TGH Hasanain Juaini, M.H., Lc. Pemimpin Madrasah Nurul Haramain NTB

TGH Hasanain Juaini, M.H., Lc. Pemimpin Madrasah Nurul Haramain NTB

Penerima Penghargaan Internasional Ramon Magsaysay

N karena ia dinilai sukses mengembangkan pesantren

amanya tidak hanya dikenal di Indonesia. Pada tahun 2011 TGH Hasanain Juaini memperoleh penghargaan Ramon Magsaysay. Salah satunya

yang peduli lingkungan. Namanya sejajar dengan tokoh- tokoh seperti Abdurrahman Wahid, Mochtar Lubis, atau Pramoedya Ananta Toer, yang juga pernah meraih penghargaan serupa. Sebagai pempimpin pesantren dan madrasah, TGH Juaini juga mengembangkan banyak inovasi, antara lain dalam hal pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran. Ada program Duku Sasak yakni “satu guru satu santri satu computer”. Jangan heran jika para guru dan santri di sana bisa merakit komputer sendiri.

Keteladanan...

Nama lengkapnya Hasanain Juaini, kelahiran 17 Agustus 1964. Ia lebih dikenal dengan nama Tuan Guru Haji (TGH) Juaini, padahal Juaini adalah nama almarhum ayahnya. Menikah dengan Hj. Runiati Ilarti, ia dikaruniai empat putra, yakni Akhwaf Habiburrahman, Dzul Bashor, M. Husni Zayyadi, dan Annatiya Maesun. Putra tertuanya, Akhwaf Habiburrahman saat ini sedang menjalani masa kuliah di Universitas Al-Azhar Mesir.

Beberapa menit berbincang dengan TGH Juaini kita sudah mendapatkan kesimpulan begitu luasnya pergaulan tokoh satu ini. Sering terlontar istilah bahasa Inggris dan bahkan istilah bahasa komputer.

Ia juga menerangkan banyak hal mengenai konsep pendidikan yang dikembangkannya disertai dengan berbagai argumentasi dan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits. Tidak hanya mengembangkan konsep, ia telah menerapkan apa yang digagasnya secara riil dengan penuh ketekunan dan bahkan dengan mengorbankan harta bendanya.

Obsesi Menjadi Guru

Hasanain memperoleh pendidikan dasar di tanah kelahirannya. Tahun 1975 ia lulus Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Nahdlatul Wathan di Tanak Beak, Narmada, Lombok Barat, NTB. Tahun 1978 ia lulus Madrasah Tsanawiyah (MTs) di almamater yang sama.

Selanjutnya Hasanain Juaini merantau ke pulau Jawa. Ia belajar di Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur sembari mengikuti pendidikan tingkat SLTA

86 Keteladanan...

(Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) sampai tahun 1984. Lulus dari Gontor, ia melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab atau LIPIA di Ibukota Jakarta sampai tahun 1995. Kemudian pendidikan S2 diperolehnya di Fakultas Hukum, Universitas Mataram di sela-sela kegiatannya. Ia memperoleh gelar magister di bidang ilmu hukum pada 2006 lalu.

TGH Juaini (tengah/berpeci putih) bersama para tamunya

Aktifitasnya mengajar sebenarnya telah dimulai sejak ia tamat dari Gontor tahun 1984. Dan sampai

sekarang ia konsisten sebagai seorang guru di sela kegiatannya sebagai aktivis sosial dan lingkungan, serta aktivitas di bidang bisnis. Menjadi guru adalah tuntutan hati nurani yang tidak akan ditinggalkannya.

Keteladanan...

Mengapa ingin menjadi guru? Ia mengatakan, dengan menjadi guru ia akan memperoleh kepuasan tersendiri, yaitu ketika ia bisa mengantarkan muridnya menjadi lebih maju. Dengan menjadi guru, ia berharap bisa membuat murid-muridnya penuh harapan menghadapi masa depan.

Bagi para guru, masa depan sangatlah berarti. Para guru akan bahagia kalau muridnya itu optimis dalam menghadapi masa depanya, demikian kata TGH Juaini.

Pesantren Nurul Haromain

Tahun 1996 selepas pulang studi dari Jakarta ia memimpin Pondok Pesantren Nurul Haramain Narmada di Lombok Barat. Pesantren ini merupakan peninggalan ayahnya Juaini Muchtar sejak 1952 yang tidak dikembangkan. Jumlah santri pada tahun 1996 dimulai dengan 7 orang, tahun berikutnya naik menjadi

14, berikutnya lagi 24 dan seterusnya. “Saya kira ini penting untuk disadari bahwa kita

harus bersyukur dengan kondisi yang seperti itu, dengan demikian kita menyadari bahwa sampai di sanalah keperacayaan yang diberikan Allah kepada kita,” kenangnya.

“Jadi kita tidak boleh minta melebihi dari kemampuan kita. Berdasarkan itu nanti kita bisa meniti, sesuai dengan kemampuan yang ada tentu akan bertambah.”

Kini Pondok Pesantren Nurul Haramain telah mempunyai ratusan santri yang mengikuti jenjang pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA).

88 Keteladanan...

TGH Juaini bercita-cita agar Pondok Pesantren Nurul Harmain ini menjadi sebuah lembaga pendidikan Islam yang modern. Menurutnya, pondok pesantren atau lembaga pendidikan harus bisa mencerdasakan manusia, mendidik dan mengajarkan hikmah-hikmah kepada para murid agar ke depan mereka menjadi lebih baik, lebih benar dan lebih bermanfaat. “Inilah yang saya inginkan di Pondok Pesantren Nurul Haramain,” kata suami dari Hj. Runiati Ilarti ini.

Ada perasaan bangga tersendiri jika masyarakat merasa senang dengan hasil-hasil pendidikan di pesantrennya. “Kita merasa senang misalnya ketika bertemu dengan anak-anak yang baik, berperstasi. Kita juga senang ketika masyarakat menghargai kegiatan-kegiatan pesantren yang dilaksanakan di luar seperti kegiatan lingkungan dan kegiatan bakti sosial, membersihkan pantai, menamam pohon di hutan yang rusak, atau membersihkan pasar,” ujarnya.

Pesantren Nurul Haramain mempunyai beberapa program sosial. Setiap tahun pesantren ini

mengagendakan program haflah kurban. “Kita sama- sama motong daging kurban, memberikan uang

santunan, memberikan pengajian dan mengundang orang-orang untuk bertemu bersama,” kata TGH Juaini.

Konsep Pendidikan Islam

Menurut TGH Juaini, pendidikan Islam itu harus sesuai dengan tuntunan dan ajaran Islam itu sendiri. Salah satu tuntutan pendidikan Islam adalah mempersiapkan anak-anak bangsa khususnya di Indonesia yang akan

Keteladanan...

menampilkan Islam yang ramah bagi sekalian alam. Hal ini memerlukan manusia-manusia yang diistilahkan “insan kamil”.

“Insan kamil kalau mau lebih dielaborasikan adalah manusia-manusia yang baik, benar, indah bermanfaat, serta dia sendiri bisa makmur dalam hidupnya,” jelasnya.

Oleh sebab itu, pendidikan harus diupayakan sebuah lembaga pendidikan yang Islami dengan program- program yang komprehensif agar semua potensi dapat diimpelementasikan secara maksimal. Inilah menurut TGH Juaini maksud dari pada pendidikan Islam.

Menurut TGH Juaini, umat Islam wajib menjalankan Islam itu secara “kafah” baik zahiriyah maupun batiniyiah. Sekarang ini umat Islam pada umumnya cenderung mengapresiasi ajaran Islam hanya tataran batiniyahnya saja, yang menyangkut persoalan iman dan Islam dalam pengertian yang sangat sederhana.

“Kita percaya Islam mengajarkan kesabaran, kebersihan, keadilan dan sebagainya. Kita percaya bahkan kita sanggup bertaruh nyawa untuk mempertahankan keyakinan kita. Tetapi kita masih belum beranjak dari kondisi dan keberpihakan kepada tindakan-tindakan yang nyata terhadap masyarakat,” kata TGH Juaini menjelaskan maksud menjalankan Islam secarah lahiriyah.

Umat Islam saat ini cenderung masuk ke aspek batiniyah saja. Menurut TGH Juaini, mungkin hal itu terkait dengan shock karena peradaban Islam pernah dikalahkan. “Kita belum melembagakan (diri) dan

90 Keteladanan...

membuat strategi. Tugas ke depan adalah belajar dan belajar lagi agar tahu caranya membumikan ajaran kita ini,” ujarnya.

Menghijaukan 33 Hektar Lahan

TGH Juwaini dikenal secara nasional sebagai seorang guru dan tokoh muslim di NTB yang telah berhasil mewujudkan pondok pesantren dan madrasahnya sebagai lembaga pendidikan yang ramah lingkungan.

Ia bercerita, semenjak awal bersama-sama dengan para aktivis lingkungan menerbitkan buku “Fiqih Lingkungan”. Ia juga membeli dan menyulap lahan gundul di kawasan hutan seluas lebih dari 33 hektar menjadi hijau dan berpohon lebat. Proses penghijauan itu memakan waktu lebih dari 9 tahun yang melibatkan santri serta warga sekitar. Dana yang dikeluarkannya tidak sedikit mencapai Rp 4,3 miliar lebih.

Terkait dengan berbagai langkah pelestarian lingkungan sebenarnya ia ingin menyampaikan pesan bahwa melestarikan lingkungan itu adalah amanah Allah bagi manusia. Sama halnya dengan perintah untuk menyembah-Nya. Jadi kita tidak akan bisa menyembah Allah, mengimplementasikan keimanan kita dalam kondisi lingkungan kita yang hancur. Apalagi kita dalam posisi masih bisa melakukan sesuatu. “Ajakan saya untuk melestarikan lingkungan itu semata-mata merupakan perintah Allah dan Rasulullah SAW.,” katanya

Banyak yang beranggapan bahwa sebuah institusi pendidikan Islam umumnya hanya bergerak di bidang tafaqquh fiddin, atau pendidikan agama saja, dan acuh-tak acuh dengan kondisi lingkungan. Menurut

Keteladanan...

TGH Juaini, ini tidak tepat. Menurutnya, melestarikan lingkungan adalah amanah untuk umat manusia. Kita sebagai individu pribadi baik sebagai kelompok sosial harus turut melestarikan lingkungan. Karena Rasulullah sendiri bersabda, “Berhati hatilah dengan bumi ini sesungguhnya dia adalah ibumu.”

“Jadi kita perlakukan bumi ini seperti bagaimana memperlakukan ibu kita. Memuliakannya. Karena jasa- jasanya kepada kita,” tambanya.

TGH Juaini, tidak sepakat pondok pesantren Nurul Haramain dikategorikan sebagai “pesantren yang pro lingkungan”. Karena seharusnya semua pondok pesantren itu harus pro lingkungan. Setiap orang itu juga harus pro lingkungan, katanya.

“Saya mengatakan hal itu (pro lingkungan) adalah sesuatu yang harus khusunya pondok pesantren yang selama ini dikenal oleh masyarakat. Jangan hanya nyaman di menara gading tapi tidak mau tahu urusan luar. Saya kira ini suatu kesalahan dalam konsep pendidikan islam yang selama ini dipahami banyak orang,” tambahnya.

Penghargaan Masyarakat dan Dunia

Puncak dari kiprahnya dalam hal pelestarian lingkungan, TGH Hasanain Juaini memperoleh penghargaan Ramon Magsaysay pada tahun 2011. Selain karena peduli lingkungan, penghargaan diberikan kepadanya terkait kiprahya dalam hal penghormatannya terhadap kaum perempuan, serta membangun kerukunan beragama khususnya di wilayah NTB.

92 Keteladanan...

Penghargaan Ramon Magsaysay sendiri sering disebut sebagai Nobel versi Asia ini. Pernghargaan itu diserahkan di Kota Manila, Filipina, Rabu 31 Agustus 2011. Dengan pemperoleh Ramon Magsaysay berarti TGH Juaini sejajar dengan tokoh dunia lainnya yang memperoleh penghargaan serupa.

Ramon Magsaysay Award adalah suatu hadiah penghargaan yang dibentuk pada bulan April 1957, oleh para wali amanat Rockefeller Brothers Fund (RBF) yang berpusat di Kota New York, Amerika Serikat. Dengan persetujuan dari pemerintah Filipina, hadiah ini diciptakan untuk mengenang Ramon Magsaysay, almarhum Presiden Filipina; dan untuk menyebarluaskan keteladanan integritasnya dalam menjalankan pemerintahan, kegigihannya dalam memberikan pelayanan umum, serta idealismenya dalam suatu lingkungan masyarakat yang demokratis.

Setiap tahun Ramon Magsaysay Award Foundation memberikan hadiah bagi perorangan dan organisasi Asia atas pencapaian unggul mereka di bidangnya masing-masing. Dan TGH Juaini menjadi salah seorang yang telah mendapatkan penghargaan level dunia ini.

Selain penghargaan internasional, TGH Juaini juga telah mendapatkan pengakuan dan penghargaan di tingkat lokal dan nasional. Tahun 2004 ia memperoleh Penghargaan dari Bupati Lombok Barat sebagai Pengasuh Pesantren yang konsisten terhadap kegiatan konservasi hutan dan air. Ia juga memperoleh penghargaan serupa dari Ma’arif Institut yang berpusat di Jakarta.

Keteladanan...

Pemanfaatan Teknologi

TGH Juaini juga dicatat telah berhasil memanfaatkan teknologi untuk menunjang proses pendidikan pondok pesantren atau madrasah. Banyak hal yang sudah dilakukannya dalam memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran sejak tahun 1998.

Pemanfaatan teknologi computer misalnya. “Kita sudah merakit sendiri computer kita, kita punya program namanya Duku Sasak (satu guru satu santri satu computer) itu sudah lama tercapai dari tahun 1998 dan kita sudah melakukan ujian semester secara on line sudah berjalan sejak 7 tahun yang lalu hingga kini,” ujarnya.

Berbeda dengan beberapa pesantren dan madrasah yang merasa khawatir dengan akses negatif internet, TGH Juaini sudah melakukan pembentengan sejak awal kepada para santri-santrinya. Di lingkungan pesantren dan madrasah telah disiapkan belasan spot akses internet untuk keperluan belajar mengajar serta untuk para santri yang menggunakan laptop.

Pesan untuk Guru

Menurut TGH Juaini segala sesuatu, termasuk pengabdian diri di dunia pendidikan harus diniatkan semata-mata karena Alah SWT. “Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil’alamin. La syarika lahu wabidzalika umirtu wa’ana ‘awalullmuslimin. Jadi kita sudah serahkan perjuangan kita menjadi

94 Keteladanan...

milik Allah. Nanti kita minta petunjuk kepada Allah bagaimana cara mengemban amanah,” katanya.

“Saya kira yang terpenting dan saya yakini adalah bahwa perjalanan kita (mengelola pendidikan) ini sudah tepat. Kita banyak belajar dari orang lain dan selalu memberikan nasihat dan share pengalaman, diskusi- diskusi sehingga insyaallah Allah akan menyatukan kita dengan teman-teman yang lain,” tambahnya.

Ia berpesan kepada guru madrasah dan pesantren di berbagai daerah di Indonesia bahwa guru adalah manusia yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan bangsa Indonesia. Maka guru harus terus-menerus meningkatkan diri.

“Teruslah membangunkan kesadaran bahwa sesungguhnya tugas guru belum akan memberikan kita kesempatan untuk tersenyum, saking beratnya. Marilah kita sama-sama bekerja keras,” katanya.

Menurut TGH Juaini, lembaga pendidikan harus mempunyai visi dan misi serta dilandasi dengan cita- cita. “Kalau sudah ada cita-cita, sudah ada harapan saya kira semua proses pendidikan itu tidak bisa dikategorikan susah,” pungkasnya. (*)

95

Keteladanan...