Pengertian Dan Jenis-Jenis Perikatan

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009

BAB II URAIAN TENTANG ASPEK PERIKATAN

A. Pengertian Dan Jenis-Jenis Perikatan

Pada umumnya sebelum seseorang membicarakan sesuatu, ia memberikan lebih dahulu pembatasan mengenai objek pembicaraannya, namun dalam hal ini, para pembuat Undang-Undang tidak memberikan suatu rumusan mengenai apa yang dinamakan dengan perikatan, tidak satu pasalpun yang menguraikan apa sebenarnya yang dimaksud dengan perikatan itu. Definisi perikatan hukum dapat dijumpai dari pendapat para ahli hukum. Yustianus mengatakan bahwa “suatu perikatan hukum atau obligatio adalah suatu kewajiban dari seseorang untuk mengadakan prestasi terhadap pihak lain”. Menurut definisi ini perikatan hanya ditinjau dari satu segi saja, yakni dari segi kewajiban atau segi pasifnya saja 22 Sedang menurut Von Savigny mengatakan bahwa “ Perikatan hukum adalah hak dari seseorang kreditur terhadap seseorang lain debitur”. Menurut definisi ini perikatan juga hanya ditinjau dari satu segi saja, yakni segi hak atau segi aktifnya. Jadi baik Yustianus maupun Von Savigny hanya menitikberatkan perikatan hukum pada satu segi saja . 23 Prof. Subekti, SH mengatakan bahwa “suatu perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hak dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk . 22 Komariah, Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2005, hlm.139 23 Ibid Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 memenuhi tuntutan itu” 24 Maka, atas dasar cara penyusunan undang-undang dan hal-hal yang dalam Buku III secara khusus diatur sebagai bentuk khusus perikatan. Maka pada umumnya para sarjana memberikan perumusan Perikatan, seperti yang dimaksud dalam Buku III KUHPerdata, yaitu hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan, dimana satu pihak ada hak dan di lain pihak ada kewajiban. . Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedang pihak yang berkeajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. 25 Dari definisi perikatan tersebut mengandung dua segi yakni segi aktif hak dan segi pasif kewajiban. Hak yang lahir dari hubungan seperti itu disebut hak hukum atau lazim disebut Hak saja, sedang kewajibannya disebut Kewajiban Hukum. Sebenarnya undang-undang sendiri tidak mengatakannya demikian, tetapi dari susunan Undang-Undang dan dari peristiwa pengaturannya secara khusus mengenai perikatan dalam Buku III KUHPerdata, orang menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perikatan di sana adalah perikatan dalam arti sebagaimana dimaksud di atas 26 Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang, yang memberi hak kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya itu diwajibkan untuk memenuhi tuntutan itu . Maka, yang dimaksud dengan Perikatan pada Buku III KUHPerdata ialah : 27 24 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT. Intermasa, cetakan Ke-XXXI, 2003, hlm. 122-123 25 Ibid 26 Ibid 27 Ibid . Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Bentuk perikatan yang paling sederhana adalah perikatan yang masing- masing pihak hanya satu orang dan satu prestasi yang seketika itu dapat ditagih pelunasannya. Disamping bentuk yang paling sederhana itu, terdapat berbagai jenis perikatan lain, yaitu : 1. Menurut sifat prestasinya : 28 a. Perikatan untuk memberikan sesuatu b. Perikatan untuk berbuat sesuatu c. Perikatan untuk tidak melakukan sesuatu d. Perikatan Positif dan Perikatan negatif e. Perikatan sepintas lalu sementara dan Perikatan berkelanjutan terus menerus f. Perikatan mana suka alternatif, Perikatan Fakultatif, Perikatan Sederhana atau Bersahaja, dan Perikatan kumulatif g. Perikatan generik dan Perikatan spesifik h. Perikatan yang dapat dibagi dan Perikatan yang tidak dapat dibagi 2. Menurut Subjek-subjeknya Ditinjau dari subjek-subjeknya, terdapat perikatan yang disebut Perikatan solider atau perikatan tanggung renteng, ialah suatu perikatan dimana terdapat lebih daripada seorang kreditur masing-masing bagi keseluruhan berhak atas suatu prestasi, atau terdapat lebih dari pada seorang debitur masing-masing dari keseluruhan kewajiban untuk menunaikan prestasi, pemenuhan prestasi mana mengakibatkan gugurnya hak dan kewajiban bagi semuanya. Perikatan tanggung renteng ada dua macam, yaitu : 29 28 Komariah, Op.Cit, hlm.141-142 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 a. Perikatan tanggung renteng pasif b. Perikatan tanggung renteng aktif 3. Menurut mulai dan berakhirnya perikatan 30 a. Perikatan bersyarat voorwaardelijk b. Perikatan dengan ketetapan waktu tijdsbepaling c. Perikatan tanggung menanggung hoofdelijk atau solidair 4. Menurut sanksi apabila terjadi wanprestasi 31 Ditinjau dari sanksi apabila terjadi wanprestasi terdapat perikatan dengan ancaman hukuman. Untuk mencegah jangan sampai siberpiutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan hukuman jika ia tidak menepati janjinya. Hukuman itu biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak dalam perjanjian itu dan hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman jika sebahagian telah dipenuhi. 5. Menurut isi dari prestasinya 32 a. Perikatan hukum sipil Civile Verbintenis dan Perikatan hukum wajar Natuurlijke Verbintenis b. Perikatan hukum utama Principle Verbintenis dan Perikatan hukum sampiran Accesoire Verbintenis c. Perikatan hukum primair asli dan Perikatan hukum sekundair 29 J. Satrio, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya Bandung : Alumni, 1999, hlm.328 30 R.Subekti, Op.Cit,hlm. 128-130 31 H.Mariam Darus Badrulzaman I.Hukum Perdata Tentang Perikatan.Medan: Fakultas Hukum USU,1974,hlm. 32 Komariah, Op.Cit, hlm. 145-146 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Undang-Undang menerangkan bahwa suatu perikatan dapat bersumber atau lahir karena persetujuan perjanjian atau dari Undang-Undang Pasal 1313 KUHPerdata. Sumber perikatan ini dapat menjadikan pembagian jenis perikatan yaitu dari segi sumbernya. Adapun jenis perikatan tersebut adalah : 1. Perikatan Yang Bersumber Dari Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUHPerdata, di bawah judul “Tentang Perikatan-Perikatan Yang Dilahirkan Dari Kontrak Atau Perjanjian”, dengan menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Rumusan yang diberikan oleh KUHPerdata tersebut hendak memperlihatkan bahwa suatu perjanjian adalah : 33 1. Suatu perbuatan 2. Antara sekurangnya dua orang dapat lebih dari dua orang 3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di anatara pihak-pihak yang berjanji tersebut. Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian : 34 Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip a. unsur esensialia 33 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja I, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002, hlm.7 34 Ibid, hlm 83-89 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian 35 Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat . Misalnya perjanjian jual beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar, karena jual beli menurut ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata adalah : “Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”. Sedangkan tukar menukar menurut Pasal 1541 KUHPerdata adalah : “Suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang”. Dengan rumusan Pasal 1457 dan 1541 KUHPerdata tadi dapat diketahui bahwa jual beli dibedakan dari tukar menukar dalam wujud pembayaran harga. Jadi jelas bahwa unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu perjanjian, bahw-a tanpa keberadaan unsur tersebut, maka perjanjian yang dimaksud untuk dibuat dan diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi berbeda, dan karenanya menjadi tidak sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. Oleh karena itu maka unsur esensialia ini pula yang seharusnya menjadi pembeda antara suatu perjanjian dengan perjanian lainnya. b. unsur naturalia 35 Ibid, hlm.85 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 tersembunyi 36 Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak. Misalnya dalam jual beli adalah ketentuan mengenai tempat dan saat penyerahan kebendaan yang dijual atau dibeli . Ketentuan ini tidak dapat disimpangi oleh para pihak, karena sifat dari jual beli menghendaki hal yang demikian. Masyarakat tidak akan mentolelir suatu bentuk jual beli dimana si penjual tidak mau menanggung cacat-cacat tersembunyi dari kebendaan yang dijual olehnya. Dalam keadaan ini maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “ Perjanian-perjanian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tergas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang”. c. unsur aksidentalia 37 Dalam pasal 1320 KUHPerdata mengatakan untuk memenuhi suatu perjanjian yang sah harus memenuhi empat syarat, yaitu : . 38 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya Dengan sepakat dimaksud bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Dengan diberlakukannya kata sepakat 36 Ibid, hlm.88 37 Ibid, hlm.89 38 H.Mariam Darus Badrulzaman,Op.Cit ,hlm. 97-98 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 mengadakan perjanjian, maka berarti kedua belah pihak harusnya mempunyai kebebasan kehendak. Kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan dirinya dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Kedua belah pihak harus cakap menurut hukum Pasal 1329 KUHPerdata. Beberapa golongan orang oleh Undang-Undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum. Adapun mereka yang termasuk tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah sebagaimana yang terdapat dalam pasal 1330 KUHPerdata, yaitu : 39 a. Orang-orang yang belum dewasa Dalam Pasal 330 KUHPerdata, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan belum pernah kawin. b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan c. Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. 3. Suatu hal tertentu Yang diperjanjikan haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu. Dalam pasal 1332 KUHPerdata, dinyatakan bahwa hanya barang- barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok perjanjian. Dalam pasal 1333 KUHPerdata, suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidak menjadi halangan 39 Ibid, hlm.103 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja barang itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. 4. Suatu sebab yang halal Undang-Undang tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan sebab causa yang halal, namun dalam pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Kedua syarat pertama disebut dengan syarat subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif karena mengenai objek perjanjian 40 1. Barang-barang yang dapat diperdagangkan Pasal 1332 KUHPerdata. . Jika tidak terpenuhinya syarat subjektif maka perjanjian itu cacat maka dapat dibatalkan oleh hakim oleh pihak yang telah memberikan perizinan tidak secara bebas atau tidak cakap membuat perjanjian itu, dan apabila tidak dipenuhinya syarat objektif, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Oleh karena itu tidak ada dasar untuk saling menuntut di muka hakim. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi objek perjanjian adalah : 2. Suatu barang yang sedikitnya dapat ditentukan jenisnya Pasal 1333 KUHPerdata. 3. Barang-barang yang akan ada di kemudian hari Pasal 1334 ayat 1 KUHPerdata. 40 Ibid, hlm.98 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Apabila suatu perjanjian itu telah dibuat sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka menimbulkan akibat-akibat hukum, yaitu : a. Mengikat kedua belah pihak Pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 41 b. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata c. Perjanjian iut harus dilaksanakan dengan iktikad baik Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata. d. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang Pasal 1339 KUHPerdata. 2. Perikatan Yang Bersumber Dari Undang-Undang Dalam pasal 1352 KUHPerdata dinyatakan bahwa : “Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang, timbul dari Undang-Undang saja, atau dari Undang-Undang sebagai akibat perbuatan orang”. Yang dimaksud dengan perikatan-perikatan yang dilahirkan dari Undang- Undang saja ialah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan. 41 Ibid, hlm.107 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Jadi yang terdapat pada buku I KUHPerdata, misalnya Alimentasi pasal 321 KUHPerdata, pasal 46 dan pasal 47 Undang-Undang No. 1 tahun 1974, yakni kewajiban memberi nafkah oleh orang tua kepada anaknya, dan sebaliknya seorang anak berkewajiban memberi nafkah keapada orang tuanya dan keluarganya dalam garis lurus ke atas yang berada dalam keadaan kemiskinan. Pasal 1353 KUHPerdata membedakan perikatan yang dilahirkan dari Undang-Undang sebagai akibat perbuatan orang yaitu perbuatan orang yang diperbolehkan dan perbuatan orang yang melawan hukum. Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia yang melawan hukum misalnya Onrechtmatigedaad Pasal 1365 KUHPerdata. Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan yang diperbolehkan misalnya : a. Zaakwarneming Wakil tanpa kuasa 42 Menurut Pasal 1353 KUHPerdata “zaakwarneming” ialah suatu perbuatan dimana seseorang dengan sukarela mewakili urusan orang lain untuk sementara waktu dengantanpa pengetahuan orang lain itu tanpa kuasa, mengikat orang itu zaakwarnemer atau gestor untuk meneruskan dan menyelesaikan urusan tersebut sampai orang yang diwakilinya dominus itu dapat mengerjakan sendiri urusannya. Dalam hal perwakilan sukarela perbuatan-perbuatan hukum dapat dilaksanakan atas nama gestor atau atas nama dominus. Jika dilakukan atas nama gestor, maka terjadi hubungan hukum antara gestor dengan pihak 42 Ibid, hlm. 137 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 ketiga. Jika dilakukan atas nama dominus maka terjadi hubungan hukum antara dominus. Zaakwarneming harus memenuhi unsur-unsur : 1. Gestor mengurus kepentingan dominus secara sukarela 2. Gestor mengetahui dan menghendaki dalam mengurus kepentingan orang lain 3. Gestor harus menyelesaikan urusankepentingan atas biaya dan risiko dominus 4. Keperluan mendesak urgent untuk berbuat. b. Pembayaran Tidak Terutang Pasal 1359 KUHPerdata 43 Menurut Pasal 1362 KUHPerdata bahwa barang siapa dengan iktikad buruk menerima suatu pembayaran tanpa hak, harus mengembalikan hasil dan bunganya. Selain itu harus pula membayar ganti rugi jika nilai Pembayaran yang tidak terutang overschuldigde betaling adalah suatu perbuatan dimana seseorang melakukan pembayaran tanpa adanya utang. Misalnya seseorang yang telah melunasi utangnya, ditagih untuk kedua kalinya, dan untuk menghindarkan pertikaian, ia membayar lagi utang itu. Pembayaran disini harus diartikan setiap pemenuhan prestasi. Jadi tidak hanya pembayaran uang saja, akan tetapi juga penyerahan barang, memberikan kenikmatan dan mengerjakan sesuatu pekerjaan. Seseorang yang membayar tanpa adanya utang berhak menuntut kembali apa yang telah dibayarkan. Pembayaran ini mungkin dilakukan dengan sengaja atau mungkin juga dilakukan karena khilaf. 43 Ibid, hlm.139 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 barangnya menjadi berkurang. Jika barangnya musnah di luar kesalahannya ia harus mengganti harga barangnya beserta biaaya, kerugian dan bunga, kecuali ia dapat membuktikan bahwa barangnya tetap musnah sekalipun berada pada orang yang berhak. c. Perikatan Wajar Natuurlijke Verbintenis Perikatan alamperikatan wajarnatuurlijke verbintenis ialah perikatan yang tidak dapat dimintakan sanksi, artinya perikatan hukum yang pelaksanaanya tidak apat dituntut di muka pengadilan. Perikatan wajar yang secara sukarela dipenuhi, tidak dapat dituntut pengembaliannya Pasal 1791 KUHPerdata. Yang dianggap sebagai perikatan alam adalah : 1. Perikatan yang berdasarkan kekuatan Undang-Undang atau kehendak para pihak sejak semula tidak mengandung hak penuntutan 2. Yang semula perikatan sipil, akan tetapi karena keadaan yang terjadi kemudian kehilangan hak tuntutannya 3. Kewajiban yang timbul dari moral dan kepatutan yang bersifat mendesak. Perihal perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan yang melanggar hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pasal ini menjelaskan bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum onrechtmatigedaad mewajibkan orang yang melakukan perbuatan itu, jika karena kesalahannya telah timbul kerugian untuk mebayar kerugian itu. Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009

B. Wanprestasi Dalam Perikatan