Tunjukkan Loyalitas dengan Prestasi

Tunjukkan Loyalitas dengan Prestasi

Pengalaman Widya mengikuti lomba guru berprestasi tingkat kabupaten merupakan suatu hal yang luar biasa. Apalagi mampu menyabet juara I. Ia menceritakan, lomba untuk Kementerian Agama Pati baru digelar pada Maret 2015. Sementara, untuk Kanwil Kemenag Jawa Tengah sudah dua kali. “Lomba tersebut merupakan pengalaman pertama saya. Tapi, saya ikut Diknas makanya pialanya dari Diknas. Kalau diknas kan dari dulu. Nah, sasarannya khusus guru MA. Meski pelaksana lomba itu Diknas, namun pesertanya guru SMA dan MA. Jadi, MA sendiri, SMA sendiri. Pelaksanaannya bareng,” kata dia.

Konon, lanjutnya, Kemenag Pati ingin memberikan motivasi kepada para guru yang ada di bawah naungannya supaya bersemangat. Nah, akhirnya Kemenag Pati bekerjasama dengan Diknas untuk menyelenggarakan lomba tersebut. Lombanya gabung antara guru SMA dan MA. Satu ruangan. Namun, juaranya ada dua: MA dan SMA. “Semua prosesnya sama. Presentasi di ruang yang sama dengan juri yang sama. Cuma dibedakan antara guru MA dan SMA,” papar Widya.

Meski diselenggarakan bulan Maret, namun penerimaan piala baru pada Mei 2015. Widya menceritakan, dulunya lomba tersebut menggunakan istilah “guru teladan”, namun kini diubah istilahnya

176 Keteladanan...

menjadi “guru berprestasi”. Adapun cara lombanya, para peserta menyusun karya ilmiah dan membuat portofolio yang berisi aneka kegiatan atau aktivitas yang pernah dilakukan. Misalnya, di sekolah tersebut sang guru selain mengajar juga memiliki tugas lain.

“Seperti saya, misalnya, pernah jadi koordinator prodi IPS selama delapan tahun. Lalu, menjadi pembimbing olimpiade karya ilmiah remaja, pembimbing teater, pembimbing apa namanya kayak ada lomba orasi, cerdas cermat, atau lomba debat. Nah, itu dirangkum menjadi satu. Karya ilmiah pertama saya ambil penelitian tindakan kelas (PTK) untuk materi saya sendiri,” ujarnya.

Ditanya tentang suka-duka pencapaian prestasi, Widya mengatakan untuk kategori prestasi formal ini ia mengerjakan risetnya sendiri dengan biaya sendiri. Tidak ada supporting bantuan dari pihak manapun termasuk dari sekolah. Pada akhirnya, diberi insentif dari pihak sekolah lantaran meski dapat juara I namun tidak mendapat hadiah uang pembinaan.

“Jadi, dari Diknas tidak ada hadiah apa-apa selain piala sama sertifikat saja. Padahal penelitian butuh biaya macam-macam. Tapi nggak apa-apa. Tujuan

kami sebenarnya bukan itu. Tujuan kami bukan untuk mendapatkan hadiahnya. Tapi tujuan saya adalah bagaimana saya memiliki karya yang bisa menginspirasi banyak orang,” ujarnya.

Ia terpacu mengikuti lomba guru berprestasi ketika terlibat konflik personal dengan salah satu stakeholders madrasah di tempatnya mengajar. “Saya sebenarnya

Keteladanan... 177 Keteladanan... 177

mengalami konflik dengan kepala Aliyah Salafiyah. Ini saya fair saja,” ujarnya mantap.

Pada saat itu, ada pihak ketiga yang mencoba untuk “meracuni” kepala sekolah terkait dirinya yang dianggap tidak memiliki loyalitas kepada madrasah.

Akhirnya konflik pun tak terhindarkan. “Konfliknya sangat personal banget. Jadi, saya tidak bisa share.

Intinya saya merasa didzalimi. Lalu, saya ingin buktikan bahwa saya memang memiliki loyalitas yang tinggi kepada madrasah. Saya memiliki kompetensi yang berbeda dengan yang lain. Jadi, saya buktikan dengan punya karya itu,” ucapnya berkaca-kaca.

Ia merasa bersyukur sekali ketika hasil risetnya selesai dan siap dilombakan. Lalu ia datangi sang kepala sekolah sembari bicara baik-baik soal lomba guru berprestasi. “Bapak, saya minta izin untuk mengikuti

lomba guru berprestasi atas nama MA Salafiyah. Respon beliau, sangat kaget. Lalu menjawab, oh iya, silakan

aja kalau memang anda mampu. Oke, pak. Saya minta restunya saja,” tuturnya.

Saat riset untuk lomba yang pertama, lanjut Widya, belum ada bantuan sama sekali baik dari yayasan maupun madrasah. Hingga ia dinyatakan sebagai juara I tingkat Kabupaten Pati, dari pihak yayasan baru tergerak untuk membantu. Kebetulan ketua yayasannya, Ulil Albab, memang sangat luar biasa kepeduliannya bagi pengembangan madrasah.

178 Keteladanan...

“Pak Ulil Albab sangat mendukung saya. Kata beliau, apapun yang Anda butuhkan dari fasilitas sekolah terkait lomba, silakan dipakai termasuk dana yang dibutuhkan. Sampai saya dikirim ke Kanwil Kemenag Jateng di Semarang, pihak yayasan juga memberikan sangu (uang saku),” ungkapnya.