Aktifitas Lainnya Metode Penerjemahan Hamka

43 68. Keadilan Sosial Dalam Islam, 1950 sekembali dari Mekkah 69. “Cita-Cita Kenegaraan dalam Ajaran Islam,” kuliah umum Universiti Keristen, 1970. 70. Studi Islam, 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat, 71. Himpunan Khutbah-Khutbah. 72. Urat Tunggang Pancasila. 73. Doa-Doa Rasulullah S.A.W, 1974. 74. Sejarah Islam di Sumatera. 75. Bohong di Dunia 76. Muhammadiyyah di Minangkabau, 1975, menyambut Kongres Muhammadiyyah di Padang. 77. Pandangan Hidup Muslim, 1960. 78. Kedudukan Perempuan dalam Islam, 1973. 79. Tafsir Al-Azhar, Juzu 1-30, ditulis pada masa beliau dipenjara oleh Soekarno.

3. Aktifitas Lainnya

a Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat dari tahun 1936 sampai 1942. b Memimpin Majalah Panji Masyarakat dari tahun 1956. c Memimpin Majalah Mimbar Agama, Departemen Agama, 1950- 1953. 44

4. Metode Penerjemahan Hamka

Al- qur’an sebagai sebuah teks telah memungkinkan banyak orang untuk melihat makna yang berbeda-beda di dalamnya. Dengan berbagai metedologi yang disuguhkan, para mufasir kerap terlihat mempunyai corak sendiri yang sangat menarik untuk ditelusuri. Dari mulai menafsirkan kata perkata dalam setiap ayat sampai menyambungkannya dengan masalah fikih, politik, ekonomi, tasawuf, sastra, kalam, dan lainnya. Dalam buku karya Yunan Yusuf yang berjudul Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar diuraikan tentang pengaruh pemikiran kalam atas tafsir al- Qur’an. M. Quraish Shihab dalam pengantar buku ini memuji langkah yang diambil Yunan sebagai sebuah studi baru dan langkah di tanah air yang diharapkan bisa meningkatkan apresiasi atas tafsir al- Qur’an dalam hubungannya dengan minat mengkaji dan mendalami al- Qur’an. Pandangan ini setidaknya terlihat dari kesimpulan yang diambil oleh Yunan bahwa Hamka dalam beberapa tafsirannya atas ayat terkesan sebagai pemikir kalam rasional- untuk tidak mengatakan cenderung Mu’tazilah yang member tekanan kuat pada kemerdekaan manusia dalam berkehendak dan berbuat. Sikap teologis ini melahirkan semangat kerja keras dan tidak mau menyerah pada keadaan dalam diri Hamka, sehingga mematri kredo hidupnya dengan ungkapan “sekali berbakti sesudah itu mati”. Ada beberapa metode yang digunakan Hamka dalam penafsirannya, antara lain: 45 Pertama, memandang al- Qur’an sebagai satu kesatuan yang kompherensif, di mana setiap bagian mempunyai keterkaitan dan kesesuaian. Kedua, menekankan pesan-pesan pokok al- Qur’an dalam memahaminya. Ia berpendapat bahwa salah satu tujuan terpenting penulisan tafsir Fi Zhilal al- Qur‟an adalah merealisasikan pesan-pesan al-Qur’an dalam kehidupan nyata. Ketiga, menerangkan korelasi munasabah antara surat yang ditafsirkan dengan surat yang sebelumnya. Keempat, sangat hati-hati terhadap cerita-cerita Isra‟iliyat, meninggalkan perbedaan fiqiyah dan tidak mau membahasnya lebih jauh, serta tidak membahas masalah kalam atau filsafat. Kelima, menjelaskan sebab turunnya ayat yang hanya berfungsi sebagai qarinah, yang ikut membantu dalam memahami makna ayat, tidak sebagaimana umumnya para mufasir yang lebih cenderung berpegang kepada keumuman lafaz daripada kekhususan sebab. Keenam, memandang al- Qur’an bukan sekedar bacaan atau wahana untuk memperoleh pahala, bukan sekedar rekaman budaya, fiqih, bahasa, atau sejarah. Tetapi, al- Qur’an dalam pandangan Quthub ialah sesuatu yang hidup yang bisa dijadikan panduan untuk memimpin, mendidik, dan menyiapkan manusia menuju kepemimpinan yang benar. Ketujuh, memperhatikan kondisi sosial. Kedelapan, menjelaskan hikmah tasyri‟ dan sebab penetapan hukum. 46 Kesembilan, menjelaskan surat-surat yang ditafsirkan berdasarkan Makiyyah dan Madaniyyah, serta membandingkan keduanya dari segi karakteristik dan topik-topik yang dibahas. Menurut Yunan Yusuf, Hamka telah menempuh tiga pendekatan dalam tafsirnya, yaitu pendekatan keindahan bahasa, pendekatan pemikiran, dan pendekatan pergerakan. Dan berdasarkan hasil pantauan penulis, Hamka dalam menerjemahkan bukuny a yang berjudul “Tafsir Al-Azhar” lebih bersifat apa adanya, artinya teks naskah tersebut diterjemahkan sesuai dengan struktur bahasa sumber dan tidak menyimpang dari struktur bahasa sasaran, maka digunakanlah metode penerjemahan harfiyah. Sebaliknya, apabila teks tersebut harus mengalami perubahan struktur bahasa sumber ketika diterjemahkan, maka digunakanlah metode penerjemahan bebas. Bebas di sini bukan berarti penerjemah boleh menerjemahkan sekehendak hatinya sehingga esensi terjemah sendiri itu hilang. Bebas di sini berarti penerjemah dalam menjalankan misinya tidak terlalu terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat dengan tujuan agar pesan atau maksud penulis naskah mudah dimengerti oleh pembacanya. 47

B. Mengenal Sosok Mufasir Quraish Shihab