tree crops yang

  usaha (subsistem, komersial, intermedier)

  mengisi strata atas dan perakaran dalam dengan annual

  4. Dasar ekologi yang menyangkut kondisi lingkungan dan

  crops yang mengisi strata bawah dan perakaran dangkal.

  kecocokan ekologi dan sistem.

  e. Mampu membentuk sinergi mutualisme dengan fungsi dan

  peranan masing-masing dalam ekosistem agroforestry (jawaban soal nomor 1)

  d. Dapat hidup bersama berdasarkan dimensi waktu dan tata

  ruang, sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan penghasilan (output) serta berkelanjutan (sustainable agroforestry management).

  2. AF vs ilmu peternakan dan perikanan (agrosilvopastural) Mutualisme antara tree crops, annual crops dan binatang

  ternak melalui penyediaan habitat, pakan dan pupuk organik serta meningkatkan sosek masyarakat

  3. AF vs ilmu ekonomi

  Menciptakan variasi produksi sesuai tata waktu dan runag serta meningkatkan nilai tambah lahan serta kontinyuitas hasil yang lebih resisten terhadap resiko akibat hama dan penyakit serta fluktuasi harga komoditas tertentu.

  4. AF vs ilmu ekologi

  AF yang kaya tree crops dapat memperkecil surface run off, meningkatkan kandungan serasah, bahan organik, kesuburan tanah, kapasitas infiltrasi tanah dan siklus hidro-orologi, melindungi sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta proses biogeokimia, konservasi tanah dan air, meningkatkan

  Gambar 36. Rehabilitasi lahan melalui sistem agroforestry

  biodiversity dan kualitas lingkungan.

  5. AF vs ilmu sosial (social forestry)

  B. Hubungan Agroforestry dengan Bidang Lain

  Melalui hutan kemasyarakatan (Community forest) masyarakat dapat mengelola hutan dengan lebih leluasa dengan

  1. Agroforestry vs ilmu pertanian + kehutanan

  berbagai variasi tanaman (tree crops dan annual crops).

  Sistem agroforestry (AF) dapat

  mengoptimalkan

  Melalui hutan rakyat (Farm-forest) masyarakat dapat

  penggunakan lahan berdasarkan dimensi waktu dan tata ruang

  mengelola lahan miliknya menggunakan tree crops dan annual

  vertikal dan horisontal sehingga dapat meningkatkan

  crops secara lebih berkesinambungan, berwawasan lingkungan.

  produktifitas lahan, ramah lingkungan dan meningkatkan

  lapangan pekerjaan,

  penghasilan. Tanaman pertanian (annual crops), termasuk

  meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat

  tanaman perkebunan, dapat mengoptimalkan penggunaan ruang

  serta menyediakan jasa lingkungan yang berkualitas tinggi.

  tumbuh; unsur hara dan cahaya sehingga dapat meningkatkan

  Orientasi ekonomi dalam skala subsisten, semi komersial dan

  kuantitas, kualitas dan diversitas produksi serta membantu

  komersial.

  sosek masyarakat (khususnya pada hutan tanaman). Sedangkan tanaman kehutanan (tree crops) dapat berperan sebagai pagar,

  6. Kontribusi Agroforestry system (AF) pada ketahanan pangan

  melindungi dari angin, binatang ternak, estetika, suplai serasah,

  Diversitas tanaman pangan dalam AF dapat memberikan

  jasa lingkungan serta konservasi tanah dan air.

  variasi hasil produksi pangan, seperti padi, jagung, ketela variasi hasil produksi pangan, seperti padi, jagung, ketela

  yang berkelanjutan sehingga mempertinggi produksi per satuan

  sagu, kerut dan lain-lain (tidak tergantung pada satu jenis

  waktu.

  komoditi pangan saja= diversifikasi produk). Kawasan hutan yang sangat luas (120,35 juta ha) mampu memberi kontribusi

  10. Peranan Agroforestry (AF) pada perlindungan tanah

  pada ketahanan pangan apabila (sebagian pengelolaannya)

  AF yang mempunyai beberapa strata tajuk mampu

  menerapkan sistem agroforestri, yaitu melakukan percampuran

  melindungi tanah dari tumbukan air hujan dan sengatan sinar

  tanaman kehutanan (tree crops) dengan tanaman pangan (food

  marahari secara langsung, sehingga struktur dan agregat (sifat

  crops), misalnya tanaman jati dengan jagung, tanaman sengon

  fisik) tanah terjaga dan tidak mudah tererosi. Serasah yang

  dengan padi gogo dll.

  dihasilkan cukup banyak, sehingga dapat menambah BO dan unsur hara dalam tanah. Melalui proses perombakan

  7. Kontribusi Agroforestry system (AF) pada energi:

  (desomposition) dan pelapukan oleh iklim (weathering) dapat

  AF dapat memberikan energi hayati yang terbarukan melalui

  memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah. Tree crops

  penggunakan kayu bakar, arang, biogas sampai pada

  mempunyai lapisan perakaran yang dalam. Semuanya dapat

  penggunaan komoditi penghasil biofuel pengganti BBM seperti

  memperkecil surface run off, meningkatkan kapasitas infiltasi

  jarak pagar, kelapa sawit, jagung dll.

  tanah dan kandungan air tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (biogeokimia).

  8. Kontribusi Agroforestry (AF) pada pengurangan

  pemanasan global Penggunaan tanaman keras (tree crops) dapat menyerap gas

  C. Desain Agroforestry

  rumah kaca (seperti CO2) sebagai penyebab utama pemanasan global, karena tree crops banyak melakukan fotosintesis yang

  Dasar-dasar dalam mendesain agroforestry pada prinsipnya

  menyerap CO2 dari udara (C-sink ) dan menimbun dalam

  dapat mendorong tercapainya peningkatan produktifitas lahan,

  biomass sebagai (C-stock).

  keberlanjutan dan penyebarluasan sistem agroforestry ke berbagai tempat dan dalam kondisi yang berbeda. Hal-hal yang

  9. Peranan Agroforestry system (AF) pada produktifitas lahan

  perlu diperhatikan adalah:

  AF dapat mengoptimalkan penggunaan lahan berdasarkan

  a. Memelihara dan meningkatkan keunggulan sistem AF,

  dimensi waktu dan tata ruang (vertikal dan horisontal). AFS

  meminimalisir kelemahannya dan mewujudkan kelestarian

  dapat memanfaatkan ruang tumbuh diatas tanah serta ruang

  SDA-lingkungan dan kesejahteraan petani.

  perakaran secara lebih baik melalui kombinasi jenis tree crops

  b. Terdapat rumusan pengelolaan AF yang spesifik sesuai

  dan annual crops yang sesuai. Tree crops yang mengisi strata

  kondisi lahan dan masyarakat setempat

  atas dan mempunyai perakaran lebih dalam dikombinasikan

  c. Rumusan pengelolaan AF beragam sesuai kondisi lahan dan

  dengan annual crops pada strata bawah dan areal perakaran

  keadaan masyarakat, namun semuanya mempunyai kriteria

  yang dangkal. Kombinasi ini dapat menghasilkan variasi

  berupa: Merupakan campuran tree crops dan annual crops,

  produk dan meningkatkan produktifitas lahan (hasil hutan-kayu

  mempunyai lebih dari satu strata tajuk, produktifitas cukup

  dan hasil tanaman pertanian) serta menciptakan areal budidaya

  tinggi dan dapat meningkatkan pendapatan petani, terjaganya fungsi ekosistem dan dapat diadopsi oleh petani.

  d. Unit pengelolaan AF mulai dari skala rumah tangga sampai

  unit usaha yang besar (perusahaan).

  e. Pengembangan sistem AF melalui jaringan kerjasama

  dalam wadah koperasi, paguyuban, kelompok tani dll untuk menangani pengelolaan produksi, pemasaran, keuangan dan lain-lain

  f. Unit pengelolaan AF lebih besar dibanding unit pengelolaan monokultur (7-8 kali) atau sekitar 2 haKK

  g. Pengelolaan sistem AF mulai dari lahan milik masyarakat

  (misalnya pengelolaan lahan pekarangan, farm-forest) sampai pada kawasan hutan (misalnya community forest)

  Di masa depan agroforestry lebih banyak diarahkan pada hal-hal sebagai berikut

  1. Optimalisasi penggunaan

  lahan

  dan peningkatan

  produktifitas lahan menggunakan heterocultural system

  Gambar 37.

  2. Sustainable agroforestry management

  Sistem agroforestry mengoptimal

  3. Peningkatan kesejahteraan petani melalui optimalisasi

  kan penggunaan lahan. Tanaman

  penggunakan lahan dan peningkatan produktifitas

  keras dengan zona perakaran

  4. Usaha pertanian yang ramah lingkungan menggunaan tree

  dalam serasi dengan tanaman

  crops

  semusim

  dengan perakaran

  5. Pengelolaan sumber daya alam dengan kaidah konservasi

  dangkal.

  tanah dan air

  6. Reduksi gas rumah kaca untuk menekan pemanasan global

  menggunakan tanaman keras

  11. Peranan Agroforestry system (AFS) pada sustainable

  7. Penerapan agroforestry pada tingkat bentang alam (lanskap)

  farming system (sistem pertanian berkelanjutan): Kombinasi

  8. Pengembangan ilmu dan teknologi agroforestry sesuai

  tanaman pertanian (annual crops) dengan tanaman keras

  kondisi lahan dan masyarakat setempat (adopsi iptek

  (tree crops) dapat menciptakan sistem pertanian

  agroforestry)

  berkelanjutan. Kombinasi dapat berdasarkan dimensi

  9. Evaluasi produktifitas, ekonomi, keberlanjutan, sosial,

  waktu

  (permanent

  combination dan temporary

  distribusi, jasa lingkungan, perlindungan das, emisi gas

  combination) serta tata ruang (penyebaran vertikal dan

  rumah kaca dan biodiversity.

  horisontal). Tree crops dapat menyuplai serasah (bahan

  10. Perbaikan dan penyesuaian kelembagaan dan kebijakan

  organik) secara kontinyu pada lahan pertanaman sehingga

  yang berkaitan dengan agroforestry serta pemberdayaan

  dapat menyediakan humus dan unsur hara. Pergiliran

  masyarakat lokal (indigenous)

  tanaman dilakukan dengan sistem pergantian total atau sebagian dan berseling. Pemanenan kayu pada AFS menggunakan sistem tebang pilih dan kegiatan regenerasi tanaman dilakukan dengan sistem pergantian total atau sebagian dan berseling. Pemanenan kayu pada AFS menggunakan sistem tebang pilih dan kegiatan regenerasi

  tumpangsari pada dasarnya dilaksanakan oleh kelompok tani hutan yang berlaku sebagai

  Pelaksanaan

  kegiatan

  Desain agroforestry di areal pengusahaan hutan

  wadah para peserta tumpangsari. Disamping sebagai peserta tumpangsari masyarakat setempat juga dapat dilibatkan sebagai

  Pemegang konsesi, terutama IUPHHK-Hutan Tanaman

  tenaga kerja dalam pembangunan hutan tanaman. Perusahaan

  tanaman wajib memberdayakan masyarakat di sekitar dan di

  dapat berperan sebagai pendamping masyarakat dalam

  dalam kawasan hutan produksi dan atau di sekitar areal

  pelaksanaan kegiatan tumpangsari, dalam hal:

  kerjanya antara lain untuk melaksanakan kegiatan tumpangsari.

  1. Penyandang penyedia dana kegiatan.

  Kewajiban pelaksanaan tumangsari setiap tahunnya dapat

  2. Pembimbing masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan.

  mencapai 20 dari luas tanaman pokok yang direncanakan

  3. Membantu pemasaran hasil produksi tumpangsari melalui

  untuk ditanam (Kewajiban ini tidak berlaku bagi areal berawa

  lembaga koperasi yang ada di lokasi setempat.

  dan hutan tanaman sagu). Peserta tumpangsari wajib melaksanakan kegiatan tumpangsari sesuai perjanjian yang telah disepakati bersama dengan pihak perusahaan. Peserta tumpang sari juga wajib memelihara tanaman pokok kehutanan.

  Gambar 39. Tanaman padi gogo berdampingan dengan tanaman pokok, sengon. Penggilingan padi dilakukan di lapangan dengan memanfaatkan

  Gambar 38. Menugal. Menyemai benih padi gogo di antara

  mulsa sebagai bahan organik

  tanaman pokok: sengon. Lokasi: HTI PT GM, Kalsel

  Pelaksanaan tumpangsari dilakukan dalam bentuk kontrak atau penjanjian kerja antara peserta tumpangsari dalam wadah

  XII. MULTISISTEM SILVIKULTUR

  kelompok tani hutan dengan pihak perusahaan. Pola dasar kontrak atau perjanjian kerja tumpangsari berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik dalam pelaksanaan

  A. Pengertian dan Dasar Multisistem Silvikultur

  tumpangsari maupun dalam pembangunan hutan tanaman.

  Peserta tumpangsari disamping memperoleh manfaat hasil

  Kondisi sumberdaya hutan di Indonesia cenderung

  pertanian dalam pelaksanaan tumpangsari juga memperoleh

  mengalami penurunan, baik kuantitas (deforestation) maupun

  upah sebagai tenaga kerja dalam pembangunan hutan tanaman

  kualitasnya (forest degradation), seiring dengan perubahan

  dalam bentuk pemeliharaan pengaman tanaman pokok mereka.

  lingkungan pada tingkat nasional maupun global. Laju

  Untk kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tumpangsari

  deforestasi di Indonesia sebesar 1,8 juta hath (1985-1997) dan

  pihak perusahaan wajib menyediakan bantuan berupa sarana

  meningkat menjadi 2,84 juta hath (1997-2000) (Balitbanghut

  produksi dalam bentuk benih bibit tanaman, pupuk, pestisida,

  peralatan pertanian dan lain-lain dalam anggaran tumpangsari.

  Tantangan terbesar dalam mengelola hutan alam lainnya

  Penyaluran sarana produksi oleh pihak perusahaan dilakukan

  adalah rendahnya tingkat produktifitas hutan alam. Menurut

  kelompok tahi hutan setelah kontrak perjanjian kerja

  Ditjen BPK (2010) produktifitas hutan alam produksi sampai

  ditandatangani kedua belah pihak.

  tahun 2003 hanya sebesar 1,1-1,4 m 3 hath, lalu turun menjadi 0,46 m 3 hath pada tahun 2007. Pada tahun 2010 produktifitas hutan alam semakin menurun, yaitu 0,25 m 3 hath (Suparna 2010). Di IUPHHK PT Gunung Meranti, rata-rata produktifitas hutan hanya 0,45 m 3 hath (Wahyudi 2010a). Produktifitas hutan yang rendah menyebabkan biaya pembinaan hutan menjadi kurang tersedia sehingga hutan tidak terawat. Pengelola hutan (pengusaha) cenderung mengalihkan usahanya pada sektor lain yang lebih menguntungkan. Pemda cenderung mengkonversi hutan menjadi areal perkebunan atau pertambangan yang lebih produktif dan mendatangkan uang dalam waktu singkat. Kebijakan Pemerintah (Dephut) mencabut izin usaha HPH yang tidak baik kinerjanya justru meningkatkan kehancuran hutan disebabkan semakin maraknya illegal logging, illegal minning dan perambahan hutan pada kawasan yang sudah “tidak bertuan” tersebut.

  Pada saat ini kondisi kawasan hutan sudah terfragmentasi (Wahyudi 2010) dan berbentuk mosaik (Suhendang 2008) dengan produktifitas yang rendah. Mosaik kawasan hutan Pada saat ini kondisi kawasan hutan sudah terfragmentasi (Wahyudi 2010) dan berbentuk mosaik (Suhendang 2008) dengan produktifitas yang rendah. Mosaik kawasan hutan

  sistem silvikultur yang diterapkan pada suatu unit manajemen

  over forest), hutan rawang (low potential forest), semak

  dan merupakan multi usaha dengan tujuan mempertahankan

  belukar, padang alang-alang dan tanah kritis. Bahkan tidak

  dan meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan lainnya serta

  jarang ditemukan desa, perkampungan, kebun rakyat, ladang

  dapat mempertahankan kepastian kawasan hutan produksi.

  dan lain-lain di dalam kawasan hutan. Sektor kehutanan telah memasuki titik paling lesu sejak tiga dasawarsa terakhir.