Rehabilitasi Sosial Peran peer counselor dalam rehabilitasi korban napza di Panti Sosial Pamardi Putra Galih Pakuan Bogor

3. Proses Rehabilitasi Sosial Keseluruhan rangkaian proses rehabilitasi sosial terdiri atas beberapa tahap kegiatan yang dilaksanakan secara beraturan, sejak perkenalan program sampai dengan klien kembali ke lingkungan keluarganyalingkungan masyarakat. Proses rehabilitasi sosial tersebut terdiri atas 6 enam tahapan yang meliputi berbagai kegiatan yaitu: a Tahap pendekatan awaltahap persiapan rehabilitasi yaitu tahap kegiatan yang mengawali keseluruhan proses rehabilitasi dan dilaksanakan di masyarakat, untuk mempersiapkan pelaksanakan kegiatan rehabilitasi baik yang diselenggarakan didalam panti maupun diluar panti. b Tahap penerimaan intake Pada tahap ini terjadi proses pertukaran informasi mengenai apa yang dibutuhkan oleh calon klien dan pelayan apa yang ada pada panti lembaga dalam membantu memenuhi kebutuhan klien atau memecahkan masalah yang dialaminya. c Tahap assessment Assessment merupakan penilaian atau penafsiran terhadap situasi dan orang-orang yang terlibat didalamnya. Sebagai suatu proses pengungkapan dan pemahaman masalah, assessment akan membantu pekerja sosial mendefinisikan masalah, membuat keputusan tentang aspek-aspek mana dari situasi itu yang akan dihadapi, merumuskan tujuan perubahan, dan menetapkan cara untuk mencapai tujuan tersebut. d Tahap pembinaan dan bimbingan Salah satu prinsip dasar philosophi utama pelayanan manusia adalah bahwa “yang mendasari perubahan harus datang dari dalam, tetapi kekuatan-kekutan dari luar dapat membantu untuk mewujudkan terjadinya perubahan tersebut”. Tahap pembinaan dan bimbingan adalah inti dari proses pelayanan dan rehabilitasi sosial korban NAPZA, pelibatan klien secara aktif working with clien merupakan hal yang sangan penting sesuai dengan prinsip di atas untuk mengoptimalkan hasil-hasil yang ingin dicapai. e Tahap resosialisasireintegrasi Hasil akhir dari proses pelayan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA adalah mengembalikan dan meningkatkan keberfungsian sosial klien. f Tahap pembinaan lanjut Tahap pembinaan lanjut adalah usaha yang sangat penting dalam rangka memelihara dan memantapkan kondisi kesembuhan dan kepulihan klien dari ketrgantungan terhadap NAPZA. 22 Secara umum ada beberapa tahapan yang harus dilewati. Masing-masing tahapan tersebut memakan waktu bervariasi: ada yang seminggu, sebulan dan bahkan berbulan tergantung tingkat ketergantungan, tekat korban, dan juga dukungan berbagai pihak terutama keluarga dalam seluruh proses tersebut. Setiap tahapan tersebut disusun dan dibuat untuk mengantar pasien secara bertahap melepaskan dari ketergantungan narkoba. Beberapa tahapan rehabilitasi ini disajikan berikut sudah teruji dapat menyembuhkan memulihkan korban narkoba secara maksimal. a. Tahap Transisi Penekanan dalam tahap ini lebih kepada informasi awal tentang korban seperti: latar belakang korban, lama ketergantungan, jenis obat yang dipakai, akibat-akibat ketergantungan dan informasi lainnya. b. Tahap Intensif Setelah melewati masa transisi pengumpulan informasi tentang keadaan korban dan latar belakangnya baru masuk pada fase berikutnya yakni proses 22 Direktorat Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Korban NAPZA Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Panduan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA. Jakarta, 2003, h. 7-30 penyembuhan secara psikis. Motivasi dan potensi dirinya dibangun dalam tahap ini. c. Tahap Rekonsiliasi Tahap berikut yang harus dilewati dan sangat vital adalah tahap rekonsilitas. Para korban tidak langsung berinteraksi secara bebas dengan masyarakat, akan tetapi terlebih dahulu ditampung disebuah lingkungan khusus selama beberapa waktu sampai pasien benar-benar siap secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya semula. d. Pemeliharaan Lanjut Pada tahap ini walaupun secara fisik yang bersangkutan sudah dinyatakan sehat dan secara psikis pun sudah pulih, namun masih ada kemungkinan mereka akan tergelincir kembali, lebih-lebih saat mereka bernostalgia dengan kenikmatan narkoba. Saat ini juga rawan. Karena itu setiap korban yang memasuki tahap ini dipersiapkan sungguh-sungguh agar dapat melewati dan mengatasi situasi rawan ini dengan melewati tiga titik ini yakni: 1 Mengubah, menghilangkan, atau menjauhi hal-hal yang bersifat nostalgia kesenangan narkoba. 2 Setia mengikuti program-program dan acara-acara aftercere pemelihara lanjut. 3 Dapat juga melibatkan diri dalam gerakan atau kelompok bersih narkoba dan peduli penanggulangannya. 23

D. Korban NAPZA

1 Pengertian korban NAPZA Pembahasan tentang korban penting diberikan untuk membantu menentukan secara jelas batas-batas yang dimaksud oleh pengertian tersebut sehingga diperoleh kesamaan pandangan. Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli maupun yang bersumber dari peraturan-peraturan hukum nasional dan internasional mengenai korban kejahatan. a. Menurut Arief Gosita, korban adalah: “mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan. 24 b. Mulai di menyatakan bahwa korban victims adalah: Orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi atau ganguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, 23 EM. Giri Prastomo, Rehabilitasi bagi Korban Narkoba, Tangerang: Visimedia, 2006, h. 28-34 24 Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Pressisndo, 1993, h. 63 melalui suatu perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan. 25 c. Dalam perspektif viktimologi, pada fase new victimolog Zvonimir Paul Separovic dalam bukunya yang berjudul “victimology, Studies Of Victims” memberikan pengertian tentang korban sebagai berikut: …those person who are threatened, injured or destroyed by an act or omission of another man, structure, organization, or institution and consequently, a victim would be any one who has suffered from or been threatened by punishable act ot only criminal act but also other punisable acts as misdemeanors, economic offenses, non-fulfilment of work duties or from an accident accident at work, at home, trafict accident, etc. Suffering may be caused by another man man made victim or another structure where people are also involved. 26 d. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 pasal 1 ayat 3 dan Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, mendefinisikan korban: “orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental, maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk ahli warisnya”. e. Definisi korban menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah: “seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental danatau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”. Dari pengertian diatas, jelas bahwa korban adalah orang yang mengalami penderitaan karena sesuatu hal. Yang dimaksud 25 Muladi, “HAM dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana”, dalam Muladi ed Hak Asasi Manusia, hakekat konsep dan implikasinya dalam perspektif hukum dan masyarakat, Refika Aditama, Bandung: 2005, h. 108 26 J.E. Sahetapy, ed, Bunga Rampai Viktimisasi, cet.1, Bandung: 1995, h.204 dengan sesuatu hal disini adalah meliputi orang, institusi atau lembaga, struktur. Korban pada dasarnya tidak hanya orang-perorangan atau kelompok yang secara langsung menderita akibat dari perbuatan- perbuatan yang menimbulkan kerugianpenderitaan bagi dirikelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk di dalamnya keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orang- orang yang mengalami kerugian ketika membantu korban mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah viktimisasi. 27 a. Korban NAPZA dalam Perspektif Vitimologi