Mengantarkan Madrasahnya Menjadi yang Terbaik Tingkat Nasional

Mengantarkan Madrasahnya Menjadi yang Terbaik Tingkat Nasional

K masyarakat kota Pekanbaru khususnya, dan umumnya

erja keras dan cerdas Muliardi menjadi guru sekaligus pimpinan MAN 2 Model Pekanbaru kini berbuah manis. Tiga tahun belakangan

masyarakat Provinsi Riau ingin mengantarkan anaknya ke madrasah ini. Terlihat grafik perkembangan dari jumlah pendaftar setiap tahunnya meningkat bahkan

tahun 2015 ini sampai 1200 pendaftar.

*** Kepemimpinannya telah terbukti dan mendapatkan

prestasi sebagai Kepala Madrasah terbaik tingkat Provinsi (Kanwil Kemenag Provinsi Riau) tahun 2008. Hingga mengantarkan MAN 2 Model Pekanbaru

Keteladanan... 233 Keteladanan... 233

Siswa-siswi madrasah ini berturut-turut menjuarai lomba mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia,

Biologi, dan Bahasa Inggris (Mafikibb). Mereka berhasil memboyong semua medali emas yang dilombakan pada acara Mafikibb tahun 2008, yang untuk kali keempatnya diadakan oleh Kantor Wilayah Departemen Agama

Provinsi Riau untuk seluruh Madrasyah Aliyah (MA) se- Riau. Inilah sebagian prestasi yang ditorehkan siswa- siswi MAN 2 Model Pekanbaru.

Akibat torehan berbagai prestasinya inilah, tiga tahun sebelumnya Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru menawarkan dan menyediakan lokasi tanah untuk mengembangkan MAN 2 Model Pekanbaru ini. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh kepala madrasahnya. Ia berinisiatif untuk menindaklanjuti tawaran dari Pemkot tersebut melalui Bapak Walikota Pekanbaru. Lalu berdasarkan usulan dari MAN 2 Model Pekanbaru, tepatnya pada 2014 lokasi tanah yang disediakan oleh Pemkot tersebut telah selesai dibangun. Sehingga kini proses belajar mengajar telah berjalan di lokasi tersebut hampir selama 2 tahun.

Menjadi MAN Model

Status tanah MAN 2 Model Pekanbaru adalah tanah hibah oleh Pemkot. Hal ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi MAN 2 Model Pekanbaru yang memiliki tambahan satu kampus lagi yakni terletak di Jl. HR.

234 Keteladanan...

Soebrantas Simpang-Panamatau, yang disebut Kampus

2, MAN 2 Model Pekanbaru. Madrasah ini memakai istilah kampus, bukan kelas.

Sementara kampus utamanya terletak di Jl. Diponegoro No. 55 Pekanbaru yang disebut dengan Kampus 1. Nampaknya visi Pemerintah Kota Pekanbaru yang ingin menjadikan masyarakat Kota Pekanbaru menjadi masyarakat madani sejalan dengan visi MAN 2 Model. Sebagai prasyarat, tentunya membutuhkan iklim yang berorientasi ke arah masyarakat madani. MAN 2 Model Pekanbaru adalah salah satu institusi yang ikut berperan serta mendukung dan terbukti menyukseskan berbagai program dari visi besar tersebut.

Ada beberapa madrasah dan sekolah di Riau kini sudah ada yang menyediakan fasilitas asrama alias boarding school. Pola pendidikan semacam itu pada dasarnya mengadopsi pola pendidikan pesantren.

Pada mulanya Madrasah Aliyah Negeri 2 Model Pekanbaru berasal dari Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 3 tahun dan selanjutnya berubah menjadi PGAN 6 Tahun. Pada masanya, PGAN sangat populer di kalangan pelajar kota Pekanbaru. Selain terkenal dengan pendidikan agamanya, PGAN juga terkenal dengan ekstrakulikulernya. Pada waktu itu yang paling menonjol adalah Gerakan Pramuka.

Pada tahun 1993, PGAN beralih status menjadi MAN

2 Pekanbaru. Seiring waktu serta pencapaian berbagai prestasi yang diraih, MAN 2 kemudian naik status menjadi MAN percontohan di Riau, hingga namanya berubah menjadi MAN 2 Model Pekanbaru. Bahkan

Keteladanan... 235 Keteladanan... 235

2 Model mendapat penghargaan MAN terbaik Nasional kategori Model (Percontohan).

Hal itulah yang kemudian mendorong Kanwil Kementerian Agama Republik Indonesia Riau merencanakan MAN 2 Model Pekanbaru sebagai Madrasah Nasional Bertaraf Internasional pada tahun 2009. Untuk mewujudulkan MAN 2 Model Pekanbaru sebagai Madrasah Nasional Bertaraf Internasional, sekolah itu menjalin kerja sama dengan MAN Insan Cendikia Serpong. Di bawah kepemimpinan Muliardi telah banyak perubahan terjadi di sekolah ini hingga menjadi salah satu sekolah favorit di Pekanbaru.

Selain itu, MAN 2 juga menjalin kerjasama dengan berbagai institusi yang ada di Indonesia dan juga dengan negara tetangga. Misalnya, menjalin kerjasama dengan Unit Pelaksanaan Pengetahuan Bahasa (UP2B) Unri, kerjasama dengan FKIP Unri untuk peningkatan kemampuan guru Sains, Kerjasama dengan SMK Seri Bintang Malaysia.

“Kita sudah teken MoU dengan MAN Insan Cendikia, studi banding ke Malaysia dan juga bekerjamasa dengan Unit Pelaksanaan Pengetahuan Bahasa Unri,” ujar Muliardi, Kepala MAN 2 Model saat ini.

Kerjasama dengan madrasah lain seperti MAN Insan Cendekia Serpong dilakukan sejak ia mendapat amanah menjadi Kepala Madrasah Aliyah Negeri 2 Model Pekanbaru tahun 2007 hingga sekarang. Ia mengaku bahwa kerjasama seperti ini perlu dilakukan untuk memacu ketertinggalan madrasah dari sekolah

236 Keteladanan...

umum lainnya. Sehingga ia bersama para pendidik di MAN 2 Model bisa memotret starting poin untuk melakukan sesuatu terhadap kemajuan madrasah. Di antaranya dengan membuat berbagai program seperti Evaluasi Diri Madrasah (EDM), lalu dilanjutkan dengan menyusun Madrasah Development Invesment Plan (Rencana Pengembangan Madrasah) jangka pendek, menengah, dan panjang. Dilanjutkan dengan penyusunan RKT Madrasah (Rencana Kerja Tahunan) kemudian dengan menetapkan RAPBM (Rencana Anggaran Belanja Madrasah), dengan melibatkan seluruh majelis guru dan karyawan dengan berprinsip pada sistem bottom up (dari bawah ke atas) hingga saat ini.

Mengubah Image

Salah satu faktor yang membuat Muliardi merasa gusar adalah adanya isu yang berkembang di masyarakat selama ini bahwa sekolah (madrasah) yang dikelola oleh Kementerian Agama hanya bisa berdoa saja. Dibalik itu ia merasa tertantang untuk melakukan perubahan mindset masyarakat yang sudah terlanjur miring tersebut. Semangat itu ternyata juga dilatarbelakangi oleh agama serta lingkungan keluarganya.

Perubahan yang ia prakarsai tidak selesai sampai di situ saja. Beberapa prasyarat penting lainnya juga telah dilakukannya. Misalnya melaksanakan standarisasi manajemen yang berbasis customer satisfaction (kepuasan pelanggan), yang berorientasi

pada SOP dan dimodifikasi berdasarkan standar ISO Keteladanan...

9001:2008, serta menjalankan program audit internal setiap tahun terhadap keberlangsungan jaminan mutu melalui konsep PDCA (Plan, Do, Control, Action) yang menitikberatkan pada kepuasan pelanggan. Baik terhadap siswa, majelis guru, dan masyarakat serta menerapkan pengendalian dokumen. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan menerapkan quality assurance dan quality control bagi setiap stakeholder dalam rangka terkendalinya penjaminan mutu madrasah.

Poin penting lainnya adalah melibatkan diri kerjasama dengan FK RSBI (Forum Kerjasama Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) dengan merujuk kepada sembilan pilar penjaminan mutu (standar kurikulum, standar PTK, pembiayaan Sarpras, pengelolaan (manajemen) sekolah, manajemen kelas, manajemen peserta didik. Pelatihan dan pengayaan dilakukan melalui workshop pengembangan sumber daya manusia (SDM) dengan melibatkan pihak perguruan tinggi guna untuk mencapai sasaran mutu. Ternyata berbagai langkah tersebut mendapat apresiasi positif dari setiap stakeholder. Mereka membuktikan komitmennya terhadap berbagai langkah untuk memajukan madrasah dengan ditandai pembubuhan tanda tangan yang dipajang di Madrasah (Building Commitment).

Mendapat amanah sebagai pimpinan Madrasah Aliyah Negeri 2 Model Pekanbaru tidak mudah. Tantangan yang ia hadapi pada prinsipnya berasal dari internal.

“Karena untuk mengajak kepada perubahan harus memiliki perencanaan yang matang,” tegasnya.

238 Keteladanan...

Ia menambahkan, “Seperti mensosialisakan seluruh kebijakan dan program yang akan dilaksanakan kepada setiap stakeholders di MAN 2 Model Pekanbaru.”

Namun prinsip yang kuat mendorongnya adalah memahami ajaran agama secara kaffah (menyeluruh). “Karena Allah mengatakan bahwa jika engkau menolong agama Allah otomatis Allah akan menolongmu juga,” ujarnya. “Inilah prinsip yang harus dipasang dalam diri dengan niat yang tulus, sehingga setiap prestasi kerja tidak mengharapkan penghargaan semata, dari siapapun melainkan setiap pekerjaan tersebut diniatkan untuk ibadah,” tambahnya.

Pimpinan MAN 2 Model Pekanbaru ini mengaku siap tidak disukai oleh berbagai pihak yang berkaitan dengan madrasah tersebut. Asalkan kebijakan dan keputusan yang ia ambil hanya semata berorientasi pada kemajuan madrasah

Anak ke 5 dari 6 bersaudara ini mengabdi menjadi tenaga pendidik di MAN 2 Model Pekanbaru sejak tahun 1997. Sejak itu, ia mendapatkan penghargaan berupa beasiswa untuk melanjutkan studi ke strata 2 di UPI Bandung. Kembali dari Bandung ia dipercaya untuk mengemban amanah sebagai wakil kepala bidang kesiswaan hingga Agustus tahun 2006. Ditahun yang sama, tepatnya tanggal 1 september hingga saat ini diamanahkan sebagai Kepala MAN 2 Model Pekanbaru.

Ayah dari tiga anak ini lahir pada 1 oktober 1969 di desa yang dinamai dengan Kuok. Di desa ini ia dilahirkan dan dibesarkan hingga tahun 1988. Kuok adalah daerah yang berlokasi kira-kira 75 KM ke arah barat Pekanbaru dengan jarak tempuh kurang lebih 2

Keteladanan... 239 Keteladanan... 239

Anaknya yang pertama bernama Muhammad Ibnu Amien, sekolah di MAN 2 Model Pekanbaru kelas

XI dan yang kedua Dina Amalia Fitri bersekolah di MTsN Andalan Pekanbaru Kelas VII sementara putra

bungsunya, Muhammad Luthfi Rahman masih kelas

4 di SDN 026 Pekanbaru. Sementara istrinya Hj. Tina Mailinda S.Pd juga mengabdi sepertinya sebagai guru di SMKN 1 Pekanbaru.

Penyerahan piala bergilir Gebyar MTK FMIPA Expo UR- 2011

Kokoh dalam prinsipnya setiap melangkah harus mengharapkan ridla Allah yang Maha Kuasa. “Sehingga setiap gerak-gerik dalam memulai setiap tugas harus

240 Keteladanan...

mengedepankan niat yang tulus. Dari sini manusia harus yakin bahwa Allah akan senantiasa melihat niat setiap langkah kita,” pungkasnya.

Meningkatkan Keserdasan Bangsa

Nilai penting yang ditanamkan di lingkungan MAN

2 Model Pekanbaru adalah pendidikan agama memegang peranan utama untuk menciptakan anak didik yang bermoral dan berakhlak mulia. Pembangunan di bidang agama terutama di bidang pendidikan memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam meletakkan landasan moral, etika, sains dan teknologi serta spiritualitas yang kokoh dalam pembangunan di bidang Pendidikan Nasional. Proses pengembangan di bidang pendidikan diarahkan pada upaya meningkatkan kecerdasan bangsa, meningkatkan kualitas dan kuantitas peserta didik (siswa). Dari sini menurutnya pendidikan agama merupakan sarana untuk menambah semarak dan menambah kenikmatan beragama serta meningkatkan ketakwaan terhadap Allah SWT. Karena berperan dalam memlihara kesatuan dan persatuan bangsa, apa lagi pada saat-saat sekarang ini.

Madrasah ini merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian Agama. Salah satu lembaga pendidikan (madrasah) menengah atas yang berstatus negeri. Pada dasarnya Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Model Pekanbaru sudah cukup tua karena nama Madrasah Aliyah Negeri (MAN) adalah peralihan dari Pendidikan

Keteladanan... 241

Guru Agama (PGAN) yang kemudian berubah menjadi MAN berdasarkan keputusan Departemen Agama No

64 Tahun 1989 dan No. 42 Tahun 1992 nama menjadi Madrasah Aliyah Negeri 2 Pekanbaru.

Muliardi berfoto bersama keluarga bahagianya Dan kini, Muliardi terbukti mampu memegang

tongkat estafet, memimpin MAN 2 Model Pekanbaru dengan baik. Ia telah melakukan banyak terobosan untuk memajukan lembaga pendidikan Islam tersebut. Maka tidak heran bila banyak penghargaan ia dapatkan atas prestasi yang ia raih. Di antaranya, guru Inti tingkat Provinsi dalam bidang studi Bahasa Inggris (Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Riau) tahun 2001 dan Kepala Madrasah terbaik tingkat Provinsi

242 Keteladanan...

(Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Riau) tahun 2008. MAN 2 Model Pekanbaru juga meraih predikat sebagai Madrasah terbaik tingkat Provinsi (Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Riau) tahun 2009, lalu Madrasah terbaik/berprestasi tingkat nasional (Kementerian Agama Republik Indonesia) tahun 2010. (*)

Keteladanan... 243

Nasruddin Latif, S.Pd.I., Guru Madrasah MI Raudlatus Syubban Pati

Sang Guru Blogger, Mengatasi Kerumitan Birokrasi

G berselancar di di dunia maya via blog (blogging)

uru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Raudlatus Syubban Desa Wegil Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati ini memang lain dari yang lain. Kegemarannya

mengantarkannya menjadi blogger yang dirujuk banyak orang. Khususnya sesama guru MI di seantero Republik.

Padahal, menuju ke lokasi sekolahnya, di MI Wegil lumayan jauh. Dari pasar Sukolilo 9 Km ke arah barat sampai jalan di bawah. Sementara dari Alun-alun Pati sekitar 35 Km. “Kalau ke atasnya sampai sini sekitar 1 kilometer, jadi 10 kilo juga,” kata Kepala MI Wegil Abdul Kholiq saat mendampingi Nasruddin Latif.

Keteladanan... 245

Nasruddin Latif (36), mengaku saat pertama kali bertugas di MI Wegil pada 2006 jalannya lebih parah lagi. Sekitar 40 menit perjalanan naik kendaraan roda dua dari kampung halamannya di Desa Kunir, Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak.

Nasruddin prihatin saat awal bertugas di MI Wegil. Letak geografisnya jauh sekali dari kota kecamatan. “Informasi pun sering kali lebih banyak terlambatnya.

Mungkin karena akses dan banyak hal lain,” ujar Nasruddin.

Ia mencontohkan, tiap tahun ajaran baru para guru harus merencanakan program madrasah ke depan. Senjata utamanya pakai kalender pendidikan (kaldik). Sementara jika kaldik tersebut tidak segera sampai ke madrasah, tentu menjadi persoalan tersendiri. Dari Kemenag tingkat provinsi, Kaldik turun ke kabupaten/ kota, baru ke pengawas kecamatan, diteruskan ke KKM. “Terakhir para kepala madrasah diundang. Nah, baru masuk ke madrasah sini. Zaman dulu begitu,” ungkap Nasruddin.

Media Online

Karena panjangnya birokrasi yang musti melewati beberapa pintu, belum lagi jika ada keterlambatan di salah satu pintu tersebut, kata dia, dapat dibayangkan bisa jadi sebulan kemudian pihaknya baru mempunyai kaldik.

“Padahal Juli sudah mulai kegiatan. Itu cuman sekedar salah satunya. Belum lagi informasi yang lain,

246 Keteladanan...

misalnya tentang peraturan. Kan perlu kami ketahui juga agar selalu up to date,” ujarnya sembari menyeruput kopi.

Karena merasa informasi di tempatnya mengajar sering terlambat, maka Nasruddin mencoba mencari alternatif informasi lain. Yakni menggunakan media online. Kurang lebih dua tahun ia berlangganan informasi melalui e-mail dari salah satu blog yang senantiasa memberikan informasi tentang pendidikan. Blog tersebut dikelola oleh seorang Guru Sekolah Dasar.

“Dari blog tersebut saya senantiasa mendapatkan informasi tentang pendidikan yang banyak saya butuhkan. Meski demikian, saya masih merasa kurang karena blog tersebut yang mengelola adalah seorang guru SD. Jadi, informasi-informasi yang diberikan proporsinya lebih banyak informasi yang dibutuhkan para guru SD. Padahal saya guru MI,” ujarnya.

Sebagai guru MI, Nasruddin tidak hanya membutuhkan informasi terkait pendidikan yang bersifat umum melainkan juga yang khusus berhubungan dengan madrasah. “Kalau ada pendataan yang online kadang-kadang saya kerjakan di rumah. Karena di sekolah kan nggak mungkin. Sebab sinyal internet susah sekali di sini,” kata Nasruddin.

Dari kondisi yang ia alami, ia kemudian berfikir, bisa jadi ada sebagian atau bahkan banyak juga rekan guru madrasah yang bernasib seperti dirinya yang butuh

informasi up to date tentang pendidikan. Dalam rangka menunjang tugas-tugas sebagai guru madrasah, info terkini pendidikan menjadi hal penting. Nasruddin lalu

Keteladanan... 247 Keteladanan... 247

“Saya bahkan sampai membuat sebuah laman Fanspage Facebook yang saya beri nama Mutiara Pendidikan hingga beberapa waktu. Melalui Fanspage Mutiara Pendidikan ini saya berbagi info dan terkadang berbagi tautan tentang pendidikan,” ungkap sarjana pendidikan Islam lulusan Universitas Wahid Hasyim Semarang ini.

Seiring berjalannya waktu, Nasruddin merasa berbagi informasi melalui Fandpage Facebook masih kurang efektif. Pasalnya, sulit mencari arsip-arsip informasi yang pernah di-update. Selain itu, ia juga

berfikir mungkin akan lebih baik jika dia tidak hanya berbagi tautan web atau blog orang lain melainkan

dapat berbagi tautan dari web/blog miliknya sendiri.

Mulailah ia belajar membuat blog secara otodidak dengan mengandalkan informasi dari hasil pencarian di google. Membuat blog ternyata tidak sesulit yang ia bayangkan. Hanya dengan modal gmail dan petunjuk cara membuat blog dari hasil pencarian google, ia pun punya blog. Nasruddin makin keranjingan blogging sehingga dalam sepekan ia betah hingga dua jam di warnet sepulang mengajar. Ia lalu belajar mengganti template blog, posting artikel, memasang wedget, dan lain sebagainya.

“Sampai di sini saya masih belum berani untuk share. Karena ini baru blog percobaan. Setelah sekitar

248 Keteladanan...

empat blog saya buat hanya sekedar latihan. Lalu, sekiranya kemampuan dasar blog sudah lumayan terkuasai, maka mulailah saya buat blog yang nantinya siap dipublikasikan,” ujar Nasruddin.

Menurut dia, menentukan nama blog ternyata lebih sulit ketimbang membuat blog itu sendiri. Awalnya karena ia sudah memiliki Fanspage Mutiara Pendidikan, ia pun ingin menggunakan nama yang sama. “Tetapi sebagai guru madrasah, saya ingin memperlihatkan kemadrasahan saya. Lalu, muncul ide nama blog Guru Madrasah. Ternyata sudah ada. Blog Guru Madrasah Ibtidaiyah juga sudah ada meski blog-blog tersebut jarang posting,” paparnya.

Di tengah kegalauan tersebut, terbersit dalam benak adanya kata “Abdi Negara”, dan “Abdi Masyarakat”. Akhirnya, ia memilih nama “Abdi Madrasah” yang disingkat “Abdima”. Hal yang lebih menguatkan Nasruddin memilih nama tersebut lantaran adanya kesadaran betapa pentingnya peran madrasah dalam kehidupan dirinya.

“Sebab, dari madrasah lah saya mulai dikenalkan dengan huruf dan angka. Dari madrasah lah saya belajar membaca, menulis, dan berhitung. Yakni di MI kemudian melanjutkan ke MTs, terakhir di MA. Jadi, karena merasa dicetak oleh madrasah, maka sedikit banyak ingin bermanfaat bagi madrasah. Tentu, sebatas kapasitas dan kemampuan yang saya miliki,” ujarnya merendah.

Keteladanan... 249

Blog Abdi Madrasah

Tanpa menunggu lama, pada 19 Desember 2012 secara resmi Nasruddin memiliki blog bernama “Abdi Madrasah” yang beralamat di http://abdima.blogspot. com/. Setelah beberapa hari melengkapi blog dengan berbagai tulisan termasuk wedget dan lain sebagainya, terpublishlah posting perdana pada 31 Desember 2012.

“Belakangan, setelah saya lihat, ternyata saya mulai membuat blog itu tidak sengaja bertepatan dengan tanggal lahir saya. Benar-benar suatu kebetulan,” ujar pria kelahiran Demak, 19 Desember 1979 ini.

Pada perkembangannya kemudian MI Wegil bisa membeli modem yang dihubungkan ke komputer di kantor. Meski demikian, sinyal modem kerap bermasalah lantaran lagi-lagi persoalan sinyal yang lemah. “Saya nggak kehabisan akal. Lalu saya pasang antena di atas genteng lantai dua untuk mencari sinyal,” kenangnya sambil tertawa geli.

Mencari sinyal internet di Wegil bak mencari jarum di tumpukan jerami. Memang menjadi persoalan krusial. Butuh perjuangan ekstra. “Saya pasang alat tadi kalau penggunaan internet sudah mendesak. Terus terang, saya jarang ngurusi blog madrasah di kantor sekolah ini. Karena itu tadi persoalannya,” tandas Nasruddin.

Sejak ia mempunyai blog, baik Mutiara Pendidikan maupun Abdi Madrasah, ia mulai mem-posting tulisan pada 30 Desember 2012. “Otomatis fanspage saya di Facebook saya ubah menjadi Abdi Madrasah karena menyesuaikan blog tadi itu,” kata dia.

250 Keteladanan...

Ia berprinsip hanya ingin berbagi tanpa orang lain mengetahui jati dirinya. Ia berharap bisa berbagi tanpa diiringi rasa sombong. “Saya pernah dengar, kalau bisa tangan kanan memberi, tangan kiri tidak perlu tahu. Yang penting tujuan saya main blog itu kan menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama,” ujarnya mantap.

Nasruddin menuturkan, dalam blognya tertulis ‘membagi informasi kepada para sahabat agar hidup ini lebih bermanfaat.’ Makanya, dalam admin itu ia tidak menuliskan database-nya. “Saya hanya menulis sebagai guru Madrasah Ibtidaiyah yang mulai mengenal huruf dan angka dari madrasah. Oleh karena itu, harus berbuat yang terbaik untuk madrasah,” tegasnya.

Ia bahkan sama sekali tidak mencantumkan nomor telepon seluler. Meski demikian, para pembaca blognya berusaha berkomunukasi melalui kolom komentar. Banyak juga yang memberi komentar baik itu positif

maupun negatif. “Saya aktifkan juga komentar via Facebook sebab para pembaca lebih mungkin punya

Facebook ketimbang punya akun blog. Juga, lebih banyak yang buka Facebook sambil baca-baca informasi ketimbang buka email,” paparnya.

Suka-Duka Blogging

Menjadi terkenal tentu bukan menjadi tujuan atau kebanggaan, apalagi sekedar keuntungan. Pasalnya, sejak awal Nasruddin Latif memang tidak mempublikasikan jati dirinya. Bahkan, dalam membalas komentar pun

Keteladanan... 251 Keteladanan... 251

“Keuntungan yang paling saya rasakan adalah kepuasan batin. Rasa senang, puas, dan suka campur jadi satu karena telah bisa berbagi. Adapun keuntungan secara materi dari iklan yang terpasang di blog, Alhamdulillah baru sekali dapat amplop dari mbah google,” ungkapnya.

Ditanya tentang iklan, sejak awal pembuatan blog Abdi Madrasah ini ia sama sekali tidak memiliki niat dan tujuan untuk pasang iklan. Sebelum punya blog pun ia senang mengunjungi blog yang ada iklan google- nya lantaran kelihatan lebih bervariasi, blognya juga lebih berkelas. “Saya sama sekali belum tahu kalau sebenarnya iklan itu ada hasilnya,” tambah Nasruddin.

Setelah blog tersebut tidak lagi memakai blogspot karena telah ganti domain berbayar dengan nama abdimadrasah.com, seorang kawan Nasruddin menginformasikan adanya cara mendapatkan iklan- iklan tersebut. Lalu ia daftarkan blog tersebut. Siapa tahu ada hasilnya, pikir Nasruddin. Minimal bisa memperpanjang domain dot com.

“Setelah ditolak beberapa kali oleh mbah google, Alhamdulillah akhirnya diterima. Meski hasilnya belum seberapa tapi kalau sekedar untuk perpanjangan domain, Insya Allah lebih dari cukup,” tutur Nasruddin.

Ditanya soal tantangannya aktif di blog, Nasruddin mengaku terjadi ketimpangan antara tuntutan dan kemampuan. Artinya, tuntutan pengunjung terhadap Abdi Madrasah itu sangat tinggi. Banyak dari mereka

252 Keteladanan...

yang memposisikan blog tersebut sebagai rujukan utama karena dikelola ‘orang pusat.’ Bahkan, ada yang menganggap itu situs resmi milik Kanwil Kemenag Jawa Tengah atau Kemenag pusat.

“Padahal di situ sudah saya tulis sebagai guru madrasah ibtidaiyah. Mungkin mereka tidak membaca informasi itu. Jadi, ada aja yang komentar minta bantuan buku atau apalah. Komen kayak gitu banyak sekali baik via email maupun di kolom komentar di blog tersebut. Ada juga yang mengkritisi Kemenag,” ujarnya sembari tertawa.

Mendapati hal demikian, Nasruddin pun tidak tinggal diam. Ia menjawabnya aneka pertanyaan maupun harapan semampunya. “Kalau bisa saya jawab, ya saya jawab. Kalau nggak bisa ya paling saya jawab itu di luar kemampuan dan kapasitas saya. Begitu aja,” tandasnya.

Selain itu, sebagai guru saya ia butuh informasi terbaru, jadi sederhananya Butuh Cari Dapat Bagi (BCDB). Jika ia butuh info, maka ia pun segera mencarinya. Setelah mendapatkannya, lalu ia membagikannya kepada siapa saja. Pada saat Facebook- an, Nasruddin mengaku seringkali melihat sebagian temannya membagikan berita tentang madrasah.

“Saya pun ikut nge-share. Tapi sebelumnya saya buat postingannya. Yang penting di google itu kan nggak boleh copas. Kalau sekedar mengulas kan boleh. Meski ada juga yang copas, tapi saya cantumkan sumber dan link-nya. Misal, dari website direktorat madrasah tentang prestasi atau program apa gitu,” akunya.

Keteladanan... 253

Menurut Nasruddin, website Abdima banyak dikunjungi orang lantaran seakan-akan para pengunjung merasa web tersebut banyak memberikan informasi tentang madrasah. Ia merasa web yang dikelolanya memiliki nilai plus dibanding web lainnya, bahkan web Kemenag sekalipun.

“Kalau web saya dibandingkan dengan web Kemenag mungkin informasi yang lebih dibutuhkan teman-teman guru itu dari web saya. Sebab, sebagai guru madrasah saya lebih tahu kebutuhan mereka. Misalnya, ada aplikasi tentang madrasah. Kalau dari Kanwil kan hanya petunjuk saja. Lalu, saya membuat tutorialnya sendiri. Mungkin di situ keunggulan web saya,” ujarnya bangga.

Sejak awal, Nasruddin memang ingin fokus informasi yang dibuat tersebut khusus untuk madrasah. Jadi, kalau misalnya ada info khusus untuk sekolah tidak akan ia publish. “Pokoknya saya yang terkait madrasah saja,” tegasnya.

Saat ditanya bagaimana perasaannya ketika dirinya disebut sebagai pemilik website yang menjadi rujukan para guru MI seluruh Indonesia, ia hanya tersenyum simpul. “Mungkin bisa dibilang suatu kehormatan ya. Alhamdulillah postingan saya bermanfaat,” kata Nasruddin.

Ia merasa, jika selama ini banyak sekali orang yang mengunjungi websitenya karena dirinya sendiri yang memberi tahu, bagi dia hal tersebut belum menjadi parameter utama dirujuknya web Abdima. “Kalau mereka taunya dari mulut ke mulut, atau searching-

254 Keteladanan...

searching sendiri lalu tiba-tiba ketemu web itu, baru jadi parameter,” ujarnya.

Di dunia nyata, di Pati sendiri misalnya, saat Nasruddin kalau sedang njagong (kongkow bareng teman) ternyata banyak yang belum tahu kalau pengelola web madrasah adalah dirinya sendiri. Bahkan banyak teman di lingkungan MI Wegil yang belum tahu padahal sudah berjalan 1,5 tahun. “Yang penting teman saya di sini tahunya informasi apapun itu melalui saya. Sebab, saya hanya satu-satunya guru PNS di sini. Artinya, selain beban tugas juga memang menjadi tolok ukur keaktifan sebagai guru PNS,” ujarnya.

MI Wegil, Sukolilo, Pati

Menjadi PNS Sejati

Nasruddin lalu menceritakan sejarah dirinya menjadi guru PNS di Pati. Pada Desember 2004, ia mendaftarkan

Keteladanan... 255 Keteladanan... 255

“Saya waktu itu memang ngobati perasaan sendiri. Lha wong baru ikut pertama kali kok, wajar kalau nggak lulus. Jadi, nggak terlalu kecewa,” kenang Nasruddin sembari menyedot batang rokoknya.

Saat itu, lanjutnya, yang ia masuki ada 32 kuota untuk kursi guru kelas MI di lingkungan Kabupaten Demak. Meski tidak lulus, ia tetap mengajar seperti biasa di MI Riyadlatul Ulum Kunir-Dempet-Demak, tempatnya belajar dulu.

Kemudian, hal ajaib terjadi. Selang tiga atau empat bulan pascaujian CPNS, Nasruddin mendapat surat dari Kemenag Demak dalam rangka panggilan dinas. Ia tidak tahu maksud undangan tersebut. Karena ada kata- kata dinas, mungkin terkait guru. Dia pun memenuhi undangan itu.

“Sesampainya di Kemenag Demak, saya tanya tempat acaranya ke subbag TU. Maklum, guru swasta yang jarang main ke Kemenag. Sampai akhirnya petugas malah bertanya ke saya, njenengan PNS baru ya? Saya bilang, ndak tau pak. Yang jelas, saya dapat undangan ini pada hari ini jam sekian di sini,” tutur Nasruddin.

Lalu ia diarahkan ke aula KUA Kemenag. Di situ ia baru tahu ternyata bukan hanya dirinya yang diundang. Kemudian para undangan tersebut dijelaskan bahwasanya CPNS 2004 meski dilaksanakan di Kemenag

256 Keteladanan...

kabupaten, tapi sebenarnya formasi provinsi. Ia pun mendapat kabar bahwa menurut Badan Kepegawaian Negara (BKN) nilainya lulus dari batas minimal.

“Mestinya lulus. Cuman karena Demak kuotanya hanya 32, sementara mungkin dalam perankingan saya urutan ke-33 atau 34 kan otomatis nggak masuk. Karena yang dibutuhkan hanya 32. Prediksi saya begitu. Saya nggak mau berpikir aneh-aneh,” ujar Nasruddin.

Nah, ke-32 orang yang diundang Kemenag Demak hari itu dikasih penjelasan bahwa kesemuanya diterima sebagai PNS. Namun, tidak di Demak. Melainkan di luar Kabupaten Demak. Ia mengaku saat itu perasaannya campur-baur. Antara senang dan bingung. Antara bersyukur dan bertafakkur.

“Bersyukurnya karena diterima sebagai PNS. Kemudian, agak tegangnya saat dibacakan kabupaten mana saja tempat formasi kami, yaitu Kudus, Grobogan, dan Pati. Nah, yang di Pati ada tiga orang termasuk saya. Ya kalau di Kudus atau Purwodadi kan masih dekat dengan Demak. Kalau Pati, lumayan juga,” ujarnya sembari tertawa.

Pada hari yang disepakati, lanjut Nasruddin, tiga orang yang ditugaskan di Pati pun berangkat untuk survei lokasi. Mereka bertiga disarankan menghubungi pengawas di Kemenag Pati. “Rupanya pengawas sudah tahu kedatangan kami. Kata beliau Kemenag Pati dapat faksimile dari Kemenag pusat,” tuturnya.

Setelah mendapat SK dari Kemenag Pati, Nasruddin langsung menuju TKP, yaitu MI Raudlatus Syubban Kincir, Sukolilo, Pati. “Waktu itu namanya bukan Wegil.

Keteladanan... 257

Tapi Kincir. Nama dukuhnya yang lebih terkenal. Pada waktu mendekati lokasi, sekira jam 1 siang saya sampai di masjid depan madrasah ini,” kenangnya.

Nasruddin masih ingat betul akses jalan menuju MI Wegil belum semulus sekarang. Dulu jalan cukup terjal lantaran aspal banyak yang mengelupas. Ia juga sempat kesasar hingga tanya berkali-kali ke masyarakat setempat. “Maklum bukan orang sini. Nah, gedungnya juga masih lantai 1, belum ditingkat seperti ini,” ungkapnya.

Bagi Nasruddin, menjadi guru PNS yang ditempatkan bukan di wilayahnya menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, ada selentingan yang mengkritik Kemenag Pati lantaran mengangkat orang Demak. Padahal banyak guru wiyata di daerahnya sendiri. Hal ini membuat dirinya ingin menunjukkan hal positif sebagai guru PNS dari luar.

“Sebelumnya di sini sudah ada dua guru PNS juga. Saya berfikir begini, apapun dan bagaimanapun semampu saya, saya harus bisa ‘mewarnai’ madrasah

ini. Paling tidak, kehadiran saya di sini ada manfaatnya. Nek jaman mbiyen iso ngene, anane aku nek kene ben iso tambah ngene (Kalau zaman dulu bisa begini. Adanya saya di sini biar bisa tambah gini),” harapnya.

Nasruddin berharap, adanya website Abdi Madrasah yang ia kelola bisa mengangkat MI Wegil, khususnya daerah pedalaman Sukolilo yang kelilingi Gunung Kendeng itu. “Saya berharap, kiprah saya ini membawa manfaat bagi MI di sini dan madrasah pada umumnya. Juga, ada perhatian dari pemerintah untuk daerah seperti Wegil ini,” pungkasnya. (*)

258 Keteladanan...

Dr. H. Ahmad Zainuri, M.Pd.I; Kepala MAN 3 Palembang

Madrasah Unggulan: Mimpi Anak Petani yang Menjadi Kenyataan

A selama dua tahun berturut-turut, tahun 2005 dan 2006.

hmad Zainuri sukses memimpin MTsN 1 Palembang. Ia berhasil membawa madrasah ini sebagai madrasah berprestasi tingkat nasional

Berikutnya, tahun 2007 ia mendapatkan tantangan baru untuk memimpin MAN 3. Madrasah ini sudah berprestasi di tingkat lokal dan ia ingin menaikkan prestasinya ke tingkat nasional. Alhamdulillah, ia berhasil. Beberapa kali MAN 3 Palembang mendapatkan predikat sebagai madrasah berprestasi tingkat nasional. Banyak prestasi diraih siswa-siswinya. Ahmad Zainuri adalah anak seorang petani desa yang telah meningkatkan nilai tawar madrasah.

Keteladanan... 259

Butuh waktu cukup lama utuk membaca satu prestasi yang telah diraih oleh MAN 3 dan prestasi siswa-siswinya dari tingkat provinsi, nasional sampai internasional. Ada ratusan prestasi dalam puluhan lembar halaman yang tercatat secara rapi. Dokumentasi prestasi yangtelah diraih dalam bentuk foto juga banyak sekali.

Ahmad Zainuri sendiri juga merupakan seorang guru yang sangat populer di Indonesia. Ia beberapa kali dinobatkan sebagai guru teladan tingkat nasional. Ketika mengetikkan nama “Ahmad Zainuri” atau “MAN

3 Palembang” di mesin pencarian internet maka akan keluar deretan informasi mengenai profil, karya dan

prestasi Ahmad Zainuri. Suami dari Dra. Hj. Ratna Dewi, MM juga

mempunyai sederet karya tulis dalam bentuk artikel dan buku, selain dari disertasi yang diajukannya untuk memperoleh gelar doktor pada Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dari Keluarga Madrasah

Ahmad Zainuri lahir di Lamongan, 7 Agustus 1966 dari lingkungan keluarga petani yang sangat agamis. Menjadi guru merupakan cita-cit anya sejak masih duduk sebagai siswa Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Lamongan Jawa Timur. Pendidikan S1 dan Akta IV dia selesaikan di Fakultas Tarbiyah IAIN RF Palembang tahun 1992.

Setelah menyelesaikan pendidikan tingginya, ia mengi’tikkadkan diri menjadi guru di madrasah.

260 Keteladanan...

Mengapa memilih madrasah? “Saya memilih mengajar dan mengabdi di madrasah karena saya dibesarkan dari keluarga madrasah,” katanya.

Setelah lulus kuliah, dan menjalani masa Prajabatan Gol III, ia sudah memantapkan diri untuk meniti karir di Palembang. Ia bertugas di MAN 3 Palembang dari tahun 1993 dan pernah menjabat di komplek MAN

3 Palembang. Ia menjabat wakil kepala MAN 3 ini Palembang dari tahun1998 sampai dengan 2004.

Pada tahun 2004-2007 ia ditugaskan sebagai kepala MTsN 1 Palembang. Selama tiga tahun memimpin madrasah ini, ia berhasil membawa prestasi MTsN

1 Palembang sebagai madrasah berprestasi tingkat nasional selama dua tahun berturut-turut, tahun 2005 dan 2006. Atas prestasinya itu pada 2007 ia ditugaskan sebagai Kepala MAN 3 Palembang dan ia juga berhasil mencatatkan banyak prestasi.

Sejak menjadi guru, mata pelajaran paling sering diajarkan adalah Sejarah Kebudayaan Islam. Ia memang memilih mata pelajaran telah memperoleh

sertifikasi. Menurutnya, dengan mempelajari dan mengajarkan Sejarah Kebudayaan Islam, akan dapat

mengimplementasikan nilai-nilai islam kepada para pendidik.

Meski telah sukses mengelola madrasah, aktivitasnya belajar tidak pernah surut. Ia terus berbenah diri, menambah ilmu dan wawasan di bidang pendidikan. Di sela bertugas, ia berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan S2 pada tahun 2003 di PPS IAIN RF Palembang pada konsentrasi Manajemen Pendidikan.

Keteladanan... 261

Berikutnya, ia mondar-mandir Palembang- Yogyakarta S3 menjalani pendidikan S3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tahun 2012 di sela kesibukannya memimpin MAN 3 Palembang, ia berhasil meraih doktor di bidang Studi Islam.

Selain menjalankan tugas dan pengabdian di bidang pendidikan, ia punya hobi membaca. Dengan membaca, kata Zainuri, ia akan mendapatkan banyak inspirasi untuk memajukan madrasah.

Memimpin MAN 3

Tahun 2007 Kementrian Agama menugaskannya sebagai kepala MAN 3 Palembang menggantikan Kepala Madrasah sebelumnya, Drs. Zamri Paris, yang memasuki masa pension. Hasil seleksi dilakukan baik secara tertutup maupun terbuka dan ia terpilih sebagai Kepala MAN 3. Kesuksesannya memimpin MTsN 1 Palembang diharapkan dapat ditularkan di MAN 3. Selain itu ia juga bukan orang lama di madrasah aliyah ini. Ia telah mengajar sejak 1993 dan bahkan pernah menjadi wakil kepala madrasah ini sebelum ditugaskan memimpin MTsN 1 Palembang. Ia juga pernah mendaptkan penghargaan sebagai guru teladan MA tingkat nasional juara 2.

MAN 3 Palembang sebelumnya adalah sebuah lembaga pendidikan kejuruan bidang keguruan, yaitu Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN). Berdasarkan SK Menteri Agama RI Nomor 42 tahun 1992 tertanggal

27 Januari 1992, PGAN Palembang dialihfungsikan menjadi Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang.

262 Keteladanan...

Pada tahun 1997 berdasarkan SK Direktur Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Nomor F/248.K/1997 bahwa MAN 3 Palembang terpilih sebagai salah satu Madrasah Aliyah di 26 Propinsi yang menyelenggarakan pendidikan keterampilan bidang Las Listrik, Tata Busana dan Elektro. Berikutnya, pada tahun 1998 berdasarkan SK Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam nomor E.IV/ PP.00.6/KEP/17.A/1998 tertanggal 20 Februari 1998 tentang Penunjukan MAN 3 Palembang sebagai salah satu MAN Model di Indonesia.

Ahmad Zainuri memimpin MAN 3 tidak mulai dari nol. Sebelumnya MAN ini telah meraih berbagai penghargan di tingkat lokal. Jumlah siswa MAN 3 Palembang pada awal memimpin sudah mencapai 500 siswa. Namun masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan pada umumnya waktu itu belum banyak mengenal madrasah, khususnya MAN 3 Palembang. Kementerian agama berharap Ahmad Zainuri meningkatkan popularitas dan nilai tawar MAN 3 Palembang, minimal setara dengan sekolah unggulan setingkat SMA di Sumatera Selatan.

Langkah pertama yang waktu itu ia lakukan pada saat pertama menjabat di MAN 3 Palembang adalah konsolidasi internal dan konsultasi baik di madrasah maupun di jajaran struktural Kanwil Kemenag dan Pemda. Ia juga secara rutin mengadakan rapat koordinasi dengan guru pegawai dan pengurus komite MAN 3 Palembang.

Keteladanan... 263

Di masa kepemimpinan Ahmad Zainuri sejak 2007, MAN 3 Palembang mengalai berbagai peningkatan, terutama di bidang akademik. Pada awal 2008 MAN 3

telah memperoleh memperoleh Sertifikat ISO 9001- 2008 nomor : QSC 00810 tertanggal 12 Januari 2010

tentang Pernyataan bahwa MAN 3 Palembang telah Menerapkan system manajemen mutu yang memenuhi standar SNI ISO 9001:2008.

Berikutnya MAN 3 memeroleh Rekomendasi Program Pengembangan Madrasah Aliyah Negeri Bertaraf Internasional melalui Surat Keputusan Kepala Bidang Mapenda Islam Kantor Wilayah departemen Agama Provinsi Sumatera Selatan nomor KW.06.04/4/ PP.03.2/035/2008 tertanggal 1 Februari 2008.

Berbagai Inovasi

Tahun 2008, MAN 3 sudah siap menyelenggrakan program akselerasi. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Departemen Agama Provinsi Sumatera Selatan nomor : Kw.06/4/I/PP.00/1752/2008 tertanggal 31 Oktober 2008 MAN 3 Palembang memperoleh perizinan dalam bidang penyelenggaraan Program Akselerasi.

Menurutnya Zainuri, Sistem ini merupakan salah satu bentuk pelayanan yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki keragaman bakat, minat dan kecerdasan. Melalui program ini, siswa MAN 3 dapat mengikuti proses pendidikan sesuai kemampuan yang mereka miliki.

264 Keteladanan...

Bulan April 2009, Kementerian Agama Sulawesi Selatan menyatakan madrasah ini sebagai Madrasah Model atau telah menjadi keunggulan dan layak ditiru. Surat Keputusan Kepala Kantor Departemen Agama Provinsi Sumatera Selatan nomor: Kw.06.4/1/ PP.00/890 A/2009 tertanggal 02 April 2009 memberikan Rekomendasi Madrasah Model di wilayah Sumatera Selatan. Surat rekomendasi ini disampaikan kepada Gubernur Sumatera Selatan.

Berikutnya, MAN 3 Palembang memperoleh Sertifikat ISO 9001-2008 nomor : QSC 00810 tertanggal

12 Januari 2010 tentang Pernyataan bahwa MAN 3 Palembang telah Menerapkan system manajemen mutu

yang memenuhi standar SNI ISO 9001:2008. Sertifikat Akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/

Madrasah Provinsi Sumatera Selatan juga diperoleh dalam nota surat bernomor : 007534 tertanggal 16 November 2010 untuk MAN 3 Palembang dengan peringkat A+ atau amat baik.

Di bidang pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung proses pembelajaran, berdasarkan laporan Kementerian Agama Sulawesi Selatan, MAN 3 Palembang wewajibkan penggunaan open source di semua staf dan karyawan yang ada di MAN 3 Palembang. Langkah ini merupakan salah satu upaya mewujudkan madrasah sebagai sumber ilmu pengetahuan terbuka dan lintas dunia dan ramah bagi semua. MAN 3 mendukung kampanye penggunaan perangkat lunak legal berbasis open source software (OSS) serta penyusunan kurikulum TIK berbasis open source di madrasah/sekolah.

Keteladanan... 265

Ahmad Zainuri menyatakan, MAN 3 yang dipimpinnya ikut mensuksekan pemerintah untuk mangatasi masalah pembajakan yang ada di negeri. “Bagi staf dan Dewan guru yang belum begitu paham menggunakan sofwarenya nanti dibantu oleh team IT MAN 3 Palembang.Untuk berubah mulai lakukan sekarang dan jangan ditunda-tunda,” katanya.

Kunggulan dan Prestasi

Kini, MAN 3 Palembang sudah sangat percaya diri berdampingan dengan sekolah-sekolah unggulan di Indonesia. MAN 3 juga menawarkan banyak sekali keunggulan. MAN ini sudah memperoleh ISO 9001- 2008 . Standar mutunya sudah jelas. MAN 3 Palembang mempunyai laboraturium Bahasa, Fisika, Biologi, Agama, IPS, Matematika dan Bengkel Keterampilan Tata Busana, Elektronika, Las dan Komputer. MAN

3 Palembang mempunyai asrama Putra dan Putri sehingga dapat membentuk kedisiplinan siswa

MAN 3 Palembang juga menawarkan banyak kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler selain OSIS. Salah satu kegiatan ekstrakurikuler di madrasah ini adalah Paskibra atau pasukan pengibar bendera. Salah satu siswa MAN 3 pernah mengukir sebagai pengibar sang saka merah putih tanggal 17 Agustus 2014 di istana negara atas nama Nadhila Zakira dan berkesempatan bertemu langsung denga Presiden Republik Indonesia.

Kegiatan ektrakurikuler lainnya adalah pencak silat. Menurut Zainuru, MAN 3 pernah meraih juara

2 tingkat nasional dalam kejuaraan Pencak Silat Nasional di Gorontalo. Di bidang Pramuka, siswa MAN

266 Keteladanan...

3 Palembang sering mengikuti Jambore tingkat daerah bahkan tingkat internasional

Nadhila Zakira, Siswa MAN 3 Palembang sedang bersalaman dengan Presiden RI sewaktu Pengibaran Bendera 17 Agustus 2014

Beberapa cabang olahraga juga menjadi bagian dari kegiatan ekstrakurikuler di madrasah ini antara lain basket, volly ball, tenis meja, bulu tangkis, futsal, sepak takraw dan atletik.

Ada juga ekstrakurikuler robotik. MAN 3 bahkan pernah menjuarai tingkat nasional dalam kontes robotik yang dilaksanakan oleh IPB di Bogor dan juara Robotik Internasional yang dilaksanakan di Malaysia tahun 2014.

Kegiatan lainnya adalah di bidang pengembangan olimpiade Fisika, Kimia, Biologi, Matematika, Geografi,

Keteladanan... 267

Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab . Di bidang penulisan karya Ilmiah, siswa MAN 3 Palembang yang potensial telah difasilitasi untuk berlatih dalam kegiatan karya ilmiah sebagai persiapan mengikuti perlombaan tingkat kota sampai ke tingkat nasional.

Khusus untuk bidang keagamaan, MAN 3 memprogramkan Tahfidhul Qur’an dan kajian kitab kuning. “Program kajian kitab ini saya lakukan dalam

rangka pembinaan untuk Guru dan Pegawai serta Siswa MAN 3 Palembang,” kata Zainuri.

MAN 3 Palembang telah mengharumkan Madrasah dengan meraih Madrasah Adiwiyata dan Madrasah Award. “Upaya yang saya lakukan adalah selalu menyediakan koordinasi menjaga lingkungan Madrasah dari seluruh warga madrasah dan mengupayakan siswa selalu mengadakan penelitian,” kata ayah tiga anak ini.

Jumlah siswa sekarang di MAN 3 Palembang mencapai 895 siswa dan antusias menyekolahkan anak ke MAN 3 Palembang sangat tinggi. Terbukti, tahun 2015 calon siswa yang mendaftar ke MAN 3 Palembang sebanyak 1375 anak, padahal yang dapat ditampung di hanya 328 siswa.

Para lulusan MAN 3 Palembang sebagian besar melanjutkan kuliah dan perguruan tinggi. Menurut Zainuri, beberapa perguruan tinggi yang menjadi tujuan dari par alumni antara lain UGM, UI, Universitas Pejajaran, UNSRI, UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan kali jaga, UIN Raden Fatah, Uniersitas Brawijaya, IPB, AKPOL, AKMIL, dan Perhubungan.

268 Keteladanan...

Buah Kerja Keras dan Ketulusan

Ahmad Zainuri, putra dari pasangan H. Sukarnoto dan Hj. Sumiyah ini menjadi alah satu guru inspiratif yang telah mengharumkan nama madrasah. Ia adalah anak seorang petani yang kuliah di Palembang sampai Yogyakarta, kemudian menjadi guru dan sukses memimpin madrasah.

Apa rahasia suksesnya? “Rahasia menjadi guru atau kepala madrasah hanyalah bekerja tulus ikhlas tanpa pamrih,” katanya Ahmad Zainuri.

Selain memimpin dan mengembangkan madrasahnya sendiri, ia juga menjadi instruktur dan pemandu bagi kepala madrasah dan guru madrasah di Palembang khususnya. “Dengan bekerja secara tulus dan ikhlas untuk kemajuan madrasah, kita semua berharap madrasah yang di Sumatera Selatan selatan bisa bagus seluruhnya dan setara,” katanya.

Menurut Ahmad Zainuri, untuk menunjang keberhasilan pelaksanakan pendidikan, setiap guru diharuskan menguasai 4 macam kompetensi yang meliputi: Kompetensi Paedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial dan Kompetensi Profesional. Setiap guru hendaknya memiliki, menghayati, menguasai dan mengaktualisasikannya dalam setiap pelaksanaan pembelajaran, agar pelaksanaan pendidikan di negri ini benar-benar berhasil seperti yang diharapkan semua pihak.

Kesimpulan itu merupakan hasil riset Ahmad Zainuri dirangkum menjadi karya disertasi untuk memperoleh Gelar Doktor Bidang Ilmu Agama Program

Keteladanan... 269

Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, dengan mengangkat judul “Tingkat Kompetensi Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Kota Palembang” dan dipetahankan di ruang Promosi Doktor Gedung Convention Hall, kampus

setempat, Senin, 20 Februari 2012. Di sela aktivitasnya yang padat sebagai guru

dan pengelola Madrasah Ahmad Zainuri juga aktif di organisasi sosial kemasyarakatan. Ia aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan tercatat sebagai

Wakil Ketua Tainfidziyah PWNU Sumatera Selatan masa khidmah 2010 – 2015. Aktivitas organisasi

lainnya, ia menjadi pengurus Pusat Pengembangan Madrasah (PPM) Provinsi Sumatera Selatan, Pengurus MKKM Kota Palembang, Badan Pendiri Yayasan LP3I Paradigma Palembang, dan Konsultan Perpustakaan Inovasi Minat Baca Provinsi Sumatera Selatan.

Ia juga cukup produktif dalam menulis. Karya tulisnya antara lain Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Masyarakat Primitif. Untuk memenuhi persyaratan kenaikan pangkat di lingkungan PNS Kementerian Agama ia juga menulis beberapa karya sekaligus menjadi panduan bagi guru dan pengelola madrasah, antara lain, Rencana Induk Pengembangan Madrasah: Upaya Mewujudkan MAN 3 Palembang sebagai Madrasah Nasional Bertaraf Internasional, dan Efektivitas Mencatat dengan Metode Mind Map/Peta Pemikiran untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa Dalam Meningkatkan Materi- Materi Pelajaran Sosial (Penelitian Tindakan Kelas).

Tahun 2002 ia juga telah menulis catatan khusus terkait ISO 9001-2008 dengan tajuk Upaya Meningkatkan Pelaksanaan Administrasi Pendidikan

270 Keteladanan...

Berdasarkan ISO 9001-2008 Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang.

Sebagai guru yang sejak awal fokus pada Sejarah Kebudayaan Islam dan telah memperoleh sertifikasi, ia juga telah menyesaikan beberapa buku Sejarah

Kebudayaan Islam, yakni untuk Kelas X, Kelas XI dan Kelas XII. Semua ditulis dalam format baru untuk Kurikulum 2013. (*)

Keteladanan... 271

Diah Wijiastuti, S.S., Guru MAN 2 Yogyakarta

Guru Madrasah Spesialis Bahasa Jepang

J Arab atau Inggris, tapi bahasa Jepang. Ia adalah satu-

ika ada guru madrasah yang terbilang unik, maka Diah Wijiastuti adalah orangnya. Ia mengajar bahasa asing di MAN 2 Yogyakarta. Bukan bahasa

satunya guru madrasah yang diundang mengikuti Short Term Program for The Japanese Language Teacher di Institut Urawa, Jepang. Ia juga mengantarkan beberapa siswa madrasah mengikuti kompetisi di bidang bahasa Jepang. Katanya, banyak hal yang bisa dipelajari dari orang Jepang.

Keteladanan... 273

Tahun 2011 The Japan Foundation mengundang 14 guru dari Indonesia untuk mengikuti Short Term Program for The Japanese Language Teacher di Institut Urawa selama 2 bulan. Program ini adalah pelatihan bagi guru- guru di berbagai negara penyelenggara KBM Bahasa Jepang. 14 peserta itu adalah utusan dari berbagai provinsi di Indonesia. Diah adalah satu-satunya peserta yang berasal dari Kementerian Agama.

Diah dan 13 guru lainnya dari Indonesia mendapatkan pelatihan bahasa Jepang bersama guru- guru dari Rusia, Vietnam, Brasil, Mongolia, NewZeland, Malaysia, Srilanka, Tonga, dan Thailand.

Bahasa Jepang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Hampir semua jenjang pendidikan yang dilaluinya selalu terkait dengan bahasa Jepang. Sejak awal mengajar, Diah Wijiastuti spesialis mengajar bahasa Jepang. Jika ada tamu dari Jepang, ia selalu berada di depan mendampingi mereka. Di sela kesibukannya mengajar, ia menjahit yukata atau kimono dari bahan batik yang dipesan oleh orang Jepang sebagai cinderamata. Satu lagi, anak-anaknya juga mempunyai nama mirip orang Jepang.

Berawal dari Drama ‘Oshin’

Sejak kelas 5 SD Diah Wijiastuti sudah suka dengan Jepang. Alasannya sederhana waktu itu, ia berkeinginan untuk pergi ke negara yang banyak saljunya, dan itu adalah Jepang. Kelas sembilan (satu SMP waktu) itu untuk pertama kalinya ia bertemu dengan orang Jepang, seorang profesor yang sedang penelitian di UGM.

274 Keteladanan...

“Profesor itu bertanya tentang cita-cita saya. Waktu saya tidak bisa menjawab, saya hanya mengatakan ingin ke negara yang banyak saljunya seperti drama ‘Oshin’ di TVRI. Saya diberikan motivasi dan disemangati, sehingga terngiang terus dalam benak pikiran saya. Pokoknya bagaimana caranya saya harus bisa,” kenangnya.

Lulus dari SMK Negeri Yogyakarta tahun 1996, Diah Wijiastuti memperoleh beasiswa untuk mengikuti Magang di Jepang selama 3 tahun (1997-2000).

“Itu merupakan program training. Selama tiga tahun itu saya selalu berfikir, bagaimana caranya saya bisa melanjutkan kuliah. Akhirnya saya masuk di UTY

D-3 Bahasa Jepang,” kenangnya.

Ia masuk kuliah di Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) D-3 Bahasa Jepang tahun 2001–2003. Di masa kuliah itu Diah sudah mulai mengajar spesialis bahasa Jepang. Namun penddikannya di bidang Bahasa Jepang terus berlanjut. Tahun 2006-2007 menempuh pendidikan Akta Mengajar di Universitas PGRI Yogyakarta (UPY). Tahun 2007-2010 ia menempuh S1 Bahasa Jepang di Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Tahun 2011 Diah mendapat beasiswa dari The Japan Foundation, untuk mengikuti Short Term Program for The Japanese Language Teacher di Institut Urawa, Jepang selama 2 bulan. Program ini adalah pelatihan bagi guru-guru di berbagai negara penyelenggara KBM Bahasa Jepang. Rusia, Vietnam, Brasil,Mongolia, NewZeland, Malaysia, Srilanka, Tonga, Thailand, Indonesia adalah diantara yang diundang

Keteladanan... 275 Keteladanan... 275

Waktu itu, pada sesi pembelajaran “Apa harapanmu selama belajar di Jepang?” ia menyampaikan presentasi dalam bahasa Jepang mengenai semakin mudahnya akses bagi muslim untuk mendapatkan fasilitas halal food dan tersedianya mushola.

Diah tampil percaya diri bersama para guru dari berbagai negara

Awal Mengajar Bahasa Jepang

Pada saat menempuh pendidikan Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) D III Bahasa Jepang, Diah sudah mulai mengajar. Tepatnya di semester 2 akhir yaitu pertengahan 2002 ia sudah mengajar ekstrakurikuler Bahasa Jepang di MAN 2 Yogyakarta. Lulus kuliah, tahun 2003 dengan SK Kanwil Depag DIY resmi mengajar Bahasa Jepang di MAN 2 sebagai GTT.

276 Keteladanan...

“Jadi bisa dibayangkan, ketika mahasiswa mengajar ilmu yang dikuasainya semangatnya seperti apa pada waktu itu. Ketika saya mengetahui tuntutan menjadi guru itu begini dan begitu, akhirnya saya juga mengambil akta mengajar di PGRI Yogyakarta (UNY), kemudian melanjutkan S-1 saya di Universitas Dianuswantoro Semarang (2007),” kenangnya.

Tahun 2001 saat ia pertama mengajar ekskul bahasa Jepang MAN 2 Yogyakarta gajinya hanya sebenar 1.000 rupiah. “SK-nya masih ada hingga sekarang. Jadi waktu itu, saya menerima gaji selam satu bulan itu 23.000, atau paling mentok 28.000,” kenang ibu tiga anak ini.

“Sementara di satu sisi, saya juga mendapatkan tawaran mengajar di LPK. Satu kali pertemuan gajinya 25.000. Namun karena dari awal saya sudah komitmen untuk mengabdi di Madrasah dan tidak akan keluar. Walaupun status saya sekarang masih GTT. Ketika teman-teman mengatakan, ngapain juga menjadi guru. Jadi guru kan gajinya kecil. Tapi saya berpikir kalau rizki tidak akan ke mana, masih banyak jalan. Menjadi pengajar memang cita-cita saya dari kecil. Walaupun awalnya bukan mengajar bahasa Jepang karena waktu itu taunya bahasa Inggris. Tapi ketika kelas lima SD baru mengenal Jepang. Dan sekarang saya menginginkan untuk mengabdikan keahlian saya dalam bahasa Jepang di bawa bendera madrasah, bukan yang lain,” tambahnya.

Diah menikah pada 2003 setelah lulus D-3. Ada cerita suka duka tersendiri. Waktu mengambil S-1 anaknya baru berumur satu setengah tahun. Jadi dia

Keteladanan... 277 Keteladanan... 277

“Waktu kuliah di Semarang itu saya bolak-balik. Saya berangkat dari rumah jam 4, dan shalat subuh di terminal Jombor karena harus masuk kuliah pagi jam 8. Sehingga mulai dari jam 3 pagi saya harus mempersiapkan semuanya. Saya pulangnya hari rabu, naik bus dari Semarang jam 9. Sampai di Jombor sekitar puku 11.30. dari Jombor ke Kulon Progo naik motor dan sampai rumahnya biasanya pukul 1,” kenangnya.

Bahasa Jepang di MAN 2 Yogyakarta

Untuk tingkat kota Yogyakarta, madrasah yang memiliki bahasa Jepang hanya di MAN 2 Yogyakarta. Berbeda dengan di sekolah negeri umum yang sudah biasa mengajarkan bahasa ini. Menurut Diah, kalau madrasah memiliki keunggulan dalam bahasa, terlebih bahasa Jepang, akan menjadi poin tersendiri. Lulusan madrasah juga bisa bersaing dengan lulusan sekolah umum. “Itu yang memotivasi saya untuk mengabdi di Madrasah hingga sekarang,” ujarnya.

Diah Wijiastuti merasa bersemangat karena siswa-siswinya juga bersemangat untuk bisa bahasa Jepang yang didasari oleh rasa ingin tahu tentang budaya Jepang. Hanya saja, kesulitannya karena dalam seminggu ini pelajaran bahasa Jepang hanya terbatas dua jam. Itu jelas kurang sekali. Para siswa yang benar- benar berminat dan antusias akhirnya meminta waktu lebih di luar jam pelajaran. “Karena saya juga ingin

278 Keteladanan...

menghargai jiwa dan semagatnya anak-anak, maka saya berusaha memberikan tambahan pelajaran,” kata Diah.

Sebenarnya di madrasah ini tidak hanya diajarkan bahasa Jepang. MAN 2 Yogyakarta memang unggul di bidang bahasa asing. Ada bahasa Jerman, selain Arab dan Inggris. Namun bahasa Jepang lebih menonjol di madrasah ini. Alasannya, karena animo siswa untuk menguasai bahasa Jepang cukup tinggi. Ini juga tidak lain karena motivasi yang ditanamkan oleh ibu guru mereka Diah Wijiastuti.

Berawal dari saya sendiri suka dengan Jepang saya sejak kelas 5 SD sudah berkeinginan untuk pergi ke negara yang banyak saljunya, yaitu Jepang. Kelas sembilan (satu SMP) itu untuk pertama kalinya saya bertemu dengan orang Jepang. Seorang profesor yang sedang penelitian di UGM. profesor itu bertanya tentang cita-cita saya. Waktu saya tidak bisa menjawab, saya hanya mengatakan ingin ke negara yang banyak saljunya seperti drama “Osyin” di TVRI. Saya diberikan motivasi dan disemangati, sehingga terngiang terus dalam benak pikiran saya. Pokoknya bagaimana caranya saya harus bisa.

Ketika di Madrasah ini membuka peluang ekstrakurikuler bahasa Jepang, ia pun mengajukan lamaran dan diterima. Sejak saat itu ia tidak pernah berpikir bagaimana nasibnya. Ia belum berpikir menjadi seorang guru profesional.

“Di hati saya cuman mengajar. Saya suka bahasa Jepang maka saya mengajar. Saya juga senang jika orang lain juga bisa. Mungkin dari semangat itu awalnya saya

Keteladanan... 279 Keteladanan... 279

Motivasinya bertambah karena banyak siswa yang sangat bersemangat berajar bahasa Jepang. Kadang- kadang siswa yang serius untuk belajar bahasa Jepang sampai datang ke rumah. Mereka latihan di rumahnya. Walaupun di sana sambil bermain, mereka membuka- buka bukunya.

“Mereka bertanya tentang segala macam. Kemudian ketika kembali lagi ke madrasah kita sharing, kita diskusi. Saya merasa berterima kasih mereka ada ketertarikan terhadap bahasa Jepang, tapi saya juga mengingatkan mereka harus belajar mata pelajaran lain. Dari situ mereka bisa memilah waktu yang lain. Di saat waktu senggang, terkadang mereka minta waktu sebentar untuk bertanya dan mengobrol.”

Metode Pengajaran Bahasa Jepang

Kendala dalam mengajarkan bahasa Jepang menurut Diah, hanya dari segi fasilitas, walaupun kita banyak didukung internet. MAN 2 Yogyakarta pernah mendapat bantuan dari The Japanese Foundation, dibantu satu native speaker selama satu tahun penuh. Guru itu bernama Saitomami yang mendampingi Diah mengajar bahasa Jepang di tahun 2007.

“Di tahun itu saya sudah diajarkan metode yang sekarang baru heboh, seperti lesson study atau observer di belakang kemudian nanti diskusi. Selama satu tahun itu saya diajarkan banyak hal oleh, mulai cara

280 Keteladanan...

pengajaran, cara penulisan di papan tulis,” katanya.

Metode yang diajarkan Saitomami pada dasarnya sama dengan model lesson study. “Saya dikasih tahu, kalau cara mengajarnya dengan bercerita terus, empat kelas itu pasti sudah ngos-ngosan. Ibu Saitomi tidak mengharuskan menggunakan metode tertentu. Justru dia membebaskan saya untuk menggunakan metode apapun. Namun, dia selalu menanyakan mengapa metode itu yang digunakan? Sisi efektivitasnya di mana? Manfaatnya apa?” katanya.

“Jadi ketika saya hendak mengatakan bahasa Jepangnya pulpen itu tidak dengan bahasa, ini namanya borpen atau pulpen itu bahasa Jepangnya borpen. Akan tetapi, saya akan langsung praktekkan kepada siswa dengan mencari pulpen sambil mengucapkan borpen. Jadi anak akan mengetahui dengan sendirinya, kalau saya metode mengajarnya seperti itu. Mereka akan berpikir, saya itu bukan kamus hidup. Metode sederhana itu yang saya gunakan dalam mengajarkan bahasa Jepang ke anak-anak. Ketika mengajarkan pola kalimat juga saya tidak memberikan kalimat panjang secara langsung, tetapi saya latih pelan-pelan,” kata istri Dwi Wahyono itu

Mengantarkan Siswa Berprestasi

Menurut Diah, MAN 2 memang belum bisa mencapai taraf yang nomor satu. Bahasa Jepang diajarkan di madrasah ini dari akhir tahun 2001 masuk di 2002 tapi hanya sebatas ekstrakurikuler. Murid yang mengikuti hanya 9 orang. Tahun 2003 mulai ada intra itu hanya

Keteladanan... 281 Keteladanan... 281

Diah Wijiastuti tidak hanya mengajar. Ia juga mengantarkan siswa-siswinya mengikuti berbagai kompetisi di bidang bahasa Jepang. Ia mendapat dukungan sponsor dari The Japanes Foundation Jakarta. Ada beberapa macam lomba, seperti hiragana atau katakana, biasa disingkat hirakata adalah cara menulis atau membaca bahasa Jepang. Biasanya lomba seperti itu dewan jurinya juga dari Jepang. Oleh panitia disiapkan soal-soal, kemudian para peserta disuruh mencari cara menulisnya atau cara membacanya.

“Untuk cara yang membaca itu ada yang seperti cara membaca berita. Untuk yang menulis itu ada yang namanya syodo , yakni kaligrafi Jepang. Jadi siswa tidak hanya menulis tetapi juga sudah menjurus pada bentuk tulisan indah,” katanya.

Ada lomba yang lebih ekstrem lagi. Lomba itu adalah lomba pidato bahasa Jepang. Untuk juara 1 dan

2 lomba ini akan diberangkatkan ke Jepang. Kejuaraan terbaru yang pernah di raih siswa MAN

2 Jogja dalam bahasa Jepang diselenggarakan di SMA

7 dan di UGM. Dalam perlombaan di SMA 7 itu siswa madarasah juara II lomba pidato bahasa Jepang. “Kita

282 Keteladanan...

membuktikan bahwa madrasah pun bisa bersaing dengan sekolah umum,” kata Diah.

Sementara di UGM untuk syodo (kaligrafi) MAN

2 meraih juara tiga, untuk sakubung juara 2 & 3, dan untuk Hirakata juara 3. Di UGM, ada lomba hiragana dan katakana, Syodo, dan sakubung. Sakubung itu semacam membuat karangan. Mereka bercerita tentang kehidupan mereka sehari-hari. Dalam mengarang itu menggunakan tulisan dan bahasa Jepang. Para peserta dibatasai dalam menggunakan huruf kanji. Pada waktu itu diminimalkan sepuluh huruf kanji.

Beberapa siswa MAN 2 Yogyakarta yang mendapatkan lomba antara lain, Bima Ghafarali Rabbi, Annisa Nilam, Nadia Wulandara dan Safrizal Ade Darma. Bahkan Zaenal Febrianto mendapatkan juara 2 lomba hiragana tingkat DIY-Jateng untuk 2007/2008. Dia melanjutkan Diploma 3 Bahasa Jepang di UGM, lalu melanjutkan Strata 1 di Undip Semarang, dan saat ini sedang menempuh studi S-2 di Jepang.

Belajar dari Orang Jepang

Di sela-sela mengajar, Diah sering diminta untuk menjadi penterjemah bahasa Jepang untuk tamu yang berkunjung ke Yogyakarta. Para tamu dari Jepang dimintanya untuk berkunjung ke MAN Yogyakarta II dan bertemu siswa. Mereka memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar Bahasa Jepang lebih giat lagi.

Para siswa tertarik dengan etos kerja orang-orang Jepang. Terkadang mereka bertanya, “Kalau orang Jepang itu bisa belajar sampai malam itu resepnya apa

Keteladanan... 283 Keteladanan... 283

Jepang adalah salah satu negara maju di dunia. Impian terbesar Diah sebagai guru bahasa Jepang, ia berharap siswa-siswanya bisa belajar banyak dari Jepang: tentang bagaimana menjadi insan yang tertib, disiplin, bertanggung jawab. “Karena hanya dengan pembelajaran langsung terjun dan berkecimpung didunia yang sebenarnyalah ilmu cepat diserap dan dipraktekkan,” katanya.

Diah Wijiastuti bersama para guru di Jepang

“Harapan saya siswa-siswi saya bisa ke Jepang melalui program pertukaran pelajar. Di tahun 2009 ada alumni dari sini yang kebetulan tertarik dengan Jepang yang lolos program pertukaran pelajar ke sana. Namanya Dimas Wisnu Wibowo. Saat mengajarkan dulu, saya hanya bilang kepada para siswa Jepang itu begini-begini. Saya ingin suatu saat anda membuktikan

284 Keteladanan...

ucapan saya itu. Anda membuktikan sendiri yang saya ceritakan. Dan suatu hari ketika anda datang ke saya, anda mengatakan ternyata yang Ibu diah katakan tentang Jepang itu benar,” kata Diah.

Ame Nimo Makezu Kaze Nimo Makezu Diah Wijiastuti adalah anak pertama tiga bersaudara.

Ayahnya bekerja di kelurahan sebagai carik atau sekretaris desa. Ibunya bekerja sebagai pedagang kaki lima di Malioboro Yogyakarta, tetapi ia seorang seniwati.

“Misalkan ada tanggapan atau campursari itu biasanya seperti itu. Saya dibiayai dan disekolahkan dari hasil seniwati tersebut. Bisa dibayangkan namanya carik waktu itu kan tidak menerima gaji. Jadi untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari ya mengandalkan penghasilan dari ibu saya. Itu pun jualan nunut (numpang) bukan punya sendiri. Saya juga ikut membantu ibu. Ketika kelas dua SMP saya sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh adik-adik saya. Ketika sekolah di SMK, setelah pulang sekolah saya harus menggantikan ibu berjualan di Malioboro,” kenangnya.

“Betapa orang tua saya membiayai kami seperti itu. Maka saya selalu katakan pada diri sendiri, selama kita diberikan kesehatan maka jangan menyerah dengan keadaan. Pokoknya jangan pernah menyalahkan keadaan. Kalau keadaanya seperti itu justru kita harus berpikir harus disikapi seperti apa,” kata Diah.

Ia mempunyai hobi yang unik. Hobinya adalah mendengarkan ceritanya orang lain. “Ketika kita dicurhati orang lain mungkin orang lain akan berkesan

Keteladanan... 285 Keteladanan... 285

Keinginannya untuk terus mengembangkan diri sangat menggebu dalam diri dan jiwanya, terutama yang berkaitan dengan bahasa Jepang. Sebab itu, saat ada tamu dari Jepang berkunjung, dia tidak menyia- nyiakan kesempatan itu untuk mengembangkan kemampuannya dalam berbahasa Jepang.

Pada waktu liburan ia menjahit yukata atau kimono batik yang kadang dipesan oleh orang Jepang sebagai cinderamata asli dari Yogyakarta.

Dari pernikahannya dengan Dwi Wahyono, Diah Wijiastuti mempunyai tiga orang anak. Ketiga-tiganya mempunyai nama mirip orang Jepang, terutama anak kedua dan ketiga. Mereka adalah Dimas Wahyu Oka, Daisuke Yuuji Wahyu Murtaja, dan Dirosa Wahyu Takayuki

“Ame nimo makezu kaze nimo makezu” merupakan motto hidup Diah Wijiastuti sekarang ini. Bahwa meskipun halangan rintangan banyak menghadang tetapi “Tidak terkalahkan oleh angin, tidak terkalahkan oleh hujan.” Semoga! (*)

286 Keteladanan...

Drs. Suhardi, M.Pd.I., Kepala MTsN 2 Pamulang, Tagerang Selatan

“Menyulap” Madrasah Biasa Menjadi Luar Biasa

B kecakapannya menggerakkan semua potensi dan

erkat konsistensinya mengabdikan diri untuk pendidikan, kemampuannya menyusun perencanaan, serta yang terpenting

mengelola kebersamaan, Drs. Suhardi, M.Ag. mampu menjadikan madrasah yang biasa menjadi luar biasa. Madrasah yang dulunya tidak diminati bahkan tidak dikenal, sekarang diperebutkan oleh para orang tua calon siswa baru. Tidak hanya madrasahnya atau kepala madrasahnya yang bisa dibilang “keren”, para siswa MTsN 2 Pamulang juga mencatatkan segudang prestasi tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Ada banyak inspirasi yang bisa diambil dari seorang guru yang berasal dari latar belakang keluarga sangat- sangat sederhana ini.

Keteladanan... 287

Selasa pagi, 8 September 2015 ketika kami mengirimkan pesan singkat (SMS) menanyakan apakah kami bisa datang dan wawancara, Suhardi (48) segera menjawab “SANGAT BISA!”. Namun ketika kami menanyakan waktu, ia buru-buru membalas nanti saja karena ia sedang dalam perjalanan naik sepeda motor. Salah satu kepala madrasah terbaik di Indonesia ini memang lebih suka kemana-mana mengendarai motor. Ada satu mobil lama di rumah pemberian mertuanya namun jarang ia pakai.

Pukul 10.10 jam istirahat sekolah. Kami berbincang santai di ruang kepala madrasah. Pak Suhardi adalah sosok yang ramah. Penampilannya sederhana. Bapak kelahiran Pemalang 12 November 1967 ini bercerita banyak hal tentang dirinya, latar belakang keluarga, sampai pengelanaannya di Ibukota Jakarta, dan tentunya tentang banyak hal seputar MTsN 2 Pamulang. Kami juga diajak keliling memantau aktivitas belajar, tata ruang dan seterusnya. Ia juga mengajak kami melihat waduk penangkal banjir yang ia buat. Ia juga memperlihatkan gedung asrama baru untuk pesantren. Bekas tempat sampah itu kelihatan megah dan siap ditempati oleh para santri.

Dari Penambang Pasir sampai Pengamen

Kami memita izin untuk menuliskan kisah hidupnya yang cukup melankolis dan ia pun mengizinkan. Katanya, barangkali kisah hidupnya bisa menjadi penyemangat bagi para guru dan para pengelola madrasah lain,

288 Keteladanan...

khususnya yang berlatarbelakang keluarga seperti dirinya.

Suhardi berasal dari keluarga kurang mampu. Waktu kecil ia ikut bekerja mengambil pasir dengan cara menyelam sungai. Ia membeli makan dari hasil menjual pasir itu. “Kalau laku ya makan kalau nggak ya ngutang dulu,” katanya.

Ketika masuk salah satu SMA swasta di Comal Pemalang, Jawa Tengah, untuk membayar biaya sekolah saja ia harus bekerja sebagai pengamen. Jika waktunya membayar SPP Suhardi mengamen dari rumah ke rumah. Padahal waktu itu ia menjadi ketua OSIS.

Ada kejadian penting waktu ia mengamen. Rumah yang didatangi ternyata rumah salah seorang temannya. Keesokan harinya, temannya melapor ke kepala sekolah. Suhardi dipanggil dan dimarahi oleh kepala sekolah. Setelah ia bercerita alasannya mengamen baru kepala sekolah memahami. Namun ia dilarang mengamen lagi dan pihak sekolah memberinya beasiswa penuh, ia tidak perlu bayar sekolah lagi.

Kondisi ekonomi orang tua belum membaik. Pendidikan saudara-saudara Suhardi tidak terlalu menjadi prioritas. Suhardi akhirnya lulus SMA salah satunya berkat bantuan dari kepala sekolah yang juga guru bahasa Inggris. Namanya Pak Mahrus. Sang guru menerbitkan buku “Nine Hundred” yang berisi 900 percakapan sederhana dalam bahasa Inggris. Suhardi ikut membantu mengetik materi percakapannya lalu buku dicetak dan Suhardi menerima pembayaran dari hasil penjualan buku itu.

Keteladanan... 289

Nekad Merantau ke Jakarta

Usai lulus SMA, Suhardi ingin melanjutkan kuliah, namun dari mana biayanya? Ia mengajak temannya bernama Wahono berangkat ke Jakarta.

“Saya bilang mas kuliah yuk, cuman kita lagi nggak ada duit. Lalu dijawab udah pake uang saya aja. Akhirnya saya ke IAIN Jakarta dengan biaya dia, makan juga sama dia, apa saja ditolongin sama temen saya itu,” kata Suhardi.

Suhardi mengenang peran salah seorang temannya itu dalam perjalanan hidupnya. Ia memanggilnya Mas Wahono yang saat ini bekerja di daerah Bekasi. Sayangnya waktu itu, ketika melihat pengumuman hasil tes hanya Suhardi yang lulus. Wahono tidak diterima kuliah. Kata Suhardi kepada Wahono, “Njenengan (Anda) saja yang masuk, kan uangnya dari njenengan.” Wahono menolak dan meminta Suhardi yang melanjutkan kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat.

Setelah dinnyatakan lulus tes kuliah, ia tidak berani melapor ke orang tuanya. Ia yakin orang tuanya tidak setuju karena pertimbangan biaya. Suhardi menemui beberapa temannya dan beberapa diantara mereka menyumbang Rp 1000 hingga Rp 5000. Seorang temannya yang memberinya uang Rp. 5000 itu merupakan hasil dari jual lukisannya. Saat ini temannya itu menjadi Pelukis di Perancis, menikah dengan wanita Perancis dan saat ini menetap di sana.

Mas Wahono sempat membantu biaya daftar ulang untuk kuliah sebesar Rp 114.000. Suhardi lalu

290 Keteladanan...

memberanikan diri menceritakan ikhwal masuk kuliah di Jakarta. Dan benar seperti yang diperkirakan. Ayahnya marah. Dari mana ia akan membayar biaya kuliah.

Suhardi menunjukkan kalender akademik dan target tahunan yang akan dicapai

Sebelum berangkat Suhardi sempat meminta bantuan kepada Pak Lurahnya, namun hasilnya nol. Ayahnya mengatakan kepada Suhardi dengan agak marah dalam bahasa Jawa, “Sudah dikasih tahu tidak usah kuliah. Sudah berhenti saja.” Namun Suhardi tetap maju. Ibunya diam-diam menjual kalung untuk membantu bekal kuliah Suhardi di Jakarta. Ayahnya akhirnya mengizinkan dan memberinya tambahan bekal Rp. 12.000. Kata Ayahnya, “Kalau kamu mau mengambil uang ini untuk kuliah maka ambillah! Kalau tidak ya kamu di rumah saja membantu ayah bekerja.”

Keteladanan... 291

Suhardi berangkat ke Jakarta dengan membawa uang yang terkumpul sebesar Rp. 125.000. Suhardi berjanji tidak akan meminta uang kepada orang tuanya lagi.

Di IAIN, Suhardi masuk jurusan Bahasa Indonesia. Sesampai di Jakarta, sambil menunggu datangnya masa OSPEK bagi mahasiswa baru dia mengulangi profesinya waktu SMA dengan menjadi pengamen di Terminal Pulogadung Jakarta Timur, sambil berjualan minum. Ia memutar otak bagaimana caranya memutar uang perbekalannya yang sebagian sudah habis untuk biaya transportasi dari Pemalang ke Jakarta.

Jual Koran ke Komplek Dosen

Di kampus Ciputat, sembari kuliah muncul ide Suhardi untuk menyambung hidup dan membayar biaya kuliah dengan berjualan koran. Selama empat tahun ia menekuni profesi sebagai penjual koran, termasuk ke komplek dosen IAIN. Salah satu pelanggannya yang ia ingat antara lain Prof Abuddin Nata. Mereka semua tahu kalau Suhardi adalah salah satu mahasiswa IAIN. “Alhamdulillah saya tidak dianugerahi rasa malu terhadap hal itu, intinya yang penting halal,” kata Suhardi.

Suatu ketika, ia berjualan koran di bis. Ternyata seisi bus itu ternyata adalah teman-temanya di kampus. Dia sempat malu. Namun hikmahnya mereka semua ikut berlangganan koran. “Jadi, saya kemana-mana membawa koran,” kenan Suhardi.

Sebenarnya dari berjualan koran itu Suhardi sangat berkecukupan. Waktu itu penghasilannya selama

292 Keteladanan...

sebulan sekitar Rp. 200.000. Padahal biaya kuliahnya hanya Rp. 90.000. Bukan hanya itu, dengan karena kemana-mana ia selalu membawa koran, ia lebih banyak membaca dibanding teman-temannya. Ia juga sering menuangkan gagasannya lewat tulisan dan tentu memudahkannya saat mengerjakan tugas akhir kuliah.

Setelah lulus kuliah ia menikah dan menjadi pengajar honorer di sekolah menengah sambil melanjutkan kuliah lagi S2 saya di Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ) di Jl Cireundeu pada jurusan masyarakat Islam. Ia juga aktif mengikuti forum-forum diskusi seperti di Paramadina. Ia juga sempat mengikuti kursus di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta.

Ia beberapa kali mengikuti tes masuk menjadi dosen di IAIN tapi selalu gagal. Namun saat mengajukan lamaran sebagai PNS di lingkungan Kementeria Agama, ia lolos dan mengantarkannya sebagai guru madrasah sampai saat ini.

Mulai Bertugas di MTs

Memulai tugas di MTsN 2 Pamulang, Suhardi tidak menyangka rumah kepala madrasah berada di dekat masjid tempat ia shalat dhuha ketika mau berjualan koran semasa kuliah. Nama kepala madrasahnya Ibu Iis Aisyah. Namun ternyata Sang Kepala Madrasah tidak ingat kalau Suhadilah yang dulu setiap hari mengirim koran ke rumahnya.

Suhardi menjadi guru bahasa Indonesia di MTsN 2 sampai tahun 2002. Setelah itu ia diminta

Keteladanan... 293 Keteladanan... 293

Setelah itu ditunjuk sebagai kepala di madrasah baru itu. Saat itu ia sendiri yang mempromosikan madrsah dan berkeliling mencari siswa ke MI dan SD sekitar. Ia mendapatkan 70 orang siswa. Ia diberi waktu

4 tahun mengembangkan madrasah sebelum kembali bertugas di MTsN Pamulang.

Pada 2007 ia dipindahkan lagi ke Pamulang. “Waktu itu saya masih tidak punya rule model,” katanya. “Waktu di pegedangan saya juga nggak punya rule model, lalu saya buat desain visi dan misi dan menerapkan sistem belajar KTSP serta mengadakan pelatihan karakter tim dari jakarta agar menjalin kekompakan antara guru senior dan junior.”

Dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan, diperlukan kebersamaan dan kekompakan. Supaya kebersamaan guru terjalin dan solid, ia menerapkan manajemen keterbukaan terutama dalam hal keuangan. Masalah keuangan dibuka setransparan mungkin dalam forum rapat kerja.

“Misalya begini. Coba kita bikin masukan apa saja pada waktu itu, lalu dirundingkan bersama-sama hingga tertuju pada rumusan dan pendanaannya. Lantas hasilnya akan disebarluaskan dengan penggunaannya dilakukan semaksimal mungkin sampai pemasukan

294 Keteladanan...

dan pengeluaran itu berjumlah nol sehingga alokasi- alokasinya sudah diketahui dari awal,” katanya.

Melalui keterbuakaan itu, menurut Suhardi, akan terjalin rasa saling percaya. Dan kepercayaan terhadap pimpinan akan meningkatkan integritas dan semangat untuk bekerja secara bersama-sama dalam membangun dan mengembangkan madrasah.

Pada 2008 MTsN 2 mendapatkan tawaran untuk mengikuti Lomba Madrasah Teladan oleh Kementerian Agama. “Alhamdulillah kami juara satu dengan usaha dan semangat teman-teman baik siang maupu malam,” katanya.

Memberesi Sampah dan Membangun Waduk

Selanjutnya ia menerima ide untuk mengikutkan madrasah dalam lomba UKS. Dibuatlah UKS dan pemilik ide sebagai ketuanya. Para guru dan siswa digerakkan. Hasilnya MTsN selalu juara UKS, dimulai dari tingkat kecamatan, kota, provinsi, sampai nasional. “Lucunya itu orang-orang kaget kenapa sekolah yang biasa banjir dan dekat tempat sampah kok bisa jadi juaranya,” kata Suhardi.

“Akhirnya saya bikin asrama di belakang bekas tempat sampah itu. Penyebab banjir diantaranya karena daerah kita paling rendah seperti palung. Jadi saya terharu ketika ada yang bilang MTs yang belakangnya tempat sampah kok jadi juara UKS.”

Untuk menanggulangi banjir, Suhardi meminta bantuan Komite Madrasah untuk membuat waduk di

Keteladanan... 295 Keteladanan... 295

Waduk penangkal banjir MTsN 2 Pamulang

Setelah memperoleh juara 1 UKS, MTsN Pamulang mendapatkan kunjungan kehormatan dari Gubernur Banten. Suhardi tidak menyia-nyiakan kesempatan. Secara langsung ia mengatakan kepada Gubernur bahwa sekolah membutuhkan tanah. Ia mengatakan bahwa di belakang madrasah masih banyak lahan kosong. Ia segera meng konfirmasi Camat setempat. Karena sudah bertemu Gubernur dan ditambah Walikota Tangerang Selatan akhirnya Pak Camat dan Pak Lurah ikut membantu membebaskan tanah.

Tanah kosong yang dimaksud adalah tanah yang selama ini ditempati oleh warga untuk membuang

296 Keteladanan...

sampah sembarangan dan sangat mengganggu lingkungan sekitar. Di atas tanah bekas tempat sampah itu saat ini sudah berdiri bangunan megah yang direncanakan akan ditempati sebagai asrama siswa atau pesantren dengan beberapa program khusus yang telah dicanangkan.

Misi Madrasah Jelas: Harus Mendapat Prestasi

Selain memenangi lomba UKS MTsN 2 Pamulang telah mendapatkan beberapa pernghargaan, antara lain Juara Umum Porseni beberapa bidang olahraga seperti bulutangkis, futsal, taekwondo, marcing band, dan kontes robotik. Untuk marching band, madrasah ini telah memeroleh Piala Wakil Presiden 2010 dan Piala Presiden 2010. Untuk robotik, MTsN 2 Pamulang bahkan sampai memperoleh juara pada kontes robotik tingkat internasional di Malaysia.

Khusus untuk marching band, Suhardi punya cerita tersendiri. “Tahun 2010 saya punya waka kesiswaan yang hobi marching band. Lalu saya tantang kamu bisa nggak bikin rumah marching band nasional? Katanya, bisa pak. Saya tidak tahu bagaimana caranya, tapi kata dia, gampang pak. Kita jalan-jalan ke pasar baru lihat toko-toko marching band yang bagus-bagus nanti kita kerjasama saja. Akhirnya kita pergi ke pasar baru. Ketemulah toko Wijaya punya orang India. Saya katakan, saya ingin merintis marching band tapi saya tidak punya alat dan saya janji kalau saya akan membeli alat-alat akan ke bapak terus. Saya datang ke situ dan bikin MOU. Jadi saat latihan pakeknya alat yang bagus

Keteladanan... 297 Keteladanan... 297

Semenjak itu MTsN 2 Pamulang selalu langganan juara marching band. Pucanknya madrasah tsanawiyah ini berhasil memeroleh Piala Presiden dan sering kali menang kompetisi dengan sekolah lain seluruh Indonesia bahkan dengan grup marching band tingkat SMA dan perguruan tinggi.

Kembali ke toko Wijaya yang pertama meminjamkan alat marching band, setelah beberapa kali juara, pemilik toko makin percaya kepada Suhardi. Bahkan anak dari penjaga toko juga disekolahkan ke MTsN 2 Pamulang. Salah satu inspirasi yang bisa diambil adalah bahwa ketidaktersediaan sarana bukan hambatan untuk meraih prestasi. Dengan tekat juara, beragam cara bisa ditempuh.

Prestasi yang sangat membanggakan diraih MTSN

2 pada akhir tahun 2014 di bidang robotik. MTsN ini memborong sejumlah penghargaan dalam kontes robotik tingkat internasional di Johor Malaysia. Padahal kegiatan eskul robotik baru dimulai pada 2013, baru satu tahun sebelum prestasi internasional diraih. Hampir mirip seperti marching band, pada awalnya madrasah ini juga tidak punya peralatan robotik. Salah satu kunci sukses dalam hal ini adalah kerjasama dengan pihak-pihak yang kompeten dan kejelian memilih siswa yang berbakat di bidang logika, matematika, sains dan informatika.

Prestasi akademik yang diperoleh MTsN ini lebih banyak lagi, dari mulai lomba cerdas cermat di berbagai tingkatan, olympiade matematika, oimpiade

298 Keteladanan...

MAFIIBB bidang bahasa Inggris, dan lomba karya tulis tingkat nasional. Penghargaan khusus untuk institusi madrasah sendiri, tahun 2008 MTsN telah ditetapkan sebagai madrasah berprestasi tingkat Kanwil Kemenag Banten, dan tahun 2009 MTsN mendapatkan Juara I LOmba Madrasah Berpretasi Tingkat Nasional.

Menurut Suhardi MTsN menyusun kalender pendidikan dengan sangat rapi. Hasil rapat kerja juga dicetak dengan baik dan karena melibatkan semua komponen maka hasil rapat kerja ini bersifat mengikat semua pihak. Semua yang telah dirumuskan bersama harus dilaksanakan. Madrasah juga telah menyusun dan menerbitkan buku pedoman khusus tentag pengelolaan Kelas Bina Prestasi.

Menurut Suhardi, target yang ingin dicapai oleh sekolah jelas, yakni harus berprestasi. Dari berbagai prestasi yang telah dicapai, maka tingkat kepercayaan masyarakat kepada madrasah ini juga otomatis akan naik.

Membangun Kekompakan

Pihak yang paling bertanggungjawab untuk memajukan madrasah adalah kepala madrasah. “Kepala madrasah sebagai keyword,” kata Suhadri. Namun kepala madrasah tidak mungkin bisa bekerja sendiri. Maka salah satu kunci penting lainnya adalah bagaimana menggerakkan semua komponen pengelola sekolah dan guru agar berperan secara maksimal

“Untuk itu kepala sekolah harus memiliki visi dan sikap keterbukaan yang tinggi. Di sekolah ini sangat terbuka sekali masalah keuangan dan yang lain. Saya

Keteladanan... 299 Keteladanan... 299

Buku panduan itu diselesaikan pada awal tahun dan diselesaikan oleh bidang Humas. Jadi semua program sekolah telah berjalan secara sistemik, tidak hanya mengandalkan sosok seorang Suhardi sebagai kepala sekolah. Tugas kepala madrasah adalah memastikan semua menjalankan tugas masing-masing. Untuk mengontrol dan mengevaluasi tugas masing-masing, ada media diskusi dan mekanisme teguran bagi yang tidak mencapai target.

Itu semua adalah dari sisi teknis manajemen. Namun, kata Suhardi, ruh dari semuanya adalah kebersamaan dan kekompakan. Kekompakan bisa diwujudkan dengan keterbukaan. Dan keterbukaan yang paling penting adalah pada soal uang dan pendanaan. (*)

300 Keteladanan...

Drs. Tugi Hartono, Guru MAN 1 Jember

Terlibat Proyek Kolaborasi Majalah Digital dengan 36 Negara

ak pernah terbayangkan bahwa MAN 1 Jember Jawa Timur akan memperoleh penghargaan dalam event bertaraf internasional (2014).

Proyek kolaborasi pembuatan majalah digital mendapatkan apresiasi luar biasa. Jember adalah kota biasa yang tiada apa-apanya jika dibandingkan dengan kemajuan teknologi di kota-kota peserta kegiatan yang melibatkan 36 negara Asia dan Eropa tersebut.

Tugi Hartono membuktikan bahwa sekolah yang berbasis agama (MAN) mampu bersaing bahkan unggul dari sekolah-sekolah umum dari manca negara dalam

Keteladanan... 301 Keteladanan... 301

“Tentu saya bangga selaku pembimbing bisa mengantarkan anak-anak meraih prestasi tingkat dunia,” ujar guru berkacamata ini.

Kebanggaan yang dirasakan Pak Tugi –sapaan akrabnya-- cukup beralasan. Sebab, selama ini madrasah kerap kali dikesankan sebagai sekolah kelas dua. Madrasah dinilai kurang prospektif karena yang dipelajari lebih banyak soal agama, sehingga kurang diminati dunia kerja. Madrasah seolah-olah terisolasi di tengah kian menjamurnya sekolah-sekolah umum. Namun dengan prestasi yang diraih Pak Tugi bersama siswa MAN 1 Jember, tentu membelalakkan mata dunia bahwa madrasah tidak bisa dipandang sebelah mata. Madrasah juga punya kemampuan yang mumpuni di bidang teknologi informasi (IT).

Jember Fashion Carnival

Menurut Tugi Hartono, untuk mengikuti event dunia tersebut butuh waktu lama dan kerjasama tim yang bagus. Tahun 2012, Pak Tugi mulai melakukan rekruitmen anggota untuk masuk dalam tim pembuat majalah digital. Siswa yang ikut seleksi waktu itu mencapai 50 orang. Setelah dilakukan seleksi menjadi

25 orang. Dari jumlah itu diciutkan lagi menjadi 5 orang. Materi-materi yang diajukan dalam tahapan seleksi itu

302 Keteladanan...

semuanya menggunakan bahasa Inggris. “Akhirnya saya mantap dengan 5 orang itu,” ujarnya.

Tim tersebut lalu didaftarkan (via online) di India sebagai panitia pusat penyelenggara proyek. Sejak saat itu, tim tersebut aktif berkomuniksi dan berdiskusi dengan peserta lain dari 36 negara Asia dan Eropa untuk menggali dan tukar informasi seputar kebudayaan masing-masing negara. Setelah disaring, informasi tersebut lalu diangkat sebagai berita di majalah digital yang mempunyai space 30 halaman tersebut. Untuk Jember sendiri, tim MAN 1 Jember mengangkat tema soal Jember Fashion Carnival (JFC), peniggalan batu-batu kuno di Bondowoso dan soal kehidupan masyarakat sebuah desa di Lumajang. Waktu pemuatannya sekaligus waktu pelaksanaan proyek berlangsung sejak Januari 2013 sampai dengan Juni 2013. Karena ini merupakan proyek digital, penilaiannya juga via online dengan melibatkan para pakar dan juri internasional.

“Saya akhirnya mendapat email dari panitia di Singapura yang mengabarkan bahwa saya dan tim MAN

1 Jember berhasil memperoleh penghargaan. Isi email tersebut merupakan tembusan dari panitia pusat di India. Sertifikat kita peroleh ketika tahun 2014, di mana mereka sudah duduk di kelas 11. Sekarang mereka sudah pada lulus,” kenang Pak Tugi.

Menurut Pak Tugi, untuk mengikuti proyek kolaborasi dan berhasil memperoleh penghargaan bertaraf internasional tersebut cukup sulit. Selain

Keteladanan... 303 Keteladanan... 303

10 semester awal. Kegiatan baru dimulai pada semester kedua. Mereka adalah anak-anak yang hebat, sehingga bisa bersaing, bahkan mengungguli teman-teman sebayanya dari manca negara. Namun kehebatan mereka, tentu tak lepas dari besutan tangan dingin Pak Tugi.

Siapa Pak Tugi?

Pak Tugi lahir di Desa Kemuningsari Kidul (Jember) ketika kalender menunjuk pada angka 26 Agustus 1963. Ia anak-anak pertama dari 5 bersaudara pasangan M. Ibrahim dan Ninik Supiah. Kemuningsari Kidul adalah sebuah desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Jenggawah, sekitar 20 kilometer kearah barat daya kota Jember.

Walaupun tinggal di desa, namun keluarga Tugi cukup perhatian terhadap pendidikan. Maklum, ayahnya, M. Ibrahim adalah PNS yang bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Dari sisi ekonomi, keluarga Tugi tergolong lumayan. Selain Tugi, adik- adiknya saat ini menjadi “orang” semua. Dua orang menjadi guru dan dua lainnya bekerja di Puskesmas.

Pendidikan dasar Tugi dilalui di SDN Tegalgayam. Tegalgayam sendiri adalah nama dusun di Desa

304 Keteladanan...

Kemuningsari Kidul. Atas permintaan masyarakat, akhirnya Desa Kemuningsari Kidul dipecah menjadi dua, yaitu Kemuningsari Kidul dan Kertonegoro. Pada saat itulah SDN Tegalgayam ”dilikuidasi” dan diganti nama menjadi SDN Kemuningsari Kidul 02 hingga sekarang.

Setelah lulus dari SD, Tugi lalu melanjutkan ke SMP Islam, Ambulu. Ambulu adalah nama kecamatan yang terletak bersebelahan (di sebelah selatan) dengan Jenggawah. Di Ambulu juga, Tugi menyelesaikan pendidikan SMA-nya, yaitu SMA Negeri Ambulu.

Sesungguhnya, menjadi guru, tak pernah terpikirkan di benak Tugi sejak kecil. Cita-citanya juga tidak tinggi. Ia hanya senang dan ingin menekuni bidang elektronik. Oleh karena itu, setelah lulaus SMA, Tugi muda ikut tes masuk di Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK) IKIP Surabaya, jurusan teknik elektro. (sejak tahun 1999, FPTK IKIP Surabaya berubah menjadi Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya). Tahun 1988, Tugi berhasil meraih sarjana di perguruan tinggi yang sekarang berubah nama menjadi Unesa tersebut.

Menjadi PNS

Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan cita-cita Tugi. Jalan hidupnya layaknya air. Bedanya kalau air mengalir, mencari tempat yang lebih rendah. Tapi kalau nasib Tugi, mengalir ke tempat yang lebih tinggi.

Saat itu, pekerjaan masih gampang. Indonesia masih kekurangan SDM yang memadai untuk berbagai formasi di birokrasi. Begitu lulus FPTK IKIP Surabaya,

Keteladanan... 305

Tugi lalu mengajar di SMA Muhammadiyah, Ambulu. Tak lama setelah itu, Tugi ditarik ke SMAN Ambulu. Pada saat yang sama, Tugi juga membantu mengajar di SMA PGRI dan MAN 1 Jember. Dari dulu, Tugi memang type pekerja keras. Bayangkan, ketika itu Tugi mengajar di empat sekolah menengah atas yang berbeda dalam kurun waktu bersamaan, yaitu dari tahun 1988 hingga 1989.

Tahun 1990, Pak Tugi ikut tes CPNS di Departemen Agama RI untuk formasi guru, dan lulus. Jadilah, Pak Tugi mengajar di MAN 1 Jember.

Namun mata pelajaran yang dipegang Pak Tugi bukan keterampilan elektronik, karena mata pelajaran yang satu ini sudah ada gurunya. Lelaki yang hobi

membaca ini mengajar fisika dan matematika di sekolah yang terletak di Jalan Imam Bonjol Nomor 50, Kaliwates

tersebut. Beberapa tahun kemudian, Pak Tugi “nyambi” mengajar di MA Annuriyah, Rambipuji.

Tahun 1996, Pak Tugi mengikuti pelatihan di Bandung, bersama guru-guru keterampilan seluruh Indonesia. Pelatihan tersebut boleh dikata merupakan momentum kebangkitan Pak Tugi. Sebab, sejak saat itulah ia menemukan “dunia baru” hingga mengantarkannya menjadi Pak Tugi yang sekarang. Setelah pelatihan itu, Pak Tugi lalu ditempatkan di Kediri. Bersamaan dengan tahun ajaran baru (1996/1997), Pak Tugi mendapat tugas baru, yaitu sebagai guru di MAN 2 Kota Kediri, dengan mata pelajaran keterampilan elektronik.

Di kota tahu tersebut, kesibukan Pak Tugi semakin meningkat. Dasar memang rajin, saat itu ia masih

306 Keteladanan...

menyempatkan diri mengajar di beberapa sekolah dan memberikan les privat di kota Kediri. Pak Tugi mulai dikenal sebagai guru keterampilan elektronik yang lumayan. Kemampuannya di bidang yang satu itu terus diasah. Selama di Kediri, ia beberapa KALI mewakili lembaganya untuk mengikuti pelatihan keterampilan di Bandung, Surabaya dan sebagainya. Termasuk, selama 3 bulan ia pernah mengikuti magang industri di Batam. Dalam perjalanan karirnya yang belum begitu lama itu, (2004), Pak Tugi sudah menjadi pemakalah dalam simposium nasional Inovasi pembelajaran dan pengelolaan sekolah tingkat nasional ke-2 di Bogor. Aktifitas Pak Tugi di Kediri berakhir tahun 2006.

Awal tahun 2007, Pak Tugi “pulang kampung”. Ia dipindah tugas di MAN 1 Jember. Di sekolah tersebut ia mengajar mata pelajaran kesenangannya, yaitu keterampilan elektronik. Di situ, karir Pak Tugi semakin moncer. Lingkungannya juga kondusif, dekat dengan keluarga lagi. Walaupun mata pelajaran yang dipegang Pak Tugi adalah keterampilan elektronik, namun ia

secara spesifik mendalami TI, dan mengajarkannya kepada murid-muridnya. Kalau keterampilan elektronik,

penekanannya lebih kepada hardware, tapi kalau TI lebih banyak bicara soal software. Pak Tugi bertekad bahwa anak-anak didiknya bisa “melek” TI. Sebab, era sekarang dan kedepan adalah era yang serba digital dan internet. Informasi lowongan kerja, sekarang sudah banyak yang diumumkan melalui internet. Lamaran kerja juga sudah bisa dilakukan jarak jauh melalui internet. Dan segudang informasi penting, juga sudah bisa diunggah melalui internet. “Dengan kenyataan itu,

Keteladanan... 307 Keteladanan... 307

Pak Tugi semakin tertantang karena madrasah selama ini sudah kadung terstigma negatif sebagai sekolah kelas dua, yang seolah-olah siswanya tidak bisa apa-apa soal TI. Stigma tersebut secara umum bisa dilihat dari pilihan sekolah yang dilakukan oleh para orang tua. Mereka mengutamakan memilih sekolah umum yang favorit dulu, kemudian kalau tidak lulus, baru mendaftar di madrasah. Seolah-olah madrasah, hanya menerima limpahan murid yang sudah tersortir dari sekolah-sekolah umum. Stigma tersebut sampai saat ini masih dirasakan oleh Pak Tugi. Buktinya, kalau

suami Gifi Riyani itu mengikuti seminar atau pelatihan di kota-kota besar, banyak yang mengira bahwa dia adalah

guru SMA atau SMK. “Itu artinya, ‘kan mereka masih punya anggapan bahwa yang bisa ikut pelatihan soal TI hanya guru sekolah umum. Padahal kenyataannya tidak,” terangnya.

Tak Pernah Patah Semangat

Namun demikian, jauh di lubuk hati Pak Tugi, muncul keyakinan bahwa madrasah juga bisa berbuat sesuatu. Ia ingin membuktikan bahwa madrasah juga sama dengan sekolah umum, bahkan bisa jauh lebih hebat. Ia punya keyakinan anak-anak madrasah juga punya talenta dan kecerdasan. Tinggal memoles dan mengembangkannya ke arah yang lebih tinggi. “Saya yakin Allah memberikan otak sama kepada manusia. Cuma tingkat kapasitas dan kecerdasannya yang berbeda, ada yang lambat, ada yang cepat,” urai Pak Tugi.

308 Keteladanan...

Kendati demikian, untuk mewujudkan mimpinya, Pak Tugi bukan tanpa kendala. Sebagian rekan-rekannya (guru) menganggap bahwa apa yang dilakukan Pak Tugi dengan memacu dan mengembangkan TI di MAN, terlalu tinggi. Tidak bisa dijangkau oleh siswa. Belum lagi, sikap siswa yang kadang acuh tak acuh terhadap mata pelajaran yang satu itu. Namun Pak Tugi tak pernah patah semangat. Ia terus berusaha meyakinkan segenap civitas MAN 1 Jember tentang betapa pentingnya TI. “Saya bilang ke anak-anak, kalau kalian cuma belajar apa adanya, ya hanya dapat apa adanya. Ya, pintar sesuai teks book. Tapi kalau belajar TI bisa lebih dari itu. Dunia bisa dalam genggaman,” kata Pak Tugi kepada murid-muridnya waktu itu.

Pak Tugi tak pernah menyerah. Ia tak bosan menyosialisasikan pentingnya TI di dunia pendidikan, baik secara formal maupun non formal. Bersamaan dengan itu, nama Pak Tugi semakin dikenal sebagai “pecinta” TI yang handal yang mempunyai jaringan luas. Maka iapun sering kali mendapat undangan untuk mengikuti seminar, simposium dan sebagainya soal bidang yang terkait dengan TI. Semua itu tentu kian menambah wawasan Pak Tugi tentang dunia maya. Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, Pak Tugi secara pribadi kerap mengikuti berbagai kegiatan nasional bahkan internasional secara online, dan sering menjadi juara di event yang diikutinya.

Misalnya tahun 2011, Pak Tugi menjadi pemenang pertama tingkat nasional “Action Plan Project Based Approaches”. Ia memerlukan persiapan selama 3 bulan untuk mengikuti lomba yang diselenggarakan oleh Intel

Keteladanan... 309

Education Indonesia dan Kemendikbud RI tersebut. Ia harus merancang rencana pembelajaran, pemilihan proyek, time schedule, pembuatan instrumen penilaian, pembentukan kelompok dengan proyek yang berbeda. Portofolionya dikirim ke panitia. Tidak sekedar konsep di atas kertas, tapi juga digelar lomba implementasi dari portofolio tersebut (2012). Dan Pak Tugi tetap menjadi yang terbaik (pemenang pertama) dalam lomba yang diikuti oleh seluruh alumni “Action Plan PBA “ yang sudah di-approve oleh mentor dari Intel Indonesia tersebut.

Pak Tugi, pelopor pemanfaatan IT di lingkungan madrasah

Tahun 2013, seharusnya Pak Tugi berangkat ke Thailand. Ia mendapat undangan dari Seamolec untuk menjadi trainer di Thailand Selatan. Ayah empat anak ini ditugasi memberi pelatihan terhadap murid dan para guru di beberapa sekolah/madrasah di situ

310 Keteladanan...

tentang simulasi digital. Simulasi digital tersebut meliputi materi kelas virtual, pembuatan buku digital dan pembuatan video pembelajaran. Namun ternyata gagal berangkat ke Thailand karena undangan/ pemberitahuan soal jadwal kegiatan terlalu mepet. Sebab, untuk pergi ke luar negeri harus memenuhi beberapa syarat administrasi, seperti paspor dan lain- lain. “Waktunya tidak mencukupi, undangannya terlalu mepet dengan jadwal pelaksanaan kegiatan,” ujarnya sedikit kecewa.

Pembelajaran Online

Kendati demikian, Pak Tugi tak perlu berlama-lama kecewa. Sebab, pihak Seamolec menggantikannya dengan kegiatan serupa via online dengan peserta siswa dan guru di Thailand Selatan. Selain itu, seabrek kegiatan juga sudah menunggunya. Yaitu menjadi fasilitator/ pemateri workshop di Jombang, Banyuwangi, Ngawi, Mojokerto, Kediri dan Demak (Jawa Tengah). Semua workshop tersebut terkait dengan pembelajaran digital di sekolah.

Kegiatan demi kegiatan yang dilakukan Pak Tugi telah menempatkannya sebagai orang “populer” dalam bidang pembelajaran online. Karena itu, tidak heran jika akhirnya ia mendapatkan penghargaan “Kelase

Sertified Teaccher” dari Kelase.com (2014). Dalam kurun waktu yang sama, Pak Tugi juga meraih “21st Century PBL Model (Across Subject) Certified Level Excellent” dari Seamolec. Ini semacam penghargaan

kepada Pak Tugi karena telah mengikuti pembelajaran online global selama sekitar 4 bulan. Pesertanya hanya

Keteladanan... 311 Keteladanan... 311

Tugi Hartono menggelar workshop pemanfaatan konten digital untuk menunjang pembelajaran

Kendati rajin mengikuti lomba dan dan berkegiatan di jalur online, namun Pak Tugi termasuk orang yang

disiplin. Aktifitasnya yang terkait dengan dunia maya, sebisa mungkin diusahakan tidak mengganggu tugasnya

mengajar. Baginya, mengajar adalah merupakan kewajiban yang melekat dalam tugasnya. Walaupun

aktifitas tersebut juga sangat berguna untuk menunjang keberhasilannya mengajar, tapi Pak Tugi tetap berusaha

tidak mengganggu jam mengajarnya. Apalagi, kegiatan- kegiatan yang terkait dengan internet bisa dilakukan kapan saja, tidak terikat oleh waktu. “Yang saya ikuti itu

312 Keteladanan...

yang sekiranya bisa dilakukan sendiri, tanpa melibatkan sekolah. Sehingga saya mengajar tetap jalan,” ucapnya.

Yang menarik, kendati Pak Tugi kerap mengikuti kompetisi online, namun sama sekali tak pernah menargetkan juara. Baginya, mengikuti lomba hanya sebagai perangsang untuk lebih tahu tentang sesuatu. Menambah wawasan, memperluas cakrawala, memperbanyak jaringan dan tentu saja menambah ilmu

adalah tujuan utama dari aktifitas Pak Tugi dari berbagai kompetisi online. Sikap bijak tersebut juga ditularkan

kepada anak didiknya mana kala mengikuti satu event. “Kalau mau ikut (kompetisi) jangan memasang target menang. Yang penting bisa menambah wawasan. Jika kita punya target menang, kalau pas kalah, itu efeknya tidak bagus,” jelasnya.

Ibarat minum air laut, semakin banyak meminumnya, semakin terasa dahaga. Kalimat ini rasanya pas untuk menggambarkan petualangan Pak Tugi di belantara keilmuan di jalur dunia maya. Saat ini, lelaki yang tinggal di Perumahan Kodim Gang 4/2, Jubung, Kec. Sukorambi, Jember ini, tengah sibuk menggelar pelatihan guru se-Indonesia (online)

dengan materi Pengantar office 365. Bahkan saat ini sudah mencapai angkatan yang ke-6. Durasi pelatihan

selama 1 bulan, dengan peserta 60-80 setiap angkatan. Hebatnya lagi, pelatihan ini tanpa dipungut biaya.

Bersamaan dengan penyelenggaraan pelatihan online untuk guru, pak Tugi juga mengikuti beberapa kursus singkat secara online yang diadakan oleh beberapa Universitas terkemuka di luar negeri. Kursus

Keteladanan... 313 Keteladanan... 313

Internasional. Tujuan keikutsertaan dalam kursus semacam itu hanya untuk menambah wawasan dan dapat berinteraksi dengan semua peserta dari seluruh dunia.

Riset Tenaga Surya

Saat ini Pak Tugi tengah melakukan riset tentang “penggunaan tenaga surya sebagai pengganti tenaga listrik di sekolah”. Riset ini dilatarbelakangi oleh kian meningkatnya penggunaan listrik seiring semakin membludaknya jumlah manusia. Sementara sumber- sumber atau bahan baku yang menghasilkan listrik, terus menyempit. Jika itu dibiarkan, pada saatnya nanti, bukan tidak mungkin dunia akan mengalami krisis listrik. Tidak ada jalan lain untuk mengatasi itu semua kecuali berusaha menemukan sumber listrik baru atau penghematan dalam pengunaannya . Pak Tugi memilih yang terakhir, yaitu penghematan.

Kenyataannya, para pengguna listrik, baik perorangan apalagi lembaga, tidak sedikit yang cenderung menggunakan listrik semaunya. Misalnya menggunakan lampu kamar, tenaga listrik untuk aquarimum dan sebagainya. Untuk penggunaan listrik yang kecil-kecil itu cenderung tidak ada kontrol. Kendati kecil, namun jika diakumulasikan dengan ribuan orang yang menggunakan listrik volume kecil, maka akhirnya bisa “jadi bukit”. Fokus riset Pak Tugi

314 Keteladanan...

adalah bagaimana bisa melakukan penghematan pemakaian listrik di lingkungan sekolah, misalnya untuk aquarium, penyiraman bunga yang semuanya butuh pasokan listrik. “Itu sedang saya teliti, saya ingin ada penghematan,” tukas Pak Tugi.

Riset tersebut juga sebagai salah satu persyaratan bagi Pak Tugi untuk mengikuti forum pertemuan guru-guru internasional yang bakal digelar salah satu perusahaan Multinasional dari Amerika Serikat.

Pak Tugi tak pernah berhenti berkegiatan. Ia adalah sosok yang tak bisa diam. Diam baginya adalah sebuah kerugian. Sebab, waktu terus berjalan dengan pernak- pernik dinamikanya. Kemajuan teknologi informasi telah membuat waktu begitu berharga. Alpa sedikit saja, berarti kehilangan begitu banyak informasi dan peluang. Di sisi lain, kemajuan teknologi informasi juga

membuat dunia terasa sempit. Sekat-sekat geografis, seolah tak ada lagi. Apa yang terjadi di belahan dunia

lain, pada saat yang sama kita juga bisa menyaksikan hal tersebut di Indonesia. Begitu juga, komunikasi dengan orang lain di lain negara, bisa dilakukan layaknya percakapan face to face. Inilah yang membuat Pak Tugi tak bisa diam. Ia terus berkelana mencari sesuatu yang baru lewat jaringan media online.

Penghargaan yang telah diterima Pak Tugi bersama kru majalah digital MAN 1 Jember, bisa jadi itu hanya merupakan sisi kecil dari rangkaian keinginan dan cita-cita besar dalam pengembaraannya di dunia maya. Ujung dari pengembaraan itu bermuara pada satu titik; kemajuan pembelajaran. “Yang saya pikirkan adalah

Keteladanan... 315 Keteladanan... 315

Usia Pak Tugi saat ini mencapai 52 tahun lebih sedikit, tidak lama lagi ia memasuki usia senja. Namun usia yang lewat tak menghalangi Pak Tugi untuk terus berkarya. Sebab, bagi lelaki murah senyum itu, karya adalah sebuah tanda bahwa seseorang masih ada atau pernah ada. Bisa jadi, jasad seseorang sudah hancur berkalang tanah, tapi karya yang dihasilkan tak akan pernah musnah. Dan Pak Tugi adalah sosok yang tak pernah kekeringan ide untuk berkarya. Selamat ya, Pak!(*)

316 Keteladanan...

Zahril, S.Pd.I., Guru MTs Ma’arif NU di Mamuju

Merintis dan Mengembangkan Pendidikan di Daerah Terpencil

Tapi Zahril tidak. Secara sengaja ia memilih menjadi A

pa yang lebih membahagiakan dibanding kehidupan yang serba nyaman dan mapan? Hampir setiap orang mengidamkan hal itu.

penduduk di sebuah desa terpencil, minim akses pendidikan, fasilitas rendah, dan pasti menghadapi masyarakat baru yang belum tentu menerimanya. Zahril merintis lembaga pendidikan, bergerak, dan pelan- pelan melakukan perubahan. Jerih payahnya berbuah. Keadaan yang semula memprihatinkan berangsur

membaik signifikan.

Keteladanan... 317

Pria kelahiran 31 Desember 1977 tersebut adalah guru aktif di sebuah madrasah di Dusun Salukue, Desa Kolanding, Kecamatan Sampaga, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Ada dua madrasah yang sementara ini berhasil ia dirikan, yakni Madrasah Tsanawiyah (MTs) Maarif Nahdlatul Ulama dan Madrasah Aliyah (MA) Maarif Nahdlatul Ulama. Untuk ukuran lembaga pendidikan rintisan, perkembangan kedua lembaga ini tergolong menakjubkan. Sudah enam piala kejuaraan yang sudah diraih. Keenam piala yang hampir semua peringkat 1 tersebut merupakan buah keringat siswa dalam berbagai ajang kompetisi tingkat Kabupaten Mamuju.

Tentu pertumbuhan pesat itu tak terjadi secara sulapan. Ada sederet tahap membentang: dari kesulitan ekonomi hingga kultur tak mendukung yang kadung “membatu” di masyarakat. Jelas peran Zahril di sekolah itu lebih dari sekadar pengajar. Dialah yang bersusah payah mendirikan madrasah itu di tengah masyarakat dengan tingkat kesadaran yang sangat rendah akan pendidikan.

Mengatasi Keterbatasan

Banyak faktor yang memicu masyarakat di Desa Kolanding bersikap acuh terhadap pendidikan. Secara

geografis desa ini tergolong pelosok, terletak kawasan di ujung sisi barat Pulau Sulawesi. Ada sejumlah keterbatasan yang mesti mereka “nikmati” sehari-hari,

salah satunya adalah kualitas infrastruktur yang buruk dan sulitnya akses transportasi. Sekolah yang menjadi

318 Keteladanan...

andalan warga Desa Kolanding terletak di wilayah kecamatan, sekitar 15 kilometer dari desa kaum tani ini. Bagiamana mereka mau bersekolah jika jalanan dalam kondisi tak memadai sementara angkutan umum belum memenuhi hajat warga.

Penyebab lain adalah soal ekonomi. Mayoritas penduduk mengandalkan penghasilan sehari-hari dari hasil bertani. Menjadi petani coklat dan petani padi di sawah. Ada juga beberapa yang menjalani profesi sebagai buruh tani, dan profesi pelayanan jasa lainnya. Sebagaimana petani Indonesia pada umumnya, proses bertani masih dilakukan dengan cara-cara tradisional dan lebih banyak menggantungkan pada tenaga manusia. Keadaan ini menjadi pertimbangan para petani Kolanding tentang keputusan kemana semestinya anak mereka. Kebanyakan mereka berpikir, akan lebih “masuk akal” bila anak-anak ikut membantu pekerjaan orang tua di kebun atau sawah ketimbang berseragam sekolah, lalu menyusuri jalan menuju kecamatan yang sangat merepotkan. Lagi pula tak setiap penduduk Kolanding berekonomi mapan. Bantuan sang anak akan menjadi energi tambahan dalam meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga.

Merangkul Masyarakat, Mendirikan Madrasah

Soal pendidikan, warga setempat seperti sudah puas dengan pendidikan seadanya di daerah tersebut. Kegiatan mengaji di mushala-mushala sudah cukup lama eksis meskipun sekolah dalam pengertian formal belum terbentuk, kecuali sekolah dasar. Untuk ngaji,

Keteladanan... 319 Keteladanan... 319

Zahril yang berasal dari Makassar resmi hijrah ke Mamaju setelah ia menikah dengan gadis idamannya di kampung tersebut pada tahun 2008. Di sana ia termasuk orang yang mudah beradaptasi. Dalam waktu singkat, Zahril sadar akan kondisi memprihatinkan di lingkungannya, terutama di sektor pendidikan. Anak- anak Desa Kolanding lebih gemar berdiam di rumah atau membantu perekonomian keluarga ketimbang menempuh pendidikan di sekolah. Tak ada lembaga pendidikan apapun pada jenjang menengah yang menampung proses belajar remaja kampung, kecuali di ujung kecamatan yang jauh itu. Kondisi lebih runyam ketika para orang tua pun tidak mendorong secara maksimal atas “kegemaran” anak-anaknya ini. Apalagi, kondisi alam dan keterbatasan moda transportasi memberi alasan kuat atas ketertinggalan ini.

Zahril memulai usaha penyadaran pendidikannya dengan membuka lembaga taman pendidikan Al-Qur’an (TPA) lalu madrasah diniyah (Madin). Sambutan cukup antusias. Secara berangsur santri bertambah, dan menunjukkan peningkatan kualitas pendidikan agama di daerah setempat. Pengalamannya sebagai santri

320 Keteladanan...

menjadi bekal baginya untuk melakukan improvisasi di dunia pendidikan. Dengan melatih peserta didiknya bermain rebana dan kasidah, misalnya. Materi baca Al- Qur’an dan bahasa Arab tentu menjadi bahan ajar pokok di lembaga pendidikan yang masih seumur jagung ini.

Visi Zahril menyorot jauh. Melihat tak ada sekolah menengah pertama di Kolanding mengharuskannya mendirikan madrasah tsanawiyah. Tepat pada tahun 2009, pria yang sehari-hari menjadi petani coklat ini bersama istri dan tokoh masyarakat mendirikan Madrasah Tsanawiyah Maarif Nahdlatul Ulama. Respon penduduk cukup bagus. Mereka berbodong-bodong mengumpulkan kayu dan membangun madrasah itu sekaligus rumah bagi Zahril secara suka rela. Ini bukti bahwa apresiasi masyarakat sangat kuat dengan kerja keras Zahril di Desa Kolanding selama ini. Seperti kecambah tersiram hujan, kesadaran pendidikan yang semula layu berangsur tumbuh segar, meski tak semua begitu.

Zahril bercerita, awalnya dirinya ragu bisa mendirikan madrasah ini. Sebab, untuk mengambil bahan baku pembuatan gedung dan fasilitas belajar mengajar dibutuhkan keterlibatan banyak orang yang dimulai dari proses penebangan pohon, mengangkut meterial berat, hingga proses pembuatan fasilitas belajar mengajar yang harus dilakukan secara manual. Ternyata semua itu teratasi secara tak terduga dengan banyaknya atensi dan kerja sama dari warga.

“Pengalaman paling menarik bagi saya adalah semua kami kerjakan dengan cara gotong-royong dan

Keteladanan... 321 Keteladanan... 321

Siswa MTs Ma’arif NU Kalonding

Beberapa warga masih apriori dengan kehadiran madrasah yang hanya beralas tanah dan berdinding kayu itu. Seperti susah percaya bahwa sekolah baru tersebut akan memberikan harapan lebih bagi mereka, termasuk legalitas ijazah. Tentu hal ini wajar, karena semula gerakan pendidikan yang dilakukan Zahril berupa madrasah diniyah yang memang tak

menjanjikan sertifikat apapun. Bagi Zahril tantangan itu tak seberapa jika dibandingkan dengan ketika ia harus

bersinggungan dengan elite lokal. Para pemimpin atau tokoh yang khawatir terampas pengaruhnya atau para petani coklat kaya yang “rewel” bisa menjadi sandungan berat bagi proses pengabdian Zahril sebagai orang baru alias pendatang. “Orang kalau sudah punya duit, orang maunya kan boleh ngomong apa aja,” ujar Zahril.

322 Keteladanan...

Awal pendirian MTs Maarif NU diisi hanya oleh dua guru, Zahril dan istrinya; sementara sekarang telah bertambah menjadi enam orang. Meski cuma dua pendidik, periode awal relatif bisa diatasi karena jumlah murid saat itu sembilan orang. Kini MTs Maarif NU Kolanding memiliki 42 siswa, dan telah mewisuda beberapa siswa. Selain dari Desa Kolanding, para murid berasal dari Desa Tanambuah, Desa Tembes, dan Desa Pantaraan. Hanya Zahril dan istrinya guru yang berasal dari Kolanding, sementara sisanya dari desa-desa tetangga.

Dibukanya sekolah menengah pertama di Desa Kolanding secara otomatis mengurangi kebiasaan anak-anak kampung setempat putus sekolah begitu mereka lulus dari sekolah dasar. Mereka tak perlu lagi khawatir capek karena jarak sekolah yang jauh, atau menghabiskan waktu lama lantaran sulitnya mencari kendaran umum yang menuju ke sana. Lalu bagaimana nasib kelanjutan studi para remaja itu setelah lulus MTs? Pertanyaan ini sudah diantisipasi lama oleh Zahril. Tanpa berpikir panjang, ia bersama warga mendirikan sekolah jenjang selanjutnya bernama Madrasah Aliyah Maarif Nahdlatul Ulama pada tahun 2012. Sembilan siswa angkatan pertama berasal para lulusan MTs sebelumnya. Sekarang secara keseluruhan MA Maarif NU Kolanding memiliki 22 peserta didik dari berbagai desa dan latar belakang ekonomi. Tahun ini MA Maarif NU akan meluluskan angkatan pertama.

Dibandingkan MTs, MA Maarif NU Kolanding relatif sederhana dari segi bangunan fisik. Bangunan memang

Keteladanan... 323 Keteladanan... 323

Biaya Nol, Prestasi Pol

Kedua madrasah tersebut diselenggarakan secara gratis alias tanpa penarikan biaya SPP. Selain meringankan warga secara ekonomi, kebijakan ini menjadi bagian dari strategi menyedot minat warga agar mau menyekolahkan anaknya ke situ. Keduanya berada di bawah naungan Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama, lembaga yang membidangi urusan pendidikan formal di jenjang sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas di NU. Sekolah-sekolah yang berada di bawahnya memiliki ciri khas pendidikan keagamaan yang kuat dan pengutamaan pada pendidikan karakter. Hal ini pula yang hendak dikembangkan Zahril.

Ia mengaku mengadopsi sistem “semi pesantren” sebagai model pembelajaran murid. Jika pagi hari peserta didik menjalani proses belajar di madrasah, maka sore atau malam hari mereka mengaji dengan sejumlah materi seperti hafalan al-Qur’an dan pelajaran-pelajaran ala madrasah diniyah lainnya. Suasana ini sengaja diciptakan Zahril karena dulu ia

324 Keteladanan...

memang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Madinah Makassar selama tiga tahun. Meski ngaji sore atau malam tidak wajib, dengan menerapkan model pendidikan semacam ini, ia berharap terjadi penguatan wawasan keagamaan pada maasyarakat sekitar. Desa Kolanding termasuk kampung yang tak cukup beruntung memperoleh pendidikan agama secara memuaskan.

Salah satu efek konkret dari pengalaman Zahril adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler berupa pelatihan hadrah. Hingga ia yang pernah belajar rebana saat nyantri berhasil membawa anak didiknya pada tingkat “piawai” sehingga percaya diri mengikuti sejumlah kompetisi. Keterampilan ini juga mendapat sambutan positif di masyarakat yang sebenarnya asing dengan seni hadrah sebelumnya. Para pemusik hadrah sering diundang pada acara-acara tertentu, misalnya pernikahan, khitanan, forum-forum pengajian, dan sejenisnya.

Prestasi yang pernah ditorehkan MTs Maarif NU Kolanding bisa dilihat dari piala kejuaraan yang merekah raih dalam sejumlah ajang perlombaan di tingkat kabupaten. Dalam lomba Qasidah Modern tingkat Kabupaten Mamuju, anak didik Zahril mendapatkan juara I. Selain hasil dari lomba kasidah, di lemarinya kini juga sudah berjejer lima piala lainnya, yakni juara I lomba pidato bahas arab, juara I Kemah Bakti Pramuka, juara harapan 1 lomba qori’ (MTQ) remaja, juara I lomba sari tilawah al-Quran, juara I lomba pamulasaraan jenazah. Keenam piala tersebut diraih oleh pelajar tingkat tsanawiyah. Sebagai madrasah

Keteladanan... 325 Keteladanan... 325

326 Keteladanan...

Farida Halalutu S.Pd.I, Kepala MI Muhammadiyah Wumialo

Selalu Ingin Madrasahnya Tampil di Depan dan Menjadi Unggulan

T VI. Ada empat kelas yang siswanya hanya 2 orang. Pada

ahun pelajaran 2001/2002 siswa Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Wumialo hanya berjumlah 14 orang anak dari kelas I sampai kelas

tahun yang sama Pimpinan Daerah Muhammadiyah mengambil alih kendali dan mencanangkan madrasah ini sebagai Madrasah Ibtidaiyah Unggulan. Farida Halalutu adalah salah seorang yang mengawal MIM menjadi madrasah yang diinginkan. Pada 2008 saat ia menjadi kepala madrasah, MIM mendapatkan penghargaan sebagai sekolah unggulan tingkat nasional.

Keteladanan... 327

Tidak mudah memenuhi beban target sebagai madrasah unggulan. Apalagi espektasi yang dicanangkan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah yang menaungi MI itu cukup tinggi. Para guru dan segenap pengelola madrasah juga harus siap bergerak mencapai target. Namun dengan bekerja keras dan penuh percara diri, MIM Wumialo berhasil mencapai target yang dicanangkan, bahkan melaju ke tingkat pusat sebagai salah satu sekolah unggulan tingkat nasional.

MIM Wumialo selalu ingin tampil di depan. Pihak pimpinan selalu berusaha mendapatkan dari pusat paling awal dari pusat dan segera disosialiasaikan kepada para guru dan pengelola madrasah. Misalnya untuk penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kementerian Agama belum mewajibkan madrasah untuk menerapkan kurikulum ini, MIM Wumialo telah siap menerapkannya. Para gurunya telah mendapatkan training khusus oleh Dewan Mutu madrasah ini.

Putri Asli Gorontalo

Farida Halulutu lahir di Limboto Gorontalo pada 16 April 1971. Ayahnya Ali Halalutu (86) dan ibunya Karsum Mile (82) juga asli Gorontalo. Pendidikan formal Farida juga diperolehnya di Gorontalo sejak SD dan MTS, PGA.

Gorontalo adalah daerah berpenduduk mayoritas muslim yang terkenal kualitas pendidikannya cukup baik. Farida memperoleh Pendidikan S-1 di IAIN Gorontalo. Saat ini ia juga sedang menuntaskan tudi S-2 di kampus yang sama.

328 Keteladanan...

Sejak muda ia telah mempunyai minat mengajar di madrasah. Awalnya ia diterima sebagai CPNS di Kota Bitung sumatera sejak 1994. Waku itu belum berkeluarga. Tahun 1995 ia baru keluarga, dan tahun 1996 ia pindah ke Gorontalo dan ditugaskan ke beberapa madrasah, sampai tahun 2001 ia ditugaskan di MI Muhammadiyah Wumialo dan menjadi salah saeorang yang sukses memajukan madrasah ini.

Wumialo adalah salah satu kelurahan di wilayah kecamatan Kota Tengah, KotaGorontalo, Provinsi Gorontalo.

MI Unggulan

MI Wumialo sudah berdiri sejak tahun 1990 MIM di bawah naungan organisasi Islam Muhammadiyah. Awalnya madrasah ini baru dibina oleh pimpinan ranting Muhammdiyah kelurahan Wumialo. Madrasah ini sempat mengalami peningkatan jumlah siswa pada tahun 1996 karena kepala sekolahnya berinisiatif mendatangi rumah-rumah sekitar madrasah untuk mencari calon siswa baru.

Namun sampai tahun 2001 madrasah ini belum mengalami kemajuan berarti, bahkan berangsur surut. Setelah sebelas tahun berdiri, siswanya hanya 14 belas orang untuk kelas 1-2. Waktu sebagian gedung digunakan untuk TK. Sementara ruang kelas untuk siswa Ibtidaiyah disekat-sekat karena satu kelas hanya ada dua siswa.

Keteladanan... 329

Menjelang tahun ajaran 2001-2002, madrasah ini dibina langsung oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah setempat dan dicanangkan menjadi MI unggulan.

Muhammadiyah lebih sering mendirikan lembaga pendidikan umum yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun di Gorontalo situasinya berbeda. Di daerah ini peminat madrasah ibtidaiyah lebih banyak. Para orang tua lebih senang menyekolahkan anakknya yang berusia antara

7 sampai 12 tahun di madrasah. “Makanya Pimpinan Daerah Muhammadiyah memprioritaskan MI,” kata Farida.

Bersamaan dengan pencanangan MIM sebagai madrasah unggulan, Farida mulai ditugaskan di madrasah ini. Ia menjadi PNS sejak tahun 1994, namun ditugaskan di Kota Bitung Sumatera Utara. Ia pindah ke MIM Wumialo atas permintaan dari yayasan yang menaungi madrasah ini. Selain itu ia adalah salah seorang pengurus Muhammadiyah setempat. Daerah asalnya juga tidak jauh dari madrasah ini dan ia memutuskan untuk pindah dan aktif di madrasah yang diproyeksikan menjadi madrasah ungulan ini.

Pada tahun ajaran 2001-2002 itu, MIM masih menggunakan sarana yang lama. Namun karena telah dicanangkan sebagai madrasah unggulan, perkembangan madrasah ini diawasi dan dikawal secara khusus oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah terutama untuk kelas unggulan angkatan pertama yang masih duduk di kelas satu.

330 Keteladanan...

Siswa kelas 1 atau kelas unggulan itu berjumlah

25 siswa. Karena awalnya madrasah ini belum begitu diminati oleh masyarakat, pihak pimpinan daerah Muhammadiyah mengumpulkan 25 siswa itu lewat berbagai sarana, antara lain promosi lewat radio, mengedarkan brosur, dan mengimbau jamaah Muhammadiyah yang mengikuti kegiatan kuliah subuh, dan seterusnya.

Waktu itu, Farida belum menangani kelas unggulan ini. Ia menjadi wali kelas untuk kelas II. Sementara kelas unggulan atau kelas I ditangani oleh dua guru, satu guru PNS dan satu lagi honorer yang bertugas khusus mengajar di kelas ini. Tahun berikutnya, siswa kelas I itu naik ke kelas II dan ditangani langsung oleh Farida.

Siswa kelas unggulan ini lebih bagus dari siswa- siswa sebelumnya karena calon siswa yang akan duduk di kelas ini dites dari awal sejak penerimaan siswa baru. Dari segi pengetahuan dan keterampilan memang mereka agak lebih bagus dari siswa-siswa yang ada sebelumnya.

Dewan Mutu

Sejak dicanangkan sebagai madrasah unggulan, MIM muhammadiyah diawasi dan “diintervensi” oleh Dewan Mutu Madrasah dibentuk Pimpinan Daerah Muhammdiyah. Personilnya terdiri dari para dosen dan pengurus yayasan. Posisi dewan mutu sejajar dengan Komite dan Kepala Madrasah dan bersifat koordinatif.

Keteladanan... 331

Farida bersama penggantinya Yusnawaty Abdullah. Proses kaderisasi kepemimpinan di madrasah harus terencana dengan baik

Salah satu peran dewan mutu adalah mengevaluasi, melakukan pembinaan secara berkala. JIka ada regulasi baru di bidang pendidikan yang dicanagkan oleh pemerintah pusat, maka dewan mutu segera menyeleggarakan diklat dan workshop ntuk para guru.

“Kalau ada perubahan, kita yang pertama yang diberikan sosialisasi. Misal ketika ada perubahan kurikulum, Kementerian Agama belum mengharuskan, kita sudah duluan. Inilah peran dewan mutu. Jadi kita sudah mencuri start, sehingga kita menjadi yang terdepan,” katanya.

Pada saat yang bersamaan, pihak yayasan yang menaungi MIM mulai fokus kepada pembangunan sarana madrasah. Farida sendiri dipercaya sebagai bendahara dan mengelola sirkulasi keuangan. “Karena saya masih di kelas bawah yang artinya intensitas mengajarnya tidak sampai jam siang saya punya cukup

332 Keteladanan...

waktu untuk ikut mengurusi pembangunan sarana madrasah,” katanya.

Menjadi Kepala Madrasah

Tahun 2008 Farida terpilih sebagai kepala madrasah. Sebagai guru yang sudah lama dan berada di madrasah dengan managemen yang sudah tertata, ia hanya bertugas melanjutkan dan meningkatkan program yang telah dibuat bersama pimpinan yayasan.

Bersamaan dengan itu, MIM dipilih oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah untuk menjadi wakil kompetisi sekolah di tingkat provinsi , dan alhamdulillah madrasah ini mendapatkan juara. Berikutnya, pada tahun yang sama MIM mengikuti kompetisi lebih tinggi lagi di tingkat nasional dan MI Muhammadiyah Wumialo kembali menjadi madrasah terbaik.

MI Muhammadiyah Wumialo Gorontalo

Keteladanan... 333

“Ada berbagai persiapan yang watu itu kami lakukan. diantaranya adalah meningkatkan managemen. Dari segi sarana, memang sebagian besar telah terpenuhi karena kondisi madrasah pada tahun 2008 itu sarananya sudah agak bagus, lokal bertambah,” kata Farida.

Peningkatan managemen dilakukan dari mulai rekrutmen guru, tata usaha, penerimaan siswa baru. Pada saat memimpin MIM, kerjasama dengan orang tua siswa berlangsung cukup bagus.

“Partisipasi orang tua sangat besar. Untuk pembangunan gedung ini sebagian besar merupakan swadaya orang tua, dari mulai untuk pembelian tanah, sarana perbaikan gedung. Bantuan diberikan dalam bentuk barang ada juga berupa uang dan pikiran,” kata ibu empat anak ini.

Khusus program keagamaan MIM menambahkan pelajaran khusus setelah dzuhur. “Kita tambah dengan kegiata tilawah, hifzul qur’an, metode tamyiz. Ada

kaligrafi dan lain-lain,” katanya.

Tour Imaniyah

Salah satu kegiatan andalan MIM Wumialo adalah Tour Imaniyah. Kegiatan ini diseleggarakan setiap tahun sejak madrasah ini dijadikan madrasah percontohan pada 2001. Kegiatan ditempatkan berpindah-pindah dan melibatkan masyarakat setempat, sekligus menjadi ajang sosialisasi dan promosi madrasah.

Tour Imaniyah diisi dengan program pemberian santunan untuk masyarakat kurang mampu. Barang-

334 Keteladanan...

barang kebutuhan masyarakat itu dikumpulkan dari swadaya orang tua siswa. Aktifitas pemberian santunan ini sekligus menjadi sarana untuk melatih jiwa sosial

anak.

“Lewat komite kita mengumpulkan memberikan edaran kepada orang tua siswa dan meminta sumbangan suka rela. Ada beras, kopi gula dan kebutuha pokok, serta uang yang diberikan sesuai keihlasan. Pemberian orang tua sangat berarti bagi masyarakat yang kita datangi,” kata Farida.

Kegiatan ini melibatkan seluruh siswa, orang tua dan guru. Selain pembagian santunan, kegiatan ini juga menghadirkan ustadz dan guru agama untuk memberikan taushiyah kepada masyarakat setempat.

Kegiatan juga diisi dengan penampilan kreatifitas anak sekaligus menjadi ajang promosi madrasah.

“Biasanya kita juga bekerjasama dengan pemerintah setempat kemudian. Kita membagi kupon kemudian ditukarkan dengan benda yang kita bawa,” katanya.

Tugas Baru

Farida Halalutu memimpin MI Muhammdiyah Wumialo cukup lama, hampir tujuh tahun sejak 2008 sampai 2015. Ferbruari 2015 ia digantikan oleh kepala madrasah yang baru, Yusnawaty Abdulah, S.Pd. yang tidak lain merupakan kadernya di madrasah itu. Ia sendiri mendapatkan tugas baru sebagai pengawas Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) di lingkungan Kementerian Agama Kota Gorontalo.

Keteladanan... 335

MI Muhammadiyah Wumialo ini menjadi yang terdepan dalam penerapan kurikulum 2013. Kepada penggantinya yang baru, Farida mengingakan bahwa pelaksanaan kurikulum baru ini memang membutuhkan komitmen yang kuat dari setiap tenaga pendidik. Pelaksanaan tugas harus dilakukan itu dengan penuh tanggung jawab.

“Saya tidak khawatir karena kepala madrasah yang menggantikan saya ini adalah guru lama. Untuk pelaksanaan kurikulum 2013, beliau yang tedepan,” katanya memberikan motivasi kepada yuniornya itu.

Farida berpesan, para guru dan pengelola madrasah harus mempunyai komitmen yang kuat dan selalu berinovasi. Menurut istri dari DR Arvan A Tilone M.H.I. itu, para pendidik harus selalu siap menyongsong perubahan itu untuk mewujudkan madrasah yang maju dan mengantarkan para siswanya ke gerbang masa depan. (*)

336 Keteladanan...

Nisih Rahayu S.Pd.I.; Guru MI Cilamaya Karawang