Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
strategis, prosedur organisasi penyederhanaan prosedur, akses mempercepat pelayanan melalui komputerisasi, starategi organisasi dan budaya organisasi.
Sasaran administrasi perpajakan sebenarnya adalah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, seperti yang dinyatakan oleh Toshiyuki 2001:42
bahwa target akhir administrasi perpajakan adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pendapat tersebut didukung oleh Summers et al.
2002:45, bahwa dalam sistem ”self assessment”, aktivitas utama admininistrasi perpajakan adalah untuk mengawasi kepatuhan dan
meyakinkan bahwa wajib pajak menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal yang sama diungkapkan oleh Bird dan
Jantscher 2003:1, bahwa terdapat hubungan administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak, sehingga administrasi perpajakan yang baik adalah
administrasi yang dapat memperkecil angka ketidakpatuhan, bukan hanya dilihat dari aspek peningkatan penerimaan saja.
Bird dan Jantsher 2003:3-4 menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman negara-negara berkembang ada tiga muatan pokok yang
dibutuhkan untuk keberhasilan reformasi administrasi perpajakan, yaitu: a struktur pajak perlu disederhanakan untuk kemudahan, kepatuhan dan
administrasi: b strategis reformasi yang cocok untuk kondisi khusus masing- masing negara harus dikembangkan; dan c ada komitmen politik yang kuat
terhadap peningkatan adminstrasi perpajakan. Jadi penerimaan pajak bukan merupakan ukuran yang tepat atas efektifitas administrasi perpajakan dan
pengukuran yang lebih akurat adalah besarnya jurang kepatuhan, yaitu selisih
2
antara penerimaan pajak yang sesungguhnya dan yang potensial dan bagaimana tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan.
Pajak negara yang dikenakan sampai saat ini masih berlaku dan memberi masukan yang cukup besar bagi pendapatan negara, yaitu Pajak Penghasilan
PPh, Pajak Pertambahan Nilai PPN, Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah PPnBM, Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea materai, dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Sesuai dengan pasal 33 ayat 3 Undang- undang Dasar 1945, bumi air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang
menguntungkan. Disamping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya, oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas
tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini
adalah Bea Perolehak Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB. Berbeda dengan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan tidak dikenakan terhadap objek fisik properti, tetapi dikenakan terhadap perolehan hak atas properti tanah dan atau bangunan.
Dilihat dari sistem self assessment, Surat Setoran BPHTB SSB berfungsi sebagai media pertanggung jawaban wajib pajak didalam
pemenuhan kewajiban perpajakannya. Dalam hal ini wajib pajak diberi
3
kebebasan untuk menghitung sendiri pajak yang terhutang dengan cara mengambil, mengisi, menyetor pajak yang harus dibayar dan melakukan
Validasi SSB dengan melengkapi syarat-syarat administrasi perpajakan wajib mencantumkan NPWP atas tranksaksi diatas 60.000.000,00. Bertitik tolak
dari sistem self assessment di atas, salah satu tolak ukur untuk mengetahui perilaku wajib pajak adalah tingkat kepatuhannya melaksanakan kewajiban
perpajakan dan administrasi perpajakan dengan mencantumkan NPWP pada saat Validasi SSB BPHTB, serta melakukan Validasi SSB BPHTB setelah
menghitung dan membayarkan pajak yang terhutang, semakin tinggi partisipasi wajib pajak memenuhi persyaratan administrasi perpajakan
mencantumkan NPWP atas tranksaksi diatas 60.000.000,00, diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan dan
memenuhi kewajiban pajaknya. Selama ini wajib pajak melakukan pendaftaran NPWP secara manual.
Namun, belakangan ini cara tersebut dianggap menyulitkan wajib pajak, salah satu cara yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas yaitu melakukan penerapan teknologi informasi dalam proses pelayanan pajak. Ditjen Pajak meluncurkan Produk e-
Registration atau electronic Registration system, yaitu pendaftran NPWP secara elektronik yang dilakukan melalui sistem online yang rel time. Adanya
fasilitas ini, wajib pajak akan mendaptkan kemudahan antara lain pendaftran NPWP melalui media yang terhubung secara online sehingga wajib pajak
tidak perlu lagi melakukan serangkaian prosedur manual seperti yang selama
4
ini dilakukan News Indo Pos: 2008 dalam http: www. Pajak2000.comnews
_print.php?id=22 .
Melatarbelakangi pendaftran NPWP secara online, Ditjen pajak menjadikan pendaftaran wajib pajak sebagai yang pertama yang menggunakan
implementasi sistem e-Registration dikarenakan untuk meningkatkan efisiensimemangkas birokrasi yang berbelit sehingga apabila e-Registration
ini berhasil diterapkan dalam pendaftaran NPWP yang digunakan sebagai alat administrasi perpajakan, maka prosedur yang lain pun di harapkan bisa
diterapkan sistem e-Registration. Menurut Hadi Purnomo 2005:2, alasan kuat Direktorat Jenderal
Pajak DJP melakukan inovasi layanan di bidang administrasi perpajakan, yaitu:
a. Untuk Mengantisipasi Perkembangan Teknologi Informasi
Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan layanan administrasi secara manual yang ada selama ini
sudah tidak efisien, tidak menghemat waktu dan cenderung birokratis. Ditjen Pajak memandang perlunya sebuah alternatif baru untuk
mengantisipasi perkembangan teknologi informasi. b.
Untuk Meningkatkan Mutu Layanan Kepada Masyarakat Pajak merupakan kewajiban kenegaraan dengan sejumlah sanksi hukum
didalamnya maka layanan prima kepada masyarakat sudah menjadi keharusan. Jika layanan buruk terdapat lembaga publik. Maka konsekuensi
yang ditimbulkan akan luas.
5
c. Untuk meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak
Dengan adanya kemudahan dalam pendaftaran, pembayaran serta pelaporan pajak maka hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. d.
Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak Bagi Negara Dengan adanya inovasi baru dari Direktorat Jenderal Pajak DJP,
diharapkan dapat menimbulkan kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No.35, e-Registration terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan
NPWP dalam Validasi SSB, serta dampaknya Terhadap Pembuatan Kartu NPWP belum banyak dilakukan, dikarenakan Peraturan dan program e-
Registration tersebut masih tergolong baru di kalangan Wajib Pajak, ketentuannya mulai berlaku sejak 7 Desember 2004 pendaftaran NPWP
dilakukan melaui internet e-registration berdasarkan KEP-173PJ.2004 tanggal 29 Nopember 2004. Penelitian sebelumnya, dilakukan oleh Riyadul
Zanah 2005 mengenai analisis realisasi anggaran BPHTB dan Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Tangerang Dua.
Penelitian tersebut berkisar untuk mengetahui realisasi penerimaan BPHTB dan kepatuhan penggunaan NPWP di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan Tangerang Dua. Penelitian yang dilakukan oleh Riyadul Zanah tersebut tergolong dalam bentuk penelitian deskriptif analisis, karena hanya
membahas data realisasi penerimaan BPHTB dan penggunaan NPWP.
6
Penelitan lainnya dilakukan oleh Tri Juwita 2006 yang coba menganalisis penerapan teknologi informasi dalam proses pelayanan
perpajakan di Indonesia dengan mengimplementasikan metode e-Registration terhadap kepatuhan wajib pajak mencantumkan NPWP. Pada dasarnya
penelitian yang dilakukan Tri juwita hampir sama dengan yang dilakukan Riyadul Zanah, keduanya sama-sama menjelaskan pada kepatuhan wajib
pajak menggunakan NPWP dalam setiap administrasi perpajakan. Paparan di atas membuat penulis tertarik untuk mengembangkan
penelitian yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian lebih menekankan pada penerapan peraturan Dirjen Pajak dan membandingkan
antara sebelum dan sesudah digunakannya program e-Registration dalam pencantuman NPWP saat validasi yang dikaitkan kepada Kepatuhan Wajib
Pajak, sekaligus ingin mengetahui dampak efektifitas dari penerapan Peraturan DJP No.35 Tahun 2004 dan e-Registration terhadap jumlah
pembuatan kartu NPWP, petugas bagian validasi BPHTB pada Kantor Pelayanan Pajak menyatakan dengan adanya ketetapan penggunaan NPWP
atas tranksaksi SSB BPHTB di atas Rp 60.000.000,00 tentu akan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak terutama dalam validasi
BPHTB, karena wajib pajak terlebih dahulu harus membuat NPWP, sementara itu di sisi lain sekarang pendaftaran dan pembuatan NPWP di buat semudah
mungkin, sejauh ini besarnya pengaruh penerapan peraturan Dirjen Pajak No.35 dan e-Regisration terhadap kepatuhan wajib pajak belum dapat
diketahui secara pasti.
7
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba menelitinya
dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Analisis Pengaruh Penerapan Peraturan Dirjen Pajak No 35 Tahun 2004, e-Registration Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Mencantumkan NPWP Dalam Melakukan Validasi SSB BPHTB, Serta Dampaknya Terhadap Pembuatan Kartu
NPWP Studi kasus KPP Pratama Serpong”.