Nilai Budaya Jawa Analisis Nilai Budaya Cina dan Jawa dalam Novel Putri Cina

hanya akan didatangi rezeki, tapi juga harus mempunya hati yang welas asih.Dengan permata Suini, Dewi Welas Asih mengingatkan kamu. Nak, bahwa janganlah kamu mencari kebahagiaan, sebab dengan mencari kebahagiaan kamu akan menemi kemalangan. Maka yang harus kamu kerjakan adalah mencintai, karena hanya dengan mencintai kamu akan menjadi bahagia dan menemui kebahagiaan,” tutur Siok Nio. Sindhunata, 2007:218 d. Budaya Unggah-ungguhSopan Santun Sopan santun merupakan nilai luhur bagi orang Jawa. Salah satu ciri khas orang Jawa adalah sopan santun. Setiap orang Jawa membudayakan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari. Pada kasta kerajaan sopan santun menjadi pilar kelakuan orang di lingkungan kerajaan. Setiap orang harus berjalan sambil duduk dan membungkuk saat menghadap raja dan sungkeman terhadap orangtua. Budaya ini sangat kuat dipegang oleh orang-orang Jawa. Seperti penggalan cerita di bahawa ini: Maka Roro Hoyi pun diboyong ke mataram. Sesampainya di sana, Sultan amangkurat belum mau menggaulinya. Maklum, Roro Hoyi bukanlah perawan Keraton. Karena itu untuk sementara ia dititipkan pada Bei Wirorejo di Kademangan Wirorejan. Di sana ia dididik untuk belajar unggah-ungguh, adat istiadat kehalusan, Keraton. Sindhunata, 2007:187 e. Budaya Nyekar Menabur bunga di kuburan Bagi kebanyakan orang Jawa, budaya berkunjung ke kuburan menjadi keharusan untuk mendoakan orang yang telah meninggal dan mengingat kematian. Nyekardengan menaburkan bunga di atas tanah kuburan merupakan budaya leluhur orang Jawa. Sebagian dari mereka juga meyakini dari proses nyekar tersebut mereka akan mendapat rezeki yang melimpah. “Dulu papaku berpesan, kalau ke Gunung Kawi, jangan lupa mampir ke makam Mbah Kromeo di desa Kebobang. Aku ingin mengirim bunga ke sana, sejak papa meninggal baru kali ini aku nyekar lagi Mbah Kromeo,” kata Giok Tien. Sindhunata, 2007:172 f. Budaya Weton Hitungan Jawa Meramal juga menjadi kebiasaan orang-orang Jawa. Mereka kadang menokohkan seseorang menjadi juru weton untuk meramal orang-orang menurut hitungan hari, tanggal, bulan, dan tahun Jawa. Namun, terkadang juga orang Jawa meramalkannya sendiri. Hitungan dalam Jawa menjadi aktivitas masyarakat yang memiliki kepercayaan tinggi akan suatu persamaan angka-angka dan nama-nama dalam hari, tanggal, bulan, dan tahun. Seperti dalam cerita di bahawa ini. Giok Tien meneruskan ceritanya, ia dan ayahnya mempunyai weton, hari kelahiran yang sama, yakni senin Legi. Karena itu Mbah Kromeo menganjurkan, agar setiap malam Senin Legi ayahnya mencemplungkan bunga mawar, melati, dan kenanga kedalam segelas air. Esok paginya air bunga itu harus diminum mereka berdua, dan sisanya untuk mencuci muka. Setelah itu Giok Tien berjalan menuju perempatan kampung, dan menaburkan bunga itu di tengah-tengahnya. Waktu itu Giok Tien tidak tahu, untuk apa itu semuanya. Namun seperti ayahnya, ia yakin, minum air bunga dan mencuci muka dengan air bunga itu akan membuat mereka selamat sejahtera. Sindhunata,2007: 173 g. Budaya Ojo dumeh Jangan Sombong Setiap manusia Jawa memegang teguh prinsip ojo dumeh dalam menjalani kehidupan agar terhindar dari kesombongan yang bisa mencelakakan dirinya sendiri. Ojo dumeh juga menjadi kebudayaan yang mulia bagi orang Jawa yang telah mencapai kesuksesan dan atau meraih jabatan tinggi agar semakin tinggi kekuasaan dan ilmu, seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Berikut penggalan cerita mengenai budaya tersebut: Wahyu dan segala perangkat ghaibnya membuat ia ora eling lan waspada. Ia menjadi lupa akan ajaran leluhur, bahwa manusia ini harus selalu ingat akan pesan ojo dumeh. Maksudnya, kalau sudah sakti dan berkuasa, janganlah lupa, bahwa wong sekti ana kalane apes, pangkat bisa minggat, wong pinter bisa lali, rejeki bisa mati, donya bisa lunga : orang sakti bisa celaka, pangkat bisa pergi, orang pintar bisa lupa, rezeki bisa mati, dunia bisa pergi. Sindunata, 2007: 101 Nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang dijaga dan dilestarikan secara turun-temurun oleh masyarakat Cina dan masyarakat Jawa. Nilai itu memuat hal yang paling primer dalam kehidupan manusia untuk mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang baik dan dapat diterima di lingkungannya hidup dan berinteraksi. Nilai-nilai tersebut merupakan kesungguhan peran masyarakat dalam menjaga dan membudayakannya menjadi suatu tatanan sosial yang mampu menjadi pembentuk dan penggerak pendidikan yang memiliki karakter kebangsaan. Dari nilai-nilai budaya tersebut penulis mengangkatnya sebagai butir pendidikan karakter sesuai dengan judul skripsi ini. Nilai-nilai yang terkandung di dalam novel Putri Cina ini adalah nilai yang tersirat dari falsafah hidup yang ditanamkan oleh para leluhur sebagai suatu tatanan nilai budaya yang harus dijaga. Nilai tersebut disajikan melalui teknik kausalitas dan tanya-jawab. Nilai hidup itu lahir dari pertanyaan-pertanyaan tokoh yang kemuydian mendapatkan poenjelasan dari orang di sekitarnya maupun pengingatan tokoh terhadap sajak-sajak para leluhurnya yang mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai budaya yang penuh damai tersebut. Nilai-nilai tersebut juga dapat dijadikan landasan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter.

F. Nilai Budaya Cina dan Jawa sebagai Butir Pendidikan Karakter

Berbagai nilai budaya Cina dan Jawa dalam novel Putri Cina telah banyak mengilhami lahirnya suatu kebebasan dalam menjalani kehidupan dan memberikan gambaran utuh mengenai peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di Tanah Jawa. Peristiwa sejarah tersebut dapat dijadikan ‘guru’ bagi kita untuk merenungi hal-hal mendasar tentang pengelolaan suatu budaya yang dapat mengantarkan manusia ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu pelu adanya kesadaran sejarah. Menurut Diana Sindhunata, 2000: 69: 35 Kesadaran sejarah adalah sikap mental atau sikap jiwa pada diri suatu individu, masyarakat, atau bangsa yang ditumbuhkan dari hasil penggalian kebenaran yang dikandung fakta sejarah lengkap dengan hubungan kausalitasnya secara menyeluruh untuk mengembangkan kearifan dan kebijaksanaan yang bersangkutan dalam menghadapi masa sekarang dan masa datang. Kata kunci untuk memaknai kesadaran sejarah secara berurutan adalah kebenaran sejarah, kearifan, dan kebijaksanaan. Artinya dengan menelaah, menemukan, memahami serta menghayati adanya kebenaran sejarah maka seseorang atau sekelompok masyarakat akan dapat mengambil keputusan 35 Diana Nomida Musnir, “Arah Pendidikan Nasional dalam Perspektif Historis” dalam Sindhunata ed, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan: Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi Yogyakarta: Kanisius, 2000, cet.1, h. 69. bertindak yang bijaksana dengan penuh kearifan untuk menghadapi hidup mereka, baik secara individu, maupun kelompok. Setiap sejarah mengandung nilai budaya yang menjadi pelengkap kisah dalam sejarah tersebut. Nilai budaya yang dapat dijadikan pegangan kehidupan bagi siapa saja yang memahaminya dan menghikmahinya. Nilai budaya tersebut dapat dijadikan sumber bagi pemikiran pendidikan nasional agar mencapai tujuannya. Pendidikan karakter sangat penting diterapkan di setiap sendi kehidupan pendidikan di Indonesia, terutama lembaga-lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Hal ini karena karakter yang baik terkait erat dengan keberhasilan anak didik dalam belajar. Pencapaian yang akan didapat oleh peserta didik dalam pendidikan karakter akan jauh lebih luas dibandingkan dengan pelaksanaan pendidikan seperti biasa saja. Berbagai nilai yang diterapkan dalam pendidikan karakter diharapkan dapat diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta beragama. Hal ini tentunya akan sangat menunjang keberhasilan pendidikan nasional untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari sudut pandang dalam skripsi ini, penulis mengambil Nilai budaya Cina dan Jawa yang khas dan masing-masing memeiliki karakter kebudayaan yang beragam dan identik dengan ajaran-ajaran kehidupan. Penelaahan yang dilakukan tentang budaya Cina dan Jawa dapat dibawa ke ranah upaya seluruh stake holders bidang pendidikan untuk mengupayakan secara serius dalam mencanangkan pendidikan karakter sebagai suatu hal yang utama untuk mencapai keberhasilan pendidikan nasional. Beberapa faktor indikator pencapaian keberhasilan pendidikan karakter dapat dilihat dari berbagai aspek kesalihan sosial di lingkungan masyarakat secara luas, tidak hanya mengandalkan aspek kecerdasan intelektual saja. Dalam proses belajar-mengajar, baik di sekolah maupun di lembaga pendidikan lainnya, anak didik harus dibangun karakternya agar mempunya rasa percaya diri yang baik. Rasa percaya diri dapat dimunculkan dengan memberikan bantuan kepada mereka untuk menemukan kelebihan atau poteni yang ia miliki. Setiap anak manusia pasti mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa kelebihan atau potensi masing-masing. Di sinilah butuh kesabaran, keteladanan, dan ketelitian seorang pendidik untuk memberikan pendidikan bagi anak didiknya. Dalam karya novel Putri Cinaperan seorang pendidik atau guru sangat berpengaruh bagi seluruh sendi kehidupan. Bahkan pada kisahnya setiap orang keturunan Cina pasti memiliki rambu-rambu kehidupan yang terus digenggam oleh hatinya. Rambu-ranmbu kehidupan itu asalnya dari nenek moyang mereka yang tertuang dalam beberapa kitab, terutam kitab suci mereka yang selalu menekankan ajaran kebaikan dan keseimbangan dengan alam semesta. Dari sini muncul rasa percaya diri untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan hikmah. Pada bagian novel Putri Cina terdapat ajaran leluhur Cina mengenai keyakinan. Dari hal ini setiap tindakan yang dilakukan masnuisa harus didasari oleh keyakinan agar bisa dilaksanakan dengan percaya diri. Setiap manusia diberikan kepercayaan untuk melakukan suatu hal dengan sendirinya akan tumbuh dan berkembang rasa percaya diri yang kuat. Dalam praktik di lingkungan masyarakat, terutama di lingkungan sekolah, tidak jarang kita temui anak yang tidak mempunyai rasa percaya diri, karena memang tidak diberi kepercayaan dalam melakukan sesuatu. Maka setiap pendidik perlu memberikan kepercayan bagi anak didiknya agar dia dapat melakukan sesuatu dengan penuh percaya diri. Karakter penting yang harus dibangun agar setiap manusia dapat meraih keberhasilan, baik di lingkungan keluiarga, kelompok, maupun di lingkungan masyarakat secara luas adalah kemampuan untuk menjalin kerja sama dengan yang lain. Kemapuan dalam menjalin kerja sama ini dapat dilatih sejak dini. Misalnya ketika anak di sekolah, seorang guru membuatkan kelompok belajar pada saat proses belajar mengajar. Uapayaka seorang guru untuk memantau dan sesering mungkin untuk mendorong anak didik agar lebih aktif terlibat dalam kegiatan kelompok yang dilakukan. Kemampuan dalam menjalin kerja sama juga dapat dibangun dengan permainan yang menyenangkan di sekolah. Sebagai makhluk sosial, kemampuan dalam bekerja sama ini harus dibangun sejak kanak-kanak. Di samping keluarga, lembaga pendidikan mempunyai tugas dan tanggung jawab akan hal ini. Sebab orang yang tidak bisa menjalin kerja sama dengan orang lain akan sulit mencapai kesuksesan dan kebahagiaan hidup. Dikisahkan pula dalam kisah Putri Cina seorang Jaka Prabangkara selama berada di negeri Cina pandai bergaul dan mudah diajak kerja sama. Maka ia pun dengan cepat terkenal seantero negeri itu. Dengan berbagai keahliannya melukis, Jaka pun dipanggil seorang raja untuk dianugerahi hadiah oleh kerajaan. Dari kisah tersebut, dapat diambil hikmahnya bahwa, jiwa yang mudah bergaul dan selalu berjiwa kerja sama akan melahirkan banyak kemampuan dan kesuksesan dalam hidupnya. Analisis terhadap novel Putri Cina ini dapat memberikan gambaran utuh bagaimana pendidikan dan kebudayaan adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena pendidikan merupakan gejala khas kebudayaan, begitu pula kebudayaan merupakan hasil dari pembangunan pendidikan yang menitikberatkan pada nilai-nilai budi pekerti dan karakter. Para pengamat perkembangan masyarakat sering mengeluhkan bahwa pembangunan nasional kita kurang memberi tempat yang memadai bagi dimensi kebudayaan. Dalam kata lain, terlepas dari apa yang dimaksudkan dengan pengertian kebudayaan yang telah diulas pada Bab 2 dalam skripsi ini, penulis memandang pendidikan selalu terkait dengan kebudayaan, karena hakikat dari proses pendidikan adalah proses perubahan manusia dalam tingkah lakunya cara dan kemampuan berpikir, sikap dan nilai, dan kemampuan kerja. Atas dasar itu pendidikan ditempatkan oleh Undang-Undang No.2 Tahun 1989 untuk berfungsi memelihara dan mengembangkan kebudayaan nasional. 36 Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan disamping berfungsi mengembangkan, juga harus berakar pada kebudayaan nasional. Nilai-nilai budaya Cina dan Jawa dalam novel Putri Cina pada penjelasan sebelumnya merupakan nilai budaya secara keseluruhan yang terdapat dalam novel. Maka untuk menjabarkan nilai-nilai budaya Cina dan Jawa sebagai butir 36 Soedijarto, Pendidikan sebagai Sarana Reformasi Mental dalam Upaya Pembangunan Bangsa Jakarta: Balai Pustaka, 1998, cet.1, h.7.