Sinopsis Novel Putri Cina

Taktik ini pula yang kemudian dijalankan oleh Prabu Amurco Sabdo, ketika patihnya Gurdo Paksi tidak mau menjalankan perintah untuk mengkambinghitamkan orang Cina. Karena istri Gurdo Paksi sendiri orang China, bernama Giok Tien. Giok Tien masa mudanya dikenal sebagai seorang pemain Ketoprak yang termasyhur. Banyak orang berusaha untuk mendekati dia, tak terkecuali Tumenggung Joyo Sumengah. Namun ternyata, Giok Tien lebih memilih Gurdo Paksi sebagai pendamping hidupnya. Kisah persaingan inilah yang kemudian menyulut dendam Joyo Sumengah hingga ajal. Karena Gurdo Paksi tak ingin lagi ada kekerasan, maka dia menyerahkan pusaka Pesat Nyawa kepada Prabu Amurco Sabdo. Dia memilih untuk mengendalikan suasana dengan damai. Namun, pihak Joyo Sumengah secara diam-diam memperkeruh masyarakat dan terus membuat provokasi, agar seluruh orang Cina disingkirkan. Joyo Sumengah juga secara diam-diam membunuh kedua kakak Giok Tien menggunakan keris Pesat Nyawa. Dia kemudian berhasil membujuk Giok Tien untuk ikut ke istana, dengan alasan Gurdo Paksi sudah tidak bisa mengendalikan suasana. Ternyata, sampai di istana, Joyo Sumengah hanya ingin memperkosa Giok Tien. Untunglah, Prabu Amurca Sabdo mengetahui hal ini, sehingga dia dapat menyelamatkan Giok Tien. Namun sesampainya di kamar, Prabu Amurco Sabdo merasa terangsang, sehingga dia pun memaksa Giok Tien untuk bersetubuh. Giok Tien tidak dapat melawan. Persetubuhan ini secara diam-diam disaksikan oleh Tumenggung Joyo Sumengah, bahkan kemudian karena diancam oleh Joyo Sumengah, Prabu Amurco Sabdo mempersilahkan Joyo Sumengah untuk menyetubuhi Giok Tien. Sementara itu, di tempat lain Gurdo Paksi yang mati-matian meredam susana tak berhasil, banyak sekali orang China yang menjadi korban. Dia menjadi orang yang pertama kali disalahkan atas segala kerusuhan ini, terutama oleh masyarakat. Masyarakat meminta dia untuk turun, dan tak lagi memegang jabatan sebagai orang yang menjaga keamanan. Bahkan dia baru tahu kalau kakak iparnya telah dibunuh orang, dengan keris Pesat Nyawa menancap di tubuhnya. Maka, masyarakat langsung menuduh Gurdo Paksi sebagai seorang pembunuh, karena masyarakat tahu bahwa satu-satunya orang yang memegang pusaka itu hanyalah Gurdo Paksi. Gurdo Paksi yang tak merasa bersalah, kemudian ingin meminta keadilan kepada Prabu Amurco Sabdo. Dengan kemarahan, dia mendatangi istana. Di sanalah, dia kemudian menyaksikan Tumenggung Jaya Sumengah hendak menyetubuhi istrinya, maka marahlah dia. Setelah tahu suaminya tak bersalah, maka Giok Tien, mengancam raja dan tumenggungnya itu, dengan cara mengumumkan apa yang telah diperbuat oleh dua orang pembesar tersebut. Hal ini menyiutkan nyali keduanya. Maka, sebagai gantinya, Gurdo Paksi meminta, Prabu Amurco Sabdo untuk turun tahta, begitu pun dirinya, akan turun tahta sebagai Senapati Perang. Hal ini mendapatkan persetujuan, maka Amurco Sabdo pun mencari penggantinya. Orang tersebut adalah Prabu Aryo Sabrang, yang notabene masih kerabat dekatnya. Berbeda dengan Amurco Sabdo, Aryo Sabrang memerintah dengan arif dan bijaksana. Dia juga meninggalkan cara-cara kekerasan. Sementara itu, Tumenggung Jaya Sumengah masih terus menyimpan dendam terhadap Gurdo Paksi. Maka ketika Gurdo Paksi dan Giok Tien sedang berziarah ke makan dua orang kakanya, Jaya Sumengah menyerang dengan menggunakan anak paah. Tewaslah kedua orang tersebut dan terbang menjadi kupu-kupu. Jaya Sumengah sendiri, kemudian menyesal dan bunuh diri.

BAB IV NILAI BUDAYA CINA DAN JAWA

DALAM NOVEL PUTRI CINAKARYA SINDHUNATA SEBAGAI BUTIR PENDIDIKAN KARAKTER

D. Deskripsi Budaya Cina dan Jawa dalam Novel Putri Cina

Dongeng sejarah kebudayaan Jawa merupakan senjata ampuh dalam novel ini untuk mengemukakan pesan nilai-nilai kehidupan yang sesuai dengan pendidikan karakter. Dongeng-dongeng tersebut memuat kisah sejarah kekuasaan di Jawa dengan asimilasi budaya Cina melalui kisah pengembaraan Putri Cina. Putri Cina adalah tokoh yang mewakili kaum berketurunan Cina. Inti pesan yang akan disampaikan mengenai nilai budaya Cina dan Jawa sebagai butir pendidikan karakter. Penulis menyajikan dalam berbagai filosofi hidup dari kedua budaya tersebut, yaitu Cina dan Jawa. Serta penulis juga menganalisis bagaimana karakter budaya orang-orang Cina yang Hidup di Jawa dengan segala kompleksitas problematikanya. Pada bagian ini penulis menggambarkan perpaduan budaya Cina dan budaya Jawa benar-benar menyatu lewat penyajian dongeng kerajaan. Kisah perpaduan ini diawali dengan pernikahan para raja dengan para wanita keturunan Cina. Bagian ini pula yang menjelaskan bahwa judul Putri Cina ini diambil oleh pengarang. Di Tanah Jawa, nama Putri Cina sudah tidak asing lagi. Bahkan ia sudah berperan jauh dalam kejayaan kerajaan-kerajaan di Jawa. Hal tersebut merupakan sumbangan terbesar budaya Cina untuk budaya Jawa. Perjalanan kebudayaan di Jawa hingga saat ini berkembang tidak lepas dari peran Putri Cina sebagai ‘Ibu’ yang melahirkan kebudayaan tersebut di Tanah Jawa. Putri Cina berkontribusi besar akan kelahiran anak-anaknya yang kelak memimpin kerajaan di Jawa. Dalam novel dikisahkan bahwa perjalanan Jaka Prabangkara yang merupakan hukuman dari Ayahandanya Parabu Brawijaya karena dituduh berselingkuh dengan Sang Permaisuri Putri Cempa yang juga keturunan Cina dalam sebuah lukisan ‘polosnya’. 33 Setelah itu Jaka Prabangkara diusir dari Tanah Jawa. Deru dan badai menyeret layang-layangnya. Tak lama kemudian layang- layangnya merendah. Dari ketinggian tampak terbentang di bawah sana daratan yang indah. Jangan-jangan itu adalah daratan Negeri Cina. Benar, akhirnya layang-layang itu menukik turun dan mendarat di sebuah dusun terpencil, Yut-wa-hi namanya. Sindhunata, 2007: 18 Perjalanan panjang itu berakhir di Negeri Cina. Sesaat setelah itu pula Jaka Prabangkara ditemukan oleh keluarga pencari kayu di hutan kemudian diangkat menjadi anaknya. Dengan bakat melukis yang luar biasa, Jaka Prabangkara menjadi sosok terkenal di dusun terpencil tersebut hingga terdengar ke kerajaan Cina. Kemudian Jaka Prabangkara menikahi seorang Putri Cina yang canti jelita. Asimilasi budaya yang pertama dalam kisah ini adalah bahasa. Bahasa Jawa yang dibawa Jaka Prabangkara ke Cina menjadi suatu gambaran menarik mengenai interaksi sosial putra Jawa dengan warga Cina. Namun, beruntungnya Jaka Prabangkara cukup mahir berbahasa Cina karena ibunya yang juga seorang Cina sering mengajarinya bahasa Cina ketika ia masih kecil. ..... dan karena ia sempat tinggal di Istana Majapahit, maka ia sempat juga berkenalan dengan Putri Cina. Malahan dari putri cina itulah ia belajar bahasa Cina, sampai ia bisa. Karena itu pada perjumpaan yang pertama, Jaka Prabangkara dapat langsung berbicara dengan Kim Liyong dalam bahasa Cina dengan amat fasih. Sindhunata, 2007: 23 Dari fenomena bahasa tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi geografis dan perbedaan kebangsaan mengharuskan seseorang beradaptasi dengan interaksi sosial yang cakap di masyarakat sekitar ia berada di suatu tempat 33 Jaka Prabangkara memiliki bakat melukis sejak kecil, maka diperintahkannya ia melukis permaisuri Putri Cempa oleh Prabu Brawijaya ayahandanya. Namun setelah lukisan tersebut jadi perseis dengan adanya, Prabu Brawijaya melihat ada kejanggalan akan titik hitam tinta di lukisan tepat pada kemaluannya. Prabu menuduh Jaka Prabangkara tidak mungkin mengetahui sedetil itu jika sebelumnya tidak bersetubuh dengan permaisuri Putri Cempa. Kemudian Raja hendak membunuhnya.. Kemudian Raja mencari akal untuk mengusirnya dari Tanah Jawa. Raja memberikan tawaran agar Jaka Prabangkara dihukum saya untuk melukis angkasa raya dengan layang-layang raksasa dengan sebuah surat dari Sang Raja. tersebut. Kecakapan interaksi tersebut merupakan suatu gejala sosial-budaya yang pokok dalam memadukan kebudayaan. Di samping bahasa, barang-barang ukiran dan makanan juga ikut meramaikan gambaran asimilasi budaya. Dikisahkan bahwa Jaka Prabangkara membawa lukisan, barang ukiran, dan makanan dari jawa sebagai bekal ia dalam perjalanan mengudaranya selama berberapa bulan sebelum mendarat di Cina. Jaka Prabangkara merupakan sosok tampan yang bijak dan baik hati. Maka tidak heran janda dan anaknya yang menemukan Jaka di hutan menjadi sangat bahagia dengan kehadirannya. Dengan bakat melukisnya yang luar biasa, Jka Prabangkara sekejap terkenal seantero negeri Cina. Dalam waktu singkat dusun Yut-wa-hi jadi amat terkenal di seluruh Negeri Cina. Semua orang memuji, di sana ada anak seorang janda yang tampan rupanya, amat bijak perilakunya, dan amat pandai melukis apa saja. Sindhunata, 2007: 20 Cerita tersebut mempertegas bahwa dengan kebijakan dan hati yang mulia semua orang akan merasakan sentuhan kebahagiaan. Begitu juga dalam kehidupan sosial-budaya di masyarakat. Kecakapan perilaku perlulah menjadi pilar utama dalam berinterakti ditambah lagi dengan kreatifitas melukis Jaka Prabangkara yang mahir, itu menjadi panutan semua orang. Nilai karakter yang dapat diambil dari interaksi budaya ini adalah kerendahan hati, mandiri, dan kerja keras sebagai perilaku yang mencerminkan budaya yang baik untuk membentuk pendidikan karakter. Serentak kondisi sosial-budaya berubah drastis ketika kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Brawijaya kalah oleh pasukan Raden Patah yang notabenenya sebagai anak dari Prabu Brawijaya. Saat itu pula Raden Patah berkuasa dan menjadikan Demak sebagai pusat kerajaan di Tanah Jawa. Raden Patah yang berguru pada Sunan Ngampeldenta Sunan Ampel tidak hanya membawa kerajaan baru melainkan juga agama baru—dari agama boedo menjadi agama Islam yang diajarkan oleh Sunan Ampel. Kerajaan dan agama baru tersebut membawa perubahan yang signifikan di masyarakat Jawa. Pertumbuhan agama tersebut pun sangat pesat. Hingga saat ini pemeluk agama baru itu memiliki pengikut terbanyak di Tanah Jawa, begitu juga dengan kaum Putri Cina banyak yang memeluk agama tersebut bahkan menyebarkannya ke luar kerajaan dengan jalur perdagangan. Sambil berniaga, mereka menyebarkan agama baru itu. Dengan demikian berkat kaumnya pula, maka Tanah Jawa menjadi terbuka terhadap kegiatan dan kebudayaan baru yang dibawa agama baru tersebut ke Tanah Jawa. Sindhunata, 2007: 32-33 Kondisi tersebut menjadi suatu perubahan kebudayaan dan sosial yang signifikan di Jawa. Orang mulai menjalankan kebiasaan baru dengan agama Islam tersebut. Agama tersebut memberikan dampak yang luas bagi kemajuan Jawa membina kebudayaannya. Tentu kondisi sosial tersebut sangat berpengaruh bagi perkembangan pemikiran manusia Jawa. Raden Patah, penguasa baru Tanah Jawa itu lahir dari rahim Putri Cina. Kenyataan ini tentu sangat menggembirakan bagi Putri Cina. Sejarah seakan meminjam rahimnya agar perubahan yang diinginkan bisa terjadi. Dengan demikian tidak sia-sia ia datang ke Jawa. Sudah jelas suratan takdir yang digariskan bagi hidupnya. Ia harus ikut memperanakkkan perubahan yang sekarang telah terjadi di Tanah Jawa. Kenyataan sejarah tersebut ternyata tak lama memberikan efek bahagia bagi Putri Cina, sekejap ia merenungkan kembali, bahwa kejayaan anaknya, Raden Patah sebagai penguasa Jawa tidaklah ia rasakan, karena sudah lama anaknya meninggalkannya, bahkan ketika ia berjaya tak satupun kabar yang datang kepadanya. Seolah Putri Cina tidak terlibat langsung dalam kejayaan Demak yang menjadi Kiblat seluruh kegiatan sosial dan budaya di Tanah Jawa. Kesedihan Putri ina memuncak saat ia harus mengingat bahwa kejayaan Demak yang dipimpin anaknya itu adalah hasil berperang melawan Kerajaan Majapahit yang notabenenya merupakan ayahandanya sendiri. ...tapi mengapa ia tak bisa diakui sebagai ibu penguasa dan pembaharu Tanah Jawa itu, hanya karena ia adalah Putri Cina?