Tek nik pemeriksaan Gen TNFα dengan TehnikPCR dan RFLP

Data terakhir dari penelitian yang dilakukan Castaldi 2010, suatu metaanalisis terhadap 27 variasi gen pada PPOK dan kesimpulannya ada 4 yang secara signifikan berhubungan dengan kerentanan terjadinya PPOK yaitu GSTM1, rs18000470 TGFB1, rs1799896SOD3 dan rs1800629 TNF α -308 TNFα. Selain itu, sekresi interleukin-1 dan e prostaglandin 2 dari subyek yang berbeda sangatberkorelasi dengan tingkat produksi TNF αMolvig, 1988. Ekspresi TNFα dapat diatur pada tingkat transkripsional Sariban, 1988, dan perbedaan dalam produksi TNF α ditentukan pada tingkat genetik. Telah terbukti dalam studi transfection bahwa alel kurang umum, TNFα , adalah terkait dengan dasar yang lebih tinggi dan menyebabkan ekspresi Wilson, 1992 1994. Hubungan positif dengan polimorfisme gen TNFα juga ditemukan di beberapa penyakit, seperti malaria serebral McGuire, 1994 dan dermatitis herpetiformis Messer, 1994, ankylosing spondilitis Verjans, 1994, artritis rematik Wilsonet, 1995, dan kolitis ulserativa Mansfield, 1994 .

2.3.2 Tek nik pemeriksaan Gen TNFα dengan TehnikPCR dan RFLP

Polymerase Chain Reaction PCR PCR merupakan suatu tehnik untuk mengamplikasi segmen DNA secara invitro dimana prinsip kerjanya mirip dengan proses replikasi didalam sel invivo. Tehnik ini pertamakali ditemukan oleh Kary dan kawan-kawan pada tahun 1984. Universitas Sumatera Utara Amplikasi DNA merupakan tindakan memperbanyak jumlah segmen DNA tertentu dengan pengaturan suhu temperatur yang tepat dan hanya diperlukan waktu relatif singkat. Segmen DNA yang diharapkan teramplifikasi dapat dipelajari dan diteliti. Tehnik PCR telah populer diterapkan dikalangan peneliti sehingga ilmu biologi molekuler tentang suatu gen dan penyakit berhubungan dengannya berkembang dengan pesat.PCR mempunyai 3 tahap, yakni denaturasi, penempelan primer annealing dan elongasi polymerization. Dengan diketahui urutan basa yang akan diamplifikasi dan ditentukan sepasang primer oligonukleotida pendek 15-30pb yang dirancang sesuai urutan nukleotida segmen DNA yang akan diamplifikasi dari ujung segmen DNA target dengan arah 5’ke 3’. PCR merupakan suatu teknik penggandaan untai DNA pada fragmen tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim DNA polimerase. Reaksi PCR ada tiga tahapan yaitu denaturasi, annealing, dan elongasi. Pada tahap denaturasi suhu dinaikkan sehingga satu untai ganda DNA cetakan akan terdenaturasi menjadi dua untai tunggal. Selanjutnya pada suhu annealing primer akan menempel pada DNA cetakan sesuai dengan urutan komplemennya. Penempelan DNA primer akan diikuti dengan sintesis DNA pada tahap berikutnya yaitu elongasi. Sehingga pada akhir setiap siklus, satu untai DNA digandakan menjadi dua untai. Jumlah siklus dalam setiap reaksi PCR biasanya 25 – 35 siklus. Waktu yang diperlukan untuk setiap siklus sangat pendek yaitu sekitar 3 – Universitas Sumatera Utara 4 menit, sehingga dalam beberapa jam sudah didapat jumlah fragmen DNA yang diinginkan Saiki, 1989. Proses PCR selain DNA cetakan, diperlukan juga enzim DNA polimerase, sepasang primer forward dan reverse, dNTP, Mg ++ dan larutan dapar. Primer yang terdiri dari oligonukleotida untai tunggal selain sebagai pelacak, juga sebagai pembatas fragment untai DNA yang akan digandakan. DNA yang digunakan dalam reaksi PCR merupakan DNA hasil isolasi dari sampel sel. Berbagai teknik isolasi DNA telah banyak dikembangkan dari berbagai jenis sampel, sehingga memungkinkan untuk mengisolasi DNA dari sampel arsip yang sudah lama disimpan. Restriction Fragment Length Polymorphism RFLP Salah satu cara untuk mengenali urutan nukleotida pada titik tertentu adalah dengan menggunakan teknik RFLP, yaitu teknik pemotongan DNA pada titik tertentu dengan menggunakan enzim endonuklease atau disebut juga sebagai enzim restriksi.Enzim endonuklease merupakan enzim yang diisolasi dari bakteri dan mampu memotong untaian DNA pada atau dekat dengan urutan nukleotida yang spesifik untuk setiap jenis enzim. Urutan spesifik tersebut dikenal dengan nama situs pengenalan atau situs restriksi. Situs pengenalan biasanya antara empat atau enam nukleotida dan biasanya bersifat palindromik Micklos, 1989. Kemampuannya yang unik yaitu memotong DNA hanya jika ada situs pengenalannya, maka enzim ini banyak digunakan untuk mendeteksi adanya polimorfisme urutan DNA pada tempat tertentu Universitas Sumatera Utara dengan melihat terjadi atau tidaknya pemotongan oleh enzim restriksi. Teknik RFLP jauh lebih sederhana, murah dan cepat untuk mendeteksi polimorfisme titik dibandingkan dengan teknik sekuensing DNA, meskipun teknik sekuensing DNA kadang-kadang masih diperlukan sebagai konfirmasi maupun untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya polimorfisme baru.Polimerisasi DNA replikasi DNA hanya dapat dimulai jika tersedia molekul primer, yaitu suatu molekul yang digunakan untuk mengawali proses polimerisasi untaian DNA. Selain itu, polimerisasi DNA juga mutlak memerlukan cetakan template yang dapat berupa untaian DNA. Fungsi primer adalah menyediakan ujung 3’- OH yang akan digunakan untuk menempelkan molekul DNA pertama dalam proses polimerisasi Yuwono, 2005. Restriction Fragment Length Polymorphism RFLP adalah suatu tehnik análisis dengan menggunakan enzim restriksi yang memotong segmen DNA sehingga menghasilkan panjang fragmen yang spesifik. Segmen DNA yang akan dianalisis didigesti dengan enzim restriksi , hibridisasi dengan probe yang terdiri dari molekul DNA utas tunggal berkomplemen ke satu atau lebih nukleotida dari fragmen hasil restriksi, sehingga gambaran fragmen-fragmen DNA tersebut merupakan profil DNA bagi setiap individu.Untuk melihat polimorfisme urutan basa suatu gen dapat digunakan metode RFLPs dimana enzim restriksi akan memotong DNA pada urutan basa spesifik. Dengan elektroforesis gel maka hasil PCR dapat dideteksi dengan cara pemisahan asam nukleat dan protein menggunakan muatan listrik elektroda. Molekul akan Universitas Sumatera Utara bergerak melalui alur pori yang dipersiapkan. Gerakan dan kecepatan molekul tergantung pada kekuatan medan listrik, ukuran dan bentuk molekul tersebut. Terlihatnya pita DNA merupakan pewarnaan dari makromolekul yang terpisah, ditambah sifat hidrofobik dari DNA, kekuatan ionik dan temperatur dari buffer.

2.4 Hubungan polimorfisme gen TNFα dengan PPOK pada berbagai

Dokumen yang terkait

Hubungan Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil Dengan Disfungsi Ereksi

0 67 108

Pseudomonas Aeruginosa Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut Dan Hubungannya Dengan Derajat Keparahan PPOK

0 63 73

Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Index di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan

2 58 67

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 5 18

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 2

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 4

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 26

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik Chapter III V

0 0 22

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 9

Hubungan Polimorfisme Gen Matriks Metaloproteinase-12 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dibandingkan Dengan Non Penyakit Paru Obstruktif Kronik

0 0 21