Jenis-Jenis Polisemi Polisemi Sebagai Fenomena Semantik

17 beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitannya antara makna-makna yang berlainan tersebut, maksudnya masih ada dalam satu bidang. Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa polisemi adalah leksem yang mengandung makna ganda. Karena kegandaan makna seperti itulah maka pendengar atau pembaca ragu-ragu menafsirkan makna leksem atau kalimat yang didengar atau dibacanya. Untuk menghindari kesalahpahaman sudah barang tentu saja kita harus melihat terlebih dahulu konteks kalimatnya, atau kita bisa bertanya lagi kepada si pembicara, apakah yang ia maksud. Pengertian polisemi bertumpang tindih dengan pengertian homonimi, yaitu kesamaan kata-kata yang berbeda. 21 Homonimi dan polisemi tumbuh oleh faktor kesejarahan dan faktor perluasan makna. Berdasarkan dari pengumpulan data, proses polisemi bukan hanya terjadi pada tataran morfologi itu sendiri, tetapi pada tataran frase dan sintaksis, dalam hal morfologi, polisemi terjadi baik dalam hal pelafalan maupun leksem itu sendiri.

2. Jenis-Jenis Polisemi

Di dalam bukunya Stephen Ullmann menjelaskan bahwasanya polisemi terdiri atas lima jenis, empat di antaranya terletak pada bahasa yang bersangkutan sedangkan yang satu lagi bersangkutan dengan munculnya pengaruh bahasa asing. Maka penulis akan menyebutkan kelima jenis polisemi tersebut berdasarkan pendapat Ullmann di antaranya adalah: 21 T. Fatimah Djajasudarma, Op. Cit, hal. 43 18 1. Pergeseran Penggunaan, pergeseran penggunaan terutama tampak mencolok dalam penggunaan adjektiva karena adjektiva ini cenderung berubah maknanya sesuai nomina yang diterangkan. Sebagian besar kata muncul karena pergeseran penggunaan, walau faktor lain, seperti penggunaan kias, mungkin saja ikut berperan. Pergeseran dalam penggunaan ini merupakan pelaku utama di belakang banayaknya jumlah makna dengan penggunaan kias sebagai suatu faktor penyumbang yang penting. Contoh dalam bahasa Indonesia, verba makan yang semula hanya untuk manusia dan binatang, itu pun dengan cara dan proses yang berbeda-beda, misalnya makan ayam, makan bebek, makan asam garam, makan suap. 2. Spesialisasi dalam Lingkungan Sosial. Breal mengemukakan bahwa “dalam setiap situasi, dalam setiap lingkungan dagang dan profesi, atau suatu gagasan tertentu. Orang dapat menemukan sekian banyak contoh kata-kata yang mempunyai makna umum dalam bahasa sehari-hari dan makna khusus dalam suasana terbatas:maju, jatuh dikalangan mahasiswa;aman, sepi, panen dikalangan perdagangan. 3. Bahasa Figuratif kiasan, sudah dikemukakan bahwa metafora dan kias- kias lainnya merupakan faktor penting dalam motivasi dan dalam overtone emotif. Sebuah kata dapat diberi dua atau lebih pengertian yang bersifat figuratif tanpa menghilangkan makna orisinalnya: makna yang lama dan makna yang baru akan tetap berdampingan selama tidak terjadi kekacauan makna. Metafora muncul atas dasar adanya kesamaan- kesamaan bukanlah satu-satunya penyebab polisemi. Metonimi, yang munculnya tidak didasarkan atas kesamaan melainkan didasarkan atas kaitan-kaitan tertentu antara dua buah makna, bisa juga bertindak sebagai metafora. Contohnya, ‘dewan’ tidak hanya menunjuk kepada ‘meja’ untuk siding, melainkann juga untuk orang-orang anggota dewan yang duduk disekitar meja itu. 4. Homonim-Homonim yang Diinterprestasikan Kembali, jika dua kata mempunyai bunyi yang identik dan perbedaan maknanya tidak begitu besar, kita cenderung untuk memandangnya sebagai dua kata dengan dua pengertian. Secara historis, ini adalah masalah homonimi karena dua kata itu berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Apa yang dulunya homonimi, kemudian diinterprestasikan sebagai polisemi karena ketidaktahuan aka nasal-usul kata yang berhomonimi itu. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karya Poerdarminta, homonimi ditunjukan dengan menggunakan angka Romawi besar I, II, dst,. sedangkan polisemi ditunjukan dengan menggunakan angka Arab 1, 2, 3, dst. Angka Romawi ditulis secara berurut secara vertikal, sedangkan angka Arab ditulis secara horizontal. 5. Pengaruh Asing, salah satu masuknya pengaruh asing ke dalam suatu bahasa adalah dengan mengubah makna yang ada dalam suatu kata asli. 19 Contohnya, taste, misalnya, mempunyai dua makna pokok, yaitu ‘mencicipi rasa sesuatu’ dan ‘kearifan dan penghargaan terhadap keindahan’. 22 Di antara lima jenis polisemi yang telah Penulis sebutkan di atas penulis bisa mengatakan bahwa ketiga jenis pertama, yaitu pergeseran penggunaan, spesialisasi makna, dan penggunaan kiasan, adalah jenis-jenis yang paling penting; yang keempat yaitu interpretasi kembali atas homonim sangat jarang terjadi, dan yang kelima peminjaman makna meskipun cukup umum terjadi dalam situasi-situasi tertentu, bukanlah merupakan proses biasa dalam kehidupan sehari-hari. Para filosof beramai-ramai mengemukakan bahwa polisemi itu merupakan kelemahan bahasa dan merupakan hambatan besar dalam komunikasi dan bahkan dalam kejelasan pikir. Akan tetapi, Breal melihat bahwa dalam kemultigandaan makna ada suatu tanda keagungan bahasa itu. Polisemi merupakan faktor ekonomi dan fleksibilitas dalam bahasa yang tak ternilai harganya. Kadang-kadang sangat sulit untuk membedakan antara polisemi dan homonimi. Akan tetapi, hal ini tidak mengherankan karena dua istilah ini berhubungan dengan makna dan sekaligus dengan bentuk. 23

3. Pengertian Homonimi