xi
Nomor Keterangan
Halaman 1
Struktur Organisasi KPP Pratama Serpong 117
2 Olah Data KPP Pratama Serpong
118
3
Olah Data SPSS 12,0 for windows 119
4 Olah Data SPSS Path Analysis
122
5 Login ke Website Layanan e-Registration
124
6 Surat Keterangan Terdaftar Sementara
128
7 Contoh NPWP dan Tanda Terima
130
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kebijakan keuangan baik kebijakan fiskal maupun moneter serta kebijaksanaan lainnya yang dilaksanakan sekarang ini senantiasa mengacu
pada Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN. GBHN ini merupakan strategi dasar pembangunan nasional jangka panjang. Dalam GBHN tahun
1993 telah digariskan bahwa dana untuk pembiayaan pembangunan nasional terutama didapat dari sumber kemampuan sendiri.
Peningkatan kemampuan dalam negeri akan mempercepat laju pembangunan serta memperbaiki struktur pembiayaan dari luar negeri.
Sebagaimana kita telah ketahui bahwa alternatif peminjaman dari luar negeri sudah tidak efektif lagi di mata masyarakat karena ternyata sangat membebani
pengeluaran negara pada masa-masa berikutnya. Oleh karena itu, peranan penerimaan dalam negeri akan terus ditingkatkan seoptimal mungkin melalui
perluasan sumber penerimaan negara, terutama penerimaan dari non migas yang sebagian besar akan ditingkatkan melalui penerimaan dari sektor pajak.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak salah satunya adalah melalui reformasi kebijakan perpajakan, hal ini sudah dilakukan sejak
tahun 1983 dengan perubahan sistem perpajakan dari sistem ”official assessment” menjadi sistem ”self assessment”. Perubahan sistem perpajakan
ini selanjutnya diikuti dengan penyempurnaan administrasi perpajakan melalui perubahan struktur organisasi kebijakan prosedurpenerapan peraturan
1
strategis, prosedur organisasi penyederhanaan prosedur, akses mempercepat pelayanan melalui komputerisasi, starategi organisasi dan budaya organisasi.
Sasaran administrasi perpajakan sebenarnya adalah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, seperti yang dinyatakan oleh Toshiyuki 2001:42
bahwa target akhir administrasi perpajakan adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pendapat tersebut didukung oleh Summers et al.
2002:45, bahwa dalam sistem ”self assessment”, aktivitas utama admininistrasi perpajakan adalah untuk mengawasi kepatuhan dan
meyakinkan bahwa wajib pajak menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal yang sama diungkapkan oleh Bird dan
Jantscher 2003:1, bahwa terdapat hubungan administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak, sehingga administrasi perpajakan yang baik adalah
administrasi yang dapat memperkecil angka ketidakpatuhan, bukan hanya dilihat dari aspek peningkatan penerimaan saja.
Bird dan Jantsher 2003:3-4 menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman negara-negara berkembang ada tiga muatan pokok yang
dibutuhkan untuk keberhasilan reformasi administrasi perpajakan, yaitu: a struktur pajak perlu disederhanakan untuk kemudahan, kepatuhan dan
administrasi: b strategis reformasi yang cocok untuk kondisi khusus masing- masing negara harus dikembangkan; dan c ada komitmen politik yang kuat
terhadap peningkatan adminstrasi perpajakan. Jadi penerimaan pajak bukan merupakan ukuran yang tepat atas efektifitas administrasi perpajakan dan
pengukuran yang lebih akurat adalah besarnya jurang kepatuhan, yaitu selisih
2
antara penerimaan pajak yang sesungguhnya dan yang potensial dan bagaimana tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan.
Pajak negara yang dikenakan sampai saat ini masih berlaku dan memberi masukan yang cukup besar bagi pendapatan negara, yaitu Pajak Penghasilan
PPh, Pajak Pertambahan Nilai PPN, Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah PPnBM, Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea materai, dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Sesuai dengan pasal 33 ayat 3 Undang- undang Dasar 1945, bumi air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang
menguntungkan. Disamping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya, oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas
tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini
adalah Bea Perolehak Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Berbeda dengan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan tidak dikenakan terhadap objek fisik properti, tetapi dikenakan terhadap perolehan hak atas properti tanah dan atau bangunan.
Dilihat dari sistem self assessment, Surat Setoran BPHTB SSB berfungsi sebagai media pertanggung jawaban wajib pajak didalam
pemenuhan kewajiban perpajakannya. Dalam hal ini wajib pajak diberi
3
kebebasan untuk menghitung sendiri pajak yang terhutang dengan cara mengambil, mengisi, menyetor pajak yang harus dibayar dan melakukan
Validasi SSB dengan melengkapi syarat-syarat administrasi perpajakan wajib mencantumkan NPWP atas tranksaksi diatas 60.000.000,00. Bertitik tolak
dari sistem self assessment di atas, salah satu tolak ukur untuk mengetahui perilaku wajib pajak adalah tingkat kepatuhannya melaksanakan kewajiban
perpajakan dan administrasi perpajakan dengan mencantumkan NPWP pada saat Validasi SSB BPHTB, serta melakukan Validasi SSB BPHTB setelah
menghitung dan membayarkan pajak yang terhutang, semakin tinggi partisipasi wajib pajak memenuhi persyaratan administrasi perpajakan
mencantumkan NPWP atas tranksaksi diatas 60.000.000,00, diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan
memenuhi kewajiban pajaknya. Selama ini wajib pajak melakukan pendaftaran NPWP secara manual.
Namun, belakangan ini cara tersebut dianggap menyulitkan wajib pajak, salah satu cara yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas yaitu melakukan penerapan teknologi informasi dalam proses pelayanan pajak. Ditjen Pajak meluncurkan Produk e-
Registration atau electronic Registration system, yaitu pendaftran NPWP secara elektronik yang dilakukan melalui sistem online yang rel time. Adanya
fasilitas ini, wajib pajak akan mendaptkan kemudahan antara lain pendaftran NPWP melalui media yang terhubung secara online sehingga wajib pajak
tidak perlu lagi melakukan serangkaian prosedur manual seperti yang selama
4
ini dilakukan News Indo Pos: 2008 dalam http: www. Pajak2000.comnews
_print.php?id=22 .
Melatarbelakangi pendaftran NPWP secara online, Ditjen pajak menjadikan pendaftaran wajib pajak sebagai yang pertama yang menggunakan
implementasi sistem e-Registration dikarenakan untuk meningkatkan efisiensimemangkas birokrasi yang berbelit sehingga apabila e-Registration
ini berhasil diterapkan dalam pendaftaran NPWP yang digunakan sebagai alat administrasi perpajakan, maka prosedur yang lain pun di harapkan bisa
diterapkan sistem e-Registration. Menurut Hadi Purnomo 2005:2, alasan kuat Direktorat Jenderal
Pajak DJP melakukan inovasi layanan di bidang administrasi perpajakan, yaitu:
a. Untuk Mengantisipasi Perkembangan Teknologi Informasi
Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan layanan administrasi secara manual yang ada selama ini
sudah tidak efisien, tidak menghemat waktu dan cenderung birokratis. Ditjen Pajak memandang perlunya sebuah alternatif baru untuk
mengantisipasi perkembangan teknologi informasi. b.
Untuk Meningkatkan Mutu Layanan Kepada Masyarakat Pajak merupakan kewajiban kenegaraan dengan sejumlah sanksi hukum
didalamnya maka layanan prima kepada masyarakat sudah menjadi keharusan. Jika layanan buruk terdapat lembaga publik. Maka konsekuensi
yang ditimbulkan akan luas.
5
c. Untuk meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak
Dengan adanya kemudahan dalam pendaftaran, pembayaran serta pelaporan pajak maka hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. d.
Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak Bagi Negara Dengan adanya inovasi baru dari Direktorat Jenderal Pajak DJP,
diharapkan dapat menimbulkan kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35, e-Registration terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan
NPWP dalam Validasi SSB, serta dampaknya Terhadap Pembuatan Kartu NPWP belum banyak dilakukan, dikarenakan Peraturan dan program e-
Registration tersebut masih tergolong baru di kalangan Wajib Pajak, ketentuannya mulai berlaku sejak 7 Desember 2004 pendaftaran NPWP
dilakukan melaui internet e-registration berdasarkan KEP-173PJ.2004 tanggal 29 Nopember 2004. Penelitian sebelumnya, dilakukan oleh Riyadul
Zanah 2005 mengenai analisis realisasi anggaran BPHTB dan Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Tangerang Dua.
Penelitian tersebut berkisar untuk mengetahui realisasi penerimaan BPHTB dan kepatuhan penggunaan NPWP di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan Tangerang Dua. Penelitian yang dilakukan oleh Riyadul Zanah tersebut tergolong dalam bentuk penelitian deskriptif analisis, karena hanya
membahas data realisasi penerimaan BPHTB dan penggunaan NPWP.
6
Penelitan lainnya dilakukan oleh Tri Juwita 2006 yang coba menganalisis penerapan teknologi informasi dalam proses pelayanan
perpajakan di Indonesia dengan mengimplementasikan metode e-Registration terhadap kepatuhan wajib pajak mencantumkan NPWP. Pada dasarnya
penelitian yang dilakukan Tri juwita hampir sama dengan yang dilakukan Riyadul Zanah, keduanya sama-sama menjelaskan pada kepatuhan wajib
pajak menggunakan NPWP dalam setiap administrasi perpajakan. Paparan di atas membuat penulis tertarik untuk mengembangkan
penelitian yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian lebih menekankan pada penerapan peraturan Dirjen Pajak dan membandingkan
antara sebelum dan sesudah digunakannya program e-Registration dalam pencantuman NPWP saat validasi yang dikaitkan kepada Kepatuhan Wajib
Pajak, sekaligus ingin mengetahui dampak efektifitas dari penerapan Peraturan DJP No.35 Tahun 2004 dan e-Registration terhadap jumlah
pembuatan kartu NPWP, petugas bagian validasi BPHTB pada Kantor Pelayanan Pajak menyatakan dengan adanya ketetapan penggunaan NPWP
atas tranksaksi SSB BPHTB di atas Rp 60.000.000,00 tentu akan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak terutama dalam validasi
BPHTB, karena wajib pajak terlebih dahulu harus membuat NPWP, sementara itu di sisi lain sekarang pendaftaran dan pembuatan NPWP di buat semudah
mungkin, sejauh ini besarnya pengaruh penerapan peraturan Dirjen Pajak No.35 dan e-Regisration terhadap kepatuhan wajib pajak belum dapat
diketahui secara pasti.
7
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba menelitinya
dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Analisis Pengaruh Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35 Tahun 2004, e-Registration Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP Dalam Melakukan Validasi SSB BPHTB, Serta Dampaknya Terhadap Pembuatan Kartu
NPWP Studi kasus KPP Pratama Serpong”.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, maka hal-hal yang dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun 2004 dan e-Registration
berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB BPHTB.
2. Apakah Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun 2004, e-Registration dan
kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB BPHTB berpengaruh terhadap Pembutan katu NPWP.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: a.
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan apakah terdapat pengaruh yang signifikan setelah adanya Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun
8
2004 dan e-Registration terhadap Kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB BPHTB.
b. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan apakah terdapat pengaruh
yang signifikan setelah adanya Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun 2004, e-Registration dan kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan
NPWP dalam Validasi SSB BPHTB terhadap pembuatan kartu NPWP.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: a.
Bagi Penulis Dengan adanya penelitian ini penulis dapat mengetahui telah
diterapkannya Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun 2004 dan program e-Registration yang merupakan wujud dari reformasi
peraturan dan modernisasi perpajakan yang digunakan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan secara online dalam usaha
penertiban administrasi perpajakan. b.
Bagi Direktorat Jendaral Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak KPP Memberi masukan kepada Direktorat Jendaral Pajak dan Kantor
Pelayanan Pajak KPP tentang seberapa maksimal penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun 2004 dan pelayanan yang
diberikan kepada Wajib Pajak dengan berbagai program yang diluncurkan dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakan bagi
9
wajib pajak. dalam usaha penertiban administrasi perpajakan sebagai wujud dari reformasi perpajakan.
c. Bagi Pembaca
Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bacaan untuk menambah wawasan pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai
masukan bagi penelitian lebih lanjut pada bidang perpajakan serta dalam rangka untuk pengembangan ilmu.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pajak
1. Definisi Dalam ilmu perpajakan yang mendasari adalah peraturan yang
tercantum dalam Undang-Undang yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pajak. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi Pajak, diantaranya:
Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-
Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukan, dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” Siti Resmi, 2007:1.
Kemudian definsi diatas disempurnakan oleh R. Santoso
Brotodiharjo, 2004:5, sebagai berikut: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas
negara untuk membiyai pengeluaran rutin dan “surplusnya” digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama
untuk membiayai public investment”.
Definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat.
“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaaan, kejadian,
dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu. Tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah
serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum”
Siti Resmi, 2007:1.
11
Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani, 2006:2 “Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan”. Ciri-ciri yang melekat pada Definisi Pajak:
1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang
serta aturan pelaksanaannya. 2.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
2. Fungsi Pajak
Terdapat 2 fungsi pajak, diantaranya: a.
Fungsi Budgetair sumber keuangan negara Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin atau pengeluaran pembangunan.
12
b. Fungsi Regulerend mengatur
Artinya pajak merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, juga dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.
3. Hukum Pajak
a. Hukum Pajak Material merupakan hukum yang membuat norma-
norma yang menerangkan keadaan, perbuatan dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak, berapa
besarnya pajak yang dikenakan. b.
Hukum Pajak Formal memuat peraturan mengenai cara
merealisasikan hukum pajak material menjadi suatu kenyataan. 4.
Jenis Pajak Tiga macam pengelompokan pajak berdasarkan jenisnya:
a. Menurut Golongannya
Pajak Langsung merupakan pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak boleh dilimpahkan atau dibebankan
kepada pihak lain. Pajak Tidak Langsung merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan pada pihak ketiga.
b. Menurut Sifatnya
Pajak Subjektif adalah merupakan pajak yang pengenaannya didasarkan memperhatikan pada keadaan subjeknya. Pajak Objektif
merupakan pajak yang pengenaannya memfokuskan pada objeknya
13
baik berupa benda, keadaan perbuatan atau peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak bagi wajib pajak
tanpa memperhatikan subjeknya. c.
Menurut Lembaga Pemungutannya Pajak Negara merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Pajak Daerah merupakan pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II.
B. Konsep Dasar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB
1. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan a.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan, yang selanjutnya
disebut pajak. b.
Perolehan hak atas tanah atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan. c.
Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengolahan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
14
Pelaksanaan BPHTB melibatkan para pejabat terkait; antara lain: PPATNotaris, Badan Pertanahan Nasional BPN, Kantor Lelang BUPLN,
KPPBB Dit Jen Pajak, dan Instansi terkait lainnya.
2. Dasar Hukum Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
undang –undang Nomor 21 tahun 1997, yang berlaku mulai tanggal 1 januari 1998, Undang-undang ini menggantikan Organisasi Bea Balik
Nama Staatsbald 1924 nomor 291, dan telah disempurnakan kembali menjadi UU No. 20 tahun 2007.
Peraturan pelaksana izinnya yang mendukung realisasi Undang- Undang ini antara lain:
a. Peraturan Pemerintah RI No. 113 Tahun 2000 tentang penentuan
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak BPHTB. b.
Keputusan Menteri Keungan RI No.516KMK.042000 tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak NPOPTKP BPHTB. c.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 517KMK.042000 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran BPHTB.
d. Keputusan Direktorat Jendral Pajak No. KEP-21PJ.61997 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran BPHTB dan Bentuk Serta Fungsi Surat Setoran BPHTB SSB.
15
e. Keputusan Menteri Keuangan RI No.181KMK.041999 tentang
Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. f.
Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP-22PJ.61997 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan BPHTB.
g. Peraturan Pemerintah No.111 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB
karena Waris dan Hibah. h.
Peraturan Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan.
i. Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP-35PJ.62006 tentang
Kewajiban Pemilikan NPWP Dalam Rangka Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan.
3. Subjek Pajak dan Objek Pajak a.
Subjek Pajak Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak BPHTB.
b. Objek Pajak
Dalam Pasal 2 ayat 1 UU. No.20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang menjadi objek BPHTB adalah
perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat
16
1 meliputi:
1 Pemindahan hak karena: a.
Jual beli b.
Tukar menukar c.
Hibah d.
Hibah wasiat Adalah suatu penetapan terhadap wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi
hibah wasiat meninggal dunia. e.
Waris f.
Pemasukan dalam perseroaan atau badan hukum lainnya Adalah pengalihan hak atas tanah dan bangunan dari orang
pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroaan
Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut. g.
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan Adalah pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.
h. Penunjukan pembeli dalam lelang
Adalah penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang.
17
i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap. j.
Penggabungan usaha Adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan
cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha baru dan melikuidasi badan usaha lainnya yang bergabung.
k. Peleburan usaha
Adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan
usaha yang bergabung tersebut. l.
Pemekaran usaha Adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha
atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha
baru tersebut dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang sama.
M. Hadiah
Adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan, yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan hukum kepada penerima hadiah.
18
2 Pemberian hak baru karena: a.
Kelanjutan pelepasan hak Adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau
badan hukum dari negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.
b. Diluar pelepasan hak
Adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dari pemegang hak milik menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
adalah: 1 Hak milik
Adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah. Hak milik hapus apabila:
a Tanahnya jatuh pada negara
1. Karena pencabutan hak untuk kepentingan umum
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh
pemiliknya 3.
Karena ditelantarkan 4.
Karena dialihkan kepada orang asing
19
b Tanahnya musnah
2 Hak guna usaha
Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai laangsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan
oleh perundang-undangan yang berlaku. 3
Hak guna bangunan Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu sebagaimana yang ditentukan perundang-undangan yang
berlaku. 4
Hak pakai Adalah hak untuk menggunakan dan memungut hasil dan tanah
yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang, dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya.
5 Hak milik atas satuan rumah susun
Adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dari terpisah.
6 Hak pengelolaan
Adalah hak untuk menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya.
20
Dalam Pasal 3 ayat 1 UU No,29 Tahun 2000 telah disebutkan bahwa objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh: a.
Perwakilan Diplomatik dan Konsulat berdasarkan azas perwakilan timbal balik.
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah danatau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. c.
Badan atau perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri, dengan syarat tidak menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum
lain dengan tidak adanya perubahan nama. e.
Orang pribadi atau badan karena wakaf. f.
Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah Berdasarkan Pasal 3 ayat 2 UU No.20 Tahun 2000 tentang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Objek Pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat dan pemberian hak hak pengelolaan,
pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 4. Tarif Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 5. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 ayat 1 dasar pengenaan pajak
adalah Nilai Perolehan Objek Pajak NPOP.
21
Berdasarkan ketentuan dalam pasal 6 ayat 2, NPOP sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditentukan sebesar:
a. Harga tranksaksi, dalam hal: jual beli.
b. Nilai pasar objek pajak, dalam hal. 1
Tukar Menukar 2
Hibah 3
Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya 4
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak 5
Peralihan hukum karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
6 Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak. c.
Harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang, dalam hal: Penunjukan pembeli dalam lelang.
d. Nilai jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan NJOP PBB, apabila besarnya NPOP sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c
tidak diketahui atau NPOP lebih rendah dari NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya
perolehan. Berdasarkan Pasal 6 ayat 4 apabila NJOP PBB belum
ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh menteri keuangan RI
.
22
5. Nilai Perolehsan Objek Pajak Tidak Kena Pajak NPOPTKP Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional dan dibedakan
antara perolehan hak karena waris, dan hibah wasiat dengan besarnya NPOPTKP dalam hal perolehan hak karena perbuatan dan peristiwa
hukum lainnya. Mengingat adanya perbedaaan tingkat perekonomian antar daerah. Maka penetapan besanya NPOTKP dapat dibedakan
antar daerah satu dengan daerah lainnya sesuai dengan semangat Otonomi Daerah yang lebih memberikan kewenangan kepada Daerah
Kabupaten Kota untuk mengatur sendiri rumah tangganya. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.516KMK.042000 tentang cara penetuan besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak BPHTB dan Pasal 7 ayat 1 UU No.20
Tahun 2000 tentang BPHTB, NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000.,- kecuali dalam hal perolehan hak
karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, temasuk suami istri NPOPTKP ditetapkan secara regional
paling banyak Rp 300.000.000,-. Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No.444 WPJ.082002 telah ditetapkan bahwa NPOPTKP di Kantor Pelayanan Pajak Bumi Pratama Serpong sebesar Rp.
30.000.000,- atas semua tranksaksi atau pemberian hak, kecuali dalam
23
hak perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat, dan telah ditetapkan dalam hal perolehan hak karena waris dan hibah wasiat
sebesar Rp. 150.000.000,-. 6. Menentukan Besarnya BPHTB Terutang
a. Besarnya pajak yang terutang adalah dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan objek pajak kena pajak.
BPHTB = Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak x Tarif = NPOPTKP x Tarif
= NPOP-NPOPTKP x 5 Contoh:
Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp. 60.000.000,- NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris
atau hibah wasiat ditetapkan sebesar Rp 30.000.000,- maka besarnya pajak yang terutang yaitu:
NPOP = Rp 60.000.000,-
NPOPTKP = Rp 30.000.000,-
Maka NPOPKP = Rp 30.000.000,-
Pajak BPHTB terhutang: Rp 30.000.000,- x 5 = Rp 1.500.000,-
b. Bila NPOP tidak dietahui atau lebih kecil dari dari NJOP PBB,
maka NJOP PBB dipakai sebagai dasar pengenaaan pajak BPHTB = NPOPKP x 5
= NJOP PBB- NPOPTKP x 5
24
Contoh: Wajib Pajak “B” membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp.
40.000.000,- NJOP PBB tersebut yang digunakan dalam pengenaan PBB adalah sebesar Rp. 60.000.000,- dan NPOPTKP
Rp 30.000.000.- maka pajak yang terutang yaitu: NJOP PBB
= Rp 60.000.000.- NPOPTKP
= Rp 30.000.000,- Maka NPOPKP
= Rp 30.000.000,- Pajak BPHTB terhutang :
Rp 30.000.000,- x 5 = Rp 1.500.000,- c. Khusus untuk perolehan hak karena waris dan hibah wasiat
besarnya BPHTB adalah: BPHTB = NPOPKP x 5 x 50 Contoh:
Wajib pajak memperoleh hak karena waris, sedangkan NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB
digunakan sebagai dasar pengenaan: NJOP PBB
= Rp 200.000.000,- NPOPTKP
= Rp 150.000.000,- Maka NPOPKP
= Rp 50.000.000,- Pajak BPHTB terhutang:
Rp 50.000.000,-x 5 = Rp 2.500.000,- Khusus untuk perolehan hak karena waris dan hibah wasiat
BPHTB yang seharusnya terutang sehingga menjadi:
25
Rp 2.500.000,- x 50 = Rp 1.250.000,- 7. Saat dan Tempat Pajak yang Terutang
a. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9 ayat 1, saat yang menentukan terutangnya pajak adalah:
1 Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta untuk: a Jual beli
b Tukar-menukar c Hibah
d Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya e Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
f Penggabungan usaha g Peleburan usaha
h Pemekaran usaha i Hadiah
2 Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang,untuk lelang 3 Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, untuk putusan hakim 4 Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke kantor pertanahan, untuk hibah wasiat dan waris 5 Sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak,
untuk: a Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak
26
b Pemberian hak baru diluar pelepasan hak Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya
perolehan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1.
b. Sedangkan tempat pajak terutang adalah diwilayah: 1 Kabupaten Daerah Tingkat II, atau
2 Kotamadya Daerah Tingkat II, atau 3 Propinsi Daerah Tingkat I untk Kotamadya Administratif yang
meliputi letak tanah dan atau bangunan.
C. Penyampaian dan Validasi Surat Setoran Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan SSB
Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah sistem self assessment dimanan wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang sekaligus melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dengan
mengisi Surat Setoran BPHTB SSB dan melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya surat ketetapan pajak.
Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan SSB adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan
Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh
27
Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
SSB sekurang-kurangnya memuat jenis perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, data Wajib Pajak, data tanah dan atau bangunan,
penghitungan Wajib Pajak, dan jumlah pembayaran. Dalam hal Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya terhutang nihil,
maka wajib pajak tetap mengisi SSB dengan keterangan nihil. BPHTB terutang nihil jika NPOP lebih kecil dari NPOPTKP.
Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang telah divalidasi dan dilaporkan ke Kantor Pajak, sangat berperan membentuk
kepatuhan wajib pajak, sebab banyak wajib pajak yang beranggapan, kewajiban perpajakannya hanya sebatas pada pembayaran pajak, selain itu
SSB BPHTB yang sudah di validasi penting digunakan untuk peningkatan hak atas suatu kepemilikan tanah dari Akta Jual-Beli, menjadi Sertifikat.
Berikut proses validasi dan Pelaporan Pajak: a.
SSB yang telah dihitung dengan benar, oleh Wajib Pajak di bayarkan ke Bank yang telah bekerjasama dengan Kantor Pajak.
b. Data-data pada SSB BPHTB ditulis sesuai dengan data yang ada di
SPPT. c.
Setelah SSB di bayar, Lampiran SSB BPHTB, lampiran 1,3,5, divalidasi di Kantor Pajak Objek Pajak terdaftar.
d. Pada saat melakukan Validasi SSB BPHTB, wajib pajak wajib
melampirkan, SPPT, Formulir Penyampaiaan, konsep Akta Jual Beli,
28
dan juga Mencantumkan NPWP, apabila tranksaksi di atas Rp.60.000.000,00.
e. Untuk Validasi SSB Jual Beli, Proses Penyelesaiannya 1 hari,
sedangkan untuk proses Validasi SSB selain jual beli, proses penyelesaiannya selama 3 hari.
Penyampaian SSB yang disampaikan ke KP PBB oleh wajib pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari sejak tanggal pembayaran
atau perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. SSB dapat diperoleh di: a.
KP PBB setempat b.
PPATNotaris c.
Kantor Lelang Negara d.
Kantor Pertanahan e.
Kantor Cabang Bank BUMN f.
Kantor Cabang Bank BUMD g.
Subdinas Pendapatan Daerah Kotamadya A. Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Apabila seorang Wajib Pajak merasa, tidak mampu melunasi utang pajaknya, sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan RI No.
181KMK.041999 tentang, pemberian pengurangan BPHTB, maka wajib pajak yang bersangkutan dapat mengajukan pengurangan,
dengan tiga alasan yaitu:
29
a. Kondisi Tertentu Wajib Pajak dengan Objek Pajak Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan objek
pajak yaitu: 1 Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui
program pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis.
2 Wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat ke bawah.
3 Wajib pajak yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan sebesar penghitungan BPHTB selain tanah .
Besarnya persentase pengurangan akan ditetapkan berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif sebesar 50
dari pajak yang seharusnya terutang untuk wajib pajak. b.
Kondisi Wajib Pajak dengan Sebab-Sebab Tertentu Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab
tetentu, yaitu: 1 Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui
pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya dibawah Nilai Jual Objek Pajak dalam jangka waktu 6
bulan sejak pembayaran ganti rugi.
30
2 Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus. 3 Wajib pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter
yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasioal sehingga wajib pajak harus melakukan resturkturisasi usaha
atau utang usaha sesuai denagn kebijaksanaan pemerintah. 4 Wajib pajak yang melakukan Penggabungan Usaha merger
yang telah memperoleh keputusan persetujuan penggabungan usaha dari Direktur Jendral Pajak.
5 Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bancana
alam atau sebab-sebab lainnya yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak penandatanganan akta, seperti
kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan gunung meletus.
6 Wajib pajak orang pribadi Veteran, PNS, TNI, POLRI, pensiunan PNS, purnawirawan TNI, purnawirawan POLRI,
atau jandaduda PNS, TNI dan POLRI. Besarnya
pengurang akan
ditetapkan berdasarkan
pertimbangan yang wajar dan objektif sebesar 50 dari pajak yang seharusnya terutang wajib pajak. Sedangkan wajib pajak
yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter sehingga
31
harus melakukan rstrukturisasi usaha dan utang usaha, pengurangan yang diberikan sebesar 75 dari pajak yang
terutang Wajib Pajak. c. Tanah dan Bangunan Untuk Kepentingan Sosial
Tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk kepentingan sosial mencari dan pendidikan yang semata-mata
tidak untuk mencari keuntungan. Maksudnya adalah
1 Tanah dan atau bangunan yang secara nyata tidak
digunakan utuk mencari keuntungan seperti panti jompo, panti asuhan, dan rumah yatim piatu.
2 Tanah dan atau bangunan yang secara nyata digunakan
untuk pendidikan. 3
Tanah dan atau banguanan yang digunakan untuk rumah sakit swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat,
besarnya pengurangan ditetapkan sebesar 50 dari pajak yang seharusnya terutang untuk Wajib Pajak.
B. Ketentuan Bagi Pejabat Yang termasuk dalam pengertian pejabat adalah:
a. Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT Notaris
b. Kepala Kantor Lelang Negara c.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kotamadya.
32
Untuk pejabat-pejabat tersebut berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut
a. PPATNotaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak
atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti dan bangunan. Bagi pejabat yang melanggar ketentuan ini
dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 7.500.000,- untuk setiap pelanggaran.
b. Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah
wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Bagi
pejabat yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 7.500.000,- untuk setiap
pelanggaran. c.
Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya hanya dapat melakukan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan
hak atas tanah setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Bagi pejabat yang melanggar ketentuan ini
dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Penyerahan bukti pembayaran pajak
dilakukan dengan menyerahkan fotokopi pembayaran pajak Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan dan
menunujkan aslinya.
33
C. Sanksi a. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah terutangnya pajak, bilamana
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterngan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar, maka kepala KP PBB
atas nama Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang bayar SKBKB, ditambah sanksi
administasi berupa bunga sebesar 2 sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung mulai saat terutangnya
pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB. b. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah terutang pajak, kepala KP
PBB atas nama Direktur Jendaral Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan SKBKBT apabila
ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang
setelah diterbitkan SKBKB. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah sanksi administarasi berupa
kenaikan sebesar 100 dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan
tindakan pemeriksaaan.
34
D. Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
1. Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP a. Dasar Hukum
Dalam pasal 2 ayat 1 UU KUP disebutkan bahwa: Setiap Wajib Pajak mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak. b. Kewajiban Mendaftarkan Diri
Semua wajib pajak orang pribadi, badan, dan BUT yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif berdasarkan sistem self
assesment menghitung, memperhitungkan, membayar dan melapor sendiri pajak terutang wajib pajak mendaftarkan diri pada Kantor
Direktorat Jenderal pajak Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Pajak untuk dicatat sebagai wajib
pajak dan kepadanya akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP Pasal 2 ayat1 Undang-Undang KUP.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup
terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian akan pemisahan penghasilan dan harta. Erly
Suandy,2004.
35
Wajib Pajak Terdaftar adalah wajib pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak. Fungsi NPWP
1. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas wajib pajak, oleh karena itu kepada setiap wajib pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan umtuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan.
3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, sehingga semua yang berhubungan dengan dokumen perpajakan
harus mencantumkan NPWP; 4.
Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam Surat Setoran Pajak;
5. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dokumen-dokumen yang
diwajibkan; Misal; - Dokumen Impor PIB- Dokumen Ekspor PEB
6. Untuk Keperluan Pelaporan SPT Masa dan Tahunan
.
36
c. Pendaftaran dan Pelaporan Wajib Pajak Wajib pajak yang mempunyai kewajiban pajak Orang pribadi,
Badan, Bentuk Usaha Tetap harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP. Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak
diatur dalam KEP-161PJ.2001 tanggal 21 Februari 2001. Mulai 7 Desember 2004 pendaftaran NPWP dapat dilakukan melaui internet e-
registration berdasarkan KEP-173PJ.2004 tanggal 29 Nopember 2004. 1 Pendaftaran NPWP Manual
Pada dasarnya wajib pajak mengajukan permohonan NPWP dan akan terdaftar di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak Pasal 2 ayat 1 dan 2 UU KUP.
a Tempat Tinggal bagi WP Orang Pribadi adalah: 1. Rumah Tetap orang pribadi berada, yaitu tempat tinggal orang pribadi
tersebut beserta keluarganya sebagaimana tercantum dalm KTP.
2. Jika memiliki rumah pada 2 atau lebih wilayah kerja KPP, maka ditentukan berdasarkan pusat kepentingan pribadi dan ekonomi
dilakukan.
3. Jika tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi tidak dapat
ditentukan, maka dilihat dari tempat orang pribadi tersebut yang
lebih lama ditinggali.
4. Bila masih juga tidak dapat ditentukan, maka fiskus dapat
menentukan menunjuk tempat tinggal orang pribadi berada dalam
37
2 atau wilayah kerja KPP namun masih dalam 1 wilayah kanwil DJP, penentuan tempat tinggal dilaksanakan oleh Kakanwil yang terkait.
Penentuan tempat tinggal dilakukan oleh Direktur Peraturan Perpajakan I apabila tempat tinggal orang pribadi berada dalam 2
atau lebih wlayah kerja Kanwil DJP Kep701PJ.2001.
Tempat Kedudukan Badan adalah: 1.
Tempat kantor pimpinan perusahaan dan pusat administrasi dan keuangan berada sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris
Pendirian Perusahaan. 2.
Dalam hal pusat adaministrasi dan keuangan terpisah dengan tempat kantor pimpinan perusahaan, maka tempat kedudukan berada di
tempat kantor pimpinan perusahaan. b Karakteristik Pendaftaran NPWP Manual
1. Wajib Pajak Masih harus berhubungan langsung dengan petugas pajak, dan memerlukan waktu luang untuk datang ke Kantor
Pelayanan Pajak terdaftar. 2. Dibutuhkan waktu yang lama untuk merekam data NPWP di
Kantor Pelayanan Pajak, khususnya data lampiran NPWP. 3. Sering terjadi kesalahan pada saat perekaman data, sehingga data
yang dituangkan wajib pajak dalam Formulir pengisian NPWP tidak sama dengan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak
DJP.
38
4. Perekaman data NPWP membutuhkan sumber daya manusia yang banyak.
5. Pemborosan tempat untuk menyimpan dokumen NPWP 6. Pemborosan kertas.
7. Memperlambat pelayanan lainnya. c Tata Cara Pendaftaran NPWP Secara Manual
Gambar 2.1 Pendaftaran NPWP Manual
1
Kantor Pos
Warnet MEKANISME e-Registration
Provider
Wajib Pajak
Konsentrasi Data Nasional
KP.DJP
Form Aplikasi pendaftaran
e-registration e-registration
KTP, KK, SIUP DLL
SKTS NPWP
SKTS NPWP
KANWIL KPP
KPP
Kartu NPWP SKT
Kartu NPWP SKT
Kios Pendaftaran
e-registration
KTP, KK, SIUP DLL
E-mail
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak 2005
1. Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak, sesuai dengan tempat tinggal bagi WP Orang Pribadi , atau tempat kedudukan badan.
2. Wajib Pajak lalu mengisi formulir pendaftaran NPWP dengan benar, jelas dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan
berdasarkan peraturan perpajakan.
39
3. Wajib Pajak harus menandatangani serta menyampaikan kembali formulir pendaftarn NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas
waktu yang telah ditentukan. a Data-data yang wajib dilampirkan dalam formulir pendaftaran
NPWP 1 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas, melampirkan fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia, atau Paspor, Surat Keterangan Tempat
Tinggal dari Instansi yang berwenang. 2 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas, selain melampirkan syarat di atas juga melampirkan Surat Keterangan Tempat Kegiatan Usaha atau
Pekerjaaan Bebas dari Instansi yang berwenang. 3 Untuk Wajib Pajak Badan, selain syarat diatas juga
melampirkan fotokopi akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat penunjukan dari kantor pusat bagi BUT.
4 Bendaharawan sebagai pemungutpemotong, melampirkan KTP dan surat penunjukan bendaharawan.
5 Joint Operation
sebagai WP
pemungutpemotong, melampirkan fotokopi perjanjian kerjasama sebagai joint
operation.
40
2 Pendaftaran NPWP Secara Elektronik e-NPWP a. Pengertian
Elektronik NPWP adalah aplikasi program komputer yang dikembangkan oleh Dirjen Pajak yang digunakan untuk
mengadministrasikan data NPWP yang digunakan oleh Wajib Pajak dalam Pendaftaran NPWP.
b. Pendaftaran NPWP Dengan Menggunakan Media Komputer. 1 Wajib Pajak masuk ke aplikasi e-Registration lewat http:
www.pajak.go.id .
2 Membuat Account Wajib Pajak. 3 Login ke Aplikasi e-Registration.
4 Mengisi Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak. 5 Mengirimkan Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak
secara elektronis. 6 Mencetak Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak
dan Menandatanganinya. 7 Mencetak Surat Keterangan Terdaftar SKTS .
8 Untuk Mencetak Kartu NPWP, Wajib Pajak dapat Mengirim Formulir Permohonan Registrasi yang telah
ditandatangani dan SKTS dengan melampirkan persyaratan lainnya ke KPP tempat Wajib Pajak mendaftarkan diri.
41
Gambar 2.2 Mekanisme Pendaftaran NPWP Elektronik
1
Kantor Pos
Warnet
MEKANISME
e-Registration
Provider
Wajib Pajak
Konsentrasi Data Nasional
KP.DJP
Form Aplikasi pendaftaran
e-registration e-registration
KTP, KK, SIUP DLL
SKTS NPWP
SKTS NPWP
KANWIL KPP
KPP
Kartu NPWP SKT
Kartu NPWP SKT
Kios Pendaftaran
e-registration
KTP, KK, SIUP DLL
E-mail
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak 2005
c. Fitur Pendaftaran NPWP Elektronik 1
Aplikasi dibuat untuk mudah digunakan User Friendl dan dilengkapi dengan petunjuk pemakaian.
2 Tampilan Aplikasi Mendekati Formulir Pendaftaran NPWP
aslinya. 3
Administrasi Data Pendaftaran NPWP a
Membuat Account Wajib Pajak. b
Login ke Aplikasi e-Registration. c
Mengisi Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak.
42
d Mengirimkan Formulir Permohonan Registrasi Wajib
Pajak secara elektronis. e
Mencetak Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak dan Menandatanganinya.
f Mencetak Surat Keterangan Terdaftar SKTS .
d. Karakteristik Pendaftaran NPWP dengan Media Elektronik 1
Wajib Pajak tidak perlu datang ke KPP dan tidak berhubungan dengan Petugas Pajak.
2 Waktu lebih cepat untuk merekam data pendaftaran NPWP,
karena pada prinsipnya Wajib Pajak merekam datanya sendiri dan KPP hanya me”load”saja.
3 Proses ”load” membutuhkan waktu yang lama karena jenis
media yang digunakan. 2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
a. Dalam pasal 2 ayat 1 UU KUP disebutkan bahwa: Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jendral Pajak yang
wilayah Kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak Terdaftar adalah pengusaha yang telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang telah tercatat dalam tata
43
usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jendaral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi Pengusaha badan, kewajiban melaporkan usahanya
tersebut adalah pada kantor Direktorat Jendaral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan
usaha dilakukan. b. NPWP atau Pengukuhan Secara Jabatan
Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan
usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat
dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jendral Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau
Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau dikukuhkan sebagai Pengusaha kena Pajak.
c. Sanksi Terhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melaporkan
44
usahanya untuk dikukuhkan sebgai Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.
E. e-Registration
1. Pengertian Tujuan utama setiap institusi pemungut pajak adalah tercapainya
penerimaan yang optimal. Secara umum, kinerja penerimaan pajak yang juga mencerminkan tingkat kepatuhan wajib pajak menunjukan
kecendrungan yang semakin meningkat. Untuk itu, Dirjen Pajak selalu berusaha meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui berbagai
kegiatan seperti melaksanakan pemeriksaan, penyuluhan, perbaikan undang-undang pajak, pelayanan dan lain-lain. Sejak tahun 2004 Dirjen
Pajak mulai menerapkan pendaftaran pajak dengan sistem elektronik yang dikenal dengan e-Registration. Hal ini merupakan salah satu
langkah yang dilakukan DJP dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memberi kemudahan kepada wajib pajak dengan harapan akan
meningkatkan kepatuhan sehingga akan meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak.
e-Registration adalah layanan yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak agar wajib pajak dapat mendaftar NPWP secara
elektronik on-line dan real time melaui aplikasi pendaftaran NPWP berbasis Web.
45
Dengan menggunakan e-Registration para Wajib Pajak dapat: a.
Mendaftar NPWP baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, Bendaharawan, dan Joint Operation.
b. Mendapatkan realtime acknowledgment konfirmasi pelaporan
pendaftaran, yang berarti Nomor Pokok Wajib Pajak langsung didapatkan.
2. Dasar Hukum e-Registration a.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 161PJ.2001 tanggal 21 Februari 2001, tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak.
b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 173PJ.2004 tanggal 29
Nopember 2004, tentang Pendaftaran NPWP Secara Elektronik. 3. Istilah-Istilah Dalam e-Registration
a. Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider ASP:
Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi ASP yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan
data-data pendaftaran NPWP secara elektronik Ke Direktorat Jenderal Pajak.
b. Sertifikat Digital digital certificate:
Alat yang berfungsi sebagai pengaman data wajib pajak dalam setiap proses pendaftaran NPWP e-Registration melalui Perusahaan
Penyedia jasa aplikasi ASP ke Direktorat Jenderal Pajak.
.
46
c. NTPA Nomor Tranksaksi Pengiriman ASP: Nomor identitas yang diberikan oleh ASP kepada WP yang
melakukan proses e-Registration. d. Electronic Data Interchange EDI:
Electronic Data Interchange EDI merupakan transmisi langsung antara satu komputer dengan komputer yang lain diantara beberapa
perusahaan atau organisasi yang berbeda dalam satu format terstruktur yang memungkinkan seluruh data dapat terbaca oleh
semua komputer yang terhubung. 4.
Karakteristik Pendaftaran NPWP e-Registration a.
Waktu lebih cepat, karena pada prinsipnya wajib pajak langsung me”load” data pendaftaran nya ke Database DJP tanpa melalui KPP.
b. Proses ini ditindaklanjuti dengan proses ”download” data
Pendaftaran NPWP ke KPP dimana WP terdaftar. c.
Pengiriman data NPWP dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja dalam batasan waktu yang ditentukan.
5. Syarat Menggunakan e-R egistration Untuk dapat menggunakan fasilitas e-Registration pengguna
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a.
Memiliki PC yang memadai dan terkoneksi ke Internet. b.
Dalam PC tersebut telah terinstal menggunakan Internet Explorer IE versi 5.5 atau yang lebih baru.
47
6. Kirim Cetakan Permohonan Registrasi Wajib Pajak Ke KPP. Wajib Pajak mencetak dan menandatangani Permohonan
Registrasi Wajib Pajak yang telah diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak dan menyampaikan Formulir Permohonan Registrasi yang telah
ditandatangani dan SKTS dengan melampirkan persyaratan lainnya ke KPP tempat Wajib Pajak tinggal secara langsung atau melalui pos secara
tercatat, paling lama: 1
30 tiga puluh hari sejak mengisi pendaftaran NPWP melalui e-Registration.
7. Sistem Requirment Personal Computer dengan OS yang terdiri dari Microsoft Windows
98ME2000XP, Modem dan Direct Line Phone. 8. Dampak Positif Menggunakan e-Registration
a. Layanan yang lebih cepat dan efisien
Dengan menggunakan e-Registration, pengguna dapat mempercepat proses transaksi, meningkatkan dan efisiensi, menekan
biaya dan waktu. Dari segi kecepatan bertambah karena:
1 Pendaftaran tidak perlu dilakukan dengan menandatangani dan
mengikuti antrian di Kantor Pelayanan Pajak karena pelaporan e- Registration proses real time dan dapat dilakukan setiap saat 24
jam sehari7 hari seminggu.
48
2 Pengguna menerima konfirmasi untuk laporan-laporan yang telah
dilakukan langsung pada saat laporan tersebut diterima di Direktorat Jenderal Pajak.
3 Pengguna mendapatkan kesempatan akses ke berbagai
kemudahan dan informasi perpajakan seperti tax calculator, kurs pajak, peraturan pajak terkini dan informasi lainnya seputar
pajak. Dari segi efisiensi akan meningkat karena:
1 Softwareaplikasi yang disediakan untuk pengisian laporan
pendaftaran memiliki fasilitas checking yang dapat mengurangi kesalahan. Kesalahan input dapat segera di perbaikidirevisi
pada saat pengisian data pada formulir pendaftran NPWP, tanpa harus menghapus dan mengganti kertas lembar formulir
pendaftaran. 2
Tidak perlu menyediakan tempat untuk menyimpan berkas- berkas pelaporan karena sudah dalam bentuk elektronik.
Dari segi biaya dan waktu karena: 1
Pengguna akan berkurang biaya operasionalnya seperti komunikasi, transport dan stasionary mengurangi biaya untuk
mencetak lampiran. 2
Waktu lebih sedikit dan biaya lebih rendah untuk pelaporan dan pemeliharaan data pajak.
49
b. Keamanan dan Kerahasiaan Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasai ASP menggunakan
bentuk security yang paling aman berdasarkan PKI Infrastructure. Data digital pendaftaran pajak yang terkirim melalui jaringan
komunikasi akan mengalami proses acak encryption sehingga hanya sistem komputer DJP yang dapat menterjemahkan data acak
tersebut. Verifikasi juga dilakukan untuk memastikan bahwa dalam perjalanan data tersebut tidak mengalami perubahan dari data asli
yang dikirim, untuk menjamin keabsahan data. c. Kemudahan dalam Penggunaan
Mudah karena hanya memerlukan sambungan ke internet, akses melaui aplikasi e-Registration dari komputer, dan memasukan
secret key dan langsung kirim submit. Dari Website yyang dipilih akan mengeluarkan sebuah nomer acknowledgment berupa NTPA,
yang akan digunakan untuk mengkonfirmasikan apakah Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi ASP menerima dengan lengkap data yang
dikirimkan pendaftar. Jikalau tidak diterima atau ditolak, disediakn informasi detail yang dapat membimbing pendaftar memperbaikinya.
9. Dampak Negatif Menggunakan e-Registration. a.
Biaya perangkat lunak yang mahal dan kebutuhan perangkat keras dengan kualifikasi yang lebih tinggi masalah ini akan muncul
terutama pada saat penerapan EDI.
50
b. Sumber Daya Manusia SDM yang belum banyak menguasai dan
harus dibayar lebih tinggi dari biasanya.
F. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35
Sasaran Reformasi administrasi perpajakan yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35 adalah untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak, seperti yang dinyatakan oleh Toshiyuki 2001:42 bahwa target akhir administrasi perpajakan adalah untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. Pendapat tersebut didukung oleh Summers et al. 1991:45, bahwa dalam sistem ’’self assessment”, aktivitas utama
administrasi perpajakan adalah untuk mengawasi kepatuhan dan meyakinkan bahwa wajib pajak menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35 secara tidak langsung
menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan untuk pengawasan kelengkapan administrasi perpajakan. Dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 35PJ2004 tentang Kewajiban Pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka Pengalihan Hak atas Tanah danatau
Bangunan dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1.
Terhadap pembayaran dan validasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB dan Pajak Penghasilan PPh atas penghasilan dan
pengalihan harta berupa tanah danatau bangunan dalam hal tranksaksi jual-beli dan lelang, wajib pajak wajib mencantumkan Nomor Pokok
51
2. Batasan NJOP dan NPOP yang dikecualikan dari kewajiban pencantuman
NPWP dalam SSB oleh Wajib Pajak Oramg Pribadi adalah sebesar kurang dari Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah.
3. Batasan PPh terutang yang dikecualikan dari kewajiban pencantuman
NPWP dalam SSP oleh Wajib Pajak Orang Pribadi untuk pembayarn PPh atas pengalihan hak atas tanah danatau bangunan adalah sebesar kurang
dari Rp 3.000.000,00 tiga juta rupiah. 4.
Berkenaan dengan hal di atas, diminta agar saudara melaukan sosialisasi secara intensif kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak dimaksud, antara lain kepada masyarkat wajib pajak, Notaris PPAT, Badan Pertanahan Nasional, Bank Persepsi,
Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya. 5.
Untuk Mendukung kelancaran pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35 PJ2004 ini, agar saudara memberikan pelayanan
pendaftaran NPWP kepada Wajib Pajak sebaik-baiknya dengan memperhatikan jangka waktu penyelesaiaan.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Surat Edaran No SE-49PJ2004
.
52
G. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan menjadi elemen dasar yang penting bagi pembentukan kehidupan sosial yang tertib aman dan teratur. Untuk meningkatkan kepatuhan
sukarela menurut Silviani 2005:274-275, diperlukan rasa keadilan dan keterbukaan dalam menerapkan peraturan perpajakan, kesederhanaan berbagai
peraturan dan prosedur perpajakan dan system pelayanan yang baik dan cepat terhadap wajib pajak. Silviani 2005:1-5 berpendapat bahwa yang mendorong
wajib pajak memenuhi kewajiban perpajaknnya secara tepat waktu dan sukarela adalah karena adanya pengelolaan pajak yang efisien, agar suatu
sistem perpajakan efektif, mayoritas wajib pajak harus patuh terhadapnya. Silviani menambahkan variabel kepatuhan terdiri dari beberapa aspek, yaitu
aspek yuridis meliputi ketaatan terhadap prosedur administrasi perpajakan yang ada, aspek psikologis meliputi persepsi wajib pajak terhadap penyuluhan
pelayanan dan pemeriksaan pajak, aspek sosiologis meliputi aspek sosial sistem perpajakan, yaitu kebijakan fiskal, kebijakan administrasi.
Kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai pemenuhan kewajiban pajak mulai dari menghitung, memungut, memotong, menyetorkan hingga
melaporkan kewajiban pajak dengan memenuhi semua persyaratan administrasi perpajakan oleh wajib pajak sesuai peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku. Adapun kepatuhan Wajib Pajak WP Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diartikan sebagai Wajib Pajak atau
Pengusaha Kena Pajak PKP yang terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak KPP menghitung, menyetorkan, melaporkan serta melakukan validasi Surat
53
Setoran BPHTB SSB di Kantor Pelayanan Pajak, dengan memenuhi semua persyaratan administrasi perpajakan dalam melakukan validasi Surat Setoran
BPHTB atau sifat patuh pada ketaatan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Tujuan utama dari instansi perpajakan adalah menciptakan suatu iklim kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak WP atau Pengusaha Kena Pajak
PKP, dimana: 1.
Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak paham dan berusaha untuk memahami UU pajak,
2. Melaksanakan syarat administrasi perpajaknnya.
3. Mengisi formulir pajak dengan cepat. 4. Menghitung pajak tepat pada waktunya.
Intinya untuk mendorong timbulnya kepatuhan disiplin WP, maka harus diusahakan sedemikian rupa supaya WP dapat benar-benar memahami
masalah perpajakan terutama berakitan dengan sistem self assessmen serta pelaksanaan administrasi perpajakannya..
Kepatuhan Materi BPHTB, meliputi hal-hal sebagai berikut: a.
Penyampain SSB yang disampaikan ke KP PBB oleh Wajib Pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari sejak tanggal
pemabayaran atau perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. b.
Mencantumkan NPWP pada formulir Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.khususnya nilai tranksaksi yang
diatas Rp 60.000.000,00
54
c. Wajib Pajak harus meminta tanda tangan dari Notaris PPAT, cap
dari Bank pada saat menyampaikan SSB ke kantor Pajak. d.
Wajib Pajak harus melunasi Pajak Bumi dan Bangunan, selama 10 tahun terakhir pada saat melakukan validasi SSB di Kantor Pajak.
e. Wajib Pajak harus melampirkan dokumen-dokumen terkait
Sertifikat, STTS, Formulir Penyampaian, Print Tunggakan, SSP pada saat melakukan validasi SSB di Kantor Pajak
f. Wajib Pajak selalu dapat mempertanggung jawabkan dan
menjelaskan besarnya BPHTB yang harus dibayar. g.
Wajib Pajak tidak memperoleh Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar SKPKB dari Kantor Pajak.
h. Wajib Pajak harus Melampirkan Lembar NTPN setiap penyampaian
SSB. i.
Wajib Pajak selalu memasukan SSB secara tepat waktu.
H. Pembuatan Kartu NPWP
Sejak adanya reformasi perpajakan pada Tahun 1983, telah terjadi perubahan dalam sistem penomoran NPWP. Dalam rangka mendukung
sistem administrasi perpajakan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1983. Beberapa masalah yang diduga muncul adalah pertama, apakah
pencantuman NPWP, PKP PPN, dan Nomor Register dalam setiap melakukan tranksaksi pajak tidak merepotkan Wajib Pajak. Kedua, apakah
petugas administrasi perpajakan tidak akan mengalami kesulitan dalam
55
mengidentifikasi wajib pajak yang mana yang telah melakukan tranksaksi, ketiga, apakah sistem penomoran NPWP dewasa ini cukup mendukung
sistem administrasi perpajakan secara kesuluruhan, dan keempat, sudahkah wajib pajak memperoleh NPWP secara mudah.
Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP merupakan identitas wajib pajak. Sistem pemberian NPWP sebelum diberlakukannnya reformasi
perpajakan Tahun 1983, diatur dan dikelola oleh masing-masing Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kanwil DJP. Dalam sistem yang lama
antara kantor pusat dan cabang dari wajib pajak memiliki NPWP yang berbeda. Sistem pemberian NPWP model lama ini dinilai tidak fleksibel,
sebab apabila wajib pajak pindah kewilayah lain, NPWP yang dimilikinya tidak berlaku lagi. wajib pajak harus mengajukan NPWP baru ke Kanwil
DJP setempat. Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1983, sistem penomoran NPWP tidak lagi dibuat oleh kanwil DJP, akan
tetapi dibuat secara nasional. Pada tahun 1985 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1983 mulai
diberlakukan secara efektif. Pada saat diberlakukannya undang-undang tersebut ditemukan adanya kesulitan untuk mendeteksi wajib pajak mana
yang telah melakukan pembayaran pajak dari Kantor Cabang yang sama dalam satu Kanwil DJP. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya Kantor
Cabang dari suatu unit usaha yang sama, sedangkan NPWP Kantor Cabang tersebut adalah sama. Persoalan tersebut diatasi dengan menerbitkan Nomor
Pengusaha Kena Pajak PPNPKP PPN. Semua Wajib Pajak yang terkena
56
pajak PPN diwajibkan untuk mendaftar Ke Kantor Pelayanan Pajak KPP untuk mendapatkan PKP PPN dan Nomor Register Wajib Pajak. Dengan
demikian setiap Kantor Cabang akan melakukan tranksaksi perpajakan, Kantor Cabang harus mencantumkan NPWP, PKP PPN dan Nomor
Register, namun hal ini membuat orang masih enggan membuat kartu NPWP, kerena proses dan prosedurnya yang terbilang rumit, sehingga wajib
pajak yang membuat kartu NPWP masih minim. Pada perkembangan selanjutnya Departemen Keuangan melalui DJP
membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menjaring Wajib Pajak Membuat Kartu NPWP, karena sebagaimana kita ketahui NPWP sangat penting bagi
sarana administrasi perpajakan. Kebijakan tersebut terbagi dalam dua bagian.
1. Kebijakan prosedur, Kebijakan prosedur adalah kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah dalam hal ini DJP berupa peraturan- peraturan yang secara tidak langsung membuat Wajib Pajak
harus memiliki NPWP, dengan adanya kebijakan ini
pertambahan pengguna NPWP mulai dirasakan.
2. Sedangkan kebijakan teknis adalah kebijakan-kebijakan yang
mempermudah Wajib Pajak memiliki NPWP, untuk kebijakan teknis, kebijakan tersebut tertuang dan diatur dalam:
a. KEP-161PJ.2001 tanggal 21 Februari 2001. Tata Cara
Pendaftaran Wajib Pajak secara manual, pada dasarnya Wajib Pajak mengajukan permohonan NPWP dan akan terdaftar di
57
kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
Pasal 2 ayat 1 dan 2 UU KUP. b.
KEP-173PJ2004 tanggal 29 Nopember 2004 Mulai 7 Desember 2004 pendaftaran NPWP dapat dilakukan melaui
internet e-registration. e-Registration adalah layanan yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak agar Wajib Pajak dapat
mendaftar NPWP secara elektronik on-line dan real time melaui aplikasi pendaftaran NPWP berbasis Web. Kebijakan
ini diharapkan membuat pengguna NPWP bertambah banyak, karena Wajib Pajak banyak diberikan kemudahan untuk
mendapatkannya.
I. Model Penelitian dan Hipotesis
Penelitian yang bertujuan untuk menguji hipotesis hypotheses testing umumnya merupakan penelitian yang menjelaskan fenomena dalam
bentuk hubungan antar variabel. Tipe hubungan antara dua variabel atau lebih dapat berupa hubungan korelasional, komparatif, dan hubungan
sebab-akibat. Hipotesis penelitian dikembangkan berdasarkan teori-teori dan penelitian sebelumnya yang selanjutnya diuji berdasarkan data yang
dikumpulkan.
58
Pada Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh markus, penelitian tersebut menggunakan variabel yang masih tergolong umum, berdasarkan
hal tersebut yang diperkuat oleh teori-teori sebelumnya tanpa mengubah hubungan kausalitas anatar variabel, peneliti berusaha membuat variabel
lebih spesifik dan menambahkan variebel lain di luar variabel sebelumnya yang bersifat residual pengaruh variabel yang telah teridentifikasi oleh
teori, tetapi tidak diteliti. Merumuskan Hipotesis dan persamaan struktural
1. Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35 dan e-Registration berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak
Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB. 2. Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35, e-Registration dan Kepatuhan
Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB berpengaruh secara simultan dan signfikan terhadap Pembuatan Kartu NPWP.
59
X1 = Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35 X2 = e-Registration
Y = Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB
Z = Pembuatan kartu NPWP
Sumber: Riduwan
1. Sub- Struktur 1
Y =
ρ
x
1
y X
1
+
ρ
x
2
y X
2
+
ρ
yE
1
X
1
X
2
Z Y
ρ
X1Z
ɛ
2
ρ
z
E2
ρy
Z
ρ
X
2Z
r
12
ɛ
2
X
1
X
2
Y
ρ
X
1
y
ɛ
1
r
12
ρ
X
2Y
ρ
y
E1
Sumber: Riduwan
Gambar 2.3 Hubungan Struktur X1 dan X2 terhadap Y
60
a Pengujian secara individual sub struktur 1 a Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35 berpengaruh secara
signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB.
Hipotesis statistik Ha :
ρ
x
1
y 0 Ho :
ρ
x
1
y = 0 Hipotesa bentuk kalimatnya:
Ha : Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35 berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP
dalam Validasi SSB. Ho : Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35 tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB.
b e-Registation berpengaruh secara signifikan terhadap Kepatuhan
wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB. Hipotesis statistik
Ha :
ρ
x
2
y 0 Ho :
ρ
x
2
y = 0 Hipotesa bentuk kalimatnya:
Ha : e-Registration berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB.
61
Ho : e-Registration tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Mencantumakan NPWP dalam Validasi
SSB. b Pengujian secara simultan sub struktur 1
¾ Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35 dan e-Registration berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kepatuhan
Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB. Hipotesa secara statistik:
Ha :
ρ
x
1
y =
ρ
x
2
y ≠ 0
Ho :
ρ
x
1
y =
ρ
x
2
y = 0 Hipotesa bentuk kalimatnya:
Ha : Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35 dan e-Registration berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kepatuhan
Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB. Ho : Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35 dan e-Registration tidak
berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB.
62
2. Sub-Struktur 2 Z =
ρ
x
1
z X
1
+
ρ
x
2
z X
2
+
ρ
yz Y +
ρ
zE
2
X
1
X
2
Z Y
ρ
X
1
Z
ɛ
2
ρ
z
E2
ρy
Z
ρ
X
2Z
r
1
Sumber: Riduwan Gambar 2.4
Hubungan Struktur X1 dan X2 terhadap Z, dan Y terhadap Z
a Pengujian secara individual sub struktur 2 a Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35 berpengaruh secara
signifikan terhadap Pembuatan Kartu NPWP. Hipotesa secara statistik:
Ha :
ρ
x
1
z 0
Ho :
ρ
x
1
z = 0
63
Hipotesa bentuk kalimatnya: Ha : Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35 berpengaruh secara
signifikan terhadap Pembuatan Kartu NPWP. Ho : Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35 tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Pembuatan Kartu NPWP. b e-Registration berpengaruh secara signifikan terhadap Pembuatan
Kartu NPWP. Hipotesa secara statistik:
Ha :
ρ
x
2
z 0
Ho :
ρ
x
2
z = 0
Hipotesa bentuk kalimatnya: Ha : e-Registration berpengaruh secara signifikan terhadap Pembuatan
Kartu NPWP. Ho : e-Registration tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
Pembuatan Kartu NPWP. c
Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB Berpengaruh secara signifikan terhadap Pembuatan Kartu
NPWP.
64
Hipotesa secara satistik: Ha :
ρ
yz 0
Ho :
ρ
yz = 0 Hipotesa Bentuk kalimatnya:
Ha : Kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB berpengaruh secara signifikan terhadap Pembuatan Kartu
NPWP. Ho : Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pembuatan Kartu NPWP.
b Pengujian secara simultan sub struktur 2 ¾ Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35, e-Registration dan
Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB berpengaruh secara simultan dan signfikan terhadap Pembuatan Kartu
NPWP. Hipotesa secara statistik:
Ha :
ρ
x
1
z =
ρ
x
2
z =
ρ
yz ≠ 0
Ho :
ρ
x
1
y =
ρ
x
2
y =
ρ
yz = 0
65
Hipotesa bentuk kalimatnya: Ha : Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35, e-Registration dan
Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap
Pembuatan Kartu NPWP. Ho : Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35, e-Registration dan
Kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap
Pembuatan Kartu NPWP.
66
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menganalisis seberapa besar pengaruh Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35, e-Registration terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB serta dampaknya dalam pembuatan kartu NPWP. Sampel yang diambil yaitu Wajib Pajak atau
Pengusaha Kena Pajak yang terdapat pada masing-masing kelurahan, yang masuk dalam wilayah KPP Pratama serpong, baik yang namanya belum
terdaftar dalam SPPT, maupun yang sudah terdaftar dalm SPPT yang melakukan Validasi SSB BPHTB dalam rangka peningkatan hak atas
pemilikan tanah dan bangunan dari Akta Jual Beli menjadi Sertifikat tanpa mencantumkan NPWP, dengan yang menacantumkan NPWP pada Kantor
Pelayanan PBB Patama Serpong, serta jumlah pembuatan kartu NPWP, yang datanya didapat dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong.
Dalam Penulisan terdapat dua macam data yang dapat diperoleh yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sumber data penulisan
yang diperoleh secara langsung dari sumber asli tidak melalui perantara berupa kuesioner. Sedangkan data sekunder berasal dari data-data teoritis
berupa literatur-literatur dan peraturan yang berkaitan dengan penulisan Indriantoro,2003:147.
67
Adapun dalam penelitian ini data yang diperoleh berupa data sekunder, diantaranya meliputi:
1. Profil Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong, yang meliputi.
a. Keadaan Geografis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong.
b. Struktur organisasi yang ada dalam KPP Pratama Serpong.
2. Data mengenai jumlah validasi SSB BPHTB yang dilakukan Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak transaksi SSB diatas 60.000.000 baik
dengan mencantumkan NPWP maupun tidak mencantumkan NPWP, dan jumlah pembuatan kartu NPWP. Sebelum dan setelah adanya peraturan
DJP No.35 dan e-Registration. 3.
Data mengenai jumlah Wajib PajakPengusaha Kena Pajak yang namanya belum terdapat dalam SPPT, maupun yang sudah terdaftar dalam SPPT
yang diklasifikasikan berdasarkan kelurahan.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Purposive sampling dengan menggunakan pemilihan sampel
berdasarkan pertimbangan judgment sampling, yaitu penarikan sampel dengan pertimbangan tertentu didasarkan pada kepentingan atau tujuan
penelitian, yaitu hanya Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada kelurahan wilayah KPP Pratama Serpong yang melakukan Validasi SSB
BPHTB tanpa mencantumkan NPWP yang berubah dengan mencantumkan NPWP, serta dampaknya terhadap jumlah pembuatan kartu NPWP, jadi disini
68
indikatornya adalah penambahanpengurangan kepatuhan dan jumlah pembuatan NPWP pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong.
C. Metode Pengumpulan Sampel dan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini menggunakan, antara lain:
1. Studi Lapangan a. Pengamatan observation, yaitu melakukan pengamatan atas objek data
dan kronologis suatu kegiatan, merekam, menghitung, serta mencatat data yang diperoleh dari Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak.
b. Wawancara interview, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan Tanya jawab yang dilakukan penulis kepada Fiskus dan
Wajib Pajak mengenai pokok persoalan yang dibahas. 2. Studi Kepustakaan
Untuk dapat memperoleh landasan konsep yang kuat agar dapat memecahkan permasalahan, maka penulis melakukan tinjauan
kepustakaan dengan membaca literatur yang ada, yang berhubungan dengan topik penelitian.
D. Metode Analisis
Metode analisis
data yang
dilakukan dimulai
dengan menyederhanakan dan mengelompokan data yang diperoleh agar tujuan
pengujian kepatuhan ini dapat dianalisis lebih mudah. Data yang diperoleh
69
dikelompokan per kelurahan menjadi data pengujian kepatuhan menggunakan data berupa berkas SSB yang tertahan dan tanggal validasi
SSB BPHTB atas transaksi SSB diatas 60.000.000, serta jumlah pembuatan NPWP dari jumlah Wajib PajakPengusaha Kena Pajak yang terdaftar pada
masing-masing kelurahan yang melakukan validasi dengan menetapkan kriteria patuh atau tidak patuh.
Metode analisis data yang dilakukan menggunakan pengujian data statistik non-parametrik yaitu pengujian statistik dengan kondisi penelitian
tertentu berdasarkan informasi dan sampel. Uji hipotesis diolah dan dianalisis dengan bantuan komputer paket program SPSS V.12 Singgih Santoso:2001.
Metode statistik non-parametrik yang akan digunakan dalam pengujian dan sampel berpasangan ini adalah:
1. Metode Path Analysis
Analysis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel
eksogen terhadap variabel endogen Metode ini digunakan untuk pengujian kepatuhan Wajib pajak atau Pengusaha Kena Pajak PKP, dan data yang
diperoleh bertipe nominal, Riduwan, 2007: 2. Langkah-langkahnya adalah: a. Merumuskan hipotesis dan persamaan struktural
Struktur: Y =
ρ
x
1
y X
1
+
ρ
x
2
y X
2
+
ρ
yE
1
Struktur
:
Z =
ρ
x
1
z X
1
+
ρ
x
2
z X
2
+
ρ
yz Y +
ρ
zE
2
b. Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi
70
a. Gambarkan diagram jalur lengkap, tentukan sub-sub strukturnya dan
rumuskan persamaan strukturalnya yang sesuai hipotesis yang diajukan.
Hipotesis: naik turunnya variabel endogen Y dipengaruhi secara signifikan oleh variabel eksogen X1 dan X2.
a. Menghitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan.
Hitung koefsien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan: Persamaan regresi ganda : Y = a + b1X1 +b1X2+E1
c. Menghitung Koefisien jalur secara simultan keseluruhan perhitungan dilakukan dengan memasukan data yang siap diolah kedalam
SPSS dan hasilnya akan didapatkan pengujian secara simultan keseluruhan, dan pengujian secara individu.
Uji secara keseluruhan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut. Ha:
ρ
x
1
y =
ρ
x
2
y =………=
ρ
x
1k
≠ 0 Ho:
ρ
x
1
y =
ρ
x
2
y =………=
ρ
x
1k
= 0 Kaidah pengujian signifikansi: Program SPSS
a. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai
probabilitas Sig atau 0,05 Sig, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
b. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai
probabilitas Sig atau 0,05Sig, maka Ho ditolak Ha diterima, artinya signifikan.
71
d. Menghitung koefisien jalur secara individu Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan menjadi hipotesis statistik
berkut: Ha :
ρ
x
1
y 0 Ho :
ρ
x
1
y = 0 e. Menguji kesesuian antar model
f. Merangkum dalam tabel
E. Operasional Variabel
Opersional variabel penelitian merupakan pendefinisian variabel yang digunakan dalam peneltian ini.
Operasional variabel yang digunakan adalah sebagi berikut: 1
Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan SSB adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan
Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan. Validasi Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
SSB adalah proses pemeriksaan SSB BPHTB beserta lampirannya mengenai apakah perhitungan, pembayaran, pelaporan, dan berkas SSB
BPHTB sudah dilakukan secara benar dan lengkap, kemudian pejabat
72
yang terkait akan menandatangani dan memberikan nomor pada lembar SSB.
2 Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
wajib pajak, oleh karena itu kepada setiap wajib pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Pencantuman NPWP adalah proses
pemberian nomor dalam administrsi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak, dan juga
dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam membayar pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
3 Peraturan Dirjen Pajak No.35 adalah Peraturan tentang Kewajiban Pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka Pengalihan Hak atas
Tanah danatau Bangunan dengan ini, peraturan ini secara tidak
langsung menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan untuk
pengawasan kelengkapan administrasi perpajakan.
4 e-Registration adalah Layanan yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak agar wajib pajak dapat mendaftar NPWP beserta lampirannya
secara elektronik on-line dan real time melalui aplikasi penerimaan pendaftaran berbasis Web.
5 Kepatuhan Wajib Pajak WP adalah kepatuhan Wajib Pajak BPHTB yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong dalam
validasi SSB mencantumkan NPWP atau sifat patuh atau ketaatan dalam melaksankan kewajiban perpajakan.
73
6 Dampak kebijakan Peraturan Dirjen Pajak No.35 dan e-Registration Sasaran Reformasi administrasi perpajakan yang tertuang dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35 dan e-Registration adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, seperti yang dinyatakan
oleh Toshiyuki 2001:42 bahwa target akhir administrasi perpajakan adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Untuk itu penulis
melakukan penelitian dalam rangka ingin mengetahui, apakah dengan adanya Peraturan Dirjen Pajak No.35 dan e-Regitration jumlah wajib
pajak yang membuat kartu NPWP meningkat, atau sebaliknya, serta kepatuhan dalam menggunakan NPWP dalam setiap aktifitas
administrasi perpajakan.
74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A . Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong
1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong
Seiring dengan Visi Misi Direktorat Jendaral Pajak, peranan pelayanan sangat penting terutama kepada masyarakat wajib pajak,
sebagaimana diketahui bahwa objek Pajak Bumi dan Bangunan PBB dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB meliputi
semua lapisan masyarakat, sehingga secara nasional mempunyai nilai strategis dan mencerminkan kegotong royongan seluruh unsur masyrakat
dalam pembiayaan pembangunan. Pada awalnya KPP Pratama Serpong hanya melayani kegiatan yang tidak terkait dengan Pajak Bumi dan
Bangunan, namun karena adanya tuntutan permintaan dari masyarakat, dan untuk mencapai target pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan di
wilayah Tangerang khususnya, maka di bukalah Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Pratama Serpong.
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan bertugas melaksanakan kegiatan operasional Direktorat Jenderal Pajak di bidang
Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam daerah wewenangnya berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan
oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam melaksanakan tugasnya, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan menyelenggarakan fungsinya antara
75
lain mengolah data Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong
Visi dan Misi yang terdapat pada KPP Pratama Serpong guna mencapai target Penerimaan Pajak:
• Visi KPP Pratama Serpong Menjadi Model Pelayanan Prima yang mendorong kepatuhan
masyarakat Wajib Pajak yang akan menciptakan keberhasilan dalam menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak.
• Misi Fiskal KPP Pratama Serpong Mengamankan rencana penerimaan pajak dengan Efektifitas
dan Efesiensi Tinggi di Wilayah Serpong. • Misi Kelembagaan KPP Pratama Serpong
Meningkatkan kinerja berkelanjutan dalam rangka Teknokrasi Perpajakan dan Optimalisasi Pelayanan Publik.
KPP Pratama Serpong Berlokasi di JL Raya Serpong Sektor VIII Blok 405 No.4 BSD-Tangerang, pada awalnya KPP Pratama Serpong,
wilayah kerjanya mencangkup 8 wilayah kecamatan, namun untuk mengefisienkan dan mengefektifitaskan kinerja pelayanan maka sejak
setahun yang lalu, wilayah kerja KPP Pratama Serpong khususunya Pelayanan PBB, hanya mencangkup 4 kecamatan, sedangkan 4 kecamatan
lain dipecah wilayah kerjanya ke KPP Tiga Raksa.
76
3. Strukutur Organisasi dan Tata Kerja
Organisasi suatu kantor pelayanan pajak bertujuan agar dalam pelaksakan tugas lebih tertib dan berdaya guna serta dapat diadakan
evaluasi secara objektif terhadap setiap pelaksanaan. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Pratama Serpong
berada di bawah Kantor Wilayah DJP Banten dipimpin oleh kepala kantor dan mempunyai susunan oragnisasi yang terdiri dari:
a. Sub Bagian Umum, yang dibagi lagi menjadi korlak Tata Usaha dan
Kepegawaian, Korlak Keuangan, dan Korlak Rumah Tangga, Tugasnya adalah mempersiapkan sarana dan prasarana operasional:
menyesuaikan tata letak ruang kantor guna mendukung suasana kerja pegawai dan pelayanan kepada Wajib Pajak menempatkan SDM
optimal sesuai dengan lingkup pekerjaannya, didukung teknologi informasi yang handal.
b. Seksi Pendataan dan Penilaian, yang dibagi lagi menjadi koordinator
Pelaksanan Korlak Klasisfikasi, Korlak Pemutakhiran Data dan Korlak Monografi, tugasnya meningkatkan penguasaan objek atau
subjek PBB dan BPHTB sebagai Implementasi Knowing your taxpayer melalui pembentukan basis data informasi objek dala rangka
mendukung Smart Map, berkoordinasi dengan pihak terkait BPN, Pemda, Telkom, PLN guna tukar informasi penunjang, target
penyelesian pembaharuan data objek pajak dalam kurun kurang 3 tahun; secara aktif melakukan pemutakhiran data guna menunjang
77
peningkatan pokok ketetapan PBB didukung data monografi yang memadai; melaksanakan penilaian baik secara massal maupun
individual guna penerapan NJOP yang mendekati harga pasar.
c. Seksi Pengolahan Data dan Informasi, yang dibagi lagi menjadi
Korlak Pengolahan Data, Korlak Dukungan Komputer dan Korlak Pelayanan Terpadu. Tugasnya menyelasaikan proses pegolahan data
atau updating dengan segera guna memperoleh hasil keluaran atau data yang sesuai dengan seharusnya, melakukan pemeliharaan basis data
dan Teknologi informasi secara berkesinambungan guna mendukung atau menjaga kelancaran tugas.
d. Seksi Penetapan, yang dibagi lagi menjadi Korlak Penetapan
Pedesaan dan Perkotaan, Korlak Identifikasi dan Ekstensifikasi, tugasnya adalah menetapkan Penetapan PBB secara akurat;
menyerahkan SPPT dengan segera pada awal tahun pajak, sehingga wajib pajak dapat segera memenuhi kewajibannya.
e. Seksi Penerimaan, yang dibagi lagi menjadi Korlak TUP dan
Restitusi, Korlak Pemantauan dan Pembagian Hasil. Tugasnya adalah mengupayakan secara intensif pengamanan penerimaan sehingga
terlealisasi secara maksimal dan melebihi target, melalui kegiatan operasi jemput bola dan konfirmasi pembayaran kesetiap TP dan Bank
Persepsi, sehingga diharapkan penerimaan dapat terlealisasi sebelum lewat jatuh tempo pembayarannya.
78