Korban NAPZA Peran peer counselor dalam rehabilitasi korban napza di Panti Sosial Pamardi Putra Galih Pakuan Bogor

dengan sesuatu hal disini adalah meliputi orang, institusi atau lembaga, struktur. Korban pada dasarnya tidak hanya orang-perorangan atau kelompok yang secara langsung menderita akibat dari perbuatan- perbuatan yang menimbulkan kerugianpenderitaan bagi dirikelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk di dalamnya keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orang- orang yang mengalami kerugian ketika membantu korban mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah viktimisasi. 27 a. Korban NAPZA dalam Perspektif Vitimologi Dalam perspektif viktimologi terutama mengenai tipologi korban, terdapat beberapa pendapat ahli hukum mengenai korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, maka korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika menurut Ezzat Abdul Fateh, adalah dalam tipologi; “false victims yaitu mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri’. Dari perspektif tanggungjawab korban, menurut Stephen Schafer menyatakan: 27 Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Pressisndo, 1993, h. 48 Self-victimizing victims adalah mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Beberapa literatur menyatakan ini sebagai kejahatan tanpa korban, akan tetapi, pandangan ini menjadi dasar pemikiran bahwa tidak ada kejahatan tanpa korban. Semua atau setiap kejahatan melibatkan 2 hal, yaitu penjahat dan korban. Sebagai contoh dari self- victimizing victims adalah: pecandu obat bius koersif-penulis, alkoholisme, homoseks, judi. Hal ini berarti pertanggungjawaban terletak penuh pada si pelaku, yang juga sekaligus merupakan korban. 28 Menurut Sellin dan Wolfgang, korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika adalah merupakan: “mutual victimization yaitu yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Misalnya: pelacuran, perzinahan, narkotika . 29 Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli hukum mengenai tipologi korban dalam perspektif viktimologi dapat dinyatakan, bahwa pecandu narkotika dan psikotropika adalah merupakan self-victimizing victims, yaitu seseorang yang menjadi korban karena perbuatannya sendiri. Namun, ada juga yang mengelompokannya dalam victimless crime atau kejahatan 28 E. Sahetapy, ed, Bunga Rampai Viktimisasi, cet.1, Bandung: 1995, h. 14-125 29 Ibid, 206-207 tanpa korban karena kejahatan ini biasanya tidak ada sasaran korban, semua pihak terlibat. 30 Hal ini senada dengan Rumusan teoritis Savitz bahwa suatu perbuatan dinyatakan jahat haruslah menimbulkan korban dan korban itu adalah orang lain. Di sini timbul pertanyaan, bagaimana bila korban tersebut adalah diri sendiri? Dalam criteria Savitz, apabila hanya diri sendiri yang menjadi korban bukan sebagai kejahatan. Apabila seorang pengguna narkoba menggkonsumsi barang haram itu, hanya untuk dirinya sendiri, dalam konteks criteria Savitz, pengguna tersebut bukan pelaku tindak pidana. Dari hukum nasional yang mengatur mengenai tindak pidana NAPZA, juga ada penegasan pecandu NAPZA selain adalah pelaku kejahatan juga adalah sebagai korban: Dalam konteks UU no. 51997 tentang psikotropika dan UU no. 221997 tentang Narkotika dinyatakan sebagai berikut: a pasal 37 ayat 1 UU no. 51997 menyatakan: “pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan atau perawatan”. 30 Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Pressisndo, 1993, h. 49-51 b pasal 44 ayat 1 UU no. 221997 tentang Narkotika, intinya menegaskan bahwa untuk kepentingan pengobatan dan atau perawatan pengguna narkotika dapat memiliki, menyimpan dan membawa narkotika, dengan syarat narkotika tersebut diperoleh secara sah. Pada pasal 45 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pecandu wajib menjalani perawatan dan pengobatan.kursif: penulis. 2 Pengertian NAPZA a. Narkotika Narkoba berasal dari bahasa inggris narcotics yang berarti obat yang menidurkan atau obat bius, 31 sedangkan menurut istilah menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009 pasal 1 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis atau bukan sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. adalah zat yang apabila digunakan sesuai dengan fungsinya yaitu untuk kepentingan medis dan kepentingan ilmiah akan memberikan manfaat kepada umat manusia. Ada beberapa jenis zat 31 S Warjowarsito dan Tito W, Kamus LengkapBahasa Inggris- Indonesia, Indonesia- Inggris, Bandung 1980, h.122 sebagai sarana kebutuhan medis yang penggunaannya secara terukur dibawah kendali ahli medis. Baik untuk kepentingan penelitian maupun pertolongan kesehatan. Namun demikian, dalam perkembangannya menjadi barang yang berbahaya karena telah diedarkan secara gelap dan disalahgunakan untuk kepentingan di luar medis dan berdampak terhadap gangguan kesehatan. Sebelum tahun 1976 istilah narkotika belum dikenal dalam perundang-undangan Indonesia. Peraturan yang berlaku waktu itu, yaitu “Verdovende Middelen Ordonnantie ” Staatsblad 1927 No. 278 jo. No. 536, yang diubah terakhir tahun 1949 L.N 1949 No. 337, bukan menggunakan istilah “narkotika”, melainkan “obat yang membius kan” Verdovende middelen, oleh karena itu peraturan iersebut dikenal sebagai Ordonansi Obat Bius. Namun dalam rangka pencegahan kejahatan dan pembinaan para pelanggar hukum narkotika, istilah “narkotika” sudah mulai dikenal sekitar akhir decade 60-an. Bo leh dikatakan baik “obat bius” maupun “narkotika” tidaklah berbeda, merupakan obat yang diperlukan dalam dunia penelitian. oleh karena itu tidak dilarang penggunaan obat bius narkotika untuk kepentingan kedokteran dan ilmu pengetahuan. Dampaknya sangat membahayakan kesehatan dan bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. Dan tidak hanya itu, kini nyata-nyata telah semakin berdampak dahsyat. Membuat hancur dan matinya karakter bangsa. Yang diawali dengan rusaknya sel-sel syaraf otak sebagai dampak menggunakan Narkoba illegal. Kerusakan syaraf otak ini akan berpengaruh buruk pada kepribadian, tempramen dan karakter manusia. Jadi, pada hakekatnya Narkoba memiliki dua dampak yakni positif dan negative. Positif adalah demi kepentingan medis, sedangkan negative adalah untuk kepentingan bisnis illegal oleh kalangan mafia yang tidak bertanggung jawab. Menghancurkan kehidupan manusia dan menjadi musuh bersama seluruh bangsa beradab dimuka bumi ini. Terkait dengan ini maka perlunya membangun karakter manusia sebagai embiro karakter bangsa. Karakter bangsa yang kuat akan mampu memiliki daya imunitas yang lebih baik untuk menghadapi peredaran gelap Narkoba. Dengan daya tahan yang handal, maka pengaruh negative Narkoba dapat di cegahnya. 32 32 Drs. V. Sambudiyono, MM, Peran Serta Masyarakat Di Bidang P4GN, Jakarta: 2012, h. 5-6 Di dalam pasal 6 undang-undang No 35tahun 2009 Narkotika dikelompokan kedalam tiga golongan yaitu : 33 1. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja dan lain sebagainya. 2. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin. 3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein. b. Psikotropika Menurut UU RI No 5 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang 33 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2007, h.159 menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.Psikotropika terdiri dari 4 golongan : 34 1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi. 2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine. 3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital. 4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam BK, DUM . c. Zat Adiktif Zat Adiktif adalah : bahan zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi : 34 DR. Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba Musuhi Penyalahgunaannya, T. Tp: LKP Yayasan Karya Bahakti, 2004, h. 13-16 1 Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol a Golongan A : kadar etanol 1 – 5 Bir . b Golongan B : kadar etanol 5 – 20 Berbagai minuman anggur c Golongan C : kadar etanol 20 – 45 Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker. 2 Inhalasi gas yang dihirup dan solven zat pelarut mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin. 3 Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya. Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan : a Golongan Depresan Downer . Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya: Opioda Morfin, Heroin, Codein , sedative penenang , Hipnotik obat tidur dan Tranquilizer anti cemas . b Golongan Stimulan Upper . Adalah jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini menbuat pemakainnya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh: Amphetamine Shabu, Ekstasi, Kokain. c Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh persaan dapat terganggu. Contoh: Kanabis ganja . 35 d. Penyebab Penyalahgunaan NAPZA Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor: 35 DR. Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba Musuhi Penyalahgunaannya, T. Tp: LKP Yayasan Karya Bahakti, 2004, h. 3-10 1 Faktor individual : Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja sedang mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat. Ciri –ciri remaja yang mempunyai resiko lebih besar menggunakan NAPZA : a Cenderung memberontak b Memiliki gangguan jiwa lain, misalnya : depresi, cemas. c Perilaku yang menyimpang dari aturan atau norma yang ada. d Kurang percaya diri. e Mudah kecewa, agresif dan destruktif. f Murung, pemalu, pendiam. g Merasa bosan dan jenuh. h Keinginan untuk bersenang–senang yang berlebihan. i Keinginan untuk mencaoba yang sedang mode. j Identitas diri kabur. k Kemampuan komunikasi yang rendah. l Putus sekolah. m Kurang menghayati iman dan kepercayaan. 2 Faktor Lingkungan : Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat. - Lingkungan Keluarga : a Komunikasi orang tua dan anak kurang baik b Hubungan kurang harmonis c Orang tua yang bercerai, kawin lagi d Orang tua terlampau sibuk, acuh e Orang tua otoriter f Kurangnya orang yang menjadi teladan dalam hidupnya g Kurangnya kehidupan beragama. - Lingkungan Sekolah : a Sekolah yang kurang disiplin b Sekolah terletak dekat tempat hiburan c Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif d Adanya murid pengguna NAPZA. - Lingkungan Teman Sebaya : a Berteman dengan penyalahguna b Tekanan atau ancaman dari teman. - Lingkungan Masyrakat Sosial : a Lemahnya penegak hokum b Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung. 3 Faktor Ketersediaan Antara lain: tersedia dimana-mana dan mudah diperoleh karena maraknya peredaran narkoba, bahkan Indonesia sudah sebagai produsen narkoba, karena bisnis narkoba yang menjanjikan keuntungan besar , lalu penegakan hokum di Indonesia yang belum tegas dan konsisten. 36 Faktor – faktor tersebut diatas memang tidak selalu membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor –faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA. 36 BNN RI, Pedoman Pelaksanaan P4GN Melalu Peran Serta Kepala DesaLurah, Jakarta: 2007, h. 30-31 52 BAB III GAMBARAN UMUN LEMBAGA

A. Sejarah Berdirinya

Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor berdiri sejak tahun 1982 dan mulai beroperasi pada tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Nomor : KEP.007RPS-41983, dengan nama Panti Rehabilitasi Sosial Korban Narkotika “Putat Nutug”. Tanggal 28 Februari 1989 panti ini ditetapkan sebagai panti tipe “A” berdasarkan KEPMENSOS Nomor: 06HUK1989. Dan sejak tanggal 26 April 1994 dengan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Nomor: 06KEPBRSIV1994 panti ini dinamakan Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”. PSPP “Galih Pakuan-Bogor sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis UPT di lingkungan Departemen Sosial RI, melaksanakan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA, mempunyai visi dan misi sebagai berikut:

B. Visi, Misi, dan Moto

1. Visi: Panti sebagai pusat Pelayanan, Perlindungan dan Rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA berstandar Nasional, Profesional, Berkualitas, Tahun 2014 2. Misi: a. Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial penyalahgunaan NAPZA dalam sistem panti menggunakan pendekatan multi disipliner, teknik pelayanan yang unggul dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. b. Menyelenggarakan pengkajian model pelayanan dan rehabilitasi sosial penyalahgunaan NAPZA. c. Memfasilitasi tumbuh kembangnya motivasi dan usaha masyarakat dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan SDM dalam rangka meningkatkan pelayanan Rehabilitasi Sosial korban Penyalahgunaan NAPZA yang berkualitas. 3. Motto“kami Peduli. Anda Pulih dan Dunia Indah Tanpa Narkoba”

C. Tugas Pokok PSPP “Galih Pakuan” Bogor

Memberikan bimbingan, pelayanan, dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabiltatif, promotif dalam membentuk bimbingan pengetahuan dasar, pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi eks korban Napza dan pengguna Psikotropika Sindroma ketergantungan agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

1. SDM Sumber Daya Manusia Pelaksana dan Peserta

1 Pelaksana a. Pejabat Struktural : 4 orang b. Fungsional Pekerja Sosial : 15 orang c. Fungsional Arsiparis : 2 orang d. Instruktur : 3 orang e. Pelaksanaan Sub.Bag.TU :11orang f. Pelaksana Rensos : 4 orang g. Pelaksana PAS : 4 orang 2 Peserta PSPP “Galih Pkuan”-Bogor menyelenggarakan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna NAPZA dari semua golongan sosial maupun ekonomi. Adapun persyaratan peserta adalah sebagai berikut: a. Remaja laki-laki b. Usia 14 tahun keatas dan diutamakan belum menikah c. Menyerahkan pas photo berwarna ukuran 4x6 cm 2 lembar d. Foto kopi ijazahSTTB terakhir e. Mengisi formulir pendaftaran, surat permohonan dan surat pernyataan f. Surat keterangan dokter yang menyatakan informasi tentang kesehatan klien