Analisis pengaruh penerapan peraturan Dirjen Pajak No.35 tahun 2004, e-Registration terhadap kepatuhan wajib pajak mencantumkan NPWP dalam melakukan validasi SSB (BPHTB) serta dampaknya terhadap pembuatan kartu NPWP (studi kasus KPP Pratama Serpong)

(1)

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PERATURAN DIRJEN

PAJAK NO.35 TAHUN 2004, e-Registration TERHADAP

KEPATUHAN WAJIB PAJAK MENCANTUMKAN NPWP DALAM

MELAKUKAN VALIDASI SSB (BPHTB) SERTA DAMPAKNYA

TERHADAP PEMBUATAN KARTU NPWP

(Studi Kasus KPP Pratama Serpong)

Disusun oleh: LERY MUNADJAT 105082002668

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PERATURAN DIRJEN

PAJAK NO 35 TAHUN 2004, e-Registration TERHADAP

KEPATUHAN WAJIB PAJAK MENCANTUMKAN NPWP DALAM

MELAKUKAN VALIDASI SSB (BPHTB) SERTA DAMPAKNYA

TERHADAP PEMBUATAN KARTU NPWP

(Studi Kasus KPP Pratama Serpong)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

LERY MUNADJAT 105082002668

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yahya Hamja, MM Rini, SE, Ak, M.Si NIP. 197603152005012002

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Hari ini Jumat Tanggal 5 Bulan Maret Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Lery Munadjat Nim: 105082002668 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PERATURAN DIRJEN PAJAK NO 35 TAHUN 2004, e-Registration TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK MENCANTUMKAN NPWP DALAM MELAKUKAN VALIDASI SSB (BPHTB) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PEMBUATAN KARTU NPWP” (Studi Kasus KPP Pratama Serpong). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 5 Maret 2010

Tim Penguji Ujian Skripsi

Dr. Yahya Hamja, MM Rini, SE., Ak., M.Si Ketua Sekretaris

Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si

Penguji Ahli I Penguji Ahli II


(4)

Hari ini Jumat Tanggal 2 Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Lery Munadjat Nim: 105082002668 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PERATURAN DIRJEN PAJAK NO 35 TAHUN 2004, e-Registration TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK MENCANTUMKAN NPWP DALAM MELAKUKAN VALIDASI SSB (BPHTB) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PEMBUATAN KARTU NPWP” (Studi Kasus KPP Pratama Serpong). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 2 Oktober 2009

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Amilin, SE, Ak, M.Si Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Penguji Ahli


(5)

(6)

ABSTRACT

The object of research is to analyze the influence of general Directorates tax regulation’s no 35 before and after the arranging. And the e-registration program about pursuance tax obligation to put NPWP at SSB validation, along with the impact of making the NPWP card. This research shows that there is a close relationship between the general directorates of tax regulation’s number 35, e- registration with the pursuance tax obligation to put NPWP on making SSB validation have the impact to NPWP’s card makings, the general directorates of tax regulation’s number 35 give instruction to tax obligation to put NPWP at making SSB validation. With e-registration, the NPWP registration can be made anytime, anywhere ( 24 hours a day, 7 days a week), send with the internet facility through ASP company, with the result of the general directorates of tax regulation’s number 35 and e-registration at the second hand made the tax obligation put the NPWP when making the SSB validation and have the impact of the number of NPWP’s card maker.

Based on the number of sample at KPP Pratama Serpong, consist of 50 tax obligation which representative from 50 district one that enrolled at the KPP Pratama serpong acquiring a result which give influence after the general directorates of

tax regulation’s number 35 and e-registration assembling for tax obligation to put NPWP pursuance on making SSB Validation over 99.8% and anova table obtain the F Value around 11738.186 with probability value (sig)=0.000 significant rate at 5%, where as the influence of general directorates of tax regulation’s number 35, e- registration with the pursuance of tax obligation to put NPWP on making SSB validation to NPWP’s card maker around 80% and anova table obtain the F value is 61.374 with probability value (sig)=0.000 significant rate at 5%.

Keyword : SSB Validation, general directorates of tax regulation’s number 35, e-Registration, pursuance tax obligation, impact of making the NPWP card.


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Lery Munadjat

Tempat/Tgl.lahir : Sukabumi 09 Mei 1986

Agama : Islam

Telp : 08561994080

Alamat : Jln. Ceremai III Blok 1 No.7 Perum Suradita Cisauk- Tangerang

PENDIDIKAN FORMAL

SDN 10 Petang Bintaro : 1992 - 1998

SLTP N 177 Jakarta Selatan : 1998 – 2001 SMAN 86 Jakarta Selatan : 2001 – 2004

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2005 – 2010

PENDIDIKAN NON FORMAL

Kursus Komputer : 2003-2004

Bimbingan Belajar di Nurul Fikri : 2003-2004 Brevet A dan B Pajak di Patra Mandiri : 2009 Kursus Komputer Akuntansi Patra Mandiri : 2009

PENGALAMAN ORGANISASI

Anggota Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMU 86 Jakarta Selatan : 2003-2004 Anggota Remaja Masjid Al-Mujahidin Bintaro : 2004-2005 Anggota Ikatan Remaja Masjid Al-Ikhlas (IRMAS) Perum Suradita : 2006-2007

PENGALAMAN KERJA

Magang di KPP Pratama Serpong : 2008-2009


(8)

ABSTRACT

The object of research is to analyze the influence of general Directorates tax regulation’s No.35 before and after the arranging and the e-Registration program about pursuance tax obligation to put NPWP at SSB validation, along with the impact of making the NPWP card. This research shows that there is a close relationship between the general directorates of tax regulation’s number 35, e- Registration with the pursuance tax obligation to put NPWP on making SSB validation have the impact to NPWP’s card makings, the general directorates of tax regulation’s number 35 give instruction to tax obligation to put NPWP at making SSB validation. With e-Registration, the NPWP registration can be made anytime, anywhere (24 hours a day, 7 days a week), send with the internet facility through ASP company, with the result of the general directorates of tax regulation’s number 35 and e-Registration at the second hand made the tax obligation put the NPWP when making the SSB validation, and have the impact of

the number of NPWP’s card maker.

Based on the number of sample at KPP Pratama Serpong consist of 50 tax obligation which representative from 50 district one that enrolled at the KPP Pratama serpong acquiring a result which give influence after the general directorates of tax regulation’s No.35 and e-Registration assembling for tax obligation to put NPWP pursuance on making SSB Validation over 99.8% and anova table obtain the F Value around 11738.186 with probability value (sig)=0.000 significant rate at 5%, where as the influence of general directorates of tax regulation’s No.35, e- Registration with the pursuance of tax obligation to put NPWP on making SSB validation to NPWP’s card maker around 80% and anova table obtain the F value is 61.374 with probability value (sig)=0.000 significant rate at 5%.

Keyword: SSB Validation, general directorates of tax regulation’s No.35, e-Registration, pursuance tax obligation, impact of making the NPWP card.


(9)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh sebelum dan sesudah adanya penerapan peraturan Dirjen Pajak No.35 dan Program e-Registration terhadap kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam melakukan Validasi SSB, serta dampaknya terhadap pembuatan kartu NPWP. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara peraturan Dirjen Pajak No.35, e-Registration dengan kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam melakukan Validasi SSB dan berdampak terhadap pembuatan kartu NPWP. Peraturan Dirjen Pajak No.35 mengintruksikan kepada Wajib Pajak untuk mencantumkan NPWP dalam melakukan validasi SSB. Dengan e-Registration pendaftaran NPWP dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja (24 jam x 7 hari), dikirim dengan fasilitas internet melalui perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), sehingga dengan adanya peraturan Dirjen Pajak No.35 dan e-Registration secara tidak langsung membuat Wajib Pajak mencantumkan NPWP saat melakukan Validasi SSB, dan berdampak pada jumlah pembuatan kartu NPWP.

Berdasarkan jumlah sampel pada KPP Pratama Serpong yang terdiri dari 50 Wajib Pajak yang terwakili dari 50 kelurahan yang terdaftar pada KPP Pratama Serpong diperoleh hasil bahwa pengaruh sesudah adanya penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35 dan e-Registration terhadap kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam melakukan Validasi SSB sekitar 99,8% dan tabel Anova diperoleh nilai F sebesar 11738.186 dengan nilai probabilitas (sig) = 0.000 pada tingkat signifikansi 5%. Sedangkan pengaruh diterapkannya peraturan Dirjen Pajak No.35, e-Registration dan kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam melakukan Validsi SSB terhadap pembuatan kartu NPWP sekitar 80% dan tabel Anova diperoleh nilai F sebesar 61.374 dengan nilai probabilitas (sig) = 0.000 pada tingkat signifikansi 5%.

Kata kunci: Validasi SSB, Peraturan Dirjen Pajak No.35, e-Registration, kepatuhan Wajib Pajak, dampak terhadap pembuatan kartu NPWP.


(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan nama Allah yang maha rahman dan rahim, segala puji dan syukur hanya bagi-Nya yang menjadi hari akhir, pengayom alam semesta, sumber ilmu pengetahuan, Sang Maha Cahaya, Pilar nalar kebenaran dan kebaikan yang terindah yang telah melimpahkan rahmat dan karunia yang tak terhingga, sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membawa cahaya kebenaran, yang diutus sebagai rahmatan lilalamin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

“Terima kasihku untuk Ayah dan Mama tercinta yang memiliki peran yang sangat penting dan tidak terhingga, yang telah membesarkan dan mendidik penulis untuk TETAP SEMANGAT & KUAT dalam menjalani hidup, atas doa tulus ikhlas, motivasi dan kasih sayang yang tak pernah padam, menjadikan semangat dan hamparan ruhul hayat yang tak pernah ternilai, kiranya ucapan terima kasih ini tidaklah cukup untuk mendeskripsikan wujud penghargaan penulis”.

Serta Ucapan terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM. Selaku dosen pembimbing I dan selaku staf pengajar yang ditengah kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberi pengarahan serta motivasi dalam penulisan skripsi ini.

2. Ibu Rini, SE, Ak, M.Si. selaku dosen pembimbing II, yang ditengah kesibukannya pula telah meluangkan waktu serta pengarahan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.


(11)

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si. selaku Ketua Jurusan Akuntansi dan Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Akuntansi FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Segenap Bapak/Ibu dosen FEIS yang telah memberikan ilmu yang tak ternilai hingga penulis menyelesaikan studi di FEIS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Segenap Staff akademik dan perpustakaan FEIS UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Mas Handoko, Mas Apit dan Mas Renaldi bagian Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan yang telah mengizinkan penulis mengambil data penelitian skripsi ini.

8. Ibu Diana, Pak Darmono, Mas Benk2x, Mas Eko, Mba Astri, Pak Prianto, pak Dita atas kebaikannya dan telah memberikan data yang penulis butuhkan. 9. Pak Yayan, Bang Yogi, Bapak Wijaya, Ibu Ratna, Teteh Icha yang dianggap

penulis sudah menjadi bagian keluarga, yang memberikan banyak pengetahuan dan perhatiannya kepada penulis.

10.Friend Akuntansi B angkatan 2005, Mardian, Arif Rahman, Arif Fahruri, Hario, Erawan, Syarif, Riza, Riki, Lisda, Made, Dinda, Dara, Devi, Vivi, Ita, Upi, Epi, Unun, Indah PW.

11.Friend Akuntansi Pajak, Fajar , Malik, Samsul, Fikri, Ari, Hadi, Fauzi, Ara, Dara, Sarah, Evi.

12.Pihak-pihak yang mempunyai peran yang “signifikan” bagi penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena adanya batas ruang.


(12)

Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, baik dari tingkat keilmuan dan fasilitas lainnya, kegiatan serta skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, meskipun demikian penulis telah berusaha dengan sekuat kemampuan untuk menyajikan yang terbaik penyajian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, serta tidak lupa penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif sebagai penyempurnaan skripsi ini.

Wa’alaikumussalam Wr.Wb.

Tangerang, Januari 2010 Penulis

Lery Munadjat


(13)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul

Lembar Pengesahan Dosen

Lembar Pengesahan Komprehensif

Daftar Riwayat Hidup ... i

Abstract ... ii

Abstrak ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak ... 11

B. Konsep Dasar BPHTB ... 14

C. Penyampain dan Validasi SSB ... 27

D. NPWP dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ... 35

E. e-Registration ... 45

F. Peraturan Dirjen Pajak No.35 ... 51

G. Kepatuhan Wajib Pajak ... 53

H. Pembuatan Kartu NPWP ... 55

I. Model Penelitian dan Hipotesis ... 58

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 67

B. Metode Penentuan Sampel ... 68

C. Metode Pengumpulan Sampel dan Data ... 69


(14)

D. Metode Analisis ... 69

E. Operasional Variabel ... 72

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum KPP Pratama Serpong ... 75

1. Sejarah KPP Pratama Serpong ... 75

2. Visi dan Misi KPP Pratama Serpong ... 76

B. Hasil dan Pembahasan ... 84

1. Analisis Kualitatif ... 84

2. Analisis Kuantitatif ... 87

BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 110

B. Implilkasi ... 112

C. Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

LAMPIRAN ... 117

DAFTAR TABEL


(15)

Nomor Keterangan Halaman 4.1 Data pegawai KPP Pratama Serpong 79

4.2 Wilayah kerja KPP Pratama Serpong 81

4.3 Sampel Penelitian 89

4.4 Hasil Uji koefesien Determinasi (I) 93

4.5 Hasil Uji Statistik t 95

4.6 Hasil Uji Anova 97

4.7 Koefisien Jalur 99

4.8 Hasil Uji koefesien Determinasi (II) 100

4.9 Hasil Uji Statistik t 103

4.10 Hasil Uji Anova 105

4.11 Koefisien Jalur 108

DAFTAR GAMBAR


(16)

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Pendaftaran NPWP Secara Manual 39

2.2 Pendaftaran NPWP Secara Elektronik 42

2.3 Path Analisis 60

2.4 Hubungan Struktur XI dan X2 Terhadap Y 63 4.1 Hubungan Struktur XI dan X2 Terhadap Y 92 4.2 Hubungan Kausal XI dan X2 Terhadap Y 98 4.3 Hubungan XI, X2 dan Y Terhadap Z 100 4.4 Hubungan Kausal XI, X2 dan Y Terhadap Z 106

DAFTAR LAMPIRAN


(17)

xi

Nomor Keterangan Halaman

1 Struktur Organisasi KPP Pratama Serpong 117 2 Olah Data KPP Pratama Serpong 118

3 Olah Data (SPSS 12,0 for windows) 119

4 Olah Data SPSS Path Analysis 122 5 Login ke Website Layanan e-Registration 124

6 Surat Keterangan Terdaftar Sementara 128 7 Contoh NPWP dan Tanda Terima 130


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kebijakan keuangan baik kebijakan fiskal maupun moneter serta kebijaksanaan lainnya yang dilaksanakan sekarang ini senantiasa mengacu pada Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN ini merupakan strategi dasar pembangunan nasional jangka panjang. Dalam GBHN tahun 1993 telah digariskan bahwa dana untuk pembiayaan pembangunan nasional terutama didapat dari sumber kemampuan sendiri.

Peningkatan kemampuan dalam negeri akan mempercepat laju pembangunan serta memperbaiki struktur pembiayaan dari luar negeri. Sebagaimana kita telah ketahui bahwa alternatif peminjaman dari luar negeri sudah tidak efektif lagi di mata masyarakat karena ternyata sangat membebani pengeluaran negara pada masa-masa berikutnya. Oleh karena itu, peranan penerimaan dalam negeri akan terus ditingkatkan seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara, terutama penerimaan dari non migas yang sebagian besar akan ditingkatkan melalui penerimaan dari sektor pajak.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak salah satunya adalah melalui reformasi kebijakan perpajakan, hal ini sudah dilakukan sejak

tahun 1983 dengan perubahan sistem perpajakan dari sistem ”official

assessment” menjadi sistem ”self assessment”. Perubahan sistem perpajakan ini selanjutnya diikuti dengan penyempurnaan administrasi perpajakan melalui perubahan struktur organisasi (kebijakan prosedur/penerapan peraturan


(19)

strategis), prosedur organisasi (penyederhanaan prosedur, akses mempercepat pelayanan melalui komputerisasi), starategi organisasi dan budaya organisasi.

Sasaran administrasi perpajakan sebenarnya adalah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, seperti yang dinyatakan oleh Toshiyuki (2001:42) bahwa target akhir administrasi perpajakan adalah untuk meningkatkan

kepatuhan wajib pajak. Pendapat tersebut didukung oleh Summers et al.

(2002:45), bahwa dalam sistem ”self assessment”, aktivitas utama

admininistrasi perpajakan adalah untuk mengawasi kepatuhan dan meyakinkan bahwa wajib pajak menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal yang sama diungkapkan oleh Bird dan Jantscher (2003:1), bahwa terdapat hubungan administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak, sehingga administrasi perpajakan yang baik adalah administrasi yang dapat memperkecil angka ketidakpatuhan, bukan hanya dilihat dari aspek peningkatan penerimaan saja.

Bird dan Jantsher (2003:3-4) menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman negara-negara berkembang ada tiga muatan pokok yang dibutuhkan untuk keberhasilan reformasi administrasi perpajakan, yaitu: (a) struktur pajak perlu disederhanakan untuk kemudahan, kepatuhan dan administrasi: (b) strategis reformasi yang cocok untuk kondisi khusus masing-masing negara harus dikembangkan; dan (c) ada komitmen politik yang kuat terhadap peningkatan adminstrasi perpajakan. Jadi penerimaan pajak bukan merupakan ukuran yang tepat atas efektifitas administrasi perpajakan dan pengukuran yang lebih akurat adalah besarnya jurang kepatuhan, yaitu selisih


(20)

antara penerimaan pajak yang sesungguhnya dan yang potensial dan bagaimana tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan.

Pajak negara yang dikenakan sampai saat ini masih berlaku dan memberi masukan yang cukup besar bagi pendapatan negara, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea materai, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sesuai dengan pasal 33 ayat 3 Undang- undang Dasar 1945, bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang menguntungkan. Disamping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya, oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah Bea Perolehak Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Berbeda dengan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tidak dikenakan terhadap objek fisik properti, tetapi dikenakan terhadap perolehan hak atas properti ( tanah dan atau bangunan).

Dilihat dari sistem self assessment, Surat Setoran BPHTB (SSB)

berfungsi sebagai media pertanggung jawaban wajib pajak didalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Dalam hal ini wajib pajak diberi


(21)

kebebasan untuk menghitung sendiri pajak yang terhutang dengan cara mengambil, mengisi, menyetor pajak yang harus dibayar dan melakukan Validasi SSB dengan melengkapi syarat-syarat administrasi perpajakan (wajib mencantumkan NPWP atas tranksaksi diatas 60.000.000,00). Bertitik tolak

dari sistem self assessment di atas, salah satu tolak ukur untuk mengetahui

perilaku wajib pajak adalah tingkat kepatuhannya melaksanakan kewajiban perpajakan dan administrasi perpajakan dengan mencantumkan NPWP pada saat Validasi SSB (BPHTB), serta melakukan Validasi SSB (BPHTB) setelah menghitung dan membayarkan pajak yang terhutang, semakin tinggi partisipasi wajib pajak memenuhi persyaratan administrasi perpajakan (mencantumkan NPWP atas tranksaksi diatas 60.000.000,00), diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya.

Selama ini wajib pajak melakukan pendaftaran NPWP secara manual. Namun, belakangan ini cara tersebut dianggap menyulitkan wajib pajak, salah satu cara yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas yaitu melakukan penerapan teknologi

informasi dalam proses pelayanan pajak. Ditjen Pajak meluncurkan Produk

e-Registration atau electronic Registration system, yaitu pendaftran NPWP

secara elektronik yang dilakukan melalui sistem online yang rel time. Adanya

fasilitas ini, wajib pajak akan mendaptkan kemudahan antara lain pendaftran

NPWP melalui media yang terhubung secara online sehingga wajib pajak

tidak perlu lagi melakukan serangkaian prosedur manual seperti yang selama


(22)

ini dilakukan (News Indo Pos: 2008 dalam http:// www. Pajak2000.com/news

_print.php?id=22).

Melatarbelakangi pendaftran NPWP secara online, Ditjen pajak menjadikan pendaftaran wajib pajak sebagai yang pertama yang menggunakan

implementasi sistem e-Registration dikarenakan untuk meningkatkan

efisiensi/memangkas birokrasi yang berbelit sehingga apabila e-Registration

ini berhasil diterapkan dalam pendaftaran NPWP yang digunakan sebagai alat administrasi perpajakan, maka prosedur yang lain pun di harapkan bisa

diterapkan sistem e-Registration.

Menurut Hadi Purnomo (2005:2), alasan kuat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan inovasi layanan di bidang administrasi perpajakan, yaitu:

a. Untuk Mengantisipasi Perkembangan Teknologi Informasi

Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan layanan administrasi secara manual yang ada selama ini sudah tidak efisien, tidak menghemat waktu dan cenderung birokratis. Ditjen Pajak memandang perlunya sebuah alternatif baru untuk mengantisipasi perkembangan teknologi informasi.

b. Untuk Meningkatkan Mutu Layanan Kepada Masyarakat

Pajak merupakan kewajiban kenegaraan dengan sejumlah sanksi hukum didalamnya maka layanan prima kepada masyarakat sudah menjadi keharusan. Jika layanan buruk terdapat lembaga publik. Maka konsekuensi yang ditimbulkan akan luas.


(23)

c. Untuk meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

Dengan adanya kemudahan dalam pendaftaran, pembayaran serta pelaporan pajak maka hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya.

d. Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak Bagi Negara

Dengan adanya inovasi baru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), diharapkan dapat menimbulkan kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.

Penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Peraturan Dirjen Pajak

No.35, e-Registration terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan

NPWP dalam Validasi SSB, serta dampaknya Terhadap Pembuatan Kartu

NPWP belum banyak dilakukan, dikarenakan Peraturan dan program

e-Registration tersebut masih tergolong baru di kalangan Wajib Pajak, ketentuannya mulai berlaku sejak 7 Desember 2004 pendaftaran NPWP

dilakukan melaui internet (e-registration) berdasarkan KEP-173/PJ./2004

tanggal 29 Nopember 2004. Penelitian sebelumnya, dilakukan oleh Riyadul Zanah (2005) mengenai analisis realisasi anggaran BPHTB dan Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Tangerang Dua. Penelitian tersebut berkisar untuk mengetahui realisasi penerimaan BPHTB dan kepatuhan penggunaan NPWP di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Tangerang Dua. Penelitian yang dilakukan oleh Riyadul Zanah tersebut tergolong dalam bentuk penelitian deskriptif analisis, karena hanya membahas data realisasi penerimaan BPHTB dan penggunaan NPWP.


(24)

Penelitan lainnya dilakukan oleh Tri Juwita (2006) yang coba menganalisis penerapan teknologi informasi dalam proses pelayanan

perpajakan di Indonesia dengan mengimplementasikan metode e-Registration

terhadap kepatuhan wajib pajak mencantumkan NPWP. Pada dasarnya penelitian yang dilakukan Tri juwita hampir sama dengan yang dilakukan Riyadul Zanah, keduanya sama-sama menjelaskan pada kepatuhan wajib pajak menggunakan NPWP dalam setiap administrasi perpajakan.

Paparan di atas membuat penulis tertarik untuk mengembangkan penelitian yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian lebih menekankan pada penerapan peraturan Dirjen Pajak dan membandingkan

antara sebelum dan sesudah digunakannya program e-Registration dalam

pencantuman NPWP saat validasi yang dikaitkan kepada Kepatuhan Wajib Pajak, sekaligus ingin mengetahui dampak efektifitas dari penerapan

Peraturan DJP No.35 Tahun 2004 dan e-Registration terhadap jumlah

pembuatan kartu NPWP, petugas bagian validasi BPHTB pada Kantor Pelayanan Pajak menyatakan dengan adanya ketetapan penggunaan NPWP atas tranksaksi SSB BPHTB di atas Rp 60.000.000,00 tentu akan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak terutama dalam validasi BPHTB, karena wajib pajak terlebih dahulu harus membuat NPWP, sementara itu di sisi lain sekarang pendaftaran dan pembuatan NPWP di buat semudah mungkin, sejauh ini besarnya pengaruh penerapan peraturan Dirjen Pajak

No.35 dan e-Regisration terhadap kepatuhan wajib pajak belum dapat

diketahui secara pasti.


(25)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba menelitinya

dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Analisis Pengaruh Penerapan

Peraturan Dirjen Pajak No 35 Tahun 2004, e-Registration Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP Dalam Melakukan Validasi SSB (BPHTB), Serta Dampaknya Terhadap Pembuatan Kartu NPWP ( Studi kasus KPP Pratama Serpong)”.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, maka hal-hal yang dibahas adalah sebagai berikut:

1. Apakah Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun 2004 dan e-Registration

berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB (BPHTB).

2. Apakah Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun 2004, e-Registration dan

kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB (BPHTB) berpengaruh terhadap Pembutan katu NPWP.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan apakah terdapat pengaruh

yang signifikan setelah adanya Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun


(26)

2004 dan e-Registration terhadap Kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan NPWP dalam Validasi SSB (BPHTB).

b. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan apakah terdapat pengaruh

yang signifikan setelah adanya Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun

2004, e-Registration dan kepatuhan Wajib Pajak mencantumkan

NPWP dalam Validasi SSB (BPHTB) terhadap pembuatan kartu NPWP.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:

a. Bagi Penulis

Dengan adanya penelitian ini penulis dapat mengetahui telah diterapkannya Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun 2004 dan

program e-Registration yang merupakan wujud dari reformasi

peraturan dan modernisasi perpajakan yang digunakan dalam

pemenuhan kewajiban perpajakan secara online dalam usaha

penertiban administrasi perpajakan.

b. Bagi Direktorat Jendaral Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Memberi masukan kepada Direktorat Jendaral Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tentang seberapa maksimal penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35 Tahun 2004 dan pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak dengan berbagai program yang diluncurkan dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakan bagi


(27)

wajib pajak. dalam usaha penertiban administrasi perpajakan sebagai wujud dari reformasi perpajakan.

c. Bagi Pembaca

Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bacaan untuk menambah wawasan pengetahuan dan dapat dijadikan sebagai masukan bagi penelitian lebih lanjut pada bidang perpajakan serta dalam rangka untuk pengembangan ilmu.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pajak

1. Definisi

Dalam ilmu perpajakan yang mendasari adalah peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pajak. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi Pajak, diantaranya: Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (Siti Resmi, 2007:1).

Kemudian definsi diatas disempurnakan oleh R. Santoso Brotodiharjo, (2004:5), sebagai berikut:

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiyai pengeluaran rutin dan “surplusnya”

digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama

untuk membiayai public investment”.

Definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat.

“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu. Tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum” (Siti Resmi, 2007:1).


(29)

Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani, (2006:2) “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Ciri-ciri yang melekat pada Definisi Pajak:

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang

serta aturan pelaksanaannya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah.

4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang

bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk

membiayai public investment.

2. Fungsi Pajak

Terdapat 2 fungsi pajak, diantaranya:

a. Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara)

Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin atau pengeluaran pembangunan.


(30)

b. Fungsi Regulerend (mengatur)

Artinya pajak merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, juga dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

3. Hukum Pajak

a. Hukum Pajak Material merupakan hukum yang membuat

norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa yang dikenakan pajak, berapa besarnya pajak yang dikenakan.

b. Hukum Pajak Formal memuat peraturan mengenai cara

merealisasikan hukum pajak material menjadi suatu kenyataan.

4. Jenis Pajak

Tiga macam pengelompokan pajak berdasarkan jenisnya:

a. Menurut Golongannya

Pajak Langsung merupakan pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak boleh dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain. Pajak Tidak Langsung merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan pada pihak ketiga.

b. Menurut Sifatnya

Pajak Subjektif adalah merupakan pajak yang pengenaannya didasarkan memperhatikan pada keadaan subjeknya. Pajak Objektif merupakan pajak yang pengenaannya memfokuskan pada objeknya


(31)

baik berupa benda, keadaan perbuatan atau peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak bagi wajib pajak tanpa memperhatikan subjeknya.

c. Menurut Lembaga Pemungutannya

Pajak Negara merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Pajak Daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II.

B. Konsep Dasar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

1. Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

a. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.

b.Perolehan hak atas tanah atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa

hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

c.Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak

pengolahan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


(32)

Pelaksanaan BPHTB melibatkan para pejabat terkait; antara lain: PPAT/Notaris, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kantor Lelang (BUPLN), KPPBB (Dit Jen Pajak), dan Instansi terkait lainnya.

2. Dasar Hukum

Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah undang –undang Nomor 21 tahun 1997, yang berlaku mulai tanggal 1 januari 1998, Undang-undang ini menggantikan Organisasi Bea Balik Nama Staatsbald 1924 nomor 291, dan telah disempurnakan kembali menjadi UU No. 20 tahun 2007.

Peraturan pelaksana izinnya yang mendukung realisasi Undang-Undang ini antara lain:

a. Peraturan Pemerintah RI No. 113 Tahun 2000 tentang penentuan

Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak BPHTB.

b. Keputusan Menteri Keungan RI No.516/KMK.04/2000 tentang Tata

Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB.

c. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 517/KMK.04/2000 tentang

Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran BPHTB.

d. Keputusan Direktorat Jendral Pajak No. KEP-21/PJ.6/1997 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran BPHTB dan Bentuk Serta Fungsi Surat Setoran BPHTB (SSB).


(33)

e. Keputusan Menteri Keuangan RI No.181/KMK.04/1999 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

f. Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP-22/PJ.6/1997 tentang

Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan BPHTB.

g. Peraturan Pemerintah No.111 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB

karena Waris dan Hibah.

h. Peraturan Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB

karena pemberian Hak Pengelolaan.

i. Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP-35/PJ.6/2006 tentang

Kewajiban Pemilikan NPWP Dalam Rangka Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan.

3. Subjek Pajak dan Objek Pajak

a. Subjek Pajak

Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak BPHTB.

b. Objek Pajak

Dalam Pasal 2 ayat (1) UU. No.20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat


(34)

(1) meliputi:

1) Pemindahan hak karena:

a. Jual beli

b. Tukar menukar

c. Hibah

d. Hibah wasiat

Adalah suatu penetapan terhadap wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.

e. Waris

f. Pemasukan dalam perseroaan atau badan hukum lainnya

Adalah pengalihan hak atas tanah dan bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroaan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.

g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

Adalah pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.

h. Penunjukan pembeli dalam lelang

Adalah penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang.


(35)

i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

j. Penggabungan usaha

Adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha baru dan melikuidasi badan usaha lainnya yang bergabung.

k. Peleburan usaha

Adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.

l. Pemekaran usaha

Adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang sama.

M. Hadiah

Adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan, yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.


(36)

2) Pemberian hak baru karena:

a. Kelanjutan pelepasan hak

Adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.

b. Diluar pelepasan hak

Adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

1) Hak milik

Adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

Hak milik hapus apabila:

a) Tanahnya jatuh pada negara

1. Karena pencabutan hak untuk kepentingan umum

2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh

pemiliknya

3. Karena ditelantarkan

4. Karena dialihkan kepada orang asing


(37)

b) Tanahnya musnah

2) Hak guna usaha

Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai laangsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku.

3) Hak guna bangunan

Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu sebagaimana yang ditentukan perundang-undangan yang berlaku.

4) Hak pakai

Adalah hak untuk menggunakan dan memungut hasil dan tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang, dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya.

5) Hak milik atas satuan rumah susun

Adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dari terpisah.

6) Hak pengelolaan

Adalah hak untuk menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya.


(38)

Dalam Pasal 3 ayat (1) UU No,29 Tahun 2000 telah disebutkan bahwa objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh:

a. Perwakilan Diplomatik dan Konsulat berdasarkan azas perwakilan

timbal balik.

b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan/atau untuk

pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.

c. Badan atau perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri, dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.

d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum

lain dengan tidak adanya perubahan nama.

e. Orang pribadi atau badan karena wakaf.

f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU No.20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Objek Pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat dan pemberian hak hak pengelolaan, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4. Tarif Pajak dan Dasar Pengenaan Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 5%. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).


(39)

Berdasarkan ketentuan dalam pasal 6 ayat 2, NPOP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan sebesar:

a. Harga tranksaksi, dalam hal: jual beli.

b. Nilai pasar objek pajak, dalam hal.

1) Tukar Menukar

2) Hibah

3) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya

4) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak

5) Peralihan hukum karena pelaksanaan putusan hakim yang

mempunyai kekuatan hukum tetap.

6) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari

pelepasan hak.

c. Harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang, dalam hal:

Penunjukan pembeli dalam lelang.

d. Nilai jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB), apabila besarnya NPOP sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c tidak diketahui atau NPOP lebih rendah dari NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan.

Berdasarkan Pasal 6 ayat (4) apabila NJOP PBB belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh menteri keuangan RI

.


(40)

5. Nilai Perolehsan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)

Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional dan dibedakan antara perolehan hak karena waris, dan hibah wasiat dengan besarnya NPOPTKP dalam hal perolehan hak karena perbuatan dan peristiwa hukum lainnya. Mengingat adanya perbedaaan tingkat perekonomian antar daerah. Maka penetapan besanya NPOTKP dapat dibedakan antar daerah satu dengan daerah lainnya sesuai dengan semangat Otonomi Daerah yang lebih memberikan kewenangan kepada Daerah/ Kabupaten/ Kota untuk mengatur sendiri rumah tangganya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.516/KMK.04/2000 tentang cara penetuan besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak BPHTB dan Pasal 7 ayat (1) UU No.20 Tahun 2000 tentang BPHTB, NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000.,- kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, temasuk suami/ istri NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak Rp 300.000.000,-.

Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.444/ WPJ.08/2002 telah ditetapkan bahwa NPOPTKP di Kantor Pelayanan Pajak Bumi Pratama Serpong sebesar Rp. 30.000.000,- atas semua tranksaksi atau pemberian hak, kecuali dalam


(41)

hak perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat, dan telah ditetapkan dalam hal perolehan hak karena waris dan hibah wasiat sebesar Rp. 150.000.000,-.

6. Menentukan Besarnya BPHTB Terutang

a. Besarnya pajak yang terutang adalah dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan objek pajak kena pajak.

BPHTB = Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak x Tarif = NPOPTKP x Tarif

= (NPOP-NPOPTKP) x 5% Contoh:

Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp. 60.000.000,- NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris atau hibah wasiat ditetapkan sebesar Rp 30.000.000,- maka besarnya pajak yang terutang yaitu:

NPOP = Rp 60.000.000,-

NPOPTKP = Rp 30.000.000,-

Maka NPOPKP = Rp 30.000.000,-

Pajak (BPHTB) terhutang:

Rp 30.000.000,- x 5% = Rp 1.500.000,-

b. Bila NPOP tidak dietahui atau lebih kecil dari dari NJOP PBB,

maka NJOP PBB dipakai sebagai dasar pengenaaan pajak BPHTB = NPOPKP x 5%

= (NJOP PBB- NPOPTKP) x 5%


(42)

Contoh:

Wajib Pajak “B” membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp. 40.000.000,- NJOP PBB tersebut yang digunakan dalam pengenaan PBB adalah sebesar Rp. 60.000.000,- dan NPOPTKP Rp 30.000.000.- maka pajak yang terutang yaitu:

NJOP PBB = Rp 60.000.000.-

NPOPTKP = Rp 30.000.000,-

Maka NPOPKP = Rp 30.000.000,-

Pajak BPHTB terhutang :

Rp 30.000.000,- x 5% = Rp 1.500.000,-

c. Khusus untuk perolehan hak karena waris dan hibah wasiat besarnya BPHTB adalah:

BPHTB = (NPOPKP x 5%) x 50% Contoh:

Wajib pajak memperoleh hak karena waris, sedangkan NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB digunakan sebagai dasar pengenaan:

NJOP PBB = Rp 200.000.000,-

NPOPTKP = Rp 150.000.000,-

Maka NPOPKP = Rp 50.000.000,-

Pajak (BPHTB) terhutang:

Rp 50.000.000,-x 5% = Rp 2.500.000,-

Khusus untuk perolehan hak karena waris dan hibah wasiat BPHTB yang seharusnya terutang sehingga menjadi:


(43)

Rp 2.500.000,- x 50% = Rp 1.250.000,-

7. Saat dan Tempat Pajak yang Terutang

a. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1), saat yang menentukan terutangnya pajak adalah:

1) Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta untuk: a) Jual beli

b) Tukar-menukar c) Hibah

d) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya e) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

f) Penggabungan usaha g) Peleburan usaha h) Pemekaran usaha i) Hadiah

2) Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang,untuk lelang 3) Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan

hukum yang tetap, untuk putusan hakim

4) Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor pertanahan, untuk hibah wasiat dan waris 5) Sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak,

untuk:

a) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak


(44)

b) Pemberian hak baru diluar pelepasan hak

Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

b. Sedangkan tempat pajak terutang adalah diwilayah: 1) Kabupaten Daerah Tingkat II, atau

2) Kotamadya Daerah Tingkat II, atau

3) Propinsi Daerah Tingkat I untk Kotamadya Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.

C. Penyampaian dan Validasi Surat Setoran Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB)

Sistem pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

adalah sistem self assessment dimanan wajib pajak diberi kepercayaan untuk

menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang sekaligus melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dengan mengisi Surat Setoran BPHTB (SSB) dan melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya surat ketetapan pajak.

Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh


(45)

Menteri dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

SSB sekurang-kurangnya memuat jenis perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, data Wajib Pajak, data tanah dan atau bangunan, penghitungan Wajib Pajak, dan jumlah pembayaran. Dalam hal Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya terhutang nihil, maka wajib pajak tetap mengisi SSB dengan keterangan nihil. BPHTB terutang nihil jika NPOP lebih kecil dari NPOPTKP.

Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang telah divalidasi dan dilaporkan ke Kantor Pajak, sangat berperan membentuk kepatuhan wajib pajak, sebab banyak wajib pajak yang beranggapan, kewajiban perpajakannya hanya sebatas pada pembayaran pajak, selain itu SSB (BPHTB) yang sudah di validasi penting digunakan untuk peningkatan hak atas suatu kepemilikan tanah dari Akta Jual-Beli, menjadi Sertifikat. Berikut proses validasi dan Pelaporan Pajak:

a. SSB yang telah dihitung dengan benar, oleh Wajib Pajak di bayarkan

ke Bank yang telah bekerjasama dengan Kantor Pajak.

b. Data-data pada SSB (BPHTB) ditulis sesuai dengan data yang ada di

SPPT.

c. Setelah SSB di bayar, Lampiran SSB (BPHTB), lampiran 1,3,5,

divalidasi di Kantor Pajak Objek Pajak terdaftar.

d. Pada saat melakukan Validasi SSB (BPHTB), wajib pajak wajib

melampirkan, SPPT, Formulir Penyampaiaan, konsep Akta Jual Beli,


(46)

dan juga Mencantumkan NPWP, apabila tranksaksi di atas Rp.60.000.000,00.

e. Untuk Validasi SSB Jual Beli, Proses Penyelesaiannya 1 hari,

sedangkan untuk proses Validasi SSB selain jual beli, proses penyelesaiannya selama 3 hari.

Penyampaian SSB yang disampaikan ke KP PBB oleh wajib pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari sejak tanggal pembayaran atau perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. SSB dapat diperoleh di:

a. KP PBB setempat

b. PPAT/Notaris

c. Kantor Lelang Negara

d. Kantor Pertanahan

e. Kantor Cabang Bank BUMN

f. Kantor Cabang Bank BUMD

g. Subdinas Pendapatan Daerah Kotamadya

A. Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Apabila seorang Wajib Pajak merasa, tidak mampu melunasi utang pajaknya, sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan RI No. 181/KMK.04/1999 tentang, pemberian pengurangan BPHTB, maka wajib pajak yang bersangkutan dapat mengajukan pengurangan, dengan tiga alasan yaitu:


(47)

a. Kondisi Tertentu Wajib Pajak dengan Objek Pajak

Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan objek pajak yaitu:

1) Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis.

2) Wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat keatas atau satu derajat ke bawah.

3) Wajib pajak yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan (sebesar penghitungan BPHTB selain tanah ).

Besarnya persentase pengurangan akan ditetapkan berdasarkan pertimbangan yang wajar dan objektif sebesar 50% dari pajak yang seharusnya terutang untuk wajib pajak.

b. Kondisi Wajib Pajak dengan Sebab-Sebab Tertentu

Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tetentu, yaitu:

1) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya dibawah Nilai Jual Objek Pajak dalam jangka waktu 6 bulan sejak pembayaran ganti rugi.


(48)

2) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

3) Wajib pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasioal sehingga wajib pajak harus melakukan resturkturisasi usaha atau utang usaha sesuai denagn kebijaksanaan pemerintah. 4) Wajib pajak yang melakukan Penggabungan Usaha ( merger)

yang telah memperoleh keputusan persetujuan penggabungan usaha dari Direktur Jendral Pajak.

5) Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bancana alam atau sebab-sebab lainnya yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak penandatanganan akta, seperti kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan gunung meletus.

6) Wajib pajak orang pribadi Veteran, PNS, TNI, POLRI, pensiunan PNS, purnawirawan TNI, purnawirawan POLRI, atau janda/duda PNS, TNI dan POLRI.

Besarnya pengurang akan ditetapkan berdasarkan

pertimbangan yang wajar dan objektif sebesar 50% dari pajak yang seharusnya terutang wajib pajak. Sedangkan wajib pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter sehingga


(49)

harus melakukan rstrukturisasi usaha dan utang usaha, pengurangan yang diberikan sebesar 75% dari pajak yang terutang Wajib Pajak.

c. Tanah dan Bangunan Untuk Kepentingan Sosial

Tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk kepentingan sosial mencari dan pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan.

Maksudnya adalah

1) Tanah dan atau bangunan yang secara nyata tidak

digunakan utuk mencari keuntungan seperti panti jompo, panti asuhan, dan rumah yatim piatu.

2) Tanah dan atau bangunan yang secara nyata digunakan

untuk pendidikan.

3) Tanah dan atau banguanan yang digunakan untuk rumah

sakit swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat, besarnya pengurangan ditetapkan sebesar 50% dari pajak yang seharusnya terutang untuk Wajib Pajak.

B. Ketentuan Bagi Pejabat

Yang termasuk dalam pengertian pejabat adalah:

a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Notaris

b. Kepala Kantor Lelang Negara

c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kotamadya.


(50)

Untuk pejabat-pejabat tersebut berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut

a. PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak

atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti dan bangunan. Bagi pejabat yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 7.500.000,- untuk setiap pelanggaran.

b. Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Bagi pejabat yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 7.500.000,- untuk setiap pelanggaran.

c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hanya dapat

melakukan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Bagi pejabat yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyerahan bukti pembayaran pajak dilakukan dengan menyerahkan fotokopi pembayaran pajak (Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan) dan menunujkan aslinya.


(51)

C. Sanksi

a. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah terutangnya pajak, bilamana berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterngan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar, maka kepala KP PBB atas nama Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang bayar (SKBKB), ditambah sanksi administasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB.

b. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah terutang pajak, kepala KP PBB atas nama Direktur Jendaral Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkan SKBKB. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah sanksi administarasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaaan.


(52)

D. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

a. Dasar Hukum

Dalam pasal 2 ayat (1) UU KUP disebutkan bahwa:

Setiap Wajib Pajak mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

b. Kewajiban Mendaftarkan Diri

Semua wajib pajak (orang pribadi, badan, dan BUT) yang telah

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif berdasarkan sistem self

assesment (menghitung, memperhitungkan, membayar dan melapor sendiri pajak terutang) wajib pajak mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal pajak (Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Pajak) untuk dicatat sebagai wajib pajak dan kepadanya akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) (Pasal 2 ayat1 Undang-Undang KUP).

Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian akan pemisahan penghasilan dan harta. (Erly Suandy,2004).


(53)

Wajib Pajak Terdaftar adalah wajib pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Fungsi NPWP

1. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak, oleh karena itu kepada setiap wajib pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak.

2. Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan umtuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, sehingga semua yang berhubungan dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan NPWP;

4. Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam Surat

Setoran Pajak;

5. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dokumen-dokumen yang diwajibkan;

Misal; - Dokumen Impor (PIB)- Dokumen Ekspor (PEB) 6. Untuk Keperluan Pelaporan SPT Masa dan Tahunan

.


(54)

c. Pendaftaran dan Pelaporan Wajib Pajak

Wajib pajak yang mempunyai kewajiban pajak (Orang pribadi, Badan, Bentuk Usaha Tetap) harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak diatur dalam KEP-161/PJ./2001 tanggal 21 Februari 2001. Mulai 7

Desember 2004 pendaftaran NPWP dapat dilakukan melaui internet (

e-registration) berdasarkan KEP-173/PJ./2004 tanggal 29 Nopember 2004. 1) Pendaftaran NPWP Manual

Pada dasarnya wajib pajak mengajukan permohonan NPWP dan akan terdaftar di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak ( Pasal 2 ayat 1 dan 2 UU KUP).

a) Tempat Tinggal (bagi WP Orang Pribadi) adalah:

1. Rumah Tetap orang pribadi berada, yaitu tempat tinggal orang pribadi tersebut beserta keluarganya sebagaimana tercantum dalm KTP. 2. Jika memiliki rumah pada 2 atau lebih wilayah kerja KPP, maka

ditentukan berdasarkan pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan.

3. Jika tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi tidak dapat

ditentukan, maka dilihat dari tempat orang pribadi tersebut yang lebih lama ditinggali.

4. Bila masih juga tidak dapat ditentukan, maka fiskus dapat

menentukan (menunjuk) tempat tinggal orang pribadi berada dalam


(55)

2 atau wilayah kerja KPP namun masih dalam 1 wilayah kanwil DJP, penentuan tempat tinggal dilaksanakan oleh Kakanwil yang terkait. Penentuan tempat tinggal dilakukan oleh Direktur Peraturan Perpajakan I apabila tempat tinggal orang pribadi berada dalam 2 atau lebih wlayah kerja Kanwil DJP (Kep701/PJ./2001).

Tempat Kedudukan Badan adalah:

1. Tempat kantor pimpinan perusahaan dan pusat administrasi dan

keuangan berada sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris Pendirian Perusahaan.

2. Dalam hal pusat adaministrasi dan keuangan terpisah dengan tempat

kantor pimpinan perusahaan, maka tempat kedudukan berada di tempat kantor pimpinan perusahaan.

b) Karakteristik Pendaftaran NPWP Manual

1. Wajib Pajak Masih harus berhubungan langsung dengan petugas pajak, dan memerlukan waktu luang untuk datang ke Kantor Pelayanan Pajak terdaftar.

2. Dibutuhkan waktu yang lama untuk merekam data NPWP di Kantor Pelayanan Pajak, khususnya data lampiran NPWP. 3. Sering terjadi kesalahan pada saat perekaman data, sehingga data

yang dituangkan wajib pajak dalam Formulir pengisian NPWP tidak sama dengan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).


(56)

4. Perekaman data NPWP membutuhkan sumber daya manusia yang banyak.

5. Pemborosan tempat untuk menyimpan dokumen NPWP 6. Pemborosan kertas.

7. Memperlambat pelayanan lainnya.

c) Tata Cara Pendaftaran NPWP Secara Manual

Gambar 2.1

Pendaftaran NPWP Manual

1 Kantor Pos Warnet MEKANISMEe-Registration Provider Wajib Pajak Konsentrasi Data Nasional KP.DJP Form Aplikasi pendaftaran e-registration e-registration KTP, KK, SIUP DLL SKTS & NPWP SKTS & NPWP KANWIL KPP KPP Kartu NPWP & SKT

Kartu NPWP & SKT

Kios Pendaftaran e-registration KTP, KK, SIUP DLL E-mail

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (2005)

1. Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak, sesuai dengan tempat tinggal ( bagi WP Orang Pribadi ), atau tempat kedudukan badan. 2. Wajib Pajak lalu mengisi formulir pendaftaran NPWP dengan benar,

jelas dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan peraturan perpajakan.


(57)

3. Wajib Pajak harus menandatangani serta menyampaikan kembali formulir pendaftarn NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.

a) Data-data yang wajib dilampirkan dalam formulir pendaftaran NPWP

1) Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, melampirkan fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia, atau Paspor, Surat Keterangan Tempat Tinggal dari Instansi yang berwenang.

2) Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, selain melampirkan syarat di atas juga melampirkan Surat Keterangan Tempat Kegiatan Usaha atau Pekerjaaan Bebas dari Instansi yang berwenang.

3) Untuk Wajib Pajak Badan, selain syarat diatas juga melampirkan fotokopi akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat penunjukan dari kantor pusat bagi BUT.

4) Bendaharawan sebagai pemungut/pemotong, melampirkan KTP dan surat penunjukan bendaharawan.

5) Joint Operation sebagai WP pemungut/pemotong,

melampirkan fotokopi perjanjian kerjasama sebagai joint operation.


(58)

2) Pendaftaran NPWP Secara Elektronik (e-NPWP) a. Pengertian

Elektronik NPWP adalah aplikasi (program komputer) yang dikembangkan oleh Dirjen Pajak yang digunakan untuk mengadministrasikan data NPWP yang digunakan oleh Wajib Pajak dalam Pendaftaran NPWP.

b. Pendaftaran NPWP Dengan Menggunakan Media Komputer. 1) Wajib Pajak masuk ke aplikasi e-Registration lewat http://

www.pajak.go.id.

2) Membuat Account Wajib Pajak. 3) Login ke Aplikasi e-Registration.

4) Mengisi Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak. 5) Mengirimkan Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak

secara elektronis.

6) Mencetak Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak dan Menandatanganinya.

7) Mencetak Surat Keterangan Terdaftar ( SKTS ).

8) Untuk Mencetak Kartu NPWP, Wajib Pajak dapat Mengirim Formulir Permohonan Registrasi yang telah ditandatangani dan SKTS dengan melampirkan persyaratan lainnya ke KPP tempat Wajib Pajak mendaftarkan diri.


(59)

Gambar 2.2

Mekanisme Pendaftaran NPWP Elektronik

1 Kantor Pos Warnet MEKANISMEe-Registration Provider Wajib Pajak Konsentrasi Data Nasional KP.DJP Form Aplikasi pendaftaran e-registration e-registration KTP, KK, SIUP DLL SKTS & NPWP SKTS & NPWP KANWIL KPP KPP Kartu NPWP & SKT

Kartu NPWP & SKT

Kios Pendaftaran e-registration KTP, KK, SIUP DLL E-mail

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (2005)

c. Fitur Pendaftaran NPWP Elektronik

1) Aplikasi dibuat untuk mudah digunakan (User Friendl) dan

dilengkapi dengan petunjuk pemakaian.

2) Tampilan Aplikasi Mendekati Formulir Pendaftaran NPWP

aslinya.

3) Administrasi Data Pendaftaran NPWP

a) Membuat Account Wajib Pajak.

b) Login ke Aplikasi e-Registration.

c) Mengisi Formulir Permohonan Registrasi Wajib

Pajak.


(60)

d) Mengirimkan Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak secara elektronis.

e) Mencetak Formulir Permohonan Registrasi Wajib

Pajak dan Menandatanganinya.

f) Mencetak Surat Keterangan Terdaftar ( SKTS ).

d. Karakteristik Pendaftaran NPWP dengan Media Elektronik

1) Wajib Pajak tidak perlu datang ke KPP dan tidak

berhubungan dengan Petugas Pajak.

2) Waktu lebih cepat untuk merekam data pendaftaran NPWP,

karena pada prinsipnya Wajib Pajak merekam datanya sendiri dan KPP hanya me”load”saja.

3) Proses ”load” membutuhkan waktu yang lama karena jenis

media yang digunakan. 2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

a. Dalam pasal 2 ayat (1) UU KUP disebutkan bahwa:

Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah Kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha Kena Pajak Terdaftar adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang telah tercatat dalam tata


(61)

usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jendaral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi Pengusaha badan, kewajiban melaporkan usahanya tersebut adalah pada kantor Direktorat Jendaral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.

b. NPWP atau Pengukuhan Secara Jabatan

Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jendral Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau dikukuhkan sebagai Pengusaha kena Pajak. c. Sanksi

Terhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melaporkan


(62)

usahanya untuk dikukuhkan sebgai Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.

E. e-Registration 1. Pengertian

Tujuan utama setiap institusi pemungut pajak adalah tercapainya penerimaan yang optimal. Secara umum, kinerja penerimaan pajak yang juga mencerminkan tingkat kepatuhan wajib pajak menunjukan kecendrungan yang semakin meningkat. Untuk itu, Dirjen Pajak selalu berusaha meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui berbagai kegiatan seperti melaksanakan pemeriksaan, penyuluhan, perbaikan undang-undang pajak, pelayanan dan lain-lain. Sejak tahun 2004 Dirjen Pajak mulai menerapkan pendaftaran pajak dengan sistem elektronik

yang dikenal dengan e-Registration. Hal ini merupakan salah satu

langkah yang dilakukan DJP dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memberi kemudahan kepada wajib pajak dengan harapan akan meningkatkan kepatuhan sehingga akan meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak.

e-Registration adalah layanan yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak agar wajib pajak dapat mendaftar NPWP secara

elektronik (on-line) dan real time melaui aplikasi pendaftaran NPWP

berbasis Web.


(63)

Dengan menggunakan e-Registration para Wajib Pajak dapat:

a. Mendaftar NPWP baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib

Pajak Badan, Bendaharawan, dan Joint Operation.

b. Mendapatkan realtime acknowledgment (konfirmasi pelaporan

pendaftaran), yang berarti Nomor Pokok Wajib Pajak langsung didapatkan.

2. Dasar Hukum e-Registration

a. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 161/PJ./2001 tanggal 21

Februari 2001, tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak.

b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 173/PJ./2004 tanggal 29

Nopember 2004, tentang Pendaftaran NPWP Secara Elektronik.

3. Istilah-Istilah Dalam e-Registration

a. Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP):

Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan data-data pendaftaran NPWP secara elektronik Ke Direktorat Jenderal Pajak.

b. Sertifikat Digital (digital certificate):

Alat yang berfungsi sebagai pengaman data wajib pajak dalam setiap

proses pendaftaran NPWP (e-Registration) melalui Perusahaan

Penyedia jasa aplikasi (ASP) ke Direktorat Jenderal Pajak.

.


(64)

c. NTPA (Nomor Tranksaksi Pengiriman ASP):

Nomor identitas yang diberikan oleh ASP kepada WP yang

melakukan proses e-Registration.

d. Electronic Data Interchange (EDI):

Electronic Data Interchange (EDI) merupakan transmisi langsung antara satu komputer dengan komputer yang lain diantara beberapa perusahaan atau organisasi yang berbeda dalam satu format terstruktur yang memungkinkan seluruh data dapat terbaca oleh semua komputer yang terhubung.

4. Karakteristik Pendaftaran NPWP (e-Registration)

a. Waktu lebih cepat, karena pada prinsipnya wajib pajak langsung

me”load” data pendaftaran nya ke Database DJP tanpa melalui KPP.

b. Proses ini ditindaklanjuti dengan proses ”download” data

Pendaftaran NPWP ke KPP dimana WP terdaftar.

c. Pengiriman data NPWP dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja

dalam batasan waktu yang ditentukan.

5. Syarat Menggunakan e-R egistration

Untuk dapat menggunakan fasilitas e-Registration pengguna

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Memiliki PC yang memadai dan terkoneksi ke Internet.

b. Dalam PC tersebut telah terinstal / menggunakan Internet Explorer

(IE) versi 5.5 atau yang lebih baru.


(65)

6. Kirim Cetakan Permohonan Registrasi Wajib Pajak Ke KPP.

Wajib Pajak mencetak dan menandatangani Permohonan Registrasi Wajib Pajak yang telah diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak dan menyampaikan Formulir Permohonan Registrasi yang telah ditandatangani dan SKTS dengan melampirkan persyaratan lainnya ke KPP tempat Wajib Pajak tinggal secara langsung atau melalui pos secara tercatat, paling lama:

1) 30 (tiga puluh) hari sejak mengisi pendaftaran NPWP melalui

e-Registration. 7. Sistem Requirment

Personal Computer dengan OS yang terdiri dari Microsoft Windows

98/ME/2000/XP, Modem dan Direct Line Phone.

8. Dampak Positif Menggunakan e-Registration

a. Layanan yang lebih cepat dan efisien

Dengan menggunakan e-Registration, pengguna dapat

mempercepat proses transaksi, meningkatkan dan efisiensi, menekan biaya dan waktu.

Dari segi kecepatan bertambah karena:

1) Pendaftaran tidak perlu dilakukan dengan menandatangani dan

mengikuti antrian di Kantor Pelayanan Pajak karena pelaporan

e-Registration proses real time dan dapat dilakukan setiap saat (24 jam sehari/7 hari seminggu).


(66)

2) Pengguna menerima konfirmasi untuk laporan-laporan yang telah dilakukan langsung pada saat laporan tersebut diterima di Direktorat Jenderal Pajak.

3) Pengguna mendapatkan kesempatan akses ke berbagai

kemudahan dan informasi perpajakan seperti tax calculator, kurs pajak, peraturan pajak terkini dan informasi lainnya seputar pajak.

Dari segi efisiensi akan meningkat karena:

1) Software/aplikasi yang disediakan untuk pengisian laporan

pendaftaran memiliki fasilitas checking yang dapat mengurangi kesalahan. Kesalahan input dapat segera di perbaiki/direvisi pada saat pengisian data pada formulir pendaftran NPWP, tanpa harus menghapus dan mengganti kertas lembar formulir pendaftaran.

2) Tidak perlu menyediakan tempat untuk menyimpan

berkas-berkas pelaporan karena sudah dalam bentuk elektronik. Dari segi biaya dan waktu karena:

1) Pengguna akan berkurang biaya operasionalnya seperti

komunikasi, transport dan stasionary (mengurangi biaya untuk

mencetak lampiran).

2) Waktu lebih sedikit dan biaya lebih rendah untuk pelaporan dan

pemeliharaan data pajak.


(67)

b. Keamanan dan Kerahasiaan

Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasai (ASP) menggunakan

bentuk security yang paling aman berdasarkan PKI Infrastructure.

Data digital pendaftaran pajak yang terkirim melalui jaringan

komunikasi akan mengalami proses acak (encryption) sehingga

hanya sistem komputer DJP yang dapat menterjemahkan data acak tersebut. Verifikasi juga dilakukan untuk memastikan bahwa dalam perjalanan data tersebut tidak mengalami perubahan dari data asli yang dikirim, untuk menjamin keabsahan data.

c. Kemudahan dalam Penggunaan

Mudah karena hanya memerlukan sambungan ke internet,

akses melaui aplikasi e-Registration dari komputer, dan memasukan

secret key dan langsung kirim (submit). Dari Website yyang dipilih

akan mengeluarkan sebuah nomer acknowledgment berupa NTPA,

yang akan digunakan untuk mengkonfirmasikan apakah Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) menerima dengan lengkap data yang dikirimkan pendaftar. Jikalau tidak diterima atau ditolak, disediakn informasi detail yang dapat membimbing pendaftar memperbaikinya.

9. Dampak Negatif Menggunakan e-Registration.

a. Biaya perangkat lunak yang mahal dan kebutuhan perangkat keras

dengan kualifikasi yang lebih tinggi (masalah ini akan muncul terutama pada saat penerapan EDI).


(68)

b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum banyak menguasai dan harus dibayar lebih tinggi dari biasanya.

F. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35

Sasaran Reformasi administrasi perpajakan yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35 adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, seperti yang dinyatakan oleh Toshiyuki (2001:42) bahwa target akhir administrasi perpajakan adalah untuk meningkatkan

kepatuhan wajib pajak. Pendapat tersebut didukung oleh Summers et al.

(1991:45), bahwa dalam sistem ’’self assessment”, aktivitas utama

administrasi perpajakan adalah untuk mengawasi kepatuhan dan meyakinkan bahwa wajib pajak menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35 secara tidak langsung menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan untuk pengawasan kelengkapan administrasi perpajakan. Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35/PJ/2004 tentang Kewajiban Pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Terhadap pembayaran dan validasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam hal tranksaksi jual-beli dan lelang, wajib pajak wajib mencantumkan Nomor Pokok


(69)

2. Batasan NJOP dan NPOP yang dikecualikan dari kewajiban pencantuman NPWP dalam SSB oleh Wajib Pajak Oramg Pribadi adalah sebesar kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

3. Batasan PPh terutang yang dikecualikan dari kewajiban pencantuman

NPWP dalam SSP oleh Wajib Pajak Orang Pribadi untuk pembayarn PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar kurang dari Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

4. Berkenaan dengan hal di atas, diminta agar saudara melaukan sosialisasi

secara intensif kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak dimaksud, antara lain kepada masyarkat wajib pajak, Notaris PPAT, Badan Pertanahan Nasional, Bank Persepsi, Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya.

5. Untuk Mendukung kelancaran pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal

Pajak Nomor 35 /PJ/2004 ini, agar saudara memberikan pelayanan pendaftaran NPWP kepada Wajib Pajak sebaik-baiknya dengan memperhatikan jangka waktu penyelesaiaan.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. (Surat Edaran No SE-49/PJ/2004)

.


(70)

G. Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan menjadi elemen dasar yang penting bagi pembentukan kehidupan sosial yang tertib aman dan teratur. Untuk meningkatkan kepatuhan sukarela menurut Silviani (2005:274-275), diperlukan rasa keadilan dan keterbukaan dalam menerapkan peraturan perpajakan, kesederhanaan berbagai peraturan dan prosedur perpajakan dan system pelayanan yang baik dan cepat terhadap wajib pajak. Silviani (2005:1-5) berpendapat bahwa yang mendorong wajib pajak memenuhi kewajiban perpajaknnya secara tepat waktu dan sukarela adalah karena adanya pengelolaan pajak yang efisien, agar suatu sistem perpajakan efektif, mayoritas wajib pajak harus patuh terhadapnya. Silviani menambahkan variabel kepatuhan terdiri dari beberapa aspek, yaitu aspek yuridis meliputi ketaatan terhadap prosedur administrasi perpajakan yang ada, aspek psikologis meliputi persepsi wajib pajak terhadap penyuluhan pelayanan dan pemeriksaan pajak, aspek sosiologis meliputi aspek sosial sistem perpajakan, yaitu kebijakan fiskal, kebijakan administrasi.

Kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai pemenuhan kewajiban pajak (mulai dari menghitung, memungut, memotong, menyetorkan hingga melaporkan kewajiban pajak dengan memenuhi semua persyaratan administrasi perpajakan) oleh wajib pajak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Adapun kepatuhan Wajib Pajak (WP) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diartikan sebagai Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) menghitung, menyetorkan, melaporkan serta melakukan validasi Surat


(71)

Setoran BPHTB (SSB) di Kantor Pelayanan Pajak, dengan memenuhi semua persyaratan administrasi perpajakan dalam melakukan validasi Surat Setoran BPHTB atau sifat patuh pada ketaatan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

Tujuan utama dari instansi perpajakan adalah menciptakan suatu iklim kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak (WP) atau Pengusaha Kena Pajak (PKP), dimana:

1. Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak paham dan berusaha untuk

memahami UU pajak,

2. Melaksanakan syarat administrasi perpajaknnya.

3. Mengisi formulir pajak dengan cepat. 4. Menghitung pajak tepat pada waktunya.

Intinya untuk mendorong timbulnya kepatuhan (disiplin WP), maka harus diusahakan sedemikian rupa supaya WP dapat benar-benar memahami

masalah perpajakan terutama berakitan dengan sistem self assessmen serta

pelaksanaan administrasi perpajakannya..

Kepatuhan Materi BPHTB, meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Penyampain SSB yang disampaikan ke KP PBB oleh Wajib Pajak

dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari sejak tanggal

pemabayaran atau perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

b. Mencantumkan NPWP pada formulir Surat Setoran Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan.(khususnya nilai tranksaksi yang diatas Rp 60.000.000,00)


(1)

Mencetak Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak

dan Menadatanganinya

Mencetak Formulir Permohonan Registrasi Wajib Pajak

dan Menadatanganinya


(2)

(3)

Mengirim Formulir Permohonan Registrasi yang telah ditandatangani

dan SKTS dengan melampirkan persyaratan lainnya ke KPP tempat Wajib

Pajak Mendaftarkan diri


(4)

Menerima Surat Keterangan Terdaftar yang Sudah ditandatangani Kasi

TUP / Kasi Pelayanan dan Kartu NPWP Magnetik dari KPP terdaftar


(5)

BAGAN ORGANISASI

KPP PRATAMA SERPONG

Kepala Kantor

KPP Pratama

PDI

Pendataan

dan Penilaian

Sub Bagian

Umum

Penetapan

Penerimaan

Keberatan dan

PST

Pengurangan

Tata Usaha

Keuangan

Klasifikasi

Pemutakhiran

Data

Pengolahan

data

Dukungan

Komputer

Ekstensifikasi

Restitusi

Pemantauan

Banding

Pengurangan

Pelayanan

Help Desk

Kanwil DJP Banten


(6)

118

BAGAN ORGANISASI DIREKTORAT

TEKNOLOGI INFORMASI PERPAJAKAN

DIREKTORAT TEKNOLOGI

INFORMASI PERPAJAKAN

SUBBAGIAN TATA

USAHA

SUBDIREKTORAT PENDUKUNG OPERASIONAL SUBDIREKTORAT PEMANTAUAN SISTEM DAN INFRASTRUKTUR SEKSI PEMANTAUAN KONFIGURASI DAN KAPASITAS SEKSI PEMANTAUAN KEAMANAN SISTEM DAN JARINGAN KOMUNIKASI DATA SEKSI PEMANTAUAN BASIS DATA SEKSI PEMANTAUAN PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN SEKSI PEMUTAKHIRAN DATA ELEKTRONIK SEKSI PEMUTAKHIRAN DATA TAMPILAN SEKSI PENGELOLAAN INTRANET DAN INTERNET SEKSI BIMBINGAN SISTEM KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SUBDIREKTORAT PELAYANAN OPERASIONAL SEKSI PELAYANAN DUKUNGAN TEKNIS SEKSI PELAYANAN SISTEM INFORMASI SEKSI PELAYANAN JARINGAN KOMUNIKASI DATA SEKSI PELAYANAN APLIKASI