3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi
satu pikiran saja. 4. Interpersonal, yailu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada
orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup
diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain Handoyo, 2001: 68.
Dari beberapa uraian diatas, menyimpulkan bahwa gejala stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal lingkungan. Stres yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai
macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
G. Sumber Stres Kerja di Perpustakaan
Pada masyarakat umum terdapat konsep atau pandangan yang menganggap pekerjaan seorang staf perpustakaan adalah pekerjaan yang santai
serta tidak rentan terhadap stres. Padahal bagi orang yang berada atau bekerja di luar lingkungan perpustakaan, hal ini mungkin agak mengejutkan. Karena
pekerjaan staf perpustakaan populer
dipandang sebagai suatu yang
menyenangkan, sangat ringan, tidak rentan terhadap stres, bekerja di dalam
kumpulan buku-buku yang tenang, dengan rutinitas yang santai Nauratil, 1989:1.
Menurut Smith staf perpustakaan secara alamiah dan dari pendidikan yang diperolehnya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Adanya tuntutan
untuk selalu memenuhi kebutuhan pemakai. Adanya tuntutan untuk selalu memenuhi kebutuhan pemakai, frekuensi dari tuntutan-tuntuan tersebut dan
keterbatasan sumber-sumber yang tersedia sering menjadi penyebab timbulnya stres bagi staf perpustakaan Smith, 1983:14.
Schneider menguraikan faktor-faktor yang diidentifikasikan sebagai sumber-sumber stres bagi staf perpustakaan yaitu kurangnya otonomi, kurangnya
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, kurangnya umpan balik yang positif, peran yang tidak jelas, tugas-tugas yang membosankan dan
berulang-ulang. Schneider memberi contoh staf bagian teknis dapat mengalami stres yang disebabkan oleh ruang kerja yang penuh dan kacau oleh peralatan kerja,
bahan pustaka yang belum diolah, komputer, dan lain-lain. Staf bagian pelayanan juga dapat mengalami stres karena dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tekanan
untuk selalu bersikap ramah, vandalisme, adanya interupsi, dan adanya ganguan dari masyarakat umum. Schneider juga menambahkan bahwa kondisi yang
menekan stresfull ini dapat timbul apabila tuntutan untuk penyediaan jasa informasi meningkat, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan dana Schneider,
1991: 388.
Sumber stres kerja di lingkungan perpustakaan dikelompokkan dalam 5 lima aspek meliputi :
1. Dasar atau isi dari pekerjaan meliputi : a. Beban kerja yang berlebihan
Beban kerja yang berlebihan secara kuantitatif artinya staf perpustakaan merasa terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan,
hal ini dapat terjadi karena terbatasnya dana dan jumlah staff yang tidak memadai. Secara kualitatif berarti staf perpustakaan harus
mengerjakan tugas yang sulit yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Semuanya ini
dapat menimbulkan stres bagi staf perpustakaan.
b. Beban kerja yang rendah Beban kerja yang terlalu rendah juga dapat menjadi sumber stres bagi
staf perpustakaan. Beberapa tugas di perpustakaan bersifat repetitif, tidak menantang, monoton, membosankan, kurang variasi, kurang
adanya tuntutan, kurang menuntut kreativitas dan kurang menuntut pemecahan masalah Bunge, 1989: 94. Contohnya pada staf
perpustakaan rujukan yang mengalami stres dengan banyaknya pertanyaan yang bersifat rutin dan sepele.
c. Pekerjaan yang harus diselesaikan di bawah tekanan waktu Mengerjakan tugas di bawah tekanan waktu dapat menjadi sumber
stres kerja bagi staf perpustakaan Stevenson, 1987: 644.
2. Peran di dalam organisasi meliputi : a. Peran yang tidak jelas role ambiguity
Staf perpustakaan merasa bahwa peran mereka tidak dinyatakan dengan jelas, sehingga sering menimbulkan konflik. Bunge
memberi contoh pada staf perpustakaan rujukan sering megalami situasi dimana pemakai menggap staf perpustakaan mengetahui segala
hal dan harus dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukkan, sementara sumber dan sarana yang tersedia terbata dan tidak ada
panduan kebijakan yang jelas Bunge, 1989: 94 b. Tidak adanya dukungan terhadap idegagasan :
Seorang staf perpustakaan akan merasa dihargai bila ide atau pendapatnya untuk memperbaiki efisiensi kerja diterima atau
diperhatikan. Sebaliknya, seorang staf perpustakaan yang idenya tidak pernah diterima atau tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan
akan merasa tidak dihargai dan dapat mengalami stres. 3. Hubungan interpersonal, meliputi :
a. Hubungan dengan atasan, bawahan atau rekan kerja Dalam bekerja staf perpustakaan harus selalu berinteraksi dengan
atasan, bawahan atau rekan kerja. Hubungan dan komunikasi yang buruk dengan atasan, bawahan atau rekan kerja merupakan penyebab
stres yang potensial bagi staf perpustakaan. Adanya konflik dengan atasan atau rekan kerja juga dapat menimbulkan stres Fontana, 1989:
28
b. Hubungan dengan pemakai perpustakaan Hubungan dengan pemakai perpustakaan merupakan sumber stres
utama bagi staf perpustakaan bagian pelayanan Bunge, 1989: 94. Pemakai yang bersikap kasar, melakukan perusakan atau pencurian
bahan pustaka dapat menimbulkan stres bagi staf perpustakaan. c. Hubungan dengan masyarakat di luar lingkungan perpustakaan
Kurangnya penghargaan dan pengakuan terhadap peran dan nilai perpustakaan
oleh masyarakat
di luar
perpustakaan dapat menyebabkan stres pada staf perpustakaan. Walaupun tingkat intelijen
yang tinggi sering diasosiasikan dengan citra staf perpustakaan, namun jarang sekali adanya penghargaan dan pengakuan dari masyarakat
umum tentang pentingnya tugas seorang staf perpustakaan Caputo, 1991 : 62.
4. Kebijaksanaan mengenai kesejahteraan dan pengembangan staf, meliputi : a. Jumlah penghasilan gaji
Jumlah penghasilan yang tidak memadai dapat menimbulkan stres bagi staf perpustakaan.
b. Pengembangan staf Sumber stres ini mencakup tidak adanya kesempatan untuk
mendapatkan promosi dan tidak adanya kesempatan untuk mengikuti seminar atau pendidikan. Stres dapat timbul bila staf perpustakaan
gagal memperoleh promosi, dalam hal ini aspirasi pribadi dan aspirasi karir karyawan tidak terpuaskan dan dapat menimbulkan frustasi. Stres
juga dapat timbul bila staf tidak diberi kesempatan untuk mengikuti seminar atau pendidikan.
5. Kondisi fisik lingkungan kerja Kondisi lingkungan kerja yang buruk dapat menjadi penyebab stres
kerja, seperti ruang kerja yang sempit, peralatan kerja, penerangan yang tidak memadai, terlalu panas atau dingin, kebisingan dan sebagainya.
Sedangkan ruangan untuk staf perpustakaan biasanya kurang nyaman. Ruang kerja di lingkungan perpustakaan cenderung memiliki penampilan
yang kacau dan sempit, sehingga dapat menimbulkan stres bagi staf yang bekerja diruangan tersebut Bunge, 1989: 94. Schneider menyatakan
bahwa rungan kerja yang penuh oleh peralatan kerja, bahan pustaka yang belum diolah, komputer dan lain sebagainya dapat menjadi sumber stres
bagi staf perpustakaan Schneider, 1991: 388
BAB III PERPUSTAKAAN DAN ARSIP KOTA ADMINISTRASI JAKARTA
TIMUR A. Sejarah Perpustakaan dan Arsip Kota Administrasi Jakarta Timur
Pada tahun 1950 Kegiatan perpustakaan pemerintah daerah khusus Ibu Kota Jakarta sudah dimulai masih berbentuk Kotapradja Djakarta Raja tahun
1950. Tahun 1961 setelah Kotapradja Djakarta Raja ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Tingkat I daerah khusus Ibu Kota Jakarta, namanya menjadi
“Perpustakaan Balai Kota”. Tahun 1972 perpustakaan merupakan salah satu bagian pada Organisasi
dan Ketatalaksanaan. Tahun 1978 menjadi satu lembaga Perpustakaan Umum yang menangani jenis-jenis Perpustakaan Umum di lingkungan pemerintah DKI
Jakarta. Seperti Perpustakaan Umum Gelanggang Mahasiswa Soemantri Brodjonegoro dan Perpustakaan Umum di 5 lima wilayah Kotamadya DKI
Jakarta. Tahun 1981 Perpustakaan bernaung dibawah biro bina mental spiritual
dengan status non stuktural. Tahun 1989 Perpustakaan Umum 5 lima wilayah Kotamadya DKI Jakarta dialihkan pengelolaannya kepada Dinas Pendidikan dan
Pengajaran DKI Jakarta sebagai Unit Pelaksanaan Teknis Dinas UPTD. Sedangkan Perpustakaan Umum Soemantri Broadjonegoro masih tetap dikelola
Biro Bina Mental Spritual DKI Jakarta.
35