Cadangan unsur hara
3. Cadangan unsur hara
Cadangan unsur hara dalam jalur antara sistem TPTJ relatif masih baik dan terlindungi. Dalam waktu 3-5 tahun celah- celah yang terbuka akibat pembalakan telah tertutup kembali secara baik. Ekosistem kembali stabil dan siklus hara tertutup
71 serta iklim mikro berfungsi seperti sedia kala. Dalam celah (gaps) itulah pertumbuhan berjalan paling cepat karena
mendapat rangsangan sinar, sehingga kemampuan recovey hutan berjalan lebih baik.
Cadangan unsur hara dalam jalur bersih terdapat dalam
lapisan tanah yang tidak terganggu serta bahan organik, seperti sisa-sisa tunggak dan perakaran, serasah dan humus. Horison tanah berupa lapisan O (litter and duff - fermentation, humus), lapisan A, B, C sampai bedrock masih dipertahankan dengan
Gambar 25. Respon pertumbuhan volume (m 3 ha) tanaman baik. Pertumbuhan tanaman juga mendapat pengaruh positif dari jalur antara di sampingnya, berupa ruang tumbuh yang
Shorea leprosula terhadap pemanenan dan
optimal, suplai bahan organik, mikorisa dan lain-lain.
asumsi penurunan kualitas tempat tumbuh pada
Tanah di hutan tropis adalah marginal dengan kesuburan
daur ke-2
tanah yang rendah, miskin unsur hara dan berifat masam, sehingga banyak unsur hara yang tertahan (tidak tersedia untuk
Untuk memperpendek waktu daur ke-2 supaya mendekati
tanaman). Sebagain besar (sekitar 75) biomassa hutan
waktu daur ke-1 (32 tahun) diperlukan teknik silvikultur
terletak pada vegetasi dan hanya sebagian kecil yang berada
intensif berupa perbaikan kualitas tempat tumbuh, baik melalui
dalam tanah. Ekosistem hutan telah membentuk iklim mikro
pembukaan jalur yang optimal maupun perbaikan sifat kimia
dan membangun mekanisme siklus hara tertutup. Interaksi
tanah dengan pemberian bahan organik (mulsa), pupuk dan
berbagai komponen dalam hutan menunjukkan adanya
kapur secara berimbang. Pemakaian bibit unggul hasil
hubungan saling ketergantungan yang tinggi dan semua
pemuliaan pohon serta pengendalian hama terpadu juga dapat
mekanisme fungsi dan sistem berlangsung sangat efisiensi.
mempersingkat daur tanaman.
Tegakan hutan telah membentuk safety nutrient network dan
Meskipun penanaman pada sistem TPTJ menerapkan sistem
kerja sama dengan berbagai mikroba tanah termasuk mikorisa.
tebang habis pada jalur tanam, namun asumsi di atas belum
Tegakan hutan adalah biomassa yang tersusun dari unsur
untuk memberi ruang tumbuh yang optimal bagi pertumbuhan
hara. Makin banyak biomassa yang diambil, misalnya dalam
tanaman, sehingga dapat meningkatkan produktiftas hutan.
proses penebangan dan pemanfaatan kayu bulat, maka makin
Namun demikian keragaman biotik hutan tropika masih
berkurang kandungan biomassa dan unsur hara dalam areal
dipertahankan dalam jalaur antara yang menempati porsi 85.
tersebut. Sistem TPTJ dengan limit dimeter 40 cm serta
Keragaman biotik dalam jalur antara dapat berfungsi
pembuatan jalur bersih telah banyak mengeluarkan biomassa
sebagai sumber plasma nutfah (genetic resource conservation
dan unsur hara dari hutan. Namun sistem ini dapat menjaga
area) yang dapat memberi kontribusi nyata bagi peningkatan
kelestraian produksi bahkan meningkatkan produktifitas hutan.
produktifitas dan kualitas produksi dari satu generasi ke
Pada hutan klimak (virgin forest atau LOA) pemanfaatan
generasi berikutnya dan memberi peluang bagi kegiatan
sinar matahari untuk menghasilkan biomassa lanjutan relatif
penelitian hasil hutan non kayu seperti biji tengkawang,
kecil. Sebagian besar sinar matahari hanya diterima oleh
minyak, senyawa kimia, obat-obatan, penyerap karbon dan
pohon-pohon tua yang sudah tidak produktif yang
lain-lain.
mendominasi lapisan tajuk paling atas (stara A). Pohon-pohon
Keragaman biotik akan semakin meningkat dan potensi
muda, permudaan tingkat tiang, pancang dan semai sangat
hutan akan semakin baik pada saat dilakukan penanaman dan
sedikit mendapatkan sinar, sehingga pertumbuhan dan
pengayaan jenis-jenis unggul dalam jalur tanam (line
produktifitasnya sangat kecil, padahal kelompok ini adalah
enrichment planting) (Coates dan Philip, 1997). Sepuluh jenis
bagian yang paling berpotensi untuk dapat tumbuh lebih besar
yang direkomendasikan pakar TPTII dalam kegiatan line
lagi. Sinar adalah limiting factor bagi pertumbuhan permudaan
enrichment planting adalah Shorea leprosula, s. parvifolia, s.
di dalam dan di lantai hutan. Ketersediaan unsur hara dalam
smithiana, s. johorensis, s. macrophylla, s.ovalis, s.
tanah menjadi tidak berarti bagi pertumbuhan permudaan
platyclados, s. selanica, s. javanica, Dryobalanops spp.
apabila tidak ada sinar atau intensitasnya sangat kecil. Dengan
Sementara itu menurut Dephut (2005), terdapat tujuh jenis yang
demikian, penerapan TPTJ akan menambah intensitas sinar
paling baik, yaitu Shorea leprosula, s. johorensis, s.
dalam jalur antara dan terlebih lagi dalam jalur bersih, sehingga
platyclados, s. macrophylla, s. parvifolia, s. selanica dan s.
pertumbuhan tegakan tinggal, permudaan dan tanaman menjadi
smithiana.
lebih baik. Ketersediaan unsur hara dalam tanah harus
Seringkali ditemukan jenis pionir yang berifat intoleran
ditunjang oleh intensitas sinar yang cukup (untuk mematahkan
tumbuh pada jalur tanam yang lebih kaya sinar, dimana jenis-
faktor pembatas sinar) agar pertumbuhan terjadi secara optimal.
jenis tersebut tidak ditemukan pada hutan klimak atau pada jalur antara, seperti jabon, mahang, trema dan lain-lain. Berikut
4. Keragaman biotik
ini disajikan daftar spesies yang sering muncul pada daerah terbuka bekas tebangan.
Keragaman biotik dalam sistem TPTJ masih dipertahankan dalam jalur antara. Dengan memperhatikan kurva spesies area dalam hutan tropika basah, maka keberadaan jalur antara dengan lebar 17 sampai 22 meter sudah dapat mewakili keanekaragaman jenis (biodiversity), terutama flora, dalam kawasan hutan tersebut. Jalur bersih dalam sistem TPTJ dibuat
Tabel 20. Beberapa jenis yang sering muncul pada daerah
terbuka bekas tebangan di hutan tropis
VII. TEBANG PILIH TANAM INDONESIA INTENSIF
No
Jenis
Tipe Suksesi ()
1 Hopea sangal +
A. Pengertian Dasar Sistem TPTII
2 Macaranga gigantea ++
3 Litsea costalis +
Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif
4 Symplocos fasciculata +
5 Glochidion colmanianum ++
(TPTII) pada prinsipnya sama dengan sistem Tebang Pilih
6 Elliphanthus beccarii +
Tanam Jalur (TPTJ), yang dapat menjawab kelemahan sistem
7 Nephelium eriopetalum +
sebelumnya (TPTI) terutama dalam penanaman dan aspek
8 Geunsia pentandra ++
pengawasan hasil penanaman. Perbedaan hanya terletak pada
Gironniera nervosa
10 Trema orientalis +++
pembuatan lebar jalur bersih selebar 3 meter dan jalur antara 17
11 Mallotus paniculatus +++
meter dan tidak ada alternatif lain sebagaimana sistem TPTJ
12 Macaranga hypoleuca +++
sebelum tahun 2009. Sistem ini dijalankan dengan berpedoman
13 Dacryodes rostrata
pada Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan
14 Ficus virgata +++
15 Melastoma malabathricum +++
Nomor 77VI-BPHA2005 tanggal 13 Mei 2005 dan Nomor
16 Vernonia arborea ++
SK.226VI-BPHA2005 tanggal 1 September 2005 tentang
17 Palaquium rostratum +
pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII).
18 Vitex pubescens ++
Sistem TPTII
dinyatakan tidak
berlaku semenjak
19 Piper aduncum +++
20 Cratoxylon clandestinum +
dikeluarkannya Peraturan Dirjen BPK No. P.9VIBPHA2009.
21 Anthocephallus cadamba ++
Namun dasar dan landasan pemikiran sistem ini masih perlu
Keterangan: + jenis toleran
diabadikan untuk pembelajaran generasi mendatang.
++ jenis pionir umur panjang +++ jenis pionir umur pendek
Tujuan umum sistem TPTII adalah membangun hutan tropis lestari dinamis, yang dicirikan dengan selalu meningkatnya potensi dan fungsi hutan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas dari satu rotasi tebang ke rotasi tebang berikutnya. Sedangkan tujuan khusus silin TPTII adalah membangun hutan sebagai transisi menuju hutan tanaman meranti dan untuk menjamin fungsi hutan yang optimal.
Pengelolaan hutan pada hutan perawan (virgin forest) maupun hutan bekas tebangan (log over area) secara Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dengan jumlah bibit 200 batang per hektar seluas minimal 1.000 hektar per tahun selama 30 tahun akan dihasilkan luasan 30.000 hektar, dijamin dapat menjadi areal pengelolaan hutan yang lestari. Dengan Pengelolaan hutan pada hutan perawan (virgin forest) maupun hutan bekas tebangan (log over area) secara Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dengan jumlah bibit 200 batang per hektar seluas minimal 1.000 hektar per tahun selama 30 tahun akan dihasilkan luasan 30.000 hektar, dijamin dapat menjadi areal pengelolaan hutan yang lestari. Dengan
6. Penanaman
sebanyak 160 pohon per hektar, akan dihasilkan standing stock
7. Pemeliharaan tanaman (penyianganpemulsaan I sd X,
sebanyak 400 m3 per hektar, belum termasuk tegakan sisa yang
penyulaman I dan II, pemupukan awal dan lanjutan,
masih dapat dimanfaatkan.
pembebasan vertikal I dan II dan penjarangan I dan II)
Mengingat keseragaman individu penyusun tegakan pada
8. Perlindungan tanaman
akhir rotasi tebang diperkirakan memiliki keseragaman yang
9. Penelitian dan pengembangan
tinggi, maka model ini akan berfungsi sebagai transisi
10. Pemanenan kayu.
perubahan sistem silvikultur tebang pilih dengan permudaan
Pada tahap awal, kegiatan TPTI Intensif (TPTII) hanya
buatan menjadi sistem silvikultur intensif.
menempati areal pengelolaan hutan seluas 10 dari total luas
Dengan meningkatnya potensi hutan, maka luas areal hutan
areal kerja (konsesi). Areal lainnya masih tetap menggunakan
alami fungsi produksi yang digunakan untuk menghasilkan
sistem TPTI. Pengaturan luasan dilakukan sedemikian rupa
kayu pertukangan akan semakin kecil sehingga alokasi areal
sehingga luas areal pengelolaan hutan sistem TPTI dan TPTII
untuk konservasi genetik akan bertambah luas. Dengan
sesuai dengan etat luas perusahaan. Pada perkembangan
demikian komponen keanekaragaman yang ada sebagai sumber
selanjutnya luas areal yang dipergunakan untuk pengelolaan
plasma nutfah dan keanekaragaman jenis akan dapat
hutan sistem TPTJ (sebagai pengganti dari TPTII) disesuaikan
dipertahankan. Areal konservasi yang terjaga dapat
dengan kebutuhan perusahaan dengan tetap mengedepankan
dipergunakan untuk penelitian hasil hutan lainnya, misalnya
aspek kelestarian hutan.
penghasil lemak, minyak, senyawa kimia dan bioaktif.
Secara umum penataan areal kerja sistem TPTII adalah
Dengan meningkatnya produktifitas, maka lokasi tanaman
sama dengan sistem TPTI. Setelah dikurangi kawasan
perlindungan dan areal tidak efektif untuk produksi, areal kerja
mempertimbangkan aspek asesibilitas, jarak angkut dan sarad
yang efektif untuk produksi dibagi menjadi blok kerja tahunan
serta topografi yang mendukung. Akibatnya akan semakin
dan blok kerja tahunan dibagi menjadi beberapa petak dengan
banyak areal hutan yang dimanfaatkan sesuai fungsinya, yaitu
ukuran sekitar 100 ha. Pembagian petak kerja menggunakan
sebagai kawasan perlindungan dan pengatur tata air, sumber
sistem papan catur dengan bagian luar tetap memakai batas
plasma nutfah, suaka alam, hutan lindung, taman wisata,
alam. Batas petak lainnya memakai alur selebar 4 meter yang
pendidikan dan lain-lain.
juga berfungsi untuk jalan pemeriksaan dan jalan angkutan. Setiap 200 meter diberi patok kayu setinggi 0,5 m. Pada tiap
B. Tahapan Kegiatan Sistem TPTII
sudut petak diberi patok kayu setinggi 1 m dengan nomor petak. Anak petak diperlukan apabila terdapat sifat silvika
Tahapan kegiatan silin TPTII antara lain:
yang berbeda dalam satu petak.
1. Penataan areal
Resort hutan atau kemantren dibentuk sebagai unit
2. Risalah hutan
pengelolaan gabungan yang merupakan kesatuan areal yang
3. Pembukaan wilayah hutan
kompak dan tidak terfrakmentasi. Kepala resort membawahi
4. Pengadaan bibit
mandor fungsional. Setiap 5 resort hutan bergabung menjadi
5. Penyiapan lahan (tebang penyiapan lahan dan pembuatan
satu Asistenan dan setiap 5 Asistenan bergabung menjadi
jalur tanam)
bagain hutan.
Penataan areal dilakukan bersamaan dengan kegiatan
penyiapan lahan (40 cm up) dan tebang pembuatan jalur tanam
perisalahan hutan pada kawasan hutan unit kelola hutan.
(20 cm up).
Kegiatan penataan areal kerja meliputi pembuatan alur batas
Pengelolaan hutan menggunakan sistem silvikultur intensif
petak, pemasangan pal-pal batas blok dan petak kerja serta
Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) bertujuan
pemetaan areal kerja. Kegiatan perisalahan hutan dilakukan
membangun hutan tropis lestari dinamis, yang dicirikan dengan
melalui survei potensi tegakan dan topografi, menyusun risalah
selalu meningkatnya potensi dan fungsi hutan baik dari segi
hutan untuk mengetahui potensi hutan dan situasi serta kondisi
kuantitas maupun kualitas dari satu rotasi tebang ke rotasi
lapangan sebagai dasar perencanaan jaringan jalan dan
tebang berikutnya. Secara khusus, silin TPTI bertujuan untuk
pemungutan hasil hutan.
membangun hutan sebagai transisi menuju hutan tanaman
Dalam melaksanakan penataan areal harus memperhatikan
meranti dan menjamin fungsi hutan yang optimal.
hal-hal sebagai berikut:
Pembuatan tanaman dilakukan dalam jalur tanam dengan
- Pembuatan blok dan petak kerja dilakukan sebelum
lebar 3 meter memanjang ke arah Utara – Selatan. Menurut
penanaman
beberapa pakar arah jalur juga dapat memanjang ke arah Timur
- Blok kerja tahunan adalah blok yang dibuat pada areal yang
– Barat atau sesuai kontur di lapangan. Dengan demikian
akan ditanami dalam waktu satu tahun.
kegiatan pembuatan jalur dapat dilakukan lebih fleksibel
- Pembagian areal yang akan ditanami ditata menjadi blok
dengan menyesuaikan kondisi lapangan. Jarak tanaman dalam
kerja tahunan. Blok kerja tahunan dibagi menjadi petak-
jalur adalah 2,5 m dan jarak antar sumbu as jalur adalah 20
petak kerja. Apabila diperlukan petak kerja dapat dibagi
meter. Secara umum jarak tanam dilapangan adalah 2,5 m x 20
menjadi anak petak.
m, sehingga dalam satu hektar terdapat 200 tanaman.
- Pembuatan batas blok kerja tahunan, petak dan anak petak
Tahapan kegiatan pembinaan tanaman dalam sistem
menggunakan alat pemetaan dan penataan kawasan.
silvikultur TPTI Intensif adalah:
Penebangan penyiapan lahan dilakukan terhadap semua pohon komersial yang berdiameter 40 cm ke atas. Pada jalur
1. Pengadaan bibit
tanam selebar 3 meter penebangan dan pemanfaatan kayu
Pengadaan bibit dilakukan sebelum dan pada saat penyiapan
dilakukan terhadap pohon berdiameter 20 cm ke atas. Jalur
lahan dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
tanam dibuat dengan interval 20 meter dari pusat jalur sehingga
pengadaan bibit adalah sumber bibit dan penyemaian. Sumber
jarak antar jalur adalah 17 meter. Perlakuan ini diharapkan
bibit dapat berasal dari benih, semai dari anakan alam (cabutan)
dapat menciptakan ruang tumbuh yang optimal bagi anakan,
dan stek pucuk. Sedangkan hal-hal yang harus diperhatikan
khususnya jenis meranti, serta tegakan di sekitarnya sehingga
dalam penyemaian adalah bahan semai benih, bahan semai
dapat memenuhi tujuan pembangunan sistem silvikultur TPTI
alami dan pembuatan stek.
Intensif.
Untuk jangka pendek benih didapatkan dari tegakan baik,
Pemanenan kayu sistem TPTII meliputi penebangan pohon,
tegakan benih dan pohon plus sedangkan untuk jangka panjang
pembagian batang, penyaradan, operasi TPn dan pengangkutan
diusahakan berasal dari kebun benih. Cabutan anakan alam
kayu. Pada tahap awal kegiatan penyiapan lahan sistem TPTII,
harus berasal dari tegakan yang baik sedangkan stek pucuk
dapat dimanfaatkan sejumlah kayu yang berasal dari tebang dapat dimanfaatkan sejumlah kayu yang berasal dari tebang
selebar 3 meter dalam sistem TPTII periode 2007-2016
bergulir) dan semai alami.
disajikan dalam tabel berikut ini.
Jumlah bibit yang disediakan didasarkan pada luas areal pengelolaan tiap tahun. Keperluan bibit tiap hektar ditambah
3. Penanaman
keperluan penyulaman sebesar 10 adalah 200 x (10 x
Kegiatan penanaman dilakukan segera setelah penyiapan
200) = 220 batang per hektar. Data keperluan bibit
lahan dan pembuatan jalur tanam selesai, disusul pemasangan
selengkapnya disajikan dalam tabel berikut ini.
ajir dan pembuatan lubang tanam. Pemasangan ajir dengan jarak 2,5 m sepanjang jalur tanam dan pembuatan lubang tanam
2. Penyiapan lahan
disamping ajir, sehingga dalam 1 hektar terdapat 200 lubang
Kegiatan penyiapan lahan meliputi pembuatan jalur tanam
tanam.
selebar 3 meter dengan jarak antar poros jalur sejauh 20 meter
Ajir dibuat dari kayu dengan panjang sekitar 1,25 m dan
atau jarak antar jalur selebar 17 meter. Kegiatan penyiapan
pada bagian ujing dicat kuningmerah. Sedangkan lubang
lahan didahului oleh kegiatan tebang penyiapan lahan terhadap
tanam dibuat berukuran 40 cm x 40 cm x 30 cm dengan
pada pohon-pohon berdiameter 40 cm ke atas, karena
memberi humus atau kompos secukupnya. Jumlah pemasangan
pertumbuhan pohon muda berdiameter di bawah 40 cm adalah
ajir dan pembuatan lubang tanamnya menjadi dasar dalam
lebih cepat dibanding di atas 40 cm. Pada daerah jalur tanam,
kegiatan penanaman.
penebangan dan pemanfaatan dilakukan pada pohon
Penanaman meliputi pengangkutan bibit, penampungan bibit
berdiameter 20 cm ke atas.
dan penanaman bibit. Bibit dikatakan siap tanam bila telah
Penyiapan lahan pertanaman berupa jalur tanam selebar 3
mencapai tinggi sekitar 30 cm, daun berjumlah 10 helai atau
meter dibuat secara semi mekanis, yaitu menggunakan tenaga
lebih, mempunyai pertumbuhan sehat, telah beradaptasi di
manusia serta peralatan mekanis seperti chainsaw dan traktor.
ruang terbuka serta sehat.
Chainsaw diperlukan untuk menebang pohon-pohon yang
Penanaman dilakukan pada musim hujan dengan melepas
berada dalam jalur tanam sedangkan traktor diperlukan untuk
kantong plastik, menjaga akar tanaman tetap utuh, bibit
menerangi jalur. Traktor hanya melewati jalur tanam sebanyak
ditanam tegak lurus dan diberi pupuk. Penanaman dilakukan
1-2 kali (pp) dengan posisi pisau terangkat (tidak mengupas
disepanjang jalur dengan jarak 2,5 m sehingga dalam 1 hektar
lapisan serasah dan top soil). Peralatan ini sangat diperlukan
terdapat sekitar 200 tanaman. Setelah penanaman bibit
untuk membuat jalur tanam yang bersih selebar 3 meter secara
dilakukan pemulsaan dengan serasah serta pendangiran dengan
vertikal, sehingga tidak ada lagi tajuk pohon disekitar jalur
radius 50 cm di sekeliling tanaman.
yang masih menaungi jalur tanam. Pembuatan jalur tanam yang benar dan bersih secara vertikal disamping akan
4. Pemeliharaan tanaman
mempercepat pertumbuhan tanaman juga dapat meminimalisir
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pembersihan jalur
pekerjaan perawatan tanaman berikutnya, mengingat suksesi
tanaman, penyiangan, pemulsaan, pembebasan vertikal,
hutan alam berlangsung relatif cepat sehingga dapat menutup
penyulaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan
keberadaan jalur tanam yang telah dibuat hanya dalam waktu
pemantauan.
beberapa bulan. Rencana pembuatan trase dan jalur tanam beberapa bulan. Rencana pembuatan trase dan jalur tanam
Kegiatan penyiangan bertujuan untuk membersihkan jalur
C. Evaluasi Sistem TPTII
penanaman, menghilangkan pesaing tanaman pokok serta untuk menggemburkan tanah sedangkan pemulsaan adalah kegiatan
Prinsip dasar sistem Tebang Pilih Tanam Konservasi,
pemberian humus untuk menambah zat hara kepada tanaman.
Tebang Pilih Tanam Jalur dan Tebang Pilih Tanam Indonesia
Kegiatan ini dilakukan 4 kali pada tahun pertama penanaman
Intensif adalah pembuatan celah (gap) dalam bentuk jalur
(4x pada Et+1), 3 kali pada tahun ke dua (3 x pada Et+2), 2
memanjang. Gap yang dibuat melingkar pernah diperkenalkan
kali pada tahun ke tiga (2 x pada Et+3) dan 1 kali pada tahun ke
oleh Balai Teknologi Reboisasi (BTR) Banjarbaru dan telah
empat (1 x pada Et+4).
Dirjen BPK No. P.9VIBPHA2009 dengan nama Tebang Rumpang. Pada
b. Penyulaman I dan II (Et+1,2)
awalnya sistem Tebang Rumpang kurang mendapat sambutan
Penyulaman I dilakukan setelah tanaman berumur 3 bulan
karena belum mencantumkan analisis ekonomi, kelayakan, arah
dan penyulaman II dilakukan setelah tanaman berumur 1 tahun.
pemanfaatan kayu berdiameter kecil serta kesulitan dalam
Kegiatan ini dapat dilakukan bersamaan dengan tahapan
operasional di lapangan karena gap yang disarankan terletak
kegiatan penyiangan dan pemulsaan.
secara acak berdasarkan potensi pohon, bukan secara sistematis
c. Pemupukan awal dan lanjutan
sebagaimana sistem jalur.
Pemupukan awal dan pemupukan lanjutan dilakukan pada
Sistem gap berbentuk jalur telah banyak diperkenalkan
tahun pertama dan tahun kedua penanaman. Kegiatan ini dapat
diberbagai negara maju untuk mengurangi eksploitasi hutan
dilakukan bersamaan dengan tahapan kegiatan penyiangan dan
alam yang dilakukan menggunakan THPB. Secara ekologi,
pemulsaan.
sistem jalur dapat menjawab permasalahan yang ada sebelumnya dan pemulihan keanekaragaman jenis juga dapat
d. Pembebasan vertikal I dan II (Et+ 2,4)
diandalkan (Coates dan Philip, 1997).
Kegiatan pembebasan vertikal bertujuan untuk menciptakan
Sistem silvikultur dengan teknik gap menyerupai suksesi
ruang tumbuh yang baik bagi tanaman, terutama dari segi
alam pada kejadian pohon mati dan roboh atau jatuhnya cabang
pencahayaan. Kegiatan ini dilakukan pada tahun pertama dan
besar sehingga membentuk gap (celah) dan ruang terbuka
ketiga setelah penanaman.
sebagai tempat tumbuh yang baru. Sistem silvikultur dengan
e. Penjarangan (Et+5, 10)
teknik gap dirancang dengan melakukan penebangan pohon
Kegiatan penjarangan dilakukan pada tahun ke-5 dan 10
atau kelompok pohon besar dengan ukuran, bentuk dan
yang bertujuan untuk memusatkan riap pohon binaan sebanyak
distribusi tertentu.
150-200 pohon per hektar. Apabila tiap hektar diperoleh 160
Studi tentang dinamika gap, yang dianggap sebagai
pohon dengan diameter rata-rata 50 cm, maka pada akhir daur
perubahan kecil pada ekosistem hutan, sangat penting
(setelah 30 tahun) diperkirakan akan dapat dipanen sekitar 400
diperhatikan karena dapat digunakan untuk memprediksi
m 3 per hektar.
respon pertumbuhan dan dinamika ekosistem pada gap (ruang tumbuh). Banyak literatur tentang dinamika gap menekankan pada ukuran gap atau posisi vegetasi dalam gap tersebut dalam respon pertumbuhan dan dinamika ekosistem pada gap (ruang tumbuh). Banyak literatur tentang dinamika gap menekankan pada ukuran gap atau posisi vegetasi dalam gap tersebut dalam
spesies dengan gap dalam berbagai ukuran. Pendekatan gap
ekosistem hutan.
pada sistem silvikultur dilakukan dengan memperhatikan
Fenomena dan pengelolaan dalam gap menurut Coates dan
sistem penebangan secara parsial dengan menyisakan sebagian
Philip (1997) adalah:
hutan, memperhatikan struktur biologi, organisme dan proses
- Gap diperlukan untuk merangsang regenerasi dan suksesi
ekosistem melalui variasi ukuran gap dan pengembangan
alami.
sistem silvikultur untuk memproduksi kayu secara lebih
- Gap menghasilkan keadaan tapak dan umur anakan yang
bijaksana.
relatif seragam.
Menurut Coates dan Philip (1997) variasi lebar jalur bersih
- Pengelolaan gap diarahkan pada kerapatan, ukuran (luas),
masih diperlukan untuk merangsang kehadiran dan
bentuk, frekwensi, distribusi, dinamika komunitas,
pertumbuhan anakan pada tipe tegakan tertentu. Sistem TPTJ
orientasi, umur, struktur lapisan bawah dan yang paling
yang masih memberi peluang penggunaan beberapa variasi
penting adalah tingkat keterbukaan ruang tumbuh.
lebar jalur kiranya masih baik digunakan, sehingga kita dapat
- Jenis yang dibina diutamakan jenis asli
menemukan pola penentuan lebar jalur bersih yang lebih
- Di Selandia Baru ditemukan hubungan antara pola
optimal sesuai dengan tipe hutannya.
regenerasi dan pertumbuhannya dengan ukuran gap.
Rehabilitasi hutan bekas tebangan dengan metode line
- Perlakuan silvikultur dapat membuat sistem gap dengan
enrichment planting telah banyak diterapkan di Indonesia,
beberapa variasi.
seperti sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan Tebang
Hubungan gap dengan spesies yang terdapat didalamnya
Pilh Tanam Indonesia Intensif (TPTII). Sistem ini
(Lertzman, 1992):
menggunakan kombinasi antara polycyclic system dengan
- Ukuran gap dapat menyebabkan perbedaan tingkat
monocyclic system dengan rangkaian (tahapan) kegiatan
pertumbuhan dan dominasi spesies
tertentu yang mengarah pada tercipta kondisi tapak dan iklim
- Gap sering dikuasai jenis-jenis dominan
mikro yang optimal untuk mendukung keberhasilan
- Terdapat spesies yang sesuai di tengah gap atau di tepi gap.
pengelolaan hutan lestari dan produktif. Salah satu kelebihan
Pengetahuan tentang teknik gap meliputi pola suksesi,
metode ini (yang tidak dimiliki sistem TPTI) adalah relatih
dinamika populasi dan komunitas hutan. Teknik ini dapat
mudah melakukan kegiatan perawatan serta pengawasan,
dipakai dalam sistem silvikultur. Pemodelan gap juga dapat
monitoring dan evaluasi, khususnya terhadap tanaman dalam
dipergunakan untuk memprediksi dan menguji tingkat
jalur, baik yang dilakukan instansi terkait, LSM maupun pihak
efektifitas sistem penebangan secara parsial. Intensitas cahaya,
perusahaan sendiri. Pertumbuhan (riap) tanaman dalam jalur
keseimbangan air dan siklus hara berhubungan dengan ukuran
lebih cepat karena ditunjang oleh intensitas sinar dan ruang
gap dan posisi dalam gap yang berpengaruh pada proses
tumbuh yang lebih baik (mematahkan sinar sebagai limiting
perkecambahan, kematian, pertumbuhan dan perkembangan
factor dalam pertumbuhan anakan di hutan tropis).
serta aktifitas biologi (Coates et al, 1997).
Metode line enrichment planting mempunyai dua daerah
Sistem silvikultur dengan teknik gap perlu diterapkan pada
konsentrasi pengelolaan yang saling berkaitan erat, yaitu pada
pengelolaan hutan alam secara lebih luas dan mengurangi
jalur antara dan jalur bersih (jalur tanam). Pada jalur antara
sistem tebang habis. Kasus Date creek membuktikan adanya
kualitas tapak relatif tidak mengalami perubahan yang
hubungan antara kehadiran, kelimpahan dan pertumbuhan
menyolok dan berfungsi sebagai konservasi hutan dan menyolok dan berfungsi sebagai konservasi hutan dan
Metode tersebut dimodifikasi oleh Catinot dengan
mempertahankan ekosistem serta menciptakan ruang tumbuh
ketentuan:
yang optimal bagi tanaman yang berada dalam jalur bersih
a. Lebar jalur tanam 5 m
seperti berbagai jenis Shorea yang berifat toleran dan semi
b. Jarak antar jalur tanam 10-20 m
toleran. Sementara itu pada jalur bersih yang mempunyai
c. Semua pohon pada jalur tanam yang berdiameter < 15 cm
ruang tumbuh lebih lebar dan intensitas cahaya yang lebih
ditebang
tinggi, kegiatan diarahkan untuk penanaman dan pengayaan
d. Pohon berdiameter > 15 cm diteres
(enrichment planting) jenis terpilih yang bernilai komersil
e. Jarak tanam dalam jalur 3 m
tinggi dan cepat tumbuh (seperti 10 jenis unggulan yang
Menurut Apanah (1994), jenis-jenis komersial mempunyai
diusulkan pakar TPTII, yaitu Shorea leprosula, s. parvifolia, s.
kemudahan dalam regenerasi dan perlakuan silkultur sehingga
smithiana, s. johorensis, s. macrophylla, s.ovalis, s.
memberi peluang yang baik dalam menciptakan pengelolaan
platyclados, s. selanica, s. javanica, Dryobalanops spp).
hutan lestari.
Jalur antara tidak bergantung pada jalur bersih namun
Keuntungan sistem line enrichment adalah:
tanaman dalam jalur bersih sangat bergantung pada jalur antara
a. Meningkatkan produksi kayu
yang memberikan ruang tumbuh (tapak) dan iklim mikro yang
b. Membuka lapangan pekerjaan
optimal, terutama intensitas cahaya dan suhu serta memberi
c. Dapat membuat tanaman yang bersifat toleran dan semi
perlindungan terhadap kondisi tanah. Serasah dan humus dari
toleran, seperti dari jenis Dipterocarpaceae
jalur antara dapat digunakan tanaman dalam jalur bersih,
d. Menjamin dan menciptakan pengelolaan hutan lestari
demikian pula suplai air, mikroba (mikorisa, rhizobium,
(natural forest management)
dekomposer dll) sampai pada penyerbukan. Jalur antara ibarat
e. Kualitas tanah dan kondisi vegetasi tidak berubah nyata.
induk yang melindungi dan membesarkan anaknya, jalur bersih.
Ekosistem relatif masih terjaga dibanding bila menerapkan
Sistem line enrichment planting juga mampu mengatasi
clear cutting.
salah satu permasalahan yang muncul dari sistem TPTI, yaitu
Kelemahan sistem ini antara lain:
kemudahan dalam perawatan dan pengawasan hasil
a. Memerlukan biaya perawatan tinggi
penanamanpengayaan yang terletak dalam jalur tanam.
b. Memerlukan perawatan intensif
Metode line enrichment pada awalnya dikembangkan oleh
c. Mengarah
pada
perampingan
jenis (penyusutan
Aubreville di Afrika Barat dan Afrika Tengah, dengan
keanekaragaman jenis)
ketentuan:
Sistem silvikultur Tebang Pilih dan Tanam Jalur (TPTJ)
a. Jarak antar jalur tanam, 10-25 m, arah Timur-Barat
yang merupakan salah satu bentuk line enrichment planting,
b. Lebar jalur tanam 2 m, dibuka bersih
pernah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan
c. Dari batas kiri dan kanan jalur, masing-masing selebar 4 m,
Nomor 435Kpts-II1997 dan Keputusan Menteri Kehutanan
seluruh pohon yang tingginya > 4 m ditebang
dan Perkebunan Nomor 625Kpts-II1998 tentang Sistem
d. Jarak tanam dalam jalur 5-10 m
Silvikultur Tebang Pilih dan Tanam Jalur (TPTJ) dalam
e. Lebar jalur antarajalur tegakan tinggal 10 m
Pengelolaan Hutan Produksi Alam. Penerapan TPTJ lebih
f. Jarak antar jalur tanam 20 m (100 bibitha)
sesuai pada
a. Log over forest dimana permudaan jenis komersial sedikit a. Log over forest dimana permudaan jenis komersial sedikit
c. Areal bekas perladangan berpindah
c. Areal hutan dengan nilai ekonomi rendah (bushes and crub)
VIII. TEBANG RUMPANG