Divergensi Makna Pengaruh Asing

21 bahasa tulisannya. Misalnya, seri bermakna ‘rangkaian’ atau ‘deretan’ dan seri ‘pohon ceri’

2. Divergensi Makna

Perkembangan makna yang “menyebar” divergen juga bisa menimbulkan homonimi. Jika dua buah makna atau lebih polisemi dari sebuah kata berkembang ke arah yang berbeda, maka di sana tidak akan jelas lagi hubungan antara makna-makna itu, dan kesatuan kata itu menjadi rusak, dan polisemi berubah menjadi homonimi. Dalam beberapa hal ada kriteria yang memadai untuk menentukan homonimi. Perbedaan ejaan mungkin memang tidak pasti dalam menyelesaikan masalah, namun dalam hal ini ada kaitan dengan faktor-faktor lain, hal ini menunjukkan bahwa kata itu sudah tidak lagi dianggap sebagai sebuah satuan. Kriteria lain yang kadang-kadang dapat menentukan homonimi atau bukan homonimi adalah rima. Kriteria semacam ini memang sangat menolong dalam beberapa hal tetapi tetap tidak dapat menyelesaikan masalah seluruhnya. Misalnya, flower bermakna ‘bunga’ dan flour ‘tepung’. 27

3. Pengaruh Asing

Banyaknya kata asing yang masuk ke dalam suatu bahasa sangat mungkin menimbulkan homonimi dalam bahasa Inggris dan dalam bahasa-bahasa lainnya. Pengaruh bahasa asing dapat juga membawa ke arah homonimi lewat peminjaman makna semantic borrowing, ini memang proses yang jarang terjadi. Misalnya, butir ‘barang yang kecil- kecil’ atau ‘kata bantu bilangan’ sebutir kelapa, sekarang dipakai juga untuk mengacu konsep yang datang dari bahasa Inggris, item ‘butir tes’. 4. Batasan-batasan Antara Polisemi dan Homonimi Untuk memahami batas antara kasus homonimi dan polisemi atau sebaliknya polisemi dengan homonimi, Palmer, mengungkapkan perlu adanya sejumlah hal yang patut diperhatikan, yakni: a Melihat kamus dan memahami etimologinya sebagai pemakai bahasa dapat memahami makna dasar setiap kata yang batas polisemi dan homoniminya rancu. Dengan mengetahui makna dasarnya, diharapkan 27 Stephen Ullmann, Pengantar Semantik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hal. 228 22 kita dapat menetapkan apakah bentuk kebahasaan itu termasuk polisemik ataukah homonim. Dengan memahami etimologinya, misalnya pada bentuk lik dan dhe, seseorang akan segera memahami bahwa kedua bentuk itu bukan polisemik melainkan homonim. b Memahami konteks pemakainnya. Apabila bentuk kebahasaanya itu digunakan sebagai metafor, misalnya dapat dipastikan bahwa kehadiran maupun makna di dalamnya bukan akibat polisemi maupun homonim, melainkan akibat pemindahan makna yang secara individual dilakukan oleh penutur. Meskipun demikian, patut pula diperhatikan bahwa gaya bahasa individual itu bisa menjadi umum, misalnya: bentuk tanyakan pada rumput yang bergoyang yang secara umum dapat diberi makna “sama sekali tidak tahu”, “tidak mau tahu”, atau “sekedar member tahu” pertanyaan itu tidak lucu. Dalam hal itu, bentuk metaforis telah termasuk ke dalam polisemi. c Melihat makna inti atau core of meaning. Apabila bentuk yang semula rancu harus dinamai polisemik atau homonimi dapat ditentukan makna intinya, kedudukan akhirnya dapat ditentukan. Memiliki makna inti berarti polisemik, dan apabila memiliki makna inti berbeda berarti homonimi. d Mengkaji hubungan strukrulanya. Dengan melihat bahwa kata syah dan sah memiliki relasi struktural dengan kolokasi yang jauh berbeda, dapat ditentukan bahwa bentuk itu adalah homonim. 23

5. Perbedaan Antara Homonimi dan Polisemi