Hubungan Hukum Antara Konsumen Dan Pelaku Usaha

Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru,s ebab sebelum diundangkannnya UUPK, hampir tidak dirasakan adanya kewajiban secara khusus seperti di dalam perkara perdata, sementara dalam kasus pidana, tersangkaterdakwa lebih banya dikendalikan oleh aparat kepolisian danatau kejaksaan. Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam UUPK dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini akan menjadi lebih mudah diperoleh jika konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patut. Hanya saja kewajiban konsumen ini, tidak cukup untuk maksud tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku usaha. 90 Sebelum konsumen memakai atau mengkonsumsi produk yang diperolehnya dari pasar, tentu ada peristiwa-peristiwa yang terjadi. Peristiwa atau keadaan-keadaan itu dapat digolongkan atau dikelompokkan ke dalam peristiwakeadaaan. Tahapan-tahapan transaksi itu dapat dibedakan dalam tiga tahap, yaitu:

E. Hubungan Hukum Antara Konsumen Dan Pelaku Usaha

91 a. Tahap Pratransaksi Yang dimaksud dengan tahap pratransaksi adalah tahap sebelum adanya perjanjiantransaksi konsumen, yaitu keadaan-keadaan atau peristiwa-peristiwa 90 Ibid.hlm.50 91 AZ Nasution II ,Op.Cit.,hlm.115 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk membeli dan memakai produk yang diedarkan konsumen. Pada tahap pratransaksi, sesuai dengan haknya sebagai konsumen, ia mencoba mencari informasi mengenai kebutuhannya, antara lain syarat-syarat yang perlu dipenuhidisediakan, harga, komposisi, kegunaan khasiatmanfaat, keunggulannya dibanding dengan produk lain sejenis, cara pemakaianpenggunaan, dan sebagainya. Informasi ini dapat diperoleh langsung dari produsen penjual atau melalui sarana lain yang dikeluarkan oleh produsen penjual, seperti brosur, iklan, dan lain-lain. Sebaliknya, produsen memberi informasi melalui berbagai media supaya konsumen tertarik dan mau membelimenggunakan produk yang ditawarkan. Dengan demikian, perbuatan produsen yang berkaitan dengan pemasaran marketing khususnya promosi, dan tindakan konsumen dalam mencari informasi tentang kebutuhannya dapat digolongkan sebagai tahap prataransaksi. 92 Berkaitan dengan pemberian informasi, produsen penjual haruslah memberikan keterangan yang benar, jujur, dan sesungguhnya tentang produk yang dijualnya sehingga konsumen pembeli tidak merasa terperdaya atau tertipu. Jika informasi itu disebarkan melalui iklan, iklan itu haruslah memenuhi ketentuan- Meskipun belum memasuki tahapan transaksi yang sesungguhnya, tahap pratransaksi ini penting sekali karena dapat mempengaruhi keabsahan dari tahapan transaksi berikutnya, termasuk keabsahan dari hak dan kewajiban yang timbul sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Karena itu para pihak harus hati-hati dalam mengikut i tahapan ini. 92 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung:Citra Aditya Bakti, 2006, hlm.69 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 ketentuan hukum yang berlaku tentang periklanan, yang pada pokonya menghendaki iklan yang benar, jujur, sesuai dengan kenyataannya, dan sebaginya. Demikian pula dengan informasi yang diberikan melalui media lainnya termasuk dengan cara lisan. 93 b. Tahap Transaksi Sebaliknya, calon pembelikonsumen perlu bersikap hati-hati dalam menerima dan mengolah informasi yang diperolehnya. Bagaimanapun seorang konsumen harus senantiasa bijaksana dalam memutusakan untuk membeli suatu produk. Jika salah satu dari unsur paksaan, kekhilafan, ataupun penipuan di ats ternyata di kemudian hari terbukti ada, timbul alasan bagi pembeli untuk menuntut pembatalan transaksi. Setelah calon pembelikonsumen memperoleh informasi yang cukup mengenai kebutuhannya, kemudian ia mengambil keputusan membeli barang yang ditawarkan atau tidak. Di sini pembelikonsumen mempergunakan salah satu haknya, yaitu hak untuk memilih menentukan pilihan. Apabila konsumen sudah menyatakan persetujuannya, pada saat itu lahirlah perjanjian, sebab penawaran penjualprodusen telah mendapat jawaban di dalam penerimaan dari pembelikonsumen. Mengikuti kesepakatan yang sudah tercapai antara penjualprodusen dan pembelikonsumen, kemudian dapat dibuat perjanjian tertulis. Artinya, mereka menuliskanmenuangkan kesepakatannya di dalam sebuah kontrak. 94 93 Ibid, hlm.70 94 Ibid,hlm.71 Jika perjanjian itu sudah dituangkan dalam bentuk tertulis kontrak dan Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 ditandatangani oleh para pihak, berlakulah ia sebagai alat bukti yang kuat, yaitu membuktikan hak dan kewajiban para pihak. Dalam menyelenggarakan transaksi, konsumen hendaknya dibiasakan memberimenerima tanda bukti pembelian berupa secarik kertas yang di dalamnya ditulis dengan jelas mengenai jenis barang yang dibeli dan harganya serta keterangan lain yang perlu. Hal ini perlu untuk menghindari kemungkinan perselisihan di kemudian hari. Pemberianpenerimaan tanda bukti suatu ketika dapat menguntungkan kedua belah pihak. c. Tahap Purnatransaksi Transaksi perjanjiankontrak yang sudah dibuat antara penjualprodusen dan pembelikonsumen tentunya masih harus direalisasikan, yaitu diikuti dengan pemenuhan hak dan kewajiban di antara mereka sesuai dengan isi perjanjian yang dibuat itu. Artinya, tahap pengikatan perjanjian sebenarnya hanyalah bagian awal yang masih harus diikuti dengan perbuatan pelaksanaan. Dengan kata lain, realisasi dari perjanjian itulah yang sebenarnya dimaksudkan oleh para pihak. Sebab menurut sifatnya perjanjian jual-beli adalah perjanjian obligatoir. Dalam perjanjian jual-beli misalnya, yang diharapkan oleh para pihak adalah bahwa penjual memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan kebendaan yang dijualnya kepada pembeli dan sebaliknya pembeli membayar sejumlah harga. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pihak di dalam perjanjian itulah yang dinamakan prestasi. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dengan baik sesuai dengan perjanjian, pihak tersebut dikatakan berada dalam keadaan Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 wanprestasi yang kemudian menimbulkan hak bagi pihak lawan untuk mengajukan tuntutan. 95 Kualitas dan kegunaan produk yang berbeda antara informasi yang diperoleh sebelumnya dan kenyataan setelah dipakai dapat berupa : Pada tahap pelaksanaan perjanjian ini, satu hal yang sangat penting diperhatikan adalah masalah penafsiran perjanjian. Tidak selamanya perjanjian dilaksanakan sama seperti yang dikehendaki oleh para pihak. Ada kalanya terdapat perbedaan pendapat maksud di antara para pihak mengenai istilah yang dipakai di dalam perjanjian. Artinya, ada perbedaan penafsiran oleh para pihak atas isi perjanjian itu. Hal demikian timbul, besar kemungkinan pemenuhan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksudkan dalam perjanjian akan menghadapi kendala, yang pada akhirnya akan melahirkan konflik. Sehubungan dengan transaksi antara penjualprodusen dan pembelikonsumen, beberapa hal yang potensial melahirkan konflik adalah kualitas dan kegunaan produk antara informasi dan faktanya, harga dan hak-hak pembelikonsumen setelah perjanjian yang disebut dengan layanan purnajual, seperti garansi dan sebagainya. 96 a. Produk tidak cocok dengan kegunaan dan manfaat yang diharapkan pembelikonsumen. b. Produk menimbulkan gangguan kesehatan, keamanan, dan keselamatan pada pembelikonsumen. c. Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan. 95 Ibid.hlm.72 96 Ibid.hlm.74 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 Sebagaimana dikemukakan bahwa penjual atau pengecer yang berhubungan langsung dengan pembeli adalah salah satu bagian dari produsen sebab selain penjual masih ada lagi pihak-pihak yang dapat digolongkan sebagai produsen, yaitu pengusaha pabrik, agen, dan distributor-distributornya. Sebaliknya, produk yang dibeli oleh seseorang tidak hanya semata-mata dipakaidikonsumsi oleh pembeli itu sendiri, tetapi selalu ada kemungkinan dipakaidikonsumsi juga oleh orang lain yang bukan pembeli, misalnya oleh sanak saudaranya atau bahkan oleh tamu yang datang. Mereka ini adalah orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan perjanjian jual-beli tersebut dan tidak ada keterikatan hukum dengan penjualprodusen. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, khususnya mengenai tanggung jawab produsen, masih banyak pihak terkait yang berada di luar hubungan perjanjian kontrak jual-beli bahkan sama sekali tidak terkait secara hukum. Sedangkan yang diuraikan berkaitan dengan kewajiban penjual merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban produsenpenjual berdasarkan penanggunganpenjaminan terhadap cacat tersembunyi sales warranty against laten defect yang didasarkan pada hubungan kontraktual. 97 Untuk melindungi kepentingan konsumen yang terikat dalam suatu hubungan kontraktual misalnya kontrak jual-beli dengan produsen dapat dipakai saluran wanprestasi, termasuk di dalamnya karena tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan jaminan warranty. Akan tetapi, bagi konsumen yang tidak 97 Ibid.hlm.80 Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 terikat kontrak dapat dipakai saluran neglience, implied warranty, perbuatan melawan hukum yang memakai prinsip kesalahan dengan prinsip risiko. Adapun prinsip-prinsip yang muncul tentang kedudukan dalam hubungan hukum dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau teori yang dikenal dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen. Termasuk dalam kelompok ini adalah prinsip : 98 98 Shidarta,Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2006.hlm.61 1. Let the buyer beware Doktrin Let the buyer beware atau caveat emptor sebagai embrio dari lahirnya sengketa di bidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi, pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. 2. The Due Care Theory Doktrin prinsip atau teori ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati-hati dengan produknya, ia tidak dapat dipersalahkan. Jika ditafsirkan secara a-contario, maka untuk mempersalahkan si pelaku usaha, seseorang harus dapat membuktikan, pelaku usaha itu melanggar prinsip-prinsip kehati-hatian. 3. The Privity of Contract Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal- hal diluar yang diperjanjikan. Hyacintha A.T. Situmorang : Tanggung Gugat PT. PLN Persero Terhadap Kerugian Konsumen Yang Ditimbulkan Akibat Pemadaman Aliran Listrik Studi PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara, 2008. USU Repository © 2009 4. Kontrak bukan syarat. Seiring dengan bertambah kompleksnya transaksi konsumen, prinsip the privity of contract tidak mungkin lagi dipertahankan secara mutlak untuk mengatur hubungan antara pelaku usaha dan konsumen. Jadi, kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum. Sekalipun demikian, ada pandangan yang menyatakan prinsip kontrak bukan syarat hanya berlaku untuk objek transaksi berupa barang. Sebaliknya kontrak selalu dipersyaratkan untuk transaksi konsumen di bidang jasa.

F. Penyelesaian Sengketa Konsumen