Metode penerjemahan al-Qur’an

34 11. Ilmu Hadits 12. Ilmu al-Mauhibah 13. An-Nasikh dan al-Mansukh 41 Sedangkan menurut Hamka, persyaratan dari penafsir adalah: a Mengetahui bahasa Arab dengan pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan, supaya dapat mencapai makna sejelas-jelasnya. b Jangan menyalahi dasar yang diterima dari Nabi Muhammad SAW. c Jangan berkeras urat leher, mempertahankan satu mazhab pendirian, lalu dibelok-belokkan maksud ayat yang dipertahankan. d Niscaya ahli pula dalam bahasa tempat dia ditafsirkan. 42

3. Metode penerjemahan al-Qur’an

Penerjemahan itu berarti memindahkan suatu masalah dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain, maka teks yang sudah diterjemahkan itu bersifat penafsiran atau penjelasan. Karenanya, ketika kita menerjemahkan ke dalam bahasa yang dituju, kita harus terlebih dahulu memilih artikulasi yang akurat untuk memperoleh pemahaman yang akurat seperti yang diinginkan oleh bahasa aslinya. Hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: a. Penerjemahan tekstual adalah menerjemahkan setiap kata dari bahasa aslinya ke dalam kata dari bahasa penerjemah. Dalam terjemahan seperti 41 Abd. Al-Hayy, al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟iy, Ter. Suryan A. Jamrah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 7-10 42 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz. 1, Jakarta: Pustaka Panjimas 35 ini sangat sulit sekali, karena menemukan kata-kata yang sama, dengan kriteria-kriteria yang sama dalam dua bahasa asli merupakan pekerjaan yang tidak mudah. b. Penerjemahan bebas dalam metode ini, penerjemah berusaha memindahkan suatu makna dari suatu wadah ke wadah yang lain, dengan tujuan mencerminkan makna awal dengan sempurna. c. Penerjemahan dengan metode penafsiran, metode ini menjelaskan dan menguarikan masalah yang tercantum dalam bahasa asli dengan menggunakan bahasa yang dikehendaki. Penerjemahan dengan metode tekstual sama sekali tidak bagus, karena tidak mungkin digunakan dalam pembahasan panjang. 36

BAB III BIOGRAFI HAMKA DAN QURAISH SHIHAB

A. Mengenal Sosok Mufasir Hamka

1. Riwayat Hidup Hamka dan Aktivitas Keilmuan

Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Panggilan kecilnya adalah Abdul Malik. Ia dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1908 di Manijuratau lebih tepatnya lahir pada tanggal 13 Muharram 1362, di sebuah desa tanah Sirah, di tepi danau Maninjau Sumatra Barat. Ayahnya bernama Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah yang terkenal dengan sebutan Haji Rasul. Dia adalah seorang pelopor gerakan pemuda Minangkabau. 43 Beliau diberi sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayah kami, atau seorang yang dihormati. Pada tahun 1916, ketika Zainuddin Labai El-Yunusi mendirikan sekolah Diniyah petang hari di Pasar Usang Padang Panjang, Hamka dimasukkan oleh ayahnya ke sekolah ini. Pada pagi hari, Hamka pergi ke sekolah sekolah desa, sore harinya pergi belajar ke Sekolah Diniyah, 44 dan pada malam hari berada di surau bersama teman-teman sebayanya. Inilah putaran kegiatan Hamka sehari-hari ketika ia masih kecil. Putaran kegiatan yang dirasakan oleh Hamka sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, sangat mengekang masa kanak-kanaknya. Kondisi ‘terkekang’ ini kemudian ditambah dengan sikap ayahnya yang 43 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Icthar Baru Van Hoeve, 1993, hal. 75 44 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah Telaah Atas Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, Jakarta: Penamadani, 2004, cet. Ke-4, hal. 40