Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara. Agar apa yang diinginkan, atau dirasakan dapat diterima oleh pendengar atau orang yang diajak bicara, hendaklah bahasa yang digunakannya dapat mendukung maksud atau pikiran dan perasaan secara jelas. Manusia berbahasa berarti manusia hendak mengungkapkan pikiran, perasaan, dan sikap. Dengan bahasa dan berbahasa, kebudayaan manusia berkembang. Pewarisan kebudayaan dilakukan lewat pewarisaan bahasa yang bermakna. 1 Para penutur bahasa harus dapat menyesuaikan dan membedakan setiap makna kata dan penggunaan makna kata. Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif atau makna konseptual. Para ahli linguistik pun mengemukakan bahwa bahasa memiliki lima unsur kajian linguistik, yaitu: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik. Bahasa Arab tergolong bahasa yang disebut bahasa yang inflektif, artinya bahasa yang mempunyai sejumlah perubahan bentuk, baik bertalian dengan aturan pembentukan kata baru maupun bertalian dengan fungsi sintaksis tiap kata. 2 1 J. D. Parera, Teori Semantik Jakarta: Erlangga, 2004, hal. 61. 2 Aziz Fahrurrozi, Gramatika Bahasa Arab, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2 Belajar bahasa Arab memiliki kesan umum yang sulit dan rumit. Padahal, secara linguistik, setiap bahasa di dunia ini memiliki tingkat kesulitan dan kemudahan yang berbeda-beda, bergantung pada karakteristik sistem bahasa itu, baik dari segi fonologi, morfologi maupun sintaksis dan semantiknya. 3 Pada tataran teoritis, penelitian bahasa Arab pun merupakan unsur yang dibatasi dalam sebuah sistem, setidak-tidaknya meliputi enam aspek penelitian, yaitu: bunyi bahasa fonetik, ilmu al-ashwat fonologi, ilmu al-sharaf Morfologi, ilmu nahwu sintaksis, ilmu ad-dhilalah semantik, dan ilmu al-mujam leksikologi. Kini semantik dianggap sebagai komponen bahasa yang tidak dapat dilepaskan dalam pembicaraan linguistik. Tanpa membicarakan makna, pembahasan linguistik belum dianggap lengkap karena sesungguhnya tindakan berbahasa itu tidak lain dari upaya untuk menyampaikan makna-makna itu. Ujaran yang tidak bermakna tidak ada artinya sama sekali. Semantik dalam hubungannya dengan sejarah, melibatkan sejarah pemakai bahasa masyarakat bahasa. Lingkungan masyarakat dapat menyebabkan perubahan makna suatu kata. Kata yang dipakai di dalam lingkungan tertentu belum tentu sama maknanya dengan kata yang dipakai di lingkungan lain. 4 Perkembangan makna mencakup segala hal tentang makna yang berkembang, berubah, dan bergeser. Bahasa mengalami perubahan dan dirasakan oleh setiap 3 Muhbib Abdul Wahab, Pemikiran Linguistik Tammam Hassan dalam Pembelajaran bahasa Arab, Jakarta:UIN Press ,2009, hal. 3 4 T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna, Bandung: Refika Aditama, 1999, hal. 66. 3 orang, dan salah satu aspek dari perkembangan makna perubahan arti yang menjadi objek telaah semantik historis. Makna sebagai objek dalam studi semantik ini memang sangat rumit persoalannya, karena bukan hanya menyangkut persoalan dalam bahasa saja tetapi juga menyangkut persoalan luar bahasa. Faktor-faktor luar bahasa seperti masalah agama, pandangan hidup, budaya, norma dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat turut menyulitkan masyarakat. Karena bahasa digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Konsep tentang keberagamaan itu mengemuka ketika linguis mengaitkan bahasa dengan aspek kemasyarakatan. Bahasa dilihat sebagai media komunikasi yang dinamis, yang menyesuaikan aspek sosial pemakainya the users dan pemakaiannya the uses. 5 Berbagai nama jenis makna telah dikemukakan oleh para ahli bahasa dalam buku-buku linguistik atau semantik. Dalam menganalisis semantik, seseorang harus menyadari bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya. Maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja dan tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Semua ini karena bahasa adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan. Selain itu, dalam bahasa yang penuturnya terdiri dari kelompok-kelompok yang mewakili 5 Kushartanti, Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, hal. 47 4 latar belakang budaya, pandangan hidup, dan status sosial yang berbeda, maka makna sebuah kata bisa menjadi berbeda atau mewakili nuansa makna yang berlainan. Seluruh makna yang terkandung dalam bahasa sering berhubungan satu sama lain. Relasi makna dapat berwujud macam-macam. 6 Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna sinonimi, kebalikan makna antonimi, kegandaan makna polisemi, ketercakupan makna hiponimi, kelainan makna homonimi, kelebihan makna redundansi, dan sebagainya. Polisemi merupakan salah satu bagian dari relasi makna. Polisemi merupakan masalah yang cukup rumit dalam melakukan proses penerjemahan. Karena seorang penerjemah sulit untuk menerjemahkan arti suatu kata dengan tepat tanpa melihat konteks kalimat secara keseluruhan. Dalam hal ini sangatlah tidak asing ketika mengkaji bahasa Arab, apalagi bahasa al- Qur’an yang memang dikenal mengandung makna yang sangat beragam pada tiap kata. Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan definisi polisemi sebagai berikut. Fatimah mengatakan dalam bukunya yang berjudul Semantik 1 Pengantar ke Arah Ilmu Makna bahwasannya polisemi adalah satu kata yang memiliki makna lebih dari satu. Palmer pun mengatakan demikian: “…..it is also the case that same word may have a set of different meaning”. Sedangkan Kushartanti, 6 Kushartanti, Op. Cit, hal. 116. 5 mengatakan bahwasanya polisemi merupakan kata atau frasa yang memiliki beb erapa makna yang berhubungan. 7 Objek utama dari polisemi adalah teks. Ketika berhadapan dengan teks, maka kita akan menemukan dua unsur pembangun, yaitu penulis dan pembaca. Ketika kita menerjemahkan suatu teks, maka pada tataran ini kita juga melakukan kegiatan menafsirkan makna. Al- Qur’an bukan rangkaian kata-kata semata, melainkan mencakup makna dan lafadz. Di Indonesia telah banyak ahli bahasa yang menerjemahkan dan menafsirkan al-Quran seperti apa yang kita lihat saat ini. Semuanya mempunyai tujuan agar al-Quran dapat dipahami maksud dan makna yang terkandung di dalamnya. Di antara sekian banyak ahli bahasa yang telah menerjemahkan al-Quran itu di antaranya adalah Hamka, M. Quraish Shihab, Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Namun dalam hal ini, penulis hanya akan menganalisis makna semantik yang terkandung di dalam al- Qur’an dan mengandung makna yang berpolisemi dalam terjemahan Hamka dan Quraish Syihab. Maka dari itu, saya sebagai penulis mencoba membicarakan persoalan dasar dari semantik sebagai bekal awal untuk memahami masalah bahasa, dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Arab, secara lebih luas. Akan tetapi, penulis lebih memfokuskan untuk menganalisis polisemi. Maka dari itu, saya sebagai penulis akan menganalisis judul “Polisemi Kata Wali dan Auliya dalam Al-Qur’an: Studi Kasus Terjemahan Hamka dan Quraish Shihab”. Contoh kasus surat Al- Maidah ayat 51: 7 Kushartanti, Op. Cit, hal. 117 6 م ضعب ءايل ا رص لا يلا ا ذ تت ا ا ما يذلا ا يأي ه اف مك م م ل تي م ضعب ءايل ا م قلا ي ا ها ا م م ي لاظلا . Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang zalim. Pada dasarnya dalam bahasa Arab kata wali dan auliya bermakna pemimpin. Akan tetapi, dari contoh di atas terdapat perbedaan makna mengenai kata auliya dalam surat Al-Maidah ayat 51 apakah bermakna pemimpin? Berdasarkan kamus al-Munawwir kata auliy bermakna 1 yang mencintai 2 teman, sahabat 3 yang menolong 4 orang yang mengurus perkara seseorang atau wali. 8 Sedangkan, dalam kamus al-Arsy kata auliy bermakna 1 wakil, pejabat pelaksana, karetaker 2 penolong 3 sahabat, teman 4 wali, orang yang bertaqwa 5 tuan, kepala 6 yang mencintai 7 orang yang mengurus perkara seseorang 8 tetangga 9 sekutu 10 pengikut 11 pemilik 12 penanggung 8 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, hal. 1582. 7 jawab, kepala, pimpinan 13 putra mahkota 14 wali yang diwasiatkan 15 pengasuh anak yatim 16 yang dermawan. 9 Dalam kajiannya kata Wali dan Auliya di dalam al- Qur’an terdapat 88 kata. 10 Dan tidak semua kata Wali dan Auliya diterjemahkan dengan pemimpin.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah