30
demikian akan sangat membantu menciptakan mood atau keadaan yang diinginkan penulis aslinya.
37
Keempat prinsip tersebut penulis anggap sudah mewakili prinsip-prinsip penerjemahan yang ditawarkan oleh para pakar lainnya. Karena tanpa
pengetahuan yang terdepan seorang penerjemah akan menghadapi kesulitan dalam memahami objek-objek terjemah apalagi bila objek itu merupakan studi-studi
baru. Namun begitu, walau seorang penerjemah memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak memahami objek terjemahannnya juga akan mustahil terjadi proses
penerjemahan. Ditambah lagi, apalagi ia mengetahui padanan terminologi- terminologi objek penerjemahannya maka hasil terjemahannya semakin
sempurna. Akhirnya, walau seorang penerjemah memiliki ketiga prinsip penerjemahan sebelumnya, tapi ia tidak mampu mengapresiasikannya dalam
bentuk tulisan terjemahan maka semua kerja kerasnya juga akan sia-sia. Itulah kiranya yang dibutuhkan seorang penerjemah dalam proses menerjemahkan.
D. Penerjemahan al-Qur’an
1. Definisi penerjemahan al-Qur’an
Secara harfiah, terjemah berarti menyalin atau memindahkan sesuatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa lain.
38
37
Suhendra Yusuf, Teori Terjemahan Pengantar ke Arah Pendekatan linguistik dan Sosiolinguistik, Bandung: Mandar Maju, 1994, cet. Ke-1, hal. 66
38
Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hal. 938
31
Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi, kata terjemah digunakan untuk dua macam pengertian yaitu:
a. Mengalihkan atau memindahkan suatu pembicaraan dari satu bahasa ke
bahasa lain, tanpa menerangkan makna bahasa yang diterjemahkan. b.
Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang terkandung di dalamnya, dengan menggunakan bahasa lain.
Apa yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa terjemah adalah memindahkan bahasa sumber kebahasa sasaran dengan memperhatikan maksud
yang terkandung di dalam bahasa sumber atau dengan kata lain mengalih bahasakan serangkaina pembicaraan dari bahasa satu ke bahasa lainnya, dengan
tujuan memahami maksud yang terkandung di dalam bahasa asal. Pada intinya, pengertian terjemahan al-
Qur’an sama dengan terjemahan secara umum. Namun, dalam menerjemahkan al-
Qur’an, penerjemah hendaknya menguasai ilmu yang berkaitan dengan ‘Ulumul Qur’an.
Terjemah al- Qur’an yakni memindahkan, menginterprestasikan al-Qur’an dari
bahasa sumber, yaitu bahasa Arab, kepada bahasa sasaran, yaitu bahasa yang bukan bahasa Arab dan mencetak terjemahan ini ke dalam beberapa naskah agar
dapat dibaca oleh orang yang tidak mengerti bahasa Arab sehingga ia dapat memahami maksud kitab Allah SWT dengan perantara terjemah ini.
39
39
Mohammad Aly Ash Shabuny, Pengantar Study al- Qur‟an, Bandung : At-Tibyan Al-
Ma’arif, 1984, cet. I, hal. 276
32
2. Syarat Penerjemahan al-Qur’an
Seorang penerjemah yang ingin memahami sebuah ilmu terdahulu ia harus mempelajari ilmu itu sedetail mungkin, sampai ia menuju pada tingkat ahli dalam
disiplin ilmu yang diinginkan. Al- Qur’an adalah tugas suci dan ilmiah yang sangat
berat, karena yang diterjemahkan adalah al- Qur’an. Dengan begitu ada beberapa
ulama yang tidak menerjemahkan al- Qur’an, mengapa?. Sebab, kekhawatiran
mereka sebenarnya merupakan sikap kehati-hatian dan suatu rasa tanggung jawab terhadap kitab sucinya dari penyelewengan yang tidak diinginkan.
Hal ini menghasilkan keanekaragaman penerjemahan maupun penafsiran. Bahkan orang terdekat nabi sahabat sering berbeda pendapat dalam
menerjemahkan dan menafsirkan serta menangkap firman-eirman Allah SWT.
40
Kegiatan menerjemah, apalagi menerjemahkan al- Qur’an ke dalam bahasa
Asing, bukan merupakan perbuatan mudah yang dilakukan oleh sembarangan orang kecuali orang-orang yang berminat dan berbakat untuk menjadi seorang
penerjemah. Untuk menerjemahkan al- Qur’an dalam bahasa-bahasa lain, maka
penulis menyamakan kedudukan seorang mutarjim dengan seorang mufasir, sehingga harus memenuhi beberapa syarat yang sama dengan seoranf mufasir
yaitu sebagai berikut: a.
Penerjemah dan penafsir haruslah seorang muslim, sehingga keIslamannya dapat dipertanggungjawabkan.
40
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Bandung : Mizan, 1997, hal. 75
33
b. Penerjemah dan penafsir haruslah memiliki itikad yang benar dan
mematuhi segala ajaran agama. c.
Penerjemah dan penafsir haruslah seorang yang adil dan tsiqah. Karenanya, seorang fasik tidak diperkenankan menerjemahkan al-
Qur’an.
d. Penerjemah dan penafsir haruslah menguasai bahasa sasaran dengan teknik
penyusunan kata. Ia harus mampu menulis ke dalam bahasa sasaran yang baik.
e. Penerjemah dan penafsir haruslah berpegang teguh pada prinsip-prinsip
penafsiran al- Qur’an dan memiliki kriteria sebagai mufasir, karena
penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir.
f. Penerjemah dan penafsir haruslah menguasai ilmu-ilmu yang diperlukan
dalam penafsiran dan penerjemahan yaitu : 1.
Ilmu bahasa Arab menguasai mufradatkosakata 2.
Ilmu Nahwu tata bahasa Arab 3.
Ilmu Sharaf bentuk kosa kata 4.
Ilmu al-Isytiqaq asal-usul kosakata 5.
Ilmu Balaghah 6.
Ilmu Qira‟ah 7.
Ilmu Ushuludin 8.
Ilmu Ushul Fiqh 9.
Ilmu Asbabul Nuzul 10.
Ilmu Fiqh
34
11. Ilmu Hadits
12. Ilmu al-Mauhibah
13.
An-Nasikh dan al-Mansukh
41
Sedangkan menurut Hamka, persyaratan dari penafsir adalah: a
Mengetahui bahasa Arab dengan pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan, supaya dapat mencapai makna sejelas-jelasnya.
b Jangan menyalahi dasar yang diterima dari Nabi Muhammad SAW.
c Jangan berkeras urat leher, mempertahankan satu mazhab pendirian, lalu
dibelok-belokkan maksud ayat yang dipertahankan. d
Niscaya ahli pula dalam bahasa tempat dia ditafsirkan.
42
3. Metode penerjemahan al-Qur’an