Pengambilan dan penanganan sampel darah Bahan dan Alat penelitian

9. VEP 1 adalah Volume ekspirasi Paksa persatu detik yaitu volume udara yang dikeluarkan sebanyak-banyaknya dalam 1 detik pertama waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. 10. KVP adalah Kapasitas Vital Paksa yaitu jumlah udara yang bisa dikeluarkan maksimal setelah inspirasi maksimal yang dilakukan secara cepat dan paksa.

3.6 Pengambilan dan penanganan sampel darah

Sampel darah diambil dari vena mediana kubiti dengan terlebih dahulu dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70 dan dibiarkan kering. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan dispossible syringe 3cc. Gambar 9 : Pengambilan sampel darah dari vena mediana kubiti Universitas Sumatera Utara Pengerjaan di laboratorium segera dilakukan oleh peneliti dibantu oleh asisten laboratorium yang sudah tersertifikasi dan berpengalaman dan dibawah pengawasan dan bimbingan peneliti senior laboratorium Terpadu USU yaitu isolasi DNA dan kemudian proses penyimpanan terhadap sampel DNA. Pemeriksaan PCR-RFLP merupakan pekerjaan laboratorium yang dilakukan 1x pengerjaan sekaligus setelah seluruh jumlah total sampel DNA telah terpenuhi. Tindakan pemeriksaan PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Eijkman Jakarta oleh peneliti dibantu oleh asisten laboratorium yang sudah tersertifikasi dan berpengalaman dan dibawah pengawasan dan bimbingan peneliti senior Biomolekuler Laboratorium Eijkman.Proses pengirim sampel berupa isolasi DNA dibawa oleh peneliti sendiri dari laboratorium Terpadu USU Medan ke laboratorium eijkman Jakarta dengan menggunakan batu es kering.

3.7 Prosedur kerja pemeriksaan

Pemeriksaan fungsi paru dengan Spirometri dilakukan di poli paru dan puskesmas pada pemeriksaan awal pasien setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh peneliti dan asisten peneliti yang sudah mendapatkan pelatihan pemeriksaan spirometri dan pengalaman dalam melakukan pemeriksaan spirometri. Sedangkan pengerjaan tindakan isolasi DNA dan PCR-RFLPdilakukan di laboratorium oleh peneliti yang dibantu oleh asisten laboratorium yang bersertifikasi Universitas Sumatera Utara dan pengalaman dan dibawah pengawasan dan bimbingan peneliti senior di bidang biomolekuler.

3.7.1 Pemeriksaan VEP

1 dan VEP 1 KVP dengan Spiromteri Spirometriadalahpengukuran volume udara yang dapatdiinhalasiataudiekshalasi. Spirometer yang telahdikalibrasiakandapatmengukurdengantepat volume respirasisecaralangsungdandapatmengukuraliranudara, kemudiansecaraelektrikatau digital dapatmengintegrasikanaliranudarauntukmenghitung volume udara. Spirometrisecaradiagnostikdapatmengklasifikasikanapakahseorangpa sien normal faalparunya, mengalamikelainanobstruksijalannapasataukelainanrestriksi. Manuver yang digunakanuntukmelakukanspirometri : Forced Vital Capacity FVC atau KVP.Pasienbernapasbiasa, inhalasiperlahan-lahansampaisemaksimalmungkin, dankemudianekshalasisecaracepat, kuatdanselamamungkinsampai volume cadanganekspirasimaksimumkeluar.Hal inidiulangisebanyak 3 kali. FVC adalah total volume udara yang secaracepatdiekshalasi. Prosedurpemeriksaannya: 1. Pasienberdiriatauposisiduduk, berdirilebihbaik, pakaian dilonggarkan Universitas Sumatera Utara 2. Pasangpenjepithidung 3. TekantombolFVCkemudiantombolSTART 4. Masukkanmouth piecekedalammulutpasien 5. Pasienmelakukaninspirasidalam yang maksimalkemudian Ekspirasisekuatdansecepatmungkin, danselamamungkin 6. Tekantombol STOP danulangihingga 3x tekantombol START,lanjutkan no. 4 - 6 Gambar 10 : Pemeriksaan Spirometri Alat: Chestgraph H101 3.7.2Isolasi DNA Isolasi DNA dari leukosit dalam buffy coat dilakukan dengan 900ul Red BloodCell Lysis Solution metoda standar. Kira-kira 300ul darah dimasukkan kedalam tabung Eppendorf, Setelah disentrifuga selama 20 detik, supernatan dibuang. Lakukan berulangkali hingga lekosit tampak bersih. Pelet lekosit ditambahkan 300ul Cell Lysis Solution, dan lakukan pipetting hingga homogen. Tambahkan 1,5 ul RNAse Universitas Sumatera Utara lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selam 15 menit. Kemudian tambahkan 100ul Protein Presipitation Solution, lalu divortex dan sentrifuga selama 3 menit. Supernatan diambil dan ditambahkan 600 ul isopropanol untuk mengekstraksi DNA, lalu dicuci dengan alkohol 70. Sentrifuga selama 1 menit, lalu supernatan dibuang, dan pelet DNA dikeringkan dengan menggunakan konsentrator dengan suhu 30ºC selama 15 menit. DNA yang sudah kering dilarutkan dalam 50ul buffer Tris HCL EDTA TE.

3.7.3 Analisis Polimorfisme gen TNFα

Metode PCR-RFLP digunakan untuk melakukan pemeriksaan polimorfisme TNFα -238GA dan -308GA yang akan mengamplifikasi gen TNFα dengan menggunakan primer spesifik kemudian produk PCRnya didigesti dengan enzim MspI untuk 238 dan enzim NcoI untuk 308 dan hasilnya dielektroforesis dalam gel agarose 2. PCR-RFLP pada - 308 gen TNFα Genotip TNFα -308 rs1800629 dianalisis dengan metoda PCR-RFLPPolymeraseChain Reaction-Restriction Fragment Lenght Polymorphism menggunakan primer untuk amplifikasi gen dengan PCR yaituprimer ATF-3 5’ GTT CCT TGG AAGCCA AGA CT 3’ dan ATR-1 5’ GTC AGG GGA TGT GGC GTC T 3’ padatahapreaksipertamadan primer ATF-2 5’ TGG AGG CAA TAG GTT TTG AGGGCC AT 3’ dan ATR-2 5’ TCA TCT GGA GGA AGC CGT A 3’ untukreaksiPCR kedua Turyadi, 2006. Universitas Sumatera Utara PCR dilakukan dua tahap dengan menggunakan dua pasang primer ini karena ukuran fragmen yang diharapkan cukup pendek dan kemungkinan munculnya fragmen yang tidak diharapkan cukup tinggi. Tahapan PCR pertama dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah DNAcetakan pada PCR tahap kedua.Strategi penempatan primer pada proses PCR dibuat berdasarkan data dari GenBank. Salah satu primer yang digunakan dalam amplifikasi gen -308 TNFα dibuat dengan merubah salah satu nukleotida untuk menciptakan adanya situs restriksi NcoI pada hasil PCR. Strategi penempatan primer pada tehnik PCR-RFLP diperlihatkan pada gambar 11. Proses PCR tahap pertama menggunakan pasangan primer ATF-1 dan ATR-1 mengamplifikasi sekuen gen -308 TNFα dengan ukuran 815 pb pasang basa dimana didalamnya terdapat fragmen yang merupakan target PCR tahap kedua dengan menggunakan primer ATF-2 dan ATR2 yang akan menghasilkan produk DNA berukuran 231 pb seperti terlihat pada gambar 11. Gambar 11. Strategi penempatan primer pada proses penggandaan fragmen DNA promoter gen -308 TNFα. Garis di sebelah kiri kotak adalah daerahpromoter dan sebelah kanan adalah intron pertama, sementara kotakmenandakan daerah ekson. Universitas Sumatera Utara Perbanyakan DNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction PCR dilakukan menggunakan mesin PCR Perkin Elmer model 9700. Komposisi dan kondisi PCR dilakukan dengan menggunakan cara yang disarankan oleh Saiki 1989 dengan dilakukan modifikasi. Volume reaksi PCR adalah 50 μL yang mengandung bahan-bahan sebagai ber ikut: 10 X larutan dapar 5 μL, MgCl2 50 mM 1,5 μL, dNTP 10mM 1 μL, primer ATF-3 40 pmolμL 0,5 μL, primer ATR-1 40 pmolμL 0,5 μL, sampel DNA hasil isolasi 5 μL dan enzim Polimerase Taq 1 unit. Kondisi siklus PCR pada reaksi tahap pertama pada amplifikasi fragmen gen TNFα adalah 94 C selama 30 detik, 58 C selama 30 detik dan 72 C selama 1,5 menit sebanyak 30 siklus. Pada awal reaksi diberikan penambahan waktu denaturasi 94 C selama 5 menit dan pada akhir reaksi siklus diberikan penambahan waktu elongasi 72 C selama 5 menit. Kondisi siklus PCR pada reaksi tahap kedua amplifikasi gen TNFα adalah 94 C selama 30 detik, 61 C selama 30 detik dan 72 C selama 1 menit sebanyak 40 siklus dengan penambahan waktu denaturasi pada awal reaksi 94 C selama 5 menit dan penambahan waktu elongasi 72 C selama 5 menit. Komposisi larutan pada reaksi PCR tahap kedua adalah sama dengan reaksi tahap pertama, kecuali primer yang digunakan adalah ATF-2 dan ATR-2 serta DNA cetakan yang dipakai adalah hasil PCR tahap pertama sebanyak 1 μL. Universitas Sumatera Utara Untuk mengetahui keberhasilan proses PCR, produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa. Dibuat campuran 2 agarosa dalam larutan TAE, dipanaskan hingga larut dengan baik, ditambahkan larutan ethidium bromida 10 mgmL sebanyak 1 μL untuk setiap 10 mL campuran agarosa. Campuran gel agarosa dituangkan ke dalam cetakan gel yang telah dipasang sisir dan dibiarkan membeku kira-kira 1 jam hingga sisir dapat dibuka dan terbentuk sumur-sumur gel. Prinsipkerjaelektroforesissecaragarisbesardapatdijelaskanseba gaiberikut.Sampelditempatkanpadasalahsatuujung media berupa gel, kemudiankeduaujung gel tersebutdiberialiranlistrikselamabeberapa jam sehinggakomponen- komponenpenyusunsampelakanbergerakmenujukutub yang muatanlistriknyaberlawanandengannya. Kecepatangerakanmobilitas tiapkomponeniniakanberbeda-bedasesuaidenganukuranmolekulnya. Makin besarukuranmolekul, makinlambatgerakannya.Akibatnya, dalamsatuanwaktu yang samamolekulberukuranbesarakanmenempuhjarakmigrasi yang lebihpendekdaripadajarakmigrasimolekulberukurankecil. Universitas Sumatera Utara Gambar 12. Foto elektroforesis hasil PCR fragmen gen -308 TNFα Keterangan: Fragmen DNA gen TNFα dengan ukuran 231 pb Sebanyak 5 μL produk PCR tahap kedua dari masing-masing sampel dicampur dengan 2 μL loading buffer kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel. Dalam satu baris sumur disertakan satu sumur untuk tempat DNA penanda. Elektroforesis dijalankan pada voltase 100 Volt ~ 50 mA selama kurang lebih 40 menit. Hasil elektroforesis dilihat di bawah sinar ultra violet UV. Hasil positif PCR gen TNFα ditandai dengan adanya pita DNA berukuran 231 pb gambar 12. Untuk menentukan apakah sampel membawa nukleotida A dan atau nukleotida G pada posisi -308 promoter gen TNFα dilakukan pemotongan DNA produk PCR dengan menggunakan enzim restriksi NcoI yang mempunyai situs pengenalan 5’- CˇCATGG-3’. Nukleotida G memunculkan situs pengenalan NcoI 5’- CˇCATGG-3’ sehingga DNA akan dipotong oleh enzim restriksi. Sementara nukleotida A tidak memunculkan situs pengenalan untuk enzim NcoI, tetapi urutannya menjadi 5’-CCATGA-3’ sehingga enzim restriksi tidak mengenali dan DNA tidak terpotong. Proses RFLP dilakukan dengan menambahkan 1 unit enzim restriksi NcoI dan 1 μL larutan penyangga NE buffer 4 Universitas Sumatera Utara pada 5 μL produk PCR dan menambahkan akuades hingga 10 μL kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 2 jam. 12 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Gambar 13. Foto elektroforesis hasil pemotongan fragmen gen -308 TNFα oleh enzim restriksi NcoI. Keterangan: 1. DNA penanda 5. heterozigot GA 2. Kontrol fragmen DNA yang tidak dipotong6. alel homozigot GG 3, 4, 7-12. alel -308A homozigot TNFα Untuk mengetahui terjadinya pemotongan dilakukan elektroforesis seperti pada visualisasi produk PCR. Pada alel -308A homozigotyang terjadi pemotongan akan menghasilkan 2 pita dengan ukuran 208 pb dan 231 pb dan pada alel -308Ghomozigotyang tidak terjadi pemotongan maka hanya muncul satu pita dengan ukuran yang sama dengan ukuran produk PCR yaitu 231 pb. Sementara pada sampel heterozigot, dimana terdapat alel Gdan alel Aterjadi pemotongan sebagian sehingga akan menghasilkan 3 pita dengan ukuran 231 pb, 208 pb dan 23 pb Tetapi pada elektroforesis pita DNA ukuran 23 pb tidak terlihat, sehingga untuk membedakan alel cukup dilakukan dengan melihat perbedaan pita DNA ukuran 231 pb yang posisinya sejajar dengan produk PCR sebelum dilakukan pemotongan dan pita 208 pb 231 pb Universitas Sumatera Utara DNA ukuran 208 pb posisinya lebih rendah seperti diperlihatkan pada gambar 13. PCR-RFLP pada - 238 gen TNFα Genotip TNFα -238 rs361525, dianalisis dengan metoda PCR-RFLP PolymeraseChain Reaction-Restriction Fragment Lenght Polymorphism menggunakan primer untuk amplifikasi gen dengan PCR yaituprimer ATC-TNF α−238GA rs361525, primernyaadalah 5- ATC-TGGAGGAAGCGGTAGTG-3dan 5- GAAGACCCCCCTCGGAACC-3. Strategi penempatan primer pada proses PCR dibuat berdasarkan data dari GenBank diperlihatkan pada gambar 13. Proses PCR menggunakan pasangan primer ATC mengamplifikasi s ekuen gen TNFα dengan ukuran 150 pb pasang basa seperti terlihat pada gambar 14. Gambar 14. Strategi penempatan primer pada proses penggandaan fragmen DNA promoter gen -238 TNFα. Garis di sebelah kiri kotak adalah daerahpromoter dan sebelah kanan adalah intron pertama, sementara kotakmenandakan daerah ekson. Perbanyakan DNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction PCR dilakukan menggunakan mesin PCR Perkin Elmer model 9700. Ekson 1 -238GA ATC1 ATC2 150pb Universitas Sumatera Utara Komposisi dan kondisi PCR dilakukan dengan menggunakan cara yang disarankan oleh Ozhan 2010 dengan dilakukan modifikasi. Volume reaksi PCR adalah 50 μL yang mengandung bahan-bahan sebagai berikut: 10 X larutan dapar 5 μL, MgCl2 50 mM 1,5 μL, dNTP 10mM 1 μL, primer ATC-1 40 pmolμL 0,5 μL, primer ATC-2 40 pmolμL 0,5 μL, sampel DNA hasil isolasi 5 μL dan enzim Polimerase Taq 1 unit. Kondisi siklus PCR pada amplifikasi fragmen gen TNFα adalah 94 C selama 30 detik, 58 C selama 30 detik dan 72 C selama 1,5 menit sebanyak 30 siklus. Pada awal reaksi diberikan penambahan waktu denaturasi 94 C selama 5 menit dan pada akhir reaksi siklus diberikan penambahan waktu elongasi 72 C selama 5 menit. Untuk mengetahui keberhasilan proses PCR, produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa. Dibuat campuran 2 agarosa dalam larutan TAE, dipanaskan hingga larut dengan baik, ditambahkan larutan eth idium bromida 10 mgmL sebanyak 1 μL untuk setiap 10 mL campuran agarosa. Campuran gel agarosa dituangkan ke dalam cetakan gel yang telah dipasang sisir dan dibiarkan membeku kira-kira 1 jam hingga sisir dapat dibuka dan terbentuk sumur-sumur gel. Universitas Sumatera Utara Gambar 15. Foto elektroforesis hasil PCR fragmen gen TNFα Keterangan: Fragmen DNA gen TNFα dengan ukuran 150 pb Sebanyak 5 μL produk PCR tahap kedua dari masing-masing sampel dicampur dengan 2 μL loading buffer kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel. Dalam satu baris sumur disertakan satu sumur untuk tempat DNA penanda. Elektroforesis dijalankan pada voltase 100 Volt ~ 50 mA selama kurang lebih 40 menit. Hasil elektroforesis dilihat di bawah sinar ultra violet UV. Hasil positif PCR gen TNFα ditandai dengan adanya pita DNA berukuran 150 pb gambar 14. Untuk menentukan apakah sampel membawa nukleotida A dan atau nukleotida G pada posisi -238 promoter gen TNFα dilakukan pemotongan DNA produk PCR dengan menggunakan enzim restriksi MspI yang mempunyai situs pengenalan 5’- CˇCGG-3’. Nukleotida G memunculkan situs pengenalan MspI 5’- CˇCGG-3’ sehingga DNA akan dipotong oleh enzim restriksi. Sementara nukleotida A tidak memunculkan situs pengenalan untuk enzim MspI, tetapi urutannya menjadi 5’-C ˇCGA-3’ sehingga enzim restriksi tidak mengenali dan DNA tidak terpotong. Proses RFLP dilakukan dengan menambahkan 500pb 300pb 150pb Universitas Sumatera Utara 1 unit enzim restriksi MspI dan 1 μL larutan penyangga NE buffer 4 pada 5 μL produk PCR dan menambahkan akuades hingga 10 μL kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 2 jam. Gambar 16. Foto elektroforesis hasil pemotongan fragmen TNFα oleh enzim restriksiMspI.Keterangan foto elektroforesis bagian atas: M = DNA penanda UC = Kontrol fragmen DNA yang tidak dipotong 24,27-32,34-36,38,40-46 = alel -308G homozigot TNFα 25,26,33,37,39 = heterozigot GA Untuk mengetahui terjadinya pemotongan dilakukan elektroforesis seperti pada visualisasi produk PCR. Pada alel -238A homozigottidak terjadi pemotongan hanya muncul 1 pita yang sama dengan ukuran produk PCR dengan ukuran 150 pb dan pada alel - 238Ghomozigotyang terjadi pemotongan maka akan menghasilkan 500pb 300pb 150pb 130pb Universitas Sumatera Utara dua pita dengan ukuran yaitu 130pb dan 20pb. Sementara pada sampel heterozigot, dimana terdapat alel Gdan alel Aterjadi pemotongan sebagian sehingga akan menghasilkan 3 pita dengan ukuran 150 pb, 130 pb dan 20 pb Tetapi pada elektroforesis pita DNA ukuran 20 pb tidak terlihat, sehingga untuk membedakan alel cukup dilakukan dengan melihat perbedaan pita DNA ukuran 150 pb yang posisinya sejajar dengan produk PCR sebelum dilakukan pemotongan dan pita DNA ukuran 130 pb posisinya lebih rendah seperti diperlihatkan pada gambar 16.

3.8 Bahan dan Alat penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah darah whole blood. Darah diambil dari vena mediana kubiti sebanyak 3cc dengan menggunakan jarum suntik ukuran 3cc. Bahan sampel akan diisolasi DNA di Laboratorium Terpadu USU, kemudian disimpan sementara hingga total sampel terpenuhi. Kemudian bahan dikirim untuk dilakukan pemeriksan polimorfisme ge n TNFα dengan metoda PCR-RFLPdi Laboratorium Eijkman Jakarta Beberapa alat penelitian yang digunakan dalam penelitian harus memenuhi standar baku Internasional dengan menjalani proses kalibrasi sehingga data yang diperoleh sahih, seperti misalnya Spirometri. Alat penelitian yang digunakan antaralain : 1. Alat untuk pengambil sampel darah: disposible syringe 3cc Universitas Sumatera Utara 2. Tabung sampel darah 3cc yang telah terisi antikoagulan EDTA 3. Alat untuk isolasi DNA yaitu : Isolasi kit, mesin sentrifuge, pipet. 4. Alat pemeriksaan PCR dan RFLP yaitu : PCR, Elektroforesa, Molecular imager. 5. Alat Spirometri untuk mengetahui fungsi paru dan mendapatkan nilai VEP 1 dan VEP 1 KVP Gambar17 : Alat yang digunakandalampenelitian 3.9Kerangka Kerja Penelitian LAKI-LAKI DEWASA dengan riwayat merokok IB 200 Spirometri PCR Elektroforesis Molecular Imager Universitas Sumatera Utara ` Keterangan: Sampel kelompokkasusdankontrolmemunyairiwayat merokok dengan Indeks Brinkman IB 200.Nilai indeks Brikman diperoleh dari hasil perkalian jumlah batang rokok yang dihisap perharinya dikali lama merokok dalam tahun.Pada sampelcontroldilakukanmatchingdengan sampelkasus, yakniterhadap kelompokusia+3 tahun danriwayatmerokok +100 nilaiindeks Brinkman yang disamakanuntukmengurangi Penderita PPOK KASUS Tidak PPOK KONTROL Anamnesis,Pemeriksaanfisik danSpirometri LembaranPersetujuan Sampeldarah Isolasi DNA PCR-RFLP ANALISIS GENETIK HASIL ANALISIS STATISTIK KRITERIA INKLUSI EKSKLUSI LembaranPersetujuan Sampeldarah Isolasi DNA PCR-RFLP ANALISIS GENETIK Universitas Sumatera Utara bias.Sampelkasusdankontrol yang telahmemenuhikriteriainklusidaneksklusikemudiandijelaskanmengenaitujuan , manfaatdantahapanpenelitian.Setelahmemberikanpersetujuandanmenandat anganilembaranpersetujuan informed consent dilanjutkandenganpengambilansampeldarah. Sampel darah tersebut diisolasi DNA kemudian disimpan hingga jumlah total sampel terpenuhi.Setelah jumlah total sampel terpenuhi, sampel dikirim untuk pemeriksaan PCR- RFLP. Hasil data polimorfisme gen TNFα dicatat dan dimasukkan kedalam tabel untuk dianalisa dengan program SPSS.

3.10 Analisa Statistik

Dokumen yang terkait

Hubungan Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil Dengan Disfungsi Ereksi

0 67 108

Pseudomonas Aeruginosa Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut Dan Hubungannya Dengan Derajat Keparahan PPOK

0 63 73

Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Index di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan

2 58 67

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 5 18

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 2

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 4

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 26

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik Chapter III V

0 0 22

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 9

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 21