Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 395Pdt.G2006PN.Mdn

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 mengeluarkan sejumlah dana untuk melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan pelanggaran hak-hak konsumen secara tanggung renteng yang nilainya sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan, atau setara dengan nilai nominal Rp. 250.000.000.000,- Dua ratus lima puluh milyar Rupiah yang dibayarkan kepada Penggugat untuk didistribusikan untuk kegiatan dimaksud, dan atau bersama- sama untuk membayar uang paksa dwangsom sebesar Rp. 5.000.000,- Lima juta rupiah per hari untuk setiap keterlambatan menjalankan putusan.

2. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 395Pdt.G2006PN.Mdn

Pengadilan Negeri Medan dalam perkara di atas memberikan putusannya antara lain: Dalam Eksepsi: Menerima Eksepsi PT. PLN Persero Sumatera Utara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan RI, Pemerintah Daerah Sumatera Utara cq Gubernur Sumatera Utara; Dalam Pokok Perkara: - Menyatakan gugatan YLAPKI tidak dapat diterima; - Menghukum YLAPKI untuk membayar ongkos perkara, sebesar Rp. 1.044.000,- satu juta empat puluh empat ribu rupiah; Dalam Rekonpensi: - Menyatakan gugatan YLAPKI tidak dapat diterima; - Menghukum YLAPKI untuk membayar ongkos perkara sebesar nihil. Keputusan di atas diambil oleh majelis hakim berdasarkan pertimbangan hukum, dan yang paling esensi dari pertimbangan hukum tersebut adalah bahwa Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Majelis Hakim menyatakan persyaratan pengajuan hak gugat lembaga swadaya masyarakat legal standing tidak dipenuhi dalam gugatan YLAPKI dengan perimbangan sebagai berikut: 1. YLAPKI mengajukan gugatannya atas hak gugat Lembaga Swadaya Masyarakat Legal Standing yang mendasarkan dalil gugatannya kepada Undang-Undang Perlindungan Konsumen Undang-Undang No.8 tahun 1999, sedangkan Hukum Acara Perdata yang saat ini masih berlaku, baik di dalam HIR maupun di dalam RBg tidak ada mengatur tentang prosedur Hak Gugat Lembaga Swadaya Masyarakat secara khusus dan pengakuan hak gugat lembaga sawadaya masyarakat diatur di dalam ketentuan sendiri, termasuk diantaranya salah satu adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen Undang-Undang No.8 tahun 1999. Oleh sebab itu untuk mengisi kekosongan hukum hukum acara khususnya dalam hal hak gugat organisasi, maka Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan PERMA No. 1 tahun 2002 yang lebih spesifik mengatur gugatan perwakilan kelompok. Hak gugat lembaga swadaya masyarakatlegal standing, dan hak gugat organisasi kelompok masyarakatclass action yang diatur dalam PERMA No. 1 tahun 2002, memilki karakter yang sama, namun memiliki perbedaan dalam beberapa hal; 2. Sebagai rumusan atas hak gugat Lembaga Swadaya Masyarakat legal standing dapat dipedomani ketentuan yang sudah lazim dipakai sebagai acuan hak gugat Organisasi Group Action in Civil Lawsuits yang berlaku di Negeri Belanda sejak tanggal 1 Juli 1994, yang pada dasarnya mengatur hak standing yang memenuhi persyaratan: Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 a. Persyaratan Legal capacity yakni hak standing akan diberikan kepada suatu organisasi apabila memiliki kapasitas hukum penuh full legal capacity. Kapasitas semacam ini mensyaratkan organisasi tersebut berbadan hukum stichting dan secara eksplisit dalam anggaran dasar mencantumkan kepentingan yang serupa dengan yang diperjuangkan bertolak belakang dengan misi organisasinya, maka hak standing ini tidak akan diberikan; b. Persyaratan melakukan perundingan terlebih dahulu dengan pihak lawan prior consultation yakni Organisasi yang bersangkutan wajib untuk melakukan perundingan secara sungguh-sungguh terlebih dahulu dengan pihak yang dihadapinya sebelum menempuh upaya gugatan. Majelis Hakim akan menolak kelompok badan hukum sebagai Penggugat apabila Penggugat belum mengupayakan musyawarah antara Penggugat dan Tergugat; c. Tidak dikenal ganti kerugian uang. Dalam hal ini terbuka kemungkinan bagi organisasi yang mewakili kepentingan publik untuk menuntut ganti kerugian terbatas pada kerugian atau ongkos-ongkos yang diderita atau dikeluarkan secara riil oleh organisasi terbsebut dan bukan ganti kerugian yang mengatasnamakan kepentingan orang banyak atau lingkungan misalnya biaya pemulihan lingkungan, sedangkan dalam gugatannya YLAPKI menuntut PT. PLN Persero Sumatera Utara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan RI, Pemerintah Daerah Sumatera Utara cq Gubernur Sumatera Utara untuk membayar secara Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 tanggung renteng uang sejumlah Rp. 250.000.000.000,- dua ratus lima puluh milyar rupiah, namun sebagaimana syarat hak gugat lembaga swadaya masyarakat atau yang lazim dikenal legal standing tidak membenarkan adanya tuntutan ganti kerugian uang, sehingga oleh karenanya gugatan YLAPKI telah bertentangan dengan syarat yang dikemukakan di atas. Dalam hal perbuatan melawan hukum yang diajukan YLAPKI kepada PT. PLN Persero Sumatera Utara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan RI, Pemerintah Daerah Sumatera Utara cq Gubernur Sumatera Utara, majelis hakim memandang bahwa perbuataan melawan hukum yang didalilkan oleh YLAPKI yang telah dilakukan oleh PT. PLN Persero Sumatera Utara dan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan RI, Pemerintah Daerah Sumatera Utara cq Gubernur Sumatera Utara adalah dua bentuk perbuatan melawan hukum yang berbeda. Di mana, di satu sisi PT. PLN Persero Sumatera Utara dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha, namun di sisi lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan RI, Pemerintah Daerah Sumatera Utara cq Gubernur Sumatera Utara bukanlah sebagai pelaku usaha melainkan sebagai birokrat yang mempunyai kewenangan sebagai pengambil kebijakan, sehingga penggabungan tanggung jawab yang diakibatkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh dua pihak yang berbeda dengan kapasitas yang berbeda, terlebih dengan adanya permintaan ganti rugi dengan beban tanggung renteng, dan hal ini mengakibatkan gugatan YLAPKI dipandang kabur. Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Atas putusan majelis hakim terhadap perkara di atas, maka Penulis menyatakan bahwa apabila melihat pada surat gugatan YLAPKI yang menggabungkan antara PT. PLN Persero Sumatera Utara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan RI, Pemerintah Daerah Sumatera Utara cq Gubernur Sumatera Utara, maka gugatan tersebut dipandang kabur dan tidak dapat diterima. Hal ini disebabkan karena dalam perkara ini PT. PLN Persero Sumatera Utara adalah sebagai pelaku usaha, sedangkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan RI, Pemerintah Daerah Sumatera Utara cq Gubernur Sumatera Utara hanyalah pejabat publik yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan, maka pihak YLAPKI tidak dapat meminta tanggung jawab renteng terhadap perbuatan pemadaman aliran listrik tersebut. Hal ini dikarenakan tanggung jawab pelaku usaha berbeda dengan tanggung jawab pejabat publik yang bukan didirikan dan berkedudukan melainkan diangkat oleh Presiden dan berkantor, dan tidak melakukan perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Kebijakan pejabat publik hanya dapat dituntut di Pengadilan Tata Usaha Negara dan bukan pada Pengadilan Negeri atau dalam hal ini Penulis melihat bahwa pihak YLAPKI sebagai Penggugat tidak memperhatikan kompetensi pengadilan dalam memeriksa suatu perkara, karena dalam perkara ini Pengadilan Negeri Medan tidak mempunyai kewenangan memeriksa perkara yang diajukan atas dasar keputusan yang diambil oleh Pejabat publik tidak mempunyai kewenangan mutlak atau Absolute non Bevoegheid. Terhadap perbuatan melawan hukum, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Badan Usaha Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Milik Negara, Menteri Keuangan RI, dan Pemerintah Daerah Sumatera Utara cq Gubernur Sumatera Utara memandang perbuatan pemadaman aliran listrik ini bukanlah termasuk dalam perbuatan melawan hukum perdata onrechtmatigedaad melainkan termasuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa atau pemerintah onrechtmatige overheidsdaad. Oleh sebab itu, berdasarkan ketentuan Pasal 1 sub 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa “ Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha perundang-undangan yang berlaku” Penulis melihat bahwa dalam permasalahan pemadaman aliran listrik ini tidak terdapat tanggung jawab PT. PLN Persero terhadap kerugian yang diderita masyarakat berupa ganti kerugian yang diberikan kepada masyarakat yang menderita kerugian. Dalam jawabannya di pengadilan, PT. PLN menyebutkan bahwa pemadaman aliran listrik yang dilakukan oleh mereka adalah suatu perbuatan force majeure karena terjadi di luar kemampuan atau kehendak PT. PLN, dimana hal ini sebenarnya tidak diinginkan oleh PT. PLN karena akan merugikan baik secara materi maupun non materi, sehingga tuntutan ganti kerugian yang disebabkan oleh karena keadaan force majeure adalah hal yang tidak mempunyai dasar hukum. Hal tersebut di atas diatur dalam : Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 a. Pasal 3 ayat 4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Nomor 024-PRT-1978 tentang Syarat-Syarat Penyambungan Listrik, yang berbunyi : “Penghentian sementara penyaluran listrik karena sebab tersebut dalam ayat 2 Pasal 3 Peraturan Menteri ini tidak memberikan hak kepada pemakai listrik untuk menuntut kerugian perusahaan”. b. Surat Perjanjian Kontrak Penyambungan Aliran Listrik PT. PLN Persero angka 12 yang berbunyi : “Menyetujui tidak akan menuntut ganti rugi apapun kepada PT. PLN Persero apabila terjadi gangguan listrik yang disebabkan bencana alamforce majeure atau sebab-sebab tertentu lainnya sehingga mengakibatkan padamnya listrikrusaknya alat-alat yangkami pergunakan”. Ketentuan yang terdapat dalam Surat Perjanjian Penyambungan Aliran Listrik yang diberikan oleh PT. PLN ini merupakan kontrak baku yang secara langsung dapat merugikan konsumen, karena dalam hal ini PT. PLN tidak bertanggung jawab terhadap kerugian konsumennya akibat pemadaman listrik. Dengan dalil itu, maka pihak PT. PLN dapat berdalih bahwa mereka tidak melanggar ketentuan perjanjian tidak melakukan perbuatan melawan hukum, dan PT. PLN Persro hanyalah melakukan force majeure, dan dalam suatu perbuatan yang dilakukan dengan dasar force majeure maka tidak dapat dimintakan ganti kerugian kepada pihak yang bersangkutan, dalam hal ini PT. PLN Persero Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN