Laju Transmisi Uap Air WVTR Laju Respirasi Gas O

2.3.3.2. Laju Transmisi Uap Air WVTR

Laju Transmisi Uap air adalah massa dari uap air yang terbawa melalui suatu luas tertentu dalam satuan waktu yang dikondisikan dalam temperatur dan kelembaban yang spesifik. Myllareinen et al., 2002 melaporkan bahwa laju respirasi dari film polisakarida bergantung pada ketebalan dari film tersebut. Laju respirasi uap air sangat berpengaruh besar terhadap masa simpan dari makanan. Meningkatnya jumlah kitosan dalam pembuatan film glukomanan – kitosan – nisin dapat menurunkan laju respirasi uap air WVTR , sebaliknya dengan meningkatnya glukomanan meningkatkan WVTR , hal ini mungkin diakibatkan meningkatnya interaksi intermolekuler dan menurunnya pergerakan dari glukomanan dan kitosan Li et al., 2006 . Laju respirasi uap air bergantung pada jumlah gliserol yang digunakan. Arvanitoyannis dan Biliaderis 1999 menyatakan bahwa dikarenakan sifat hidrofilik dari gliserol dapat mengurangi sifat penahan uap air dalam film pelapis kitosan. Peranan gliserol yang lain adalah mengurangi densitas pengemasan , sehingga meningkatkan permeabilitas film pati terhadap uap air, sehingga meningkatkan kemampuan difusi uap air.

2.3.3.3. Laju Respirasi Gas O

2 dan Gas CO 2 Bahan pangan hasil pertanian setelah pemanenan secara fisiologis masih hidup dan reaksi metabolisme akan tetap berlangsung. Reaksi metabolisme Universitas Sumatera Utara menyebabkan terjadinya perubahan mutu dan kondisi bahan pangan tersebut. Proses tersebut akan terus berlangsung dan selalu mengakibatkan perubahan yang akhirnya menyebabkan kerusakan Winarno dan Aman , 1981 . Metabolisme ditujukan untuk memenuhi keperluan-keperluan yang dibutuhkan oleh bahan tersebut agar dapat melangsungkan kehidupannya. Keperluan tersebut terutama dalam bentuk energi. Dalam sistem biologi, energi dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu dapat dengan cara fotosintesa, respirasi atau fermentasi Winarno dan Aman , 1981 . Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan kompleks dalam sel seperti pati, gula dan asam asam organik menjadi molekul sederhana seperti karbon dioksida dan air, bersamaan dengan terbentuknya energi dan molekul lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintesa Willis et al., 1981 . Perubahan laju respirasi dapat diketahui dengan mengukur perubahan kandungan gula, jumlah ATP dan jumlah CO 2 yang dihasilkan Winarno dan Aman, 1981 . Biasanya respirasi ditentukan dengan pengukuran laju konsumsi O 2 atau dengan penentuan laju produksi CO 2 Pantastico, 1993 . Laju produksi produk segar merupakan indikator yang baik terhadap aktivitas metabolisme jaringan dan merupakan pedoman potensi masa simpan produk segar Wilis et al., 1981 . Laju respirasi dipengaruhi oleh umur panen, suhu penyimpanan, komposisi udara, adanya luka serta komposisi bahan kimia. Setiap peningkatan 10 C maka laju Universitas Sumatera Utara respirasi meningkat 2 kali lipat, tetapi pada suhu diatas 35 C laju respirasi menurun karenan aktivitas enzim terganggu yang mengakibatkan difusi oksigen terhambat. MAP Modified Atmosphere Packaging dari makanan segar mengandalkan modifikasi atmosfer di dalam pengemas, yang diperoleh dengan sifat saling mempengaruhi antara dua proses, yaitu respirasi dari produk dan transfer dari gas melalui pengemas, yang menimbulkan suatu keadaan atmosfer yang lebih kaya akan CO 2 dan lebih sedikit akan O 2 . Atmosfer ini secara potensial mengurangi laju respirasi produk dan sensitivitas etilena , pembusukan, perubahan fisiologis dan oksidasi Kader et al., 1989; Saltveit, 1993 . MAP dapat didefenisikan sebagai kondisi dimana menciptakan suatu atmosfer yang paling cocok untuk memperpanjang penyimpanan dari makanan dengan mengurangi waktu yang diperlukan untuk mencapai atmosfer ini. Ini dapat dilakukan dengan cara mencocokkan laju permeabilitas O 2 dan CO 2 dengan laju respirasi dari produk yang dikemas Jacxsens et al., 2000 . Ikan adalah produk makanan yang paling mudah busuk dan masa simpannya terbatas pada kondisi udara normal yang diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh kimia dari atomosfer oksigen dan pertumbuhan mikroorganisme aerobik di udara. MAP dapat menurunkan konsentrasi oksigen dan meningkatkan jumlah karbon dioksida nitrogen, sehingga dapat memperpanjang masa simpan dari produk – produk makanan yang cepat busuk pada kondisi dingin Parry , 1993 . MAP dan vakum packaging VP , yang diikuti dengan pendinginan , telah menjadi teknik pengawetan yang populer sekarang ini, yang mana telah membawa perubahan yang besar dalam proses Universitas Sumatera Utara penyimpanan , distribusi dan pemasaran bahan mentah dan produk-produk yang telah diolah dengan permintaan para konsumen. Sistem MAP dan VP dapat memberikan perbaikan yang baik dalam memperpanjang masa simpan dari makanan laut Church, 1998 . Masa simpan dari produk-produk ikan dalam MAP dapat diperpanjang, bergantung dari bahan mentahnya, suhu, campuran gas dan bahan pengemas Farber, 1991 . Ikan yang mengandung konsentrasi histamin yang cukup tinggi dapat menyebabkan keracunan dan reaksi alergi bagi konsumen. Histamin dihasilkan dari dekarboksilasi mikrobial dari asam amino histidin. Pentingnya mengestimasi konsentrasi histamin dalam ikan dan produk-produk ikan dihubungkan dengan pengaruh pada kesehatan manusia dan kualitas dari makanan. Pembentukan histamin dalam MAP lebih rendah dibandingkan dengan dalam udara Ozogul et al., 2002 ; Watts and Brown , 1982 .

2.4. Ekologi Mikroba pada Bahan Pangan

Pencemaran Mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber sumber pencemar mikroba, seperti tanah, udara, air , tebu, saluran pencernaan , dan pernafasan manusia atau hewan. Namun demikian hanya sebagian saja dari berbagai sumber pencemar yang berperan sebagai sumber mikroba awal yang selanjutnya berkembang biak pada bahan pangan sampai jumlah tertentu. Hal ini berakibat populasi mikroba pada berbagai jenis bahan pangan umumnya sangat spesifik, tergantung dari jenis bahan pangannya, kondisi lingkungan, Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, dan Ekstrak Jambu Biji (Psidium guajava L.) dengan Pemlastis Gliserin

3 64 75

Karakterisasi Edible Film dari Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Penambahan Tepung Tapioka , Kitosan dan Gliserin Sebagai Pemlastis.

3 23 81

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung

3 17 60

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung

0 0 11

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung

0 0 2

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung

0 0 5

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung

0 1 11

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung

0 0 2

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserol dan Ekstrak Kulit Semangka Serta Aplikasinya Sebagai Pembungkus Kue Dadar Gulung

0 0 12

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 13