Study Excursion

Study Excursion

Terobosan demi terobosan Widya lakukan sejak dirinya pertama kali masuk Salafiyah pada 2005. “Ini ada sejarahnya lho. Yang jelas, saya prihatin sekali dengan

kondisi mereka. Karena apa, anak sini tidak pernah lihat kota Pati. Alun-alun Pati saja mereka belum pernah lihat. Bahkan, pasar juana pun tidak pernah. Saya sungguh sangat prihatin,” ungkap Widya.

Akhirnya waktu itu Widya meminta izin kepada kepala sekolah untuk mengajak para siswi untuk belajar

Keteladanan... 183 Keteladanan... 183

III saja. Mereka takjub luar biasa. Baru kali itu masuk sebuah bank,” ceritanya.

Yang membuat dirinya tertegun, pertanyaan- pertanyaan para siswi ke pihak bank sangat mengagetkan sekaligus menyedihkan. “Ya Allah, pertanyaan kayak gitu kok ditanyakan. Misalnya, syarat jadi pegawai bank itu apa? Lucu banget kan. Saya prihatin sekali. Memang, akses mereka keluar sangat terbatas sekali. Maklum, anak pondok. Tapi sebetulnya nggak masalah. Yang penting itu kan wawasan. Nah, wawasan mereka itu minim sekali,” ujar Widya.

Untuk menambah wawasan anak didiknya, Widya akhirnya membawa koran atau majalah setiap pelajaran yang ia ampu. Karena saat itu google masih sangat terbatas sehingga ia menjadikan media cetak sebagai bahan bacaan para siswa.

Setahun kemudian, pada 2006, Widya mengajak anak-anak ke BPR Artha Huda Abadi lagi. Tahun berikutnya, pada 2007, ia mengajak mereka ke pabrik Kacang Dua Kelinci di kota Pati. “Saat itu mereka senang sekali. Ke Kacang Dua Kelinci saja mereka senangnya luar biasa. Mereka bisa melihat langsung bagaimana kacang itu bisa berjalan sendiri mulai proses awal hingga pengepakan,” kenangnya.

Semenjak itu, setiap ada kegiatan yang bernama study excursion yang menggantikan study tour di

184 Keteladanan...

Madrasah Salafiyah menjadi identik dengan dirinya. “Jadi, tiap ada kegiatan belajar di luar itu pasti taunya dari saya. Sebab, yang menciptakan pertama kali di situ

saya. Nah, sejak itu, tiap tahun kami mengadakan study excursion. Paling jauh, kami mengunjungi Bursa Efek Indonesia yang ada di Surabaya,” ujarnya bangga.

Nama Widya Lestari identik dengan ‘program studi excursion’ di MA Salafiyah Kajen Ditanya siapa yang menginspirasi ide tersebut,

Widya mengatakan saat kuliah di Malang, Jawa Timur, ia pernah menjabat sebagai Ketua BEM Fakultas Ekonomi Widya Gama Malang. Sebagai elit kampus, ia sering

Keteladanan... 185 Keteladanan... 185

“Saya pikir, itu merupakan satu langkah yang bagus yang menambah wawasan anak-anak. Daripada sekedar study tour, mereka kalau study excursion selalu ada ilmu yang dibawa pulang. Mereka harus bikin laporan, dan sesuai dengan materinya itu nanti mereka presentasi. Pada akhirnya tidak hanya materi Ekonomi. Ada juga materi Bahasa Indonesia juga untuk penyusunan laporannya. Di dalamnya juga Kimia, Fisika, untuk anak IPA. Kalau untuk ada IPS arahnya ke Ekonomi, Sosiologi,

dan Geografi,” tuturnya. Selain full mengajar di MA Salafiyah, Widya juga masih bisa membagi waktu mengajar di kelompok

belajar dari STIE Semarang. “Saya diminta untuk membantu teman-teman mengajar di sana. Dulu, pernah ngajar di STAIMAFA selama dua tahun sampai akhirnya mendapatkan beasiswa S2 di Universitas Sebelas Maret Surakarta karena saya ngajar di STAIMAFA,” ungkapnya.

Namun, karena Widya tidak bisa lagi membagi waktu lantaran dituntut sebagai dosen tetap, sementara

di Salafiyah sudah penuh mulai Sabtu hingga Kamis, ia pun berhenti mengajar di kampus Kiai Sahal tersebut.

“Waktu itu bisa di STAIMAFA juga karena dulu di Salafiyah pulangnya setengah satu. Nah, sekarang sudah setengah tiga. Akhirnya, saya pun nggak bisa memilih.

Sedih sekali memang,” ujarnya berkaca-kaca. Di Madrasah Salafiyah, Widya menjadi guru tetap

kelas II dan III di MA untuk mapel Ekonomi selama

186 Keteladanan...

32 jam pelajaran. Ibu muda kelahiran Pati, 28 Agustus 1977, ini juga masih bisa mengajar di Universitas Wahid Hasyim cabang Asempapan khusus hari Jumat untuk mata kuliah Manajemen Keuangan.