Kembangkan Madrasah di Daerah Minoritas

Kembangkan Madrasah di Daerah Minoritas

M elemen pengelola madrasah serta keikhlasan untuk

erintis suatu lembaga serta membuatnya besar bukanlah hal yang mudah. Perlu gotong- royong dan salling percaya antar semua

mewujudkannya. Perjuangan itu yang pernah dialami Vera Kartina beserta segenap pendiri Madrasah Ibtidaiyah (MI) Hidayatullah, yang beralamat di Jalan RA Kartini, Kelurahan Bardao, Kecamatan Atambua, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dimulai dari nol, kini MI Hidayatullah menjadi barometer pendidikan di Kabupaten Belu, bahkan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tentunya, itu semua tak terlepas dari jasa Vera Kartina yang mengabdi dan ikut merintis sejak madrasah itu berdiri.

Keteladanan... 207

Saat Vera berkisah, perempuan kelahiran Jakarta empat puluh enam tahun lalu itu mengaku tidak pernah menyangka akan hidup jauh dari tanah kelahirannya dari Jakarta hijrah ke NTT karena mengikuti Sang Suami tercinta.

“Asam di gunung garam di laut, bertemu dalam kuali. Itulah pribahasa yang tepat perjalanan hidup saya. Allah menjodohkan saya dengan seorang laki-laki yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Suami saya adalah orang asli NTT tepatnya dari suku Nagakeo, Flores Barat , dia bekerja pada Pengadilan Agama Bajawa Kabupaten Ngada sebagai Panitera Sekretaris,” ujarnya mengawali kisah.

Dia tak menyangka, pernikahannya menjadi gerbang awal perjuangan dan pengabdian untuk pengembangan pendidikan Islam di NTT sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Menjadi Pendidik

Vera mengaku sejak kecil memang sudah bercita-cita menjadi guru, tepatnya sejak kelas II Sekolah Dasar (SD).

“Saya terinspirasi dengan guru saya kala itu, ketika saya duduk di kelas 2 SD Mardiyuana Cicurug Sukabumi. Saya sering diminta oleh guru untuk mengajar membaca di kelas 1. Saya sangat mengagumi guru saya yaitu Ibu Pian yang lembut dan penyayang. Beliau tidak pernah membedakan orang pribumi maupun pendatang (Cina),” imbuh alumnus IKIP Malang (UNM) itu.

208 Keteladanan...

Meski berkeinginan menjadi pendidik sejak kecil, namun untuk mewujudkanya tidaklah mudah. Usai lulus SMA Negeri 3 Bogor selepas menamatkan SMP di Sukabumi. Vera mencoba mengikuti Sipenmaru. Namun, dua kali mengikuti seleksi, dia gagal kuliah karena ayahnya tidak setuju dengan jurusan yang diinginkan.

“Kesempatan terakhir Sipenmaru (seleksi penerimaan mahasiswa baru) saya berjuang untuk kuliah di IKIP Negeri Malang yang terkenal karena kualitas outputnya. Akhirnya Allah mengabulkan permintaan saya walaupun harus memaksa ayah saya untuk mengizinkan saya ke Malang,” ujarnya.

Vera mengaku, dia perlu memaksa sang ayah lantaran waktu itu ayahnya tidak ingin jauh dari anak perempuannya. Perempuan yang sejak kecil hobi membaca ini pun berupaya meyakinkannya bahwa dirinya akan menyelesaikan kuliah tepat pada waktunya.

“Singkat cerita saya lulus dengan hasil memuaskan walaupun tidak cum laude. Setelah lulus ternyata sulit sekali menjadi guru . Sambil menunggu panggilan kerja saya dengan dua orang teman mendirikan Rental Komputer di Malang dan memberikan les membaca dan matematika pada anak-anak SD Percobaan depan kost saya,” kisahnya.

Namun, usaha tersebut tak berjalan lama, sebab Sang Ayah memintanya kembali ke Sukabumi. Dengan berat hati dia pulang. Di Sukabumi, tantangan tersendiri

Keteladanan... 209 Keteladanan... 209

Vera Kartina membimbing teman-teman sesama guru dalam penyusunan kisi-kisi soal UN dan US

“Sehingga saya keluar dari pekerjaan tersebut. Akhirnya saya bekerja di salah satu Biro Travel Umroh dan Haji di Jakarta Barat. Lalu ditempatkan di sebuah kantor cabang di Sukabumi. Dari situlah saya mengenal Bapak Thamrin salah satu staf yang kemudian mengenalkan saya dengan Yakub yang kemudian menjadi suami saya,” terang Vera.

Banyak teman dan keluarga heran dengan hubungan antara dia dengan Yakub ketika itu. Sebab, saat itu Vera masih bekerja di Jakarta, sedangkan Yakub bekerja di Pengadilan Agama Dili dan tidak pernah bertemu

210 Keteladanan...

selain pembicaraan lewat telpon. Bahkan, dia juga tidak pernah melihat secara fisik seperti apa calon suaminya. Sebaliknya, Yakub mengetahui banyak tentang dirinya

dari Pak Thamrin baik dari segi karakter maupun wajah.

“Tapi, suami saya tidak mau kirim foto karena takut ditolak. Hampir satu tahun lebih kami berkomunikasi lewat telpon. Akhirnya sumi saya nekad datang melamar saya. Kedua orang tua saya langsung menerima walaupun saat itu saya masih ragu namun orang tua saya meyakinkan karena calon suami saya bekerja di Pengadilan Agama pasti bisa menuntun saya lebih baik,” tukasnya.

Keraguan Vera saat itu karena, dari segi kondisi daerah tempat Yakub bekerja di Atambua dinilai tidak kondusif akibat opsi merdeka Timor Timur. Sementara, ketika memutuskan untuk menikah tentunya tidak mungkin akan tinggal di Jakarta sementara suaminya bekerja di sana.

Akhirnya pada tahun 2000 Vera memutuskan untuk menikah dan mengikuti suaminya ke Atambua. Ketika sampai di Atambua, kondisinya memprihatinkan, selain cuacanya yang panas dan gersang, masyarakatnya masih terbiasa dengan mabuk-mabukan dan berjudi. Hal ini membuatnya teringat dengan perjuangan ayahnya ketika dia masih kecil.

Merintis Madrasah, Mengatasi Tantangan

Demi menyelamatkan anak-anaknya dari pengaruh lingkungan yang tidak baik, ayahnya yang saat itu

Keteladanan... 211 Keteladanan... 211

Ibarat gayung bersambut, dia menerima tawaran beberapa hakim Pengadilan Agama teman suaminya untuk mendirikan Taman Kanak-kanak Islam. Maka dirintislah sebuah TK yang dinamakan TK Islam Hidayatullah. Seiring berjalannya waktu, berkat manajemen dan koordinasi yang baik, TK Islam Hidayatullah menjadi salah satu TK favorit di Atambua pada saat itu.

“Kemudian, ternyata orang tua murid di sana bingung melanjutkan putra-putri mereka dari TK Islam Hidayatullah ke mana. Sedangkan di Kabupaten Belu hanya ada satu madrasah Ibtidaiyah yaitu MI Al-Islamiyah. Salah satu opsinya mendirikan MI Hidayatullah,” ulasnya.

Pilihan pendirian MI Hidayatullah ternyata menimbulkan kekhawatiran sebagian masyarakat akan mematikan perkembangan MI Al-Islamiyah yang sudah ada sebelumnya. Bahkan, saat itu Ketua Yayasan memutuskan untuk mengundurkan diri jika tetap keukeuh didirikan MI Hidayatullah. Yang lainnya memiliki pandangan bahwa yang cocok didirikan adalah SD Islam dengan alasan bahwa selain yang beragama Islam dapat mengenyam pendidikan di Hidayatullah.

212 Keteladanan...

“Namun keinginan yang kuat dari kami untuk mendirikan Madrasah saat itu tidaklah terbendung. Apalagi berdasarkan pengalaman kami mendirikan TK Islam Hidayatullah Atambua pada saat itu, TK Islam Hidayatullah tidak mendapat perhatian dari pemerintahan setempat dan Dinas Pendidikan Kabupaten Belu dan sangat sulit sekali medapatkan tunjangan insentif dari Dinas Pendidikan untuk guru- guru honor TK Islam Hidayatullah,” jelasnya.

Akhirnya, diputuskan untuk mendirikan madrasah bukan SD dengan pertimbangan Kementerian Agama Kabupaten Belu hanya membawahi dua Madrasah saja yaitu MI Al-Islamiyah dan MTs Mutmainnah sehingga perhatian dan dukungan akan banyak diberikan bagi perkembangan Madrasah yang akan didirikan. Bertepatan pada tanggal 14 Juni 2004, MI Hiayatullah berdiri, dengan dukungan banyak pihak.

Pasca didirikan, tantangan baru pun dimulai, mulai dari segi minimnya siswa dan juga minimnya tenaga pendidik yang berkompeten. Kompetensi guru masih rendah karena belum memiliki kemampuan mengajar yang baik dan Yayasan merekrut 6 guru honor berpendidikan SMA sedangkan 8 lainnya Sarjana juga belum memiliki pengalaman mengajar, kebanyak baru tamat sarjana. Kegiatan proses belajar mengajar di pagi hari dan belum memiliki prestasi baik ditingkat kecamatan maupun kabupaten

“Apalagi, kondisi pendidikan masyarakat Atambua pada khususnya dan NTT pada umumnya kurang baik. Ditambah lagi dengan pengaruh lingkungan yang buruk

Keteladanan... 213 Keteladanan... 213

Di sisi lain, yayasan mengharapkan MI Hidayatullah akan berkembang dengan baik dan menjadi salah satu madrasah favorit bagi orang tua murid untuk menyekolahkan anaknya. Tujuan utamanya bisa menyelamatkan aqidah anak-anak karena pada saat itu banyak orang tua murid yang menyekolahkan anaknya pada beberapa SD Katolik di Atambua dengan alasan tidak ada sekolah yang lebih baik dari sekolah tersebut.

Kegiatan School Event Hasil Kerjasama dengan “Save The Children”

Saat MI Hidayatullah didirikannya, Vera tidak termasuk dalam jajaran dewan guru di dalamnya karena masih berstatus guru honorer di MTS Kemala Putih Kabupaten Sumba Timur NTT. Ketika tanggal 1 Oktober 2005, dia menerima Surat Keputusan (SK) Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan bertepatan tahun 2006 diberi amanat untuk menjadi Guru MI Hidayatullah Atambua.

214 Keteladanan...

“Mata pelajaran yang sering saya ajarkan adalah matematika karena bayak orang yang merasa takut, benci terhadap mata pelajaran matematika, sehingga membuat saya berkeinginan kuat untuk mempelajarinya dan mengubah imej guru matematika itu jahat, dan galak,” imbuh perempuan yang pernah meraih penghargaan tingkat provinsi sebagai Juara III Guru Berprestasi tahun 2006 ini.

Usai mengemban amanat sebagai kepala sekolah langkah pertama yang diambil pada saat itu membuat perencanaan baik untuk sekolah, guru, siswa, dan program pembelajaran dengan membuat analisis SWOT. “Analisa itu penting agar saya dapat membuat program yang tepat dan langkah-langkah yang menjadi perioritas dalam pelaksanaannya. Semua guru diberdayakan serta mengadakan seleksi pada siswa baru untuk menjaring bakat dan talenta yang dimiliki serta memberikan bimbingan serta les tambahan bagi siswa yang belum bisa membaca dan menulis serta mengaji,” jelas Vera.

Untuk menyalurkan dan mengembangkan kemampuan siswa, dijalankan sistem pemberian wadah bagi siswa untuk berkreativitas ataupun menyalurkan hobinya baik kemampuan akademik, ekstrakurikuler maupun Agama. Selain itu juga mengadakan pembimbingan secara rutin dan memberikan kesempatan untuk berkompetisi dengan sekolah lain.

Agar berbanding lurus dengan pengembangan kompetensi siswa, untuk mengembangkan kemampuan dan kompetensi guru-guru dengan memotivasi mereka untuk belajar, membuka wawasan serta cara berpikir

Keteladanan... 215

(maindset) melalui pelatihan atau diklat dengan mendatangkan Narasumber.

“Untuk itu kami bekerja sama dengan Balai Diklat Keagamaan Denpasar, menberikan motivasi dan pembimbingan individu bagi guru-guru yang mengikuti lomba guru berprestasi baik tingkat Kabupaten maupun provinsi, mengikutsertakan secara aktif di kegiatan KKG pada Gugus Umanen,” jelasnya.

Sebagai Kepala Sekolah, dia bertekad ingin mengubah imej orang terhadap Madrasah yang terkesan inferior. Apalagi, biasanya madrasah terletak di tengah- tengah sawah, tidak pernah diminati, terkesan kumuh dan tidak dikelola dengan manajemen yang baik.

Sembilan tahun berjalan di bawah kepemimpinannya, dari yang semula jumlah siswa saat pertama kali menjabat hanya sebanyak 163 siswa, tercatat pada bulan September 2015 ini, jumlah siswa meningkat hingga sekitar 50 persen yakni 330 siswa. Antusias masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke MI Hidayatullah sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan pada jumlah siswa baru pada tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 87 siswa dibandingkan dengan tahun sebelumnya sejumlah 60 siswa.

“Berkat kerja keras, disiplin, dan komitmen serta keikhlasan dalam menjalankan tugas dan tentunya doa yang tidak pernah putus dari segenap elemen madrasah, rata-rata siswa MI Hidayatullah bisa melanjutkan ke SMP 1 sebagai salah satu sekolah favorit di Kecamatan Belu,” imbuhnya.

Dengan segala prestasi yang diperoleh oleh MI Hidayatullah, Vera mengaku tidak lantas puas. Dia

216 Keteladanan...

bertekad selalu berusaha belajar dan bekerja keras untuk kemajuan Madrasahnya. “Karena dari SD hingga Kuliah saya mendapatkan tempat pendidikan yang baik. Apa yang saya dapatkan waktu menutut ilmu dahulu, berupa nilai-nilai yang baik saya terapkan pada Madrasah saya. Itu yang terpenting,” tuturnya.

Selain prestasi, Vera juga berhasil memperluas lahan madrasahnya. “Tahun 2009 kami mengadakan program wakaf 1 meter Rp. 500.000,-. Alhamdulillah dalam waktu setahun bisa membebaskan tanah seluas 600 meter persegi untuk pengembangan madrasah,” demikian Vera Kartina. Sunguh luar biasa!

Kecintaan Vera kepada dunia pendidikan serta anak-anak membuatnya tetap bertahan walaupun ditempatkan di Nusa Tenggara Timur yang kebanyakan orang mengatakan keras. Pengalamannya bekerja keras sejak kecil mengajarkannya untuk tetap berjuang meski dalam keadaan. Di Atambua meski tidak memiliki keluarga tapi akhirnya dia memiliki banyak teman- teman yang sudah menjadi saudara dan keluarga tanpa melihat perbedaan agama.

“Mereka bahkan senang banyak belajar dari Madrasah. Dahulu mereka mempunyai pemikiran bahwa Madrasah itu tidak bisa tersentuh. Namun sekarang sudah mengubah pandangan itu. Karena Madrasah lebih baik, lebih baik Madrasah,” pungkasnya. (*)

Keteladanan... 217

Najmah Katsir M.Pd., Kepala MTs NU Pakis

Mengubah Kelemahan Menjadi Peluang

tidak? Madrasah ini selalu menjadi second option. Lalu A

dalah MTs Nahdlatul Ulama (NU) di Pakis Malang. Kepercayaan masyarakat atas lembaga pendidikan satu ini nyaris hilang. Bagaimana

di tahun 2005 saat Ujian Nasional, madrasah ini hanya bisa meluluskan hanya 8 siswa dari 55 siswa kelas IX. Di puncak krisis kepercayaan masyarakat akan MTs inilah, Naj’mah hadir menjadi kepala madrasah? Apa yang akan dilakukan Naj’mah?

Kala itu, MTs NU Pakis memiliki label kuat “La yamutu wala yahya. Tidak bermutu dan tidak memiliki biaya?”. Naj’mah yang baru beberapa bulan menjadi guru bantu atau DPK tidak putus arang saat mengetahui dirinya secara aklamasi terpilih sebagai Kepala Sekolah.

Keteladanan... 219

Satu hal yang membuat Naj’mah masih optimis kala itu. MTs NU Pakis sudah cukup tua sejak beroperasi tahun 1967 dan berada di lingkungan warga NU (Nahdliyin). Sebenarnya madrasah ini sudah memiliki hati di tengah masyarakat.

“MTs NU memiliki potensi untuk berbenah bahkan berprestasi di kemudian hari.” Keyakinan itulah yang terus memacu Naj’mah untuk terus meningkatkan kapasitas dan kualitas siswa yang hanya tinggal 152 orang.

Tak mudah memang di akui Naj’mah berbenah dari mulai administrasi yang tidak tertata, semangat siswa yang tinggal sisa karena harus masuk siang (harus berbagi tempat dengan MI), dan guru-guru yang hanya menerima apa adanya. Langkah pertama yang dibangun Naj’mah di kalangan guru dan siswa ada tiga hal; keyakinan, percaya diri dan semangat.

Memuai Gebrakan

Langkah kongkrit Naj’mah terlihat dari group drum band beberapa bulan kemudian yang berkeliling kampung, berbarengan dengan launching seragam baru para siswa. Setelah itu, tidak boleh ada siswa yang datang kesiangan. Rupanya di sinilah kecerdikan Naj’mah. Para siswa tidak akan malas-malas lagi jika mereka memiliki kegiatan yang disukai dan membuat mereka sibuk. Yang lebih penting dari berbagai kegiatan adalah membuat anak-anak percaya diri.

Satu tahun berlalu, dimulailah event kompetisi pertama ajang pramuka se-Malang Raya. Tak banyak

220 Keteladanan...

yang dituntut Naj’mah pada siswanya. Tak harus menang katanya. Cukup mereka tahu bagaimana berhadapan dengan sekolah-sekolah lain. Praktis, event pertama itu tak membuahkan apa-apa.

Namun jangan salah, pada ajang-ajang yang sama berikutnya pantang MTs NU Pakis tak membawa Tropi piala. Hingga saat ini sosok kepala sekolah yang dicintai siswa dan masyarakat itu menargetkan 100 tropi dalam setahun.

Menciptakan Lingungan yang Clean dan Hygienis

Naj’mah adalah sosok guru yang sedari awal sudah mempunyai mental disiplin. Langkah berikutnya yang ia lakukan adalah membereskan kamar kecil. Jagan sampai ada toilet yang kotor dan Bau. Tukang kebun dengan gaji diatas Kepala Sekolah mungkin baru bisa ditemui di MTs NU Pakis ini. Praktis setelah itu, tag lines: Clean dan hygienis menjadi sakral di lingkungan keluarga besar MTs NU Pakis itu.

Tak berhenti disitu, tak puas dengan bersih, revolusi hijau dilakukan oleh Naj’mah. “Saya tidak ingin ya, identik hijau NU itu hanya dalam cat tembok sekolah ini. Gerakan hijau harus benar-benar disuguhkan oleh tumbuhan dengan back to natural,” katanya. Ia sukses meramaikan lingkungan madrasah dengan aneka tumbuhan.

Target berikutnya adalah menghilangkan prilaku warga MTs NU “semau gue” atau seenaknya sendiri, dalam hal apapun tanpa terkecuali. Merokok dalam hal ini yang paling tidak disuka oleh Naj’mah. Sukar dan sulit memang.

Keteladanan... 221

“Saya tidak melarang, cukup tidak merokok didepan saya dan murid. Tapi setiap saat saya keliling,” ungkapnya sebarengi tawa. Jelas saja, No Smoking kemudian menjadi budaya dengan sendirinya. Bagaimana tidak, merokok di depan kepala sekolah tidak mudah bagi guru-guru cowok karena hampir tiap menit Kepala sekolah satu ini keliling.

Anakonda, Pakis Jingga dan “Kyai Madu”

Lingkungan yang kondusif sudah terbangun, selanjutnya prestasi harus terukur. Begitulah target sosok Naj’mah Katsir.

Pengalaman-pengalaman sebelumnya selalu dimanfaatkan Naj’mah dalam mengembangkan MTs NU Pakis ini. Dia menghubungi kolega lamanya Ahmad Mubarok yang memang sudah teruji menangani Pramuka. Terbentuklah kelompok putra bernama Anakonda dan kelompok putri Pakis Jingga yang kelak dua nama ini akan dikenal MTsNUEPA. Buah pun tak lama dipetik oleh Naj’mah. Usaha kerasnya, memboyong Tropi lomba baik tingkat regional malang, Jawa-Bali, hingga kancah Nasional.

Bersamaan dengan itu drum band dikembangkan lebih serius lagi. Naj’mah menghubungi pelatih yang sudah tersohor di kawasan itu. Terbentuklah sesuai harapan Naj’mah hingga grup drum band dari madrasah ini kualahan jadwal “manggung” dalam acara-acara besar.

Uniknya, meskipun sudah terkenal, kegelisahan justru muncul. Grup drum band MTs NU Pakis tidak

222 Keteladanan...

puas karena hampir semua lagu sama dengan drum band lainnya. Disinilah cerita sosok kuli menjadi sukses muncul. Naj’mah teringat akan muridnya dulu di SMP NU yang mahir sekali dalam musik. Abdul Rokim namanya. Sosok satu ini terkatagori kurang mampu dalam hal ekonomi, hingga semua bakat musiknya harus mandek dan dia bekerja sebagai kuli tukang gali gorong-gorong pinggir jalan.

Saat dipanggil dan ditawari untuk menjadi team Naj’mah, guru musik di MTs NU Pakis, dia langsung menerima meski Naj’mah sudah memarparan diawal jika gaji hanya 70 ribu sebulan.

Di sinilah Rokim dengan bakatnya membuat drum band “Kyai Madu” memasuki puncak karirnya yang ingin mengejar tropi-tropi yang telah diperoleh Anakonda dan Pakis Saji. Dan hal ini rupanya bukan bualan semata, sekarang Drum Band ini tak hanya jago panggung namun juga mampu menciptakan Himne dan Mars MTs NU Pakis, Malang. Mimpi Naj’mah benar- benar tergandakan sekarang.

Revolusi Pembangunan

Mimpi yang dibarengi usaha menjadi keyakinan tersendiri bagi Naj’mah bahwa Tuhan akan selalu mewujudkannya. Tak pelak, hari yang penting yang membawa ekspansi wilayah MTs NU pun tak akan pernah dilupakan Naj’mah dan team guru. Tamu bule tiba-tiba mendatangi MTs NU yang tak lain dari Bank Pembangunan Asia, Asia Development Bank (ADB). Belakangan Naj’mah tau, ADB bekerja sama dengan Departemen Agama (sekarang kementrian

Keteladanan... 223

Agama) meluncurkan program Madrasah Education Development Project (MEDP).

Bagai pemain bola Arema, Naj’mah menendang bola pada sasaran yang tepat. Dengan kerja smart bantuan yang dikucurkan sebesar 1,250 Milyar digunakannya

se-efisien mungkin tanpa tergoda korupsi. Namun, justru pada tahap inilah, Naj’mah, para guru

dan pengurus MTs NU diuji, keikhlasan dan ketulusannya dalam mengabdi. Sebelum pencairan dana, semua guru sepakat untuk ekspansi wilayah, namun uang siapa yang akan dibuat untuk membeli tanah? Mengingat dana bantuan tidak bisa dipergunakan membeli tanah.

Di sinilah Najmah memberanikan diri mengajak para pengurus untuk iuran atau urunan. Niat baik Najmah tersebut disambut baik oleh dewan pengurus salah satunya Bapak Lukman Hakim (Adik kandung Bapak Syamsul Hadi, yang sekarang menjadi ketua pengurus) memberi 25 juta. Pak Mahmud pun membayar iuran dengan jumlah yang sama. Sisanya adalah urunan para guru dan menggerakkan sadar infaq.

Sungguh upaya dan kekompakan yang luar biasa, terbelilah tanah warisan H. Rouf, yang tidak jauh dari Madrasah yang tidak lain waqaf dari beliau. Tanah seluas 750 meter persegi terbeli dengan lancar, dan Naj’mah hanya menunggu cairnya ADB untuk mewujudkan memiliki ruang terpisah dengan Madrasah dengan semangat memperbaiki semangat guru dan siswa didik nantinya.

Hari bahagia itu tiba, pencairan pertama sebesar 800 juta, digunakan untuk membangun 2 ruang kelas,

224 Keteladanan...

1 ruang laboratorium IPA, dan 1 ruang UKS. Gong pembangunan itu dimulai dengan tumpengan, suasana haru, syukur, dan penuh harap itu dirasakan bersama. Dan tidak disangka-sangka Naj’mah diminta untuk melakukan ritual peletakan batu pertama, dia merasa tidak pantas tapi keadaan sudah mendesaknya, sambil menitikkan air mata bahagia, dia melaksanakan dengan penuh suka cita.

Diawali prestasi di setiap kompetisi, Naj’mah menumbuhkan rasa percaya diri dan menciptakan citra MTs NU yang baik di masyarakat. Keyakinan akan terus maju akhirnya menjadi keyakinan bersama dari rasa percaya diri tersebut, karyalah buah dari kerja keras Naj’mah yang tidak henti-henti mendapatkan penghargaan yang layak. Pengurus dan tenaga didik menjelma menjadi team hebat. Puncaknya, terhitung sejak 43 tahun berkiprah, madrasah yang merupakan ikhtiyar santri NU itu, lebih diseriusi dengan cara masuk pagi.

5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun)

Keteladanan... 225

Tidak ada lagi murid tidur di kelas, tidak ada lagi guru kecapean karena harus berbagi tenaga sambi mengajar dipagi harinya. Semua serba fresh, dari kerja keras inilah MTs NU berbenah dari sebelumnya terakreditasi B mendapatkan Akreditasi yang layak menjadi A. MTs ini tidak lagi menjadi second option. Hasil yang nyata telah dibuktikan Naj’mah, kualitas guru yang terus didorong prouktif menghasilkan lulusan-lulusan terbaik dan berprestasi, sungguh Cita yang mulanya adalah Mimpi, “Kenapa sih mbak takut bermimpi, toh bermimpi itu tidak bayar, baru setelah itu harus dibarengi dengan usaha” paparnya dengan senyum merekah.

Memenangkan Lomba Leadership Madrasah

Masa-masa berikutnya semakin mudah, hingga dana tahap ke tiga cair untuk menggenapi 1.250 Milyar, rupanya keberkahan atas kinerja team benar-benar menuai hasilnya. Setelah tuntas terealisasikan semua penggunaan dana berikut perencanaan pembangunannya, MTs NU Pakis mendapatkan penilaian Excelent dari ADB, yang menyatakan terbaik nasional dari 500 Madrasah sasaran MEDP se-Indonesia, tak tanggung-tanggung hadiahnya 1 Milyar yang

diperuntukkan untuk pembangunan fisik melengkapi fasilitas kelas berbasis tecno class, pelatihan guru

Matematika tingkat Nasional. Keberkahan itu terus beruntun. Puncaknya, Najmah

Katsir yang membawa MTs NU semakin di depan dan mendapatkan banyak penghargaan. Najmah sendiri memenangkan Lomba Leadership Madrasah Tingkat

226 Keteladanan...

Nasional Tahun 2012, atas prestasi makalahnya berjudul “Keniscahyaan MTs NU Pakis menuju Madrasah

Kompetitif dan Saintifik Melalui Kepemimpinan yang Efektif.”

Menurutnya, pembangunan fisik harus sebangun dengan peningkatan kualitas guru, seketika tiga guru

dikuliahkan S-I di Universitas Negeri Malang; Tri Agung Yoga Prasojo guru prodi Matematika, Nasai guru prodi Bahasa Indonesia dan Abdul Rokim guru prodi Bahasa Inggris, “Team itu harus kuat, sistem itu harus mantab dengan kualitas yang ter up-grade”

Berani dan Visioner

Perjalanan panjang Naj’mah jelas penuh dengan aral, pengimplementasian dana block grant yang diperuntukkan (1) peningkatan fasilitas pembelajaran, Sumber Belajar, dan Materi Pembelajaran (2) Peningkatan Profesionalisme guru (3) peningkatan

efisiensi kinerja internal dan (4) penguatan tata kelola, managemen dan keberlanjutan madrasah bukan

semata-mata tanpa berpikir matang.

Dikenal sebagai ratu pemberani dalam hal pinjam uang sudah tidak dihiraukan lagi, karena nampaknya sosok Srikandi satu ini sudah tidak hitung-hitungan untuk mempertaruhkan apapun untuk pengembangan madrasah. Pembelian tanah yang kurang seringkali ia pinjamkan di koprasi tempat suaminya bekerja, pembayarannya dia lakukan dengan potong gaji, “Saya percaya, jika melakukan sesuatu itu dari hati, Tuhan akan mencukupiku bagaimanapun caranya, asal didapur

Keteladanan... 227 Keteladanan... 227

Para siswa madrasah mengejar impian Pernah suatu ketika guru Seni meminjam motor

yang masih kredit, keteledoran guru tersebut menyuruh salah seorang muridnya yang tidak mempunyai SIM untuk membeli benang. Naas, di tengah jalan dia menabrak bocah SD hingga kakinya patah, diberi kabar tersebut Naj’mah tidak lantas memarahi guru yang meminjam motornya. Naj’mah menanggung semua biaya pengobatan hingga dua bulan masa berobat dan anak tersebut benar-benar pulih, “Bagaimana tidak berkah, sekarang bocah itu punya banyak kambing lantaran insident tersebut”, tuturnya sambil selalu tersenyum. “Jadi pas kecelakaan banyak saudara, dan tetangga yang memberinya uang, karena pengobatannya semua di tanggung, jadi uangnya dia belikan kambing dan sekarang beranak-pinak menjadi banyak,” sambungnya lagi. Jelas saja kami tertawa bersama setelah itu.

228 Keteladanan...

Menurut Najmah, sosok kepala sekolah itu harus visioner, dia harus mampu menawarkan konsep dan sistem yang berjalan. Agar jika sewaktu-waktu Naj’mah tidak ada, sistem itu akan berjalan apik dengan sendirinya. Untuk membenahi MTs NU Pakis dari tidak memiliki apa-apa dengan guru yang minim semangat, siswa yang nyaris hanya mengincar Ijasah dan laporan- laporan yang tidak ada ujungnya alias amburadul tidak harus dipikir jelimet. Cukup memilih orang yang mau bekerja, membangun mental untuk terus berkarya itu sudah cukup. Sumberdaya manusianya dulu yang harus dibenahi terlebih dahulu menurutnya.

Ketegaran dan istiqomah Naj’mah sungguh bisa dibanggakan di kancah Nasional. Tidak banyak kata- kata kedisiplinan, kebersihan atau sebagainya di sekolah tersebut, namun semuanya terbangun atas kecenderungan pribadi masing-masing.

Slogan, Ubudiyah Istiqomah, Akademik Istimewa, Non Akademik Luar Biasa menjadi kekuatan dialam bawah sadar masing-masing insan di sekolah tersebut.

Pukul 06.30 pagi, semua siswa sudah berkumpul di Aula untuk sholat Dhuha, selepas itu satu hingga dua siswa naik ke podium untuk berkultum secara bergantian tiap harinya, siang sholat berjama’ah dilanjutkan hafalan ayat, Asar berjama’ah dan kemudian pulang membawa berkah. Itulah rutinitas yang dibangun yang sekarang tanpa aba-aba sudah langsung bisa bergerak dengan sendirinya, tidak perlu banyak peraturan namun kesadaran dan Inovasi sudah

Keteladanan... 229 Keteladanan... 229

Hingga tulisan ini diproses, sudah ratusan Tropi diperoleh oleh MTs NU, baik dalam Olimpiade Matematika dan IPA, Dai Tingkat Nasional, Mading Juara

I Nasional, Pramuka yang tidak pernah ketinggalan hingga Music yang selalu menjadi unggulan. Maka bukan utopis sekarang Naj’mah selalu menyemangati siswa-siswi didiknya bahwa tiap tahun minimal harus 100 Tropi diperoleh.

Naj’mah memang tipikal akademik sejati yang tidak pernah puas akan pencapaian yang telah ia raih, kedepan mimpinya adalah membangun Asrama untuk

siswa dan MA Hafidz, karena nampaknya sosok cantik satu ini melihat potensi-potensi itu ada dan patut dibina dengan baik untuk selanjutnya dikembangkan.

Penyusun Modul PKB-KS SMP/MTs

Najmah Katsir, Lahir di Malang Jawa Timur, 12 Juni 1968. Anak ketiga dari lima bersaudara, pasangan Anwar Katsir (alm) dan Siti Aisyah (alm). Seperti anak desa lainnya, ia mengawali pendidikan dasarnya di Sumber Pasir, Pakis, Malang, lulus 1981.

Ia melanjutkan belajar di SMP NU Pakis, Malang. Lulus tahun 1984, melanjutkan ke SMA Negeri Tumpang, Malang dan lulus taun 1987. Menyelesaikan program D2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di IKIP Negeri Malang yang sekarang menjadi Universitas Negeri Malang (UM)

230 Keteladanan...

Menikah tahun 1992 dengan Drs. Suwarno, Putera Mukidi (alm) dan Djuminem (alm). Pasangan ini dikaruniai anak perempuan Sofi Nur Fitria,

yang sekarang mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB). Putra ke dua Luhur Septiadi, Mahasiswa Biologi UIN Malang.

Pendidikan Najmah berlanjut, SI Sastra Indonesia di IKIP Malang, kemudian Program Magister Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Islam Malang tahun 2007, dan ditahun 2009 ia melanjutkan S3nya pada jurusan yang sama di UM.

Sejak 1988 hingga 2005 ia mengajar matapelajaran Bahasa Indonesia di SMP NU Pakis Malang. Tahun 2005 ia diangkat sebagai PNS /Guru Departemen Agama dan dipekerjakan (DPK) di MTs NU untuk mengajar matapelajaran yang sama. Hingga menjadi Kepala Sekolah dipertengahan 2005.

Di tengah kesibukannya dinas sebagai guru dan kepala madrasah serta Studi S3. Dia diberi amanat untuk mengembangkan program pengembangan madrasah (MEDP-ADP kementria agama RI) di MTs NU Pakis Malang. Ia berhasil menyusun rencana pengembangan madrasah yang berbentuk Madrasah Development Plan (MDP) tahun 2009 sampai 2012 telah diberi predikat Excellent untuk implementasi program pengembangan dari 500 madrasah se-Indonesia oleh Asia Deveopment Bank (ADB).

Pada ahir 2012 Najmah menulis artikel berjudul Keniscayaan MTs NU Pakis menuju maadrasah kompetitif dan saintifik dengan kepemimpinan Efektif.

Keteladanan... 231

Ia dinobatkan menjadi juara satu tingat nasional dalam lomba Leadership Madrasah oleh Kementrian Agama.pada tahun 2013 hingga 2015. Ia juga menjadi anggota tim penyusun modul untuk pengembangan keprofesionalan berkelanjutan kepala sekolah (PKB-KS SMP/MTs) di pusbangtendik kemendikbud Republik Indonesia. (*)

232 Keteladanan...