MAN Insan Cendekia Adopsi Keunggulan Pesantren

MAN Insan Cendekia Adopsi Keunggulan Pesantren

Back ground pendikan Joko Miranto sebenarnya lebih kepada pendidikan umum. Namun sejak awal ia sudah mempunyai ketertarikan terhadap pendidikan keagamaan. Pendidikan dasar agamanya ia peroleh semenjak kecil ketika tinggal di Solo.

Ketika Insan Cendekia akan didirikan ia langsung bersemangat ntuk bergabung. Waktu itu Insan Cendekia masih berada di bawah naungan BPPT. “Saya belum tahu seperti apa model pendidikannya. Namun yang pasti waktu itu sekolah ini akan merekrut anak

200 Keteladanan...

pesantren supaya dapat pengetahuan sekolah umum,” katanya.

Semangat awal Insan Cendekia adalah menampung anak-anak yang potensial dari pesantren. Menurut Joko, jumlah siswa yang belajar di pesantren sangat besar, berkisar 60-70 persen dari total jumlah siswa yang belajar di seluruh Indonesia. Hampir semua pesantren merupakan inisiatif dari masyarakat dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Sementara di sisi lain, pesantren diakui mempunyai banyak keunggulan.”Justru pendidikan yang terbaik adalah pesantren. Insan Cendekia sebenarnya meniru modelnya pesantren, bukan bikin sendiri. BPPT waktu itu secara khusus mempelajari kelebihan pesantren.

Kemudian kelebihan itu digabungkan dengan kelebihan yang ada di sekolah umum sehingga jadilah Insan Cendekia ini,” katanya.

Aktifitas siswa di masjid MAN ICG, menghafalkan Al-Qur’an

Keteladanan... 201

Keunggulan pesantren adalah keberhasilannya menanam-kan sikap dan prilaku. Itu terintegrasi dalam semua aspek pembelajaran, dari mulai bangun pagi, sampai tidur kembali. Penanaman akhlak dan nilai- nilai kegamaan diajarkan secara praktis ketika berada di lingkungan pesantren. Para siswa juga tinggal di asrama sehingga fokus kepada pendidikan.

“Tapi pesantren memang kan fokusnya di situ. Untuk akademiknya memang perlu ditingkatkan. Saya juga paham karena di pesantren SDM-nya terbatas. Misal guru yang mengajar matematika asalnya bukan orang matematik. Tapi secara umum sampai sekarang yang terbaik itu sistem pesantren,” katanya. Dan MAN Insan Cendekia ini mengambil keunggulan pesantren itu dengan menutup kekurangannya.

Berbaur dengan Masyarakat

Meskipun punya banyak kelebihan, sistem asrama yang ada di pesantren seperti juga di MAN Insan Cendekia masih mempunyai kekurangan. Karena setiap hari tinggal di asrama, para santri atau siswa tidak berbaur dengan masyrakat. “Setiap sesuatu pasti ada kekurangannya. Dan kita menambal kekuarangan itu,” kata Joko.

Pada saat menjabat Kepala MAN Insan Cendekia Gorontalo, ia membuat program baru. Sebelum lulus, para siswa harus menjalani program “pengabdian masyarakat”. Program ini adalah semacam KKN di perguruan tinggi, namun hanya berlangsung selama tiga hari.

202 Keteladanan...

Para siswa disebar dan diawasi oleh guru pembimbing. Selama tiga hari itu para siswa tinggal dan tidur tidur bersama warga. Jika warga yang ditinggali adalah petani, maka mereka ikut bertani. Jika warga yang ditumpangi adalah pedagang, maka siswa ikut membantu berdagang. Mereka juga membawa beras dan perbekalan, dan ikut memasak bersama keluarga yang ditinggali. Para siswi juga demikian, hanya meraka tidak menginap di rumah warga.

“Target kita tentu berbeda dengan KKN. Namanya masih SMA kan belum bisa membantu masyarkat. Kita hanya memberikan sentuhan kepada masyarakat. Tapi sebenarnya program ini dimaksudkan untuk siswanya, biar tahu persis kondisi masyarakat.”

“Pengabdan masyarakat menjadi program wajib sampai sekarang. Tidak ada kewajiban dari Kementerian Agama, ini hanya inisiatif kita saja. Nyatanya siswa senang. Ini kan hanya tiga hari. Rata-rata mereka minta nambah,” ujarnya.

Totalitas Mengabdi

Sejak diterima di Insan Cendekia, Joko Miranto langsung menikah dan berencana membawa serta istrinya merantau di Gorontalo. Saat berangkat ke Gorontalo pada 1997 ia belum mempunyai putra. Keempat putra- putrinya semua lahir di Gorontalo.

Sampai saat ini ia belum berencana pindah ke daerah manapun. Ada yang membuatnya betah di Insan Cendekia. Para siswanya berasal dari berbagai daerah, dan banyak diantara mereka berasal dari keluarga

Keteladanan... 203 Keteladanan... 203

“Ada satu keterangan bahwa kalau kita bisa membuat orang lain lebih baik, maka pahalanya seperti unta yang kemerah-merahan.Onta yang kemerah- merahan itu kalau sekarang ya mungkin mobil BMW. Maksudnya, kalau kita bisa membuat orang lain lebih baik maka pahalanya besar sekali,” katanya.

Siswi MAN IC keluar dari asrama dan bersiap masuk kelas

Bahkan ada beberapa siswa yang tidak pulang berlibur ke rumah orang-tua mereka selama tiga tahun karena pertimbangan biaya. Sejak tahun pelajaran 2007/2008 siswa yang diterima di MAN Insan Cendekia memperoleh beasiswa pendidikan penuh termasuk makan dan asrama, namun tentunya itu tidak termasuk biaya pulang-pergi ke rumah orang tua.

Sejak tinggal dan menetap di Gorontalo, Joko Miranto bersama istri dan anaknya juga sudah berbaur dengan masyarakat setempat.

204 Keteladanan...

Pada saat menjabat kepala sekolah, ia mengundang siswa dan guru madrasah serta pesantren di sekitar MAN Insan Cendekia Gorontalo.

“Setiap Sabtu dan Minggu mereka kita undang ke sini supaya bergaul dengan anak siswa sini. Siswa Insan Cendekia juga bisa belajar dari mereka dan, sebaliknya siswa dari pesantren dan pesantren madrsah lain juga mendapat manfaat,” katanya.

Joko Miranto adalah tipikal guru yang lebih senang “menjaga gawang” mendampingi para siswa, dari pada mengembangkan diri keluar. Sambil mendidik empat putra-putrinya sendiri di Gorontalo, ia ingin mengawal para siswa madrasah Insan Cendekia mewujudkan cita- cita mereka.

“Menurut saya pendidikan yang terbaik sekarang ya madrasah karena yang terpenting itu menanamkan akhlaq. Sehingga masa depan Indonesia itu akan muncul dari madrasah itu. Karena itu mari sama-sama kita seriusi,” pesannya. (*)

Keteladanan... 205