Hubungan Polimorfisme Gen TNFα Pada Posisi -308 Dan -238 Dengan Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238 DENGAN KEJADIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
DISERTASI
AMIRA PERMATASARI TARIGAN NIM 078102003
PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238
DENGAN KEJADIAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
DISERTASI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Ilmu Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Dibawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu,DTM&H,M.Sc (CTM), Sp.A (K)
Untuk dipertahankan di Hadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara
Oleh:
AMIRA PERMATASARI TARIGAN NIM 078102003
PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
PROMOTOR
Prof.dr.Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K)
Guru Besar Luar Biasa Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan
KO-PROMOTOR
Prof.dr.Faisal Yunus, Ph.D, Sp.P (K)
Guru Besar Tetap Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta
KO-PROMOTOR
Prof. Dr. dr. Suradi, Sp.P (K), MARS
Guru Besar Tetap Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surakarta
(4)
Telah diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 10 September 2012
PANITIA PENGUJI UJIAN TERTUTUP
Ketua : Prof.dr.Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K)
Anggota : Prof.dr.Faisal Yunus, Ph.D, Sp.P (K)
Prof. Dr. dr. Suradi, Sp.P (K), MARS
Prof.dr.Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH
Prof.Dr.dr.Rozaimah Zain-Hamid, MS,Sp.FK
dr. Yahwardiah Siregar, PhD, MSc
(5)
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama : Amira Permatasari Tarigan
Nim : 078102003
Program Studi : Ilmu Kedokteran Jenis Karya : Disertasi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas disertasi saya yang berjudul:
HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238 DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam database, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa izin dari saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikianlah pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya. Dibuat di Medan
Pada Tanggal 30 Oktober 2012 Yang menyatakan
(6)
Ku persembahkan kepada keluarga, almamater, bangsa dan negara sebagai kenangan, teladan dan pengabdian
Siapa yang menghendaki kehidupan dunia hendaknya dicarinya dengan ilmu, Siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, hendaknya dicarinya dengan ilmu, Dan siapa yang menginginkan keduanya,
hendaklah dicarinya dengan ilmu pula. (Al Hadist)
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum,
Kecuali kaum itu sendiri yang merubah apa-apa yang ada pada diri mereka”
(QS.13:11)
(7)
UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah segala puji dipanjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga disertasi yang merupakan tugas akhir program S3 telah sampai pada tahap akhir. Perasaan bahagia dan lega dirasakan, semoga disertasi ini dan ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati, ditandai adanya hambatan aliran udara napas yang bersifat progresif dan parsial reversibel, disebabkan adanya inflamasi kronik di paru akibat terpapar dengan zat atau partikel berbahaya terutama asap rokok. PPOK akan menjadi penyebab kematian ke 3 di tahun 2020 di dunia, sehingga perlu dilakukan penelitian berkelanjutan untuk mendapatkan patogenesis yang lebih jelas tentang terjadinya PPOK khususnya peran faktor genetik pada orang Indonesia.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan, sehingga faktor genetik lainnya yang mungkin berperan pada PPOK dapat tuntas terungkap. Kegunaan praktis penelitian ini adalah untuk mendapatkan ilmu dan informasi yang dapat digunakan untuk kepentingan konsultasi genetik dalam upaya pencegahan terjadinya PPOK atau mengantisipasi progresifitasnya.
Banyak kendala dan kesulitan yang dihadapi dalam penulisan karya ilmiah ini dan juga pada saat melakukan penelitian. Disadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, tugas ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik, namun berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan moril dari keluarga, tim promotor dan teman sejawat, akhirnya disertasi ini dapat diselesaikan.
Dengan tulus dan kerendahan hati perkenankan saya sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat:
(8)
diberikan kepada saya, untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Doktor.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH atas kesempatan, fasilitas dan bantuan biaya pendidikan dalam mengikuti pendidikan S-3. Demikian pula Pembantu Dekan I Prof.dr.Guslihan Dasa Tjipta,Sp.A(K) atas bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan S-3.
Prof.dr.Chairuddin P.Lubis, DTM&H,SpA(K) sebagai Ketua Program Studi S-3 Ilmu Kedokteran dan mantan Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah mengizinkan dan mendorong untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi. Demikian juga kepada Sekretaris Program Studi S-3 Prof.Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL, Prof.dr.Harun Rasyid Lubis Sp.PD-KGH sebagai mantan Ketua Program Studi S-3 yang secara berkesinambungan memberikan dukungan, saran dan motivasi kepada saya selama mengikuti proses pendidikan. Dan Prof.drg.Ismet Daniel Nasution, Ph.D, Sp.Pros(K) sebagai mantan Sekretaris Program Studi S-3 Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Prof.dr.Tamsil Syafiuddin Sp.P(K), Guru besar Luar Biasa Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sebagai Promotor, saya banyak mendapat bimbingan dan arahan, tidak hanya dalam menyelesaikan disertasi ini tetapi tentang pentingnya memperhatikan aspek-aspek lainnya dalam kehidupan sehingga menambah makna dalam meningkatkan keilmuan, keprofesian, bermasyarakat dan berkeluarga. Beliau yang juga merupakan ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Sumatera Utara, diucapkan banyak terimakasih.
Prof.dr.Faisal Yunus PhD, Sp.P(K), Guru besar Tetap Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tiada kata terucap selain syukur Alhamdulillah atas kesediaan dengan ikhlas menjadi Ko-Promotor. Saya sangat bangga dapat dibimbing oleh beliau yang benar-benar dapat menjadi panutan sebagai seorang pendidik sejati dengan dedikasi
(9)
beliau yang sangat tinggi untuk meningkatkan kualitas dokter paru di tingkat nasional maupun Internasional.
Prof.DR.dr.Suradi, Sp.P(K),MARS, Guru besar Tetap Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas Negeri Surakarta, dengan ikhlas membimbing, memotivasi, memberi masukan, pengarahan dalam penulisan disertasi ini. Saya kagum akan kearifan, kelapangan hati dan sikap yang selalu siap menolong dari beliau.
Prof.dr.H.Luhur Soeroso,Sp.P(K), Ketua Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas Sumatera Utara. Rasa terima kasih dan penghormatan yang setingginya atas izin dan kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan Program Doktor.
Penguji Disertasi Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, Prof.DR.dr.Rozaimah Zain-Hamid, MS, Sp.FK, dr.Yahwardiah Siregar, Ph.D dan dr.Budi Antariksa,Ph.D, Sp.P(K) yang telah bersedia memberikan penilaian dan masukan untuk kesempurnaan disertasi ini.
Para pemberi kuliah S-3 Prof.dr.Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K); Drs. Sutarman, MSc, Ph.D ; Prof.dr.Iskandar Zulkarnaen Lubis, Sp.A(K); Prof.Dr.dr.Rozaimah Zain-Hamid, MS,Sp.FK; Dr.drs.Ridwan Siregar, M.Lib atas pengajaran, bimbingan dan diskusi selama mengikuti pendidikan S-3. Dr.Yahwardiah Siregar, Ph.D, Ketua Program Studi Magister Biomedis FK USU, yang menguasai Ilmu Biokimia maupun Ilmu Biomolekuler yang telah memberikan bantuan serta bimbingan dari awal penelitian hingga penulisan disertasi ini. Disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga.
Dr. Syafruddin, Ph.D sebagai peneliti senior dan asisten peneliti Dr.Puji Budi Setia Asih, Ph.D di Laboratorium Eijkman Jakarta yang telah banyak membantu dengan ikhlas membimbing mengenai biomolekuler, pelaksanaan penelitian dan penyelesaian disertasi ini.
Dr. Tetty Aman Nasution, M.Med.Sc, sebagai Kepala Laboratorium Terpadu FK USU, Mardiah dan Indra sebagai staf Laboratorium Terpadu FK USU yang semuanya telah banyak membantu pelaksanaan penelitian.
(10)
Prof.DR.dr.Rozaimah Zain-Hamid, MS, Sp.FK, Dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes dan dr.Putri Eyanoer, MSepid, Ph.D yang telah membantu di bidang Metodologi Penelitian, Statistik penelitian serta membimbing tentang presentasi dan publikasi ilmiah.
Dr. Dwi Widayati, M.Hum dari Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU atas koreksi bahasa Indonesia dalam disertasi saya.
Semua teman sejawat semasa pendidikan S-3 Kedokteran ini atas bantuan informasi ilmiah, dorongan moril dan kekompakan selama pendidikan S-3.
Rosminar, SE, Kiki Lestari, SE dan Marzuki, S.Kom yang telah banyak membantu di bidang administrasi dan kegiatan ilmiah selama pendidikan S-3.
Seluruh guru, para senior, teman sejawat, para medis, pegawai dan para peserta program dokter spesialis di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/RSUP Haji Adam Malik atas dukungan kepada saya dalam menyelesaikan pendidikan S-3.
Sahabat setia yang selalu mendukung saya selama ini Dr. Nuryunita Nainggolan, Sp.P, dr. Lita Feriyawati, MKes, dr. Tetty A.Nasution, M.Med.Sc, dr.Laszuarni Sp.M, dr. Devi Nuraini Santi, MKes dan Dr. Sri Wahyu Maryuni, Sp.OG (K).
Dengan penuh rasa hormat, disampaikan doa terima kasih yang setulusnya dari lubuk hati yang paling dalam kepada ayahanda (Alm) dr.H.M.Mochtar Tarigan Sp.P dan ibunda (Almh) Prof.DR.drg.Mundiyah,Sp.Ort, orangtua saya yang saya kagumi dan cintai, yang telah memberi tauladan, sehingga telah membentuk diri saya sebagaimana jadinya hari ini. Juga kepada kedua mertua ayahanda H. Hafzan Kasim, SH dan ibunda Hj. Muchaida Harahap atas kasih sayang serta doanya yang tiada batasnya.
Suami yang tercinta Ir. Adi Mukhsin tidak dapat saya ungkapkan dalam kata-kata, rasa syukur dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas doa, dukungan moril dan semangat yang telah mendampingi saya dalam suka duka menjalani S-3. Demikian pula saya ungkapkan rasa kasih dari lubuk hati yang
(11)
dan M.Yaser Adira Putra yang merupakan buah kasih dan pelita hati saya. Mereka begitu sabar ikut memberikan doa, mendukung dan memberikan keceriaan bagi saya. Semoga kalian tetap menjadi anak yang soleh dan membanggakan.
Saudara-saudaraku Dr. Ahmad Primonta dan keluarga, Ir.Ahmad Prana Rulianto dan keluarga, Dr.Ir.Ahmad Perwira Mulia, MSc dan keluarga, Dr.drg.Ameta Primasari, MDSc dan keluarga, dan Lilik Amriyati Pritasari, BSc dan keluarga. Demikian juga kepada ipar saya, keluarga Fitri Enny, SH, keluarga Loly Andriawan, SE serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dorongan, doa serta persaudaraan yang erat selama ini. Semoga kita dapat terus membina kerukunan keluarga dan rasa saling mengasihi hingga masa mendatang.
Semua pihak yang telah banyak membantu, baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, hanya Allah SWT yang mampu memberikan balasan terbaik.
Akhirnya saya ingin menyampaikan tafsir dari surat Asy-Syarh : “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap “ (QS.94:6-8)
Semoga dengan selesainya pendidikan S-3 ini akan dilanjutkan dengan penelitian-penelitian dibidang biomolekuler paru yang berkesinambungan dapat saya kerjakan dengan sungguh-sungguh dan diridhoi-Nya. Mudah-mudahan disertasi ini dapat memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan dunia ilmu dan bermanfaat bagi orang banyak. Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amin. Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Medan, November 2012
(12)
HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238 DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
ABSTRAK
Latar belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Data menunjukkan bahwa 85-90% dari kasus PPOK disebabkan oleh merokok. Namun demikian, hanya 15-20% dari perokok berat kronik yang akan mengalami PPOK. Hal ini mengindikasikan kerentanan yang berbeda terhadap kerusakan akibat merokok yang kemungkinan berhubungan dengan faktor genetik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik dari jalur peranan polimorfisme -308G/A dan -238G/A gen TNFα pada perokok.
Metode
Penelitian case control, membandingkan genetik sekelompok orang yang
menderita PPOK (kasus) dan sekelompok orang yang tidak menderita PPOK (kontrol) dengan riwayat merokok yang sama. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai Januari 2011 sampai Maret 2012 dibeberapa lokasi antara lain :Poliklinik Paru RSUP.H.Adam Malik , RS.Pirngadi, RS. Tembakau Deli, RS. Siti Hajar di Medan dan beberapa Puskesmas di kota Medan. Pemeriksaan faal paru dilakukan dengan menggunakan spirometri dan analisis gen dengan teknik PCR-RFLP.
Hasil
Dari 227 orang diperoleh jumlah sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, eksklusi dan penyetaraan umur dan riwayat merokok sebanyak 186 orang (93 orang sebagai kelompok kasus dan 93 orang sebagai kelompok kontrol). Hasil perhitungan frekuensi genotip -308 TNFα pada kelompok kasus PPOK, yaitu 75 GG, 8 GA, 10 AA dan pada kontrol yaitu 60 GG, 25 GA, 8 AA. Alel G pada kelompok kontrol sejumlah 145 (78%), sedangkan pada kelompok kasus PPOK sebesar 158 (85%). Alel A pada kelompok kontrol sebesar 41 (22%) dan pada kelompok kasus PPOK sebesar 28 (15%).
Hasil perhitungan frekuensi genotip -238TNFα pada kelompok kasus PPOK yaitu 85 GG, 4 GA, 4 AA dan pada kelompok kontrol yaitu 89 GG, 1 GA, 3 AA. Alel G pada kelompok kontrol sejumlah 179 (96,2%) dan pada kasus PPOK yakni sebesar 174 (93,5%). Alel A pada kontrol adalah sebesar 7 (3,8%) dan pada kasus PPOK adalah sebesar 12 (6,5%). Untuk polimorfisme -308G/A dijumpai genotip GA dan AA sebanyak 18 pada kasus dan 33 pada kontrol. Sedangkan untuk genotip GG sebanyak 75 pada kasus dan 60 pada kontrol. Jika dihitung secara statistik diperoleh nilai oods ratio (OR) = 0,436 dan tingkat
(13)
0,014 maka perbedaan ini secara statistik bermakna. Untuk polimorfisme -238G/A dijumpai genotip GA dan AA sebanyak 8 pada kasus dan 4 pada kontrol. Sedangkan untuk genotip GG sebanyak 85 pada kasus dan 89 pada kontrol. Jika dihitung secara statistik diperoleh nilai oods ratio (OR) = 2,094 dan
tingkat kepercayaan (confidence interval / CI) = 0,608 - 7,211. Nilai p sama
dengan 0,241 maka perbedaan ini secara statistik tidak bermakna. Simpulan
Polimorfisme -308G/A gen TNFα terbukti sebagai faktor protektif terjadinya PPOK. Polimorfisme -238G/A gen TNFα tidak terbukti sebagai faktor resiko terjadinya PPOK.
(14)
Association of -308 and -238 Tumor Necrosis Factor Alpha Gene Polymorphisms With The Presence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
ABSTRACT
Background
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) will be the highest cause of mortality and morbidity in the world. Data showed that 85-90% of COPD cases are caused by smoking, but only 15-20% of chronic heavy smokers who will develop COPD. This indicates a different susceptibility to damage from smoking that may be linked to genetic factors. The purpose of this study was to analyze the occurrence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease role path of -308G/A and -238g / A TNFα gene polymorphism in smokers.
Method
Case-control study, comparing the genetic group of people who have COPD (cases) and a group of people who do not suffer from COPD (control) with the same smoking history. Implementation of the study started from January 2011 to March 2012 at several locations, among others: Pulmonary Clinic RSUP.H.Adam Malik, RS.Pirngadi, RS. Tobacco Deli, RS. Siti Hajar in Medan and several health centers in the city of Medan. Examination of lung function using spirometry was performed and gene analysed by PCR-RFLP.
Result
From the total of 227 people obtained, the sample that met the study inclusion, exclusion criteria and equalizing the age and history of smoking, there are as many as 186 people (93 people as the case group and 93 people as the control group). The results of calculation of TNFα-308 genotype frequencies in the case of COPD, which is 75 GG, 8 GA, 10 AA and for the control is 60 GG, 25 GA, 8 AA. 145 people in the control group have G allele (78%), whereas there are people in COPD cases group (85%). A allele in the control group was 41 (22%) and in the case of COPD is 28 (15%). The results of calculation of TNF-α -238 genotype frequencies in the case of COPD is 85 GG, 4 GA, 4 AA and in the control group is GG 89, 1 GA, 3 AA. G allele in the control group are as many as 179 (96.2%) and in the COPD case group is 174 (93.5%). Allele A in the control group is 7 (3.8%) and in the COPD case group is 12 (6.5%). For polymorphism-308G / A genotypes GA, we found a total of 18 in COPD case group and 33 in control group. As for the GG genotype, there are as many as 75 in COPD case group and 60 in the control group. If calculated in statistical values, we obtain an oods ratio of (OR) = 0.436 and the confidence interval / CI = 0.224 to 0.850. The p-value equal to 0.014, the difference was statistically significant. For polymorphism-238g /A, GA and AA genotypes there are as many as 8 in the COPD case group and 4 control group. As for the GG genotype as many as 85 in the COPD case group and 89 in control group. If calculated in statistical values,
(15)
we obtain oods ratio (OR) = 2.094 and the confidence interval / CI = 0.608 to 7.211. The p-value equal to 0.241, the difference was not statistically significant. Conclusion
Polymorphism-308G /A TNF- α gene shown to be a protective factor for the occurrence of COPD. Polymorphism -238 G /A TNF-α gene has not been proven as a risk factor for COPD.
Keywords: Chronic Obstructive Pulmonary Disease, and TNF-α gene polymorphism
(16)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... i
DAFTAR ISTILAH... iv
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang... 1
1.1 Rumusan Masalah.………... 6
1.2 Tujuan Penelitian ... 6
1.2.1 Tujuan Umum... 6
1.2.2 Tujuan Khusus... 6
1.3 Manfaat Penelitian ..………... 7
1.3.1 Manfaat Teoritik... 7
1.3.2 Manfaat Praktis... 7
1.5 Orisinalitas ... 8
1.6 Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9
2.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronik ... 9
2.1.1 Epidemiologi... 11
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis... 13
2.2 Respon Inflamasi yang Terjadi pada PPOK... 26
2.3 Tumor Nekrosis Faktor... 29
2.3.1 Gen TNFα, Polimorfisme TNFα dan Perannya Terhadap Timbulnya PPOK... 37
2.3.2 Teknik Pemeriksaan Gen TNFα dengan PCR-RFLP... 45
2.4 Hubungan Polimorfisme Gen TNFα dengan PPOK pada Berbagai Populasi... 48
2.5 Kerangka Konseptual ………... 53
(17)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian………..………….... 55
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian... 55
3.3 Populasi, Sampel Penelitian, Besar sampel dan Teknik Pengambilan... 56
3.3.1 Populasi... 56
3.3.2 Sampel Penelitian... 56
3.3.3 Besar Sampel... 58
3.3.4 Teknik Penentuan Sampel Penelitian... 58
3.4 Variabel Penelitian... 59
3.5 Definisi Operasional... 59
3.6 Pengambilan dan Penanganan Sampel Darah... 61
3.7 Prosedur Kerja Pemeriksaan ... 62
3.7.1 Pemeriksaan VEP1 dan VEP1/KVP dengan Spirometri ………... 63
3.7.2 Isolasi DNA ... 64
3.7.3 Analisis Polimorfisme Gen TNFα ... 65
3.8 Bahan dan Alat Penelitian... 75
3.9 Kerangka Kerja Penelitian... 77
3.10 Analisa Statistik... 78
3.11 Etika Penelitian... 79
3.12 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 79
3.13 Biaya Penelitian ... 80
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 81
BAB V PEMBAHASAN ... 102
5.1 Desain Penelitian... 102
5.2 Konsep Pemilihan Populasi Dalam Penelitian... 105
5.3 Metode Diagnosis Polimorfisme -238G/A dan -308G/A TNFα... 109
5.4 Metode Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronik... 112
5.5 Karakteristik Sampel Penelitian... 112
(18)
5.5.2 Karakteristik Umur ... 114
5.5.3 Karakteristik Pekerjaan ... 116
5.5.4 Karakteristik Riwayat Merokok ... 117
5.5.5 Karakteristik Derajat PPOK ... 119
5.6 Hubungan Polimorfisme -238G/A dan -308G/A Gen TNFα, Merokok dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik... 122
5.7 Hubungan Polimorfisme -238G/A dan -308G/A Gen TNFα dengan Derajat Penurunan Faal Paru... 129
5.8 Hubungan Haplotipe Dengan Kejadian PPOK... 130
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 132
6.1 Simpulan ... 132
6.2 Saran ... 133
DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 134
LAMPIRAN
(19)
DAFTAR ISTILAH
ATS = American Thoracic Society
A1ATD = Defisiensi Alpha 1 antitripsin APE = Arus Puncak Ekspirasi
CD = Cluster of differentiation
COPD = Chronic Obstructive Pulmonary Disease
CRP = C-reactive protein
DALYs = Disability Adjusted Life Years
DEPKES RI = Departemen Kesehatan Republik Indonesia DNA = Deoxyribonucleic acid
EGF = Epidermal Growth Factor
ERS = Europen Respiratory Society
GOLD = Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
IFN = Interferon IL = Interleukin
ICAM-1 = Intercelllular adhesion molecule I KPT = Kapasitas paru total
KV = Kapasitas vital
KVP = Kapasitas Vital Paksa
MCP-1 = Monocyte Chemoattractant Protein 1 MIP-1β = Macrophage Inflammatory Protein 1-β MHC = Major Histocompatability Complex
MMP = Matriks Metaloproteinase NF-kB = Nuclear factor kappa B NK = Natural killer
NO = Nitric oxide
PCR = Polymerase Chain Reaction
PDPI = Perhimpunan Dokter Paru Indonesia PPOK = Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(20)
ROS = Reactive Oxygen Species
SKRT = Survai Kesehatan Rumah Tangga SNP = Single Nucleotide Polymorphism
TGF = Transforming Growth Factor Th = T helper
TIMP = Tissue Inhibitor Metaloproteinase
TNF = Tumor Nekrosis Faktor TNF-α = Tumor Nekrosis Faktor-α
VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama WHO = World Health Organization
(21)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik ...…………... 10
Tabel 2. Kandidat gen berkaitan dengan kejadian PPOK ... 18
Tabel 3. Penelitian polimorfisme TNFα berhubungan dengan PPOK.. 51
Tabel 4. Analisis univariat dan multivariat... 52
Tabel 5. Data dasar : jenis kelamin, umur dan pekerjaan ... .... 82
Tabel 6. Distribusi umur pada kelompok kasus dan kontrol... 83
Tabel 7. Kebiasaan merokok pada kelompok kasus dan kontrol... 84
Tabel 8. Riwayat merokok berdasarkan Indeks Brinkman ... 85
Tabel 9. Distribusi alel G dan A genotip -308TNFα kelompok kasus.... 90
Tabel 10. Distribusi alel G dan A genotip -308TNF kelompok kontrol.. 91
Tabel 11. Alel gen -308TNFα pada kelompok kasus dan kontrol ... ...92
Tabel 12. Distribusi alel G dan A genotip -238TNFα kelompok kasus... 94
Tabel 13. Distribusi alel G dan A genotip -238TNFα kelompok kontrol....95
Tabel 14. Alel gen -238TNFα antara kelompok kasus dan kontrol... 96
Tabel 15. Hubungan polimorfisme -308 dan -238 gen TNFα - PPOK....98
Tabel 16. Hubungan alel -308A & -238A gen TNFα-keparahan PPOK... 99
Tabel 17. Haplotipe -308A dan -238A gen TNFα kelompok kasus... 99
Tabel 18. Haplotipe -308A dan -238A gen TNFα kelompok kontrol.... 100
Tabel 19. Hubungan haplotipe -308A & -238A gen TNFα - PPOK... 101
(22)
Gambar 1 : Patogenesis Terjadinya PPOK………... 24 Gambar 2 : Skematik Patogenesis PPOK... 25 Gambar 3 : Sel Inflamasi yang Berperan pada PPOK………... 27 Gambar 4 : Inflamasi yang Kompleks pada PPOK………... 28 Gambar 5 : Peran TNFα Terhadap Proses Inflamasi pada PPOK 34 Gambar 6 : Struktur Tersier TNFα... 35 Gambar 7 : Peta Gen Major Histocompability Complex (MHC) .... 38
Gambar 8 : Proses Ekspresi Gen TNFα... 39 Gambar 9 : Pengambilan Darah Vena Mediana kubiti... 61
Gambar 10 : Pemeriksaan Spirometri... 64 Gambar 11 : Strategi Penempatan Primer -308 TNFα... 66 Gambar 12 : Foto Elektroforesis Hasil PCR Fragmen Gen TNFα.... 68 Gambar 13 : Foto Hasil Pemotongan Fragmen TNFα oleh Enzim Restriksi... 69 Gambar 14 : Strategi Penempatan Primer -238 TNFα... 67 Gambar 15 : Foto Elektroforesis Hasil PCR Fragmen Gen TNFα... 71 Gambar 16 : Foto Hasil Pemotongan Fragmen TNFα oleh Enzim Restriksi... 74 Gambar 17 : Alat yang Digunakan dalam Penelitian…………... 76 Gambar 18: Distribusi Klasifikasi Hambatan Aliran Udara Napas Berdasarkan GOLD 2011 pada Kelompok Kasus ... 85 Gambar 19: Umur dan Hambatan Aliran Napas Kelompok Kasus 86 Gambar 20: Distribusi Pekerjaan dan Hambatan Aliran Udara
Napas pada Kelompok Kasus... 87 Gambar 21: Distribusi Kebiasaan Merokok dan Klasifikasi
Hambatan Aliran Udara Napas pada
Kelompok Kasus... 88 Gambar 22 : Foto Elektroforesis Produk PCR -308 Gen TNFα... 89 Gambar 23 : Foto Hasil Digesti dengan Enzim NcoI... 89 Gambar 24 : Foto Elektroforesis Produk PCR -238 Gen TNFα .... 93 Gambar 25 : Foto Hasil Digesti dengan Enzim MspI... 93
(23)
HUBUNGAN POLIMORFISME GEN TNFα PADA POSISI -308 DAN -238 DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
ABSTRAK
Latar belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Data menunjukkan bahwa 85-90% dari kasus PPOK disebabkan oleh merokok. Namun demikian, hanya 15-20% dari perokok berat kronik yang akan mengalami PPOK. Hal ini mengindikasikan kerentanan yang berbeda terhadap kerusakan akibat merokok yang kemungkinan berhubungan dengan faktor genetik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik dari jalur peranan polimorfisme -308G/A dan -238G/A gen TNFα pada perokok.
Metode
Penelitian case control, membandingkan genetik sekelompok orang yang menderita PPOK (kasus) dan sekelompok orang yang tidak menderita PPOK (kontrol) dengan riwayat merokok yang sama. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai Januari 2011 sampai Maret 2012 dibeberapa lokasi antara lain :Poliklinik Paru RSUP.H.Adam Malik , RS.Pirngadi, RS. Tembakau Deli, RS. Siti Hajar di Medan dan beberapa Puskesmas di kota Medan. Pemeriksaan faal paru dilakukan dengan menggunakan spirometri dan analisis gen dengan teknik PCR-RFLP.
Hasil
Dari 227 orang diperoleh jumlah sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, eksklusi dan penyetaraan umur dan riwayat merokok sebanyak 186 orang (93 orang sebagai kelompok kasus dan 93 orang sebagai kelompok kontrol). Hasil perhitungan frekuensi genotip -308 TNFα pada kelompok kasus PPOK, yaitu 75 GG, 8 GA, 10 AA dan pada kontrol yaitu 60 GG, 25 GA, 8 AA. Alel G pada kelompok kontrol sejumlah 145 (78%), sedangkan pada kelompok kasus PPOK sebesar 158 (85%). Alel A pada kelompok kontrol sebesar 41 (22%) dan pada kelompok kasus PPOK sebesar 28 (15%).
Hasil perhitungan frekuensi genotip -238TNFα pada kelompok kasus PPOK yaitu 85 GG, 4 GA, 4 AA dan pada kelompok kontrol yaitu 89 GG, 1 GA, 3 AA. Alel G pada kelompok kontrol sejumlah 179 (96,2%) dan pada kasus PPOK yakni sebesar 174 (93,5%). Alel A pada kontrol adalah sebesar 7 (3,8%) dan pada kasus PPOK adalah sebesar 12 (6,5%). Untuk polimorfisme -308G/A dijumpai genotip GA dan AA sebanyak 18 pada kasus dan 33 pada kontrol. Sedangkan untuk genotip GG sebanyak 75 pada kasus dan 60 pada kontrol. Jika dihitung secara statistik diperoleh nilai oods ratio (OR) = 0,436 dan tingkat kepercayaan (confidence interval / CI) = 0,224 - 0,850. Nilai p sama dengan
(24)
0,014 maka perbedaan ini secara statistik bermakna. Untuk polimorfisme -238G/A dijumpai genotip GA dan AA sebanyak 8 pada kasus dan 4 pada kontrol. Sedangkan untuk genotip GG sebanyak 85 pada kasus dan 89 pada kontrol. Jika dihitung secara statistik diperoleh nilai oods ratio (OR) = 2,094 dan tingkat kepercayaan (confidence interval / CI) = 0,608 - 7,211. Nilai p sama dengan 0,241 maka perbedaan ini secara statistik tidak bermakna.
Simpulan
Polimorfisme -308G/A gen TNFα terbukti sebagai faktor protektif terjadinya PPOK. Polimorfisme -238G/A gen TNFα tidak terbukti sebagai faktor resiko terjadinya PPOK.
(25)
Association of -308 and -238 Tumor Necrosis Factor Alpha Gene Polymorphisms With The Presence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
ABSTRACT
Background
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) will be the highest cause of mortality and morbidity in the world. Data showed that 85-90% of COPD cases are caused by smoking, but only 15-20% of chronic heavy smokers who will develop COPD. This indicates a different susceptibility to damage from smoking that may be linked to genetic factors. The purpose of this study was to analyze the occurrence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease role path of -308G/A and -238g / A TNFα gene polymorphism in smokers.
Method
Case-control study, comparing the genetic group of people who have COPD (cases) and a group of people who do not suffer from COPD (control) with the same smoking history. Implementation of the study started from January 2011 to March 2012 at several locations, among others: Pulmonary Clinic RSUP.H.Adam Malik, RS.Pirngadi, RS. Tobacco Deli, RS. Siti Hajar in Medan and several health centers in the city of Medan. Examination of lung function using spirometry was performed and gene analysed by PCR-RFLP.
Result
From the total of 227 people obtained, the sample that met the study inclusion, exclusion criteria and equalizing the age and history of smoking, there are as many as 186 people (93 people as the case group and 93 people as the control group). The results of calculation of TNFα-308 genotype frequencies in the case of COPD, which is 75 GG, 8 GA, 10 AA and for the control is 60 GG, 25 GA, 8 AA. 145 people in the control group have G allele (78%), whereas there are people in COPD cases group (85%). A allele in the control group was 41 (22%) and in the case of COPD is 28 (15%). The results of calculation of TNF-α -238 genotype frequencies in the case of COPD is 85 GG, 4 GA, 4 AA and in the control group is GG 89, 1 GA, 3 AA. G allele in the control group are as many as 179 (96.2%) and in the COPD case group is 174 (93.5%). Allele A in the control group is 7 (3.8%) and in the COPD case group is 12 (6.5%). For polymorphism-308G / A genotypes GA, we found a total of 18 in COPD case group and 33 in control group. As for the GG genotype, there are as many as 75 in COPD case group and 60 in the control group. If calculated in statistical values, we obtain an oods ratio of (OR) = 0.436 and the confidence interval / CI = 0.224 to 0.850. The p-value equal to 0.014, the difference was statistically significant. For polymorphism-238g /A, GA and AA genotypes there are as many as 8 in the COPD case group and 4 control group. As for the GG genotype as many as 85 in the COPD case group and 89 in control group. If calculated in statistical values,
(26)
we obtain oods ratio (OR) = 2.094 and the confidence interval / CI = 0.608 to 7.211. The p-value equal to 0.241, the difference was not statistically significant. Conclusion
Polymorphism-308G /A TNF- α gene shown to be a protective factor for the occurrence of COPD. Polymorphism -238 G /A TNF-α gene has not been proven as a risk factor for COPD.
Keywords: Chronic Obstructive Pulmonary Disease, and TNF-α gene polymorphism
(27)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan menjadi penyebab
kesakitan dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Berdasarkan
perkiraan WHO, PPOK akan menjadi penyebab kematian ke-3 pada tahun
2020. Penyebabnya antara lain adalah semakin banyaknya jumlah
perokok, berkurangnya kematian yang disebabkan oleh penyakit lain
(jantung dan infeksi), dan meningkatnya usia harapan hidup(GOLD, 2011
dan PDPI, 2011). Merokok adalah faktor lingkungan yang berhubungan
erat dengan kejadianPPOK akibat terjadinya respon inflamasi di paru yang
abnormal.Data menunjukkan bahwa 85-90% dari kasus PPOK disebabkan
oleh merokok (Vestbo, 2003). Namun demikian, hanya 15-20% dari
perokok berat kronik yang akan mengalami PPOK. Hal ini
mengindikasikan kerentanan yang berbeda terhadap kerusakan akibat
merokok yang kemungkinan berhubungan dengan faktor genetik
(Teramoto, 2001). Merokokadalahfaktorrisiko yang
pentingdalampenurunanfungsiparu-paru,
tetapipenyakitobstruktiftidakberkembangpadasebagianbesarperokok.Bany
akpasiendenganbronkitiskronik yang
terusmerokoktidakmenunjukkanpenurunanfungsiparu yang berlebihan,
tetapibeberapaindividumenunjukkankerentanan
(28)
Zhai(2007)
menelitibahwagenetikberpengaruhkuatpadarasioantaranilai VEP1 yang
diperiksa dengan nilai VEP1 yang normalpada orang sehat yang
tidakterkenapengaruhrokok, tetapigenetikjugadipengaruhiolehmerokok.
Kebiasaanmerokokakanberpengaruhterhadapekspresigenetikfungsiparu
(Zhai, 2007). Namun bagaimana hal tersebut terjadi pada tiap-tiap pejamu
yang rentan belum terlalu dimengerti.PPOK
belakanganinidinyatakansebagaisuatukelainankompleks yang
merupakanhasilinteraksiantarabeberapafaktorgenetikdanlingkungan.
Berkembangnyapemeriksaanterhadapberbagaibentukvariasigenetikdihara
pkanakandapatmengungkapkanmekanismebarudaripatogenesis PPOK.
Penyalinannomorvarian yang dapatmenjabarkanperbedaandalamurutan
“dosis gen”
danstrukturnyamemberikankontribusidalammenjelaskankerentananterhad
apkejadian PPOK.Pengetahuantentangvariasigenetik, ekspresi gen
danregulasinyamemungkinkanakanmengungkapkannovel
mekanismeterjadinya PPOK danberpotensi
didalampenatalaksanaannya(Wan, 2009).
TNFα merupakan proinflamasi sitokin yang kuat dan suatu mediator
penting pada inflamasi, yang jika diproduksi dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan tissue remodelling seperti halnya yang terjadi pada PPOK
(Subowo, 2009 dan Nuswantara, 2010). Meskipun produksi sitokin TNFα
dipicu oleh proses inflamasi, kecepatan produksi TNFα dipengaruhi oleh
(29)
menyandi sitokin tersebut. Polimorfisme atau Single Nucleotida
Polimorphism (SNP) adalah suatu variasi urutan nukleotida, atau
perubahan salah satu basa nukleotida pada gen. Polimorfisme gen
TNFα posisi -238G/A dan -308G/A adalah perubahan basa nukleotida guanin (G) menjadi adenin (A) pada posisi -238 dan -308. Perubahan ini
akan menyebabkan peningkatan atau penurunanproses transkripsi
sehingga mempengaruhi produksi protein TNFα. Sejauh ini, 2 single nucleotide polymorphisms (SNPs) pada daerah promoter TNFα pada lokasi nukleotida -238 dan -308 dari gen TNFαtranscriptional start site
telah ditemukan. Jenis-jenis alelnya secara berturut-turut adalah TNFα -238G/A dan TNFα-308G/A. Adabanyak penelitian yang menunjukkan
polimorfisme gen TNFαmempengaruhitingkatproduksidari TNFα
(Hajeer,2000).Beberapa penelitian
membuktikanmeningkatnyaaktifitastranskripsi gen
TNFαdikaitkandenganalel-308A homozigot (AA) maupun heterozigot (GA), sedangkan alel -238A homozigot (AA) dan heterozigot (GA) dilaporkan
menurunkan aktifitas transkripsi yang kemudian menurunkan produksi dari
TNFα (Gingo, 2008).
Pada tahun 1997 Huangtelahmenemukanpolimorfismegen
TNFαposisi-308G/A.Disiniterjadiperubahan basa guanin (G) menjadiadenin (A) pada populasi di Taiwan yang
berperanterhadapterjadinyabronkitiskronik dan
meningkatnyaresponinflamasi yang menjadipredisposisi pada
(30)
kejadianbronkitiskronikdengan oods ratio yaitu 11,1 pada seorangperokok
yang memiliki gen TNFα alel-308A
(termasukhomozigotmaupunheterozigot). Dari penelitian yang dilakukan
Sapey (2010) terhadap gen TNFα alel -238A menunjukkan bahwa penderita PPOK yang memiliki alel ini lebih condong ke tipe bronkitis
kronik, penurunan faal paru yang lebih besar setiap tahunnya, dan
penurunan body mass index yang lebih besar.Sampai saat ini masih
menjadi perdebatan para ahli tentang pengaruh gen TNFαalel 308A dan -238A terhadap kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Huang(1997)menemukanadanyapolimorfismegen TNFα posisi -308G/A dibuktikankembali
bahwapolimorfismenukleotidatunggaliniberhubungandenganterjadinya
PPOK olehSakao (2001) danHersh (2005). Namun,berbeda
denganhasilpenelitianHigham.(2000), Sandford(2001), Tanaka (2007)
yang dilakukan pada populasiKaukasus dan olehIshi (2000),
Jiang(2005),Hegab(2005) dan Chierakul(2005) pada populasi Asia,
diperolehbahwapolimorfismenukleotidatunggalgen TNFαposisi-308G/A tidakberbedasecara bermakna antara perokokdenganatautanpa PPOK.
Hu(2007) di Cina dan Gingo(2008) di
Amerikamengonfirmasikembaliadanyahubunganpolimorfismenukleotidatun
ggal gen TNFαposisi-308G/A denganPenyakitParuObstruktifKronik.
Padatahun 2008
Gingomelakukanpenelitianmembandingkanenamvariasipolimorfisme gen
(31)
-857C/T, -238G/A, -308G/A,dan +487G/A dandisimpulkanbahwaalel -308A
yang memiliki odds rasio yang lebihtinggi (OR:1,9) berhubungandengan
PPOK danjugadenganmakinmemburuknyanilai VEP1/KVP.
Gingomenyatakanbahwa
dibutuhkanpenelitianyangdilakukanpadapopulasiKaukasiadanpopulasi
non-Kaukasia.Salahsatuhasil penelitianSmoolonska (2009),
menunjukkanbahwapolimorfismegen TNFαposisi -308G/A berlaku pada populasi Asia saja dan disimpulkanbahwaetnik penting pada
identifikasigenetik PPOK.
Penelitian di Indonesiayang berkaitan dengan polimorfisme gen
TNFα posisi -308 telah dilakukan oleh Kurniawidjaja (2004) tentang variasi
gen TNFα -308 terhadap Silikosis pekerja pabrik semen danNgestiningsih pada tahun 2005 meneliti tentang polimorfisme alel TNFα pada penderita demam berdarah (DHF) dan dijumpai adanya variasi gen TNFα posisi -308 pada populasi Indonesia, yaitualel gen TNFα -308 homozigot AA (16%), heterozigot GA (66%) dan homozigot GG (8%). Turyadi (2006)
juga melaporkan adanya frekuensi alel gen TNFα posisi -308 pada malaria berat dan ringan di Indonesia. Sementara ini belum ada penelitian yang
merujuk adanya polimorfisme gen TNFα posisi -238 pada populasi Indonesia hingga saat ini.
Berdasarkanuraian di atas,
penelitiberkeinginanmengetahuilebihjauhtentangmekanismeketerlibatanpo
limorfisme genTNFα yang berhubungandenganterjadinya PPOK pada populasi Indonesia. Olehsebabitu, dilakukan penelitian untuk
(32)
menganalisisterjadinyaPenyakitParuObstruktifKronikdarijalurperananpolim
orfismegen TNFα posisi -308G/A dan -238G/A (homozigot dan heterozigot).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah diuraikan dan
penelusuran literatur, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut :
1.2.1 Apakah polimorfismegenTNFα padaposisi -308dan -238berhubungan dengan kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik?
1.2.2 Apakah polimorfisme gen TNFα pada posisi 308 dan -238berhubungan dengan tingkat keparahan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum :
Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFαpada posisi -308 dan -238 dengan kejadianPenyakit Paru Obstruktif Kronik serta
tingkat keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
(33)
1.3.2.1 Mendapatkan distribusi polimorfisme gen TNFα pada posisi -308dan -238pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik di
beberapa rumah sakit dan puskesmas di Medan
1.3.2.2 Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFα pada posisi -308 dan -238 dengan kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik serta
besarnya faktor risiko terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
1.3.2.3 Diketahuinyahubunganpolimorfismegen TNFα pada posisi -308dan -238dengan tingkat keparahan (penurunan nilai
VEP1)pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pengetahuan dan
bagi kehidupan manusia. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut;
1.4.1 Manfaat teoritik
1.4.1.1 Hasilpenelitiandiharapkanakanmengungkapkantentang
polimorfismegen TNFαpada posisi -308dan -238pada patogenesis Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
1.4.1.2 Hasilpenelitiandiharapkandapatmenemukanteoritentang
keterkaitanperanangen TNFα alel -308Adan -238Adengan penurunanfaalparu VEP1sehinggadapatmenyumbangkan
peranan ilmu genetika terhadap tingkat keparahan Penyakit Paru
(34)
1.4.1.3 Mendapatkandistribusigen TNFαalel -308G/A dan -238G/A pada orang normal dan penderitaPenyakitParuObstruktifKronik pada
beberapa rumah sakitdan puskesmas di Medan.
1.4.2 Manfaat praktis ( terapan )
1.4.2.1 Memanfaatkan metode biologi molekuler khususnya pemeriksaan
polimorfisme gen TNFα pada posisi -308 dan -238 melalui konsul genetika untuk deteksi dini, dan terapi gen untuk pencegahan
terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik di masa datang.
1.4.2.2 Sebagai langkah awal dalam mengupayakan pembuatan obat yang
sesuai dengan kelainan spesifik yang terjadi (Target terapi)
sehingga dapat mengurangi inflamasi pada Penyakit Paru Obstruktif
Kronik sehingga dapat mengurangi progresifitasnya.
1.5.Orisinalitas
Berdasarkan penelusuran secara kepustakaan, peneliti belum menemukan
penelitian tentang polimorfisme gen TNFαpada posisi238 dan -308terhadap kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik pada perokok di
Indonesia. Yang telah diteliti di Indonesia adalah hubungan polimorfisme
gen TNFα pada posisi -308 terhadap DHF, Malaria dan Silikosis.
1.6. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
1.6.1 Ditemukannya variasi gen TNFα posisi-238 pada orang Indonesia. 1.6.2 Diketahuinya distribusi gen TNFα alel -238G/A pada orang Indonesia.
(35)
1.6.3 Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFα posisi -238dengan kejadian PPOK pada orang Indonesia.
1.6.4 Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFα posisi-308 dengan kejadian PPOK pada orang Indonesia.
1.6.5 Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFα posisi-238 dengan nilai VEP1 atau derajat keparahan PPOK pada orang Indonesia.
1.6.6 Diketahuinya hubungan polimorfisme gen TNFα posisi -308 dengan nilai VEP1 atau derajat keparahan PPOK pada orang Indonesia.
(36)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang dikenal dengan
COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) adalah penyakit yang
dapat dicegah dan diobati, ditandaidengan hambatan aliran udara napas
yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi kronik
di saluran napas dan paru terhadap partikel atau gas yang beracun /
berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap derajat
berat penyakit. Progresif artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup
dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun.Dalam
perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Gejala utama
PPOK adalah sesak napas,batuk kronis atau produksi dahak danriwayat
terpapar dengan faktor resiko (PDPI, 2011 dan GOLD, 2011).
Gambaran khas PPOK adalah adanya obstruksi saluran napas
yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas kecil dan destruksi
alveoli.Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan, hingga berat.Gejala bisa tidak tampak sampai kira-kira 10
tahun sejak awal merokok. Dimulai dengan sesak napas ringan dan batuk
sesekali. Sejalan dengan progresifitas penyakit, gejalanya semakin lama
semakin berat. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan sampai
kelainan jelas, berupa tanda obstruksi dan tanda inflasi paru. Diagnosis
(37)
penunjang. Pemeriksaan faal paru merupakan kunci dari diagnosis PPOK
(PDPI, 2010).
Spirometri dapat dengan akurat digunakan untuk mendiagnosis
PPOK dan menilai derajat obstruksi saluran napas. Spirometri menjadi
gold standard untuk mendiagnosa PPOK. Pada pengukuran spirometri
penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP) dan nilai
VEP1/KVP kurang dari 70% dari nilai prediksi. Foto toraks tidak
direkomendasikan untuk mendiagnosis PPOK tetapi dapat digunakan
untuk menyingkirkan penyakit lain yang juga dapat menimbulkan gejala
obstruksi saluran napas ( TB, Bronkiektasis, kanker paru, dan lain-lain)
(PDPI, 2010 dan GOLD, 2009) .
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (GOLD, 2011) GOLD 2011
Faal paru
GOLD1: PPOK Ringan
VEP1≥ 80% prediksi VEP1 / KVP < 70% GOLD 2:
PPOK Sedang
50% < VEP1< 80% prediksi VEP1 / KVP < 70%
GOLD 3 : PPOK Berat
30% < VEP1< 50% Prediksi VEP1 / KVP < 70%
GOLD 4 :
PPOK Sangat Berat
VEP1< 30% prediksi VEP1/ KVP < 70% VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1
KVP = Kapasiti Vital Paksa
Panduan mengenai derajat / klasifikasi PPOK telah dikeluarkan
(38)
European Respiratory Society(ERS), British Thoracic Society ( BTS ),
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease ( GOLD ) dan oleh
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Ke lima panduan tersebut
hanya mempunyai perbedaan yang sedikit, kesemuanya berdasarkan
rasio VEP1/KVP dan nilai VEP1. BTS, ATS, GOLD dan PDPI
merekomendasikan nilai absolut dari rasio VEP1/KVP harus kurang dari
70% sedangkan ERS merekomendasikan VEP1/KVP kurang dari 88%
untuk mendiagnosis PPOK. Derajat keparahan PPOK ditentukan oleh nilai
VEP1 yang sedikit berbeda antara panduan yang ada.
2.1.1 Epidemiologi
Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi
pada setiap negara di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di
Amerika dan Eropa berkisar 5 - 9% pada individu usia > 45 tahun
(Wiyono, 2009). Data penelitian lain menunjukkan prevalens PPOK
bervariasi dari 7,8% - 32,1% dibeberapa kota Amerika Latin. Prevalensi
PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3% yang terendah 3,5% di Hongkong
dan Singapura dan tertinggi di 6,7% di Vietnam (GOLD, 2007). Untuk
Indonesia, penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia
Pasifik menunjukkan estimasi prevalensi PPOK Indonesia sebesar 5,6%
(Regional COPD working Group, 2003).
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan
PPOK.Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma,
(39)
penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT
Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis
kronik dan emfisema menduduki peringkat ke 6 dari 10 penyebab
tersering kematian di Indonesia (PDPI, 2003). Data kunjungan pasien di
RS.H.Adam Malik dan RS.Tembakau Deli Medan menunjukkan
kecenderungan peningkatan kasus PPOK. Pada tahun 2009 proporsi
pasien PPOK yang dirawat inap di bagian paru adalah 3,55% dari seluruh
pasien yang dirawat inap di RSUP.H.Adam Malik Medan. Sementara
proporsi pasien yang dirawat inap dengan diagnosis PPOK adalah
19,82% dari seluruh pasien yang dirawat inap di bagian paru. Distribusi
proporsi pasien antara lain usia > 60 tahun 60,2%, Laki-laki 50%, suku
batak 61,4% dengan riwayat merokok bekas perokok 35,2%, perokok 42%
dan rerata Indeks Brinkman 431,18 (Candly, 2010).
PPOK merupakan penyebab utama meningkatnya morbiditas dan
mortalitas dan mempengaruhi beban ekonomi dan sosial di seluruh dunia.
PPOK mengenai 16 juta orang di Amerika Serikat, lebih dari 2,5 juta orang
Italia, lebih dari 30 juta diseluruh dunia dan menyebabkan 2,74 juta
kematian pada tahun 2000. Total biaya akibat keadaan ini lebih dari 30
juta milyar dolar di Amerika Serikat (Raherison, 2009 dan Viegi, 2007).
WHO memperkirakan pada tahun 2020 akan ada 3 juta angka kematian
dan beban PPOK pada masyarakat akan menduduki rangking ke-3
meningkat dari sebelumnya rangking ke 12 pada tahun 1990 (GOLD,
2009). Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut, yaitu
(40)
pertambahan penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk (dari 54
tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an),
industrialisasi dan polusi udara (terutama di kota besar, di lokasi industri,
dan di pertambangan) (PDPI, 2003).
Data yang ada mengenai prevalensi dan morbiditas PPOK
diperkirakan dibawah dari angka yang sebenarnya dikarenakan PPOK
tidak selalu dikenal dan didiagnosa sebelum tanda klinik muncul.Data
tersebut juga bervariasi antara satu negara dengan negara lainnya.Pada
tahun 1990 PPOK merupakan penyebab ke 12 hilangnya Disability
Adjusted Life Years (DALYs). Diperkirakan pada tahun 2020 PPOK
menduduki urutan kelima hilangnya DALYs. Sebagai pengingat
pentingnya masalah PPOK, WHO menetapkan hari PPOK sedunia
(COPD day) diperingati setiap tanggal 18 November (WHO, 2010).
2.1.2 Etiologi dan Patogénesis
Etiologi
Faktor risiko penyebab terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik
antara lain, yaitu :
2.1.2.1 Merokok
Lebih dari 10 juta batang rokok dihisap setiap menit, setiap hari
diseluruh dunia oleh 1 milyar laki-laki dan 250 juta perempuan. Sekitar
900 juta (84%) perokok di dunia hidup di negara berkembang termasuk
Indonesia (WHO, 2009). Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia
(41)
terbanyak. Sebanyak 65 juta penduduk Indonesia (28%) adalah perokok
yang artinya setiap 4 orang Indonesia terdapat seorang perokok (Rasmin,
2008). Jumlah penduduk Indonesia usia> 15 tahun yang merokok
meningkat dari tahun ke tahun. Data survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) tahun 1995 menunjukkan 26,9% populasi, tahun 2001
sebanyak 31,5% populasi, tahun 2003 sebanyak 31,6% dan terakhir tahun
2005 menjadi 35,4% populasi. Prevalensi perokok laki-laki di Indonesia
saat ini diperkirakan 69,04% dan perempuan sebesar 4,83% (Wiyono,
2009).
Merokok terbukti menimbulkan berbagai efek kesehatan, diperkirakan
sekitar 50 masalah kesehatan dapat timbul dan sekitar 20 masalah
kesehatan berakibat fatal.Rokok menyebabkan 1 dari 10 kematian orang
dewasa di seluruh dunia. Data WHO tahun 2008 menunjukkan rokok
menyebabkan kematian 5,4 juta setahun (1 kematian setiap 6,5 detik).
Angka kematian oleh rokok ini jauh lebih besar dari total kematian
manusia akibat HIV/AIDS, tuberkulosis dan malaria. Rokok terbukti
merupakan faktor risiko dari 6 diantara 8 penyebab kematian tertinggi di
dunia (WHO, 2008). Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan merokok
sebagai penyebab 3 kematian utama yaitu kanker paru, jantung koroner,
dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Susanto, 2009).
Sampai sejauh ini faktor utama penyebab PPOK adalah merokok,
diyakini sebagai penyebab hingga 85 - 90% dari semua penderita PPOK
laki-laki di zaman Industri (Lange, 1992). Penelitian epidemiologi telah
(42)
penelitian cross sectional maupun longitudinal dan efek dari merokok ada
pada kasus yang ringan hingga kasus yang berat (Vestbo,
2003).Ditemukan adanya obstruksi ringan jalan napas dan
perkembangan yang lambat dari faal paru pada remaja Amerika yang
merokok dan ini sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan
adanya perlambatan perkembangan dari VEP1 pada perokok kalangan
remaja dengan gejala pernapasan (Gold, 1996).
Walaupun perkembangan dari faal paru hanya melambat 1 - 2%
secara rata-rata, tapi variasinya besar, dan ini mengindikasikan bahwa
remaja yang rentan akan mengalami gangguan perkembangan yang
nyata karena merokok. Efek merokok pada orang dewasa terhadap
penurunan VEP1 sangat jelas adanya.Pada kebanyakan penelitian
longitudinal menunjukkan adanya penurunan VEP1 pada laki-laki perokok
berkisar dari 45 – 90 ml pertahun, sedangkan pada orang normal 30 ml
pertahun. Dan data epidemiologi perokok > 10 bungkus pertahun ( > 10
pack-year) atau sama dengan >200 nilai Indeks Brinkman dan berumur >
40 tahun adalah kelompok beresiko untuk terjadi PPOK (Raherison .,
2009). Isu yang paling menarik perihal merokok adalah adanya
kerentanan. Penelitian tentang PPOK ditantang oleh kenyataan bahwa
hanya 15 – 20% dari perokok rentan yang akan mengalami efek
merugikan dari merokok terhadap penurunan VEP1. Hal ini membuktikan
walaupun demikian pentingnya tentang pengaruh merokok, namun
faktorgenetik disini juga ikut berperan terhadap terjadinya penurunan
(43)
2.1.2.2 Faktor Lingkungan
Diperkirakan 20 - 30% dari seluruh masalah respirasi disebabkan
oleh polusi udara (Haq, 2002). Hampir setengah penduduk dunia saat ini
hidup di daerah atau dekat daerah dengan kualitas udara yang buruk
(FIRS, 2010). Selama dua puluh lima tahun terakhir, polusi udara
meningkat dengan pesat sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang
berdampak pada energi lebih banyak. Penggunaan bahan bakar yang
banyak mengandung sulfur, penggunaan bahan bakar bertimbal, proses
pembakaran yang tidak sempurna, kepadatan lalu lintas, buruknya
perawatan kenderaan bermotor dan keadaan jalan raya memperburuk
keadaan. Polusi udara menjadi masalah penting karena dampaknya yang
berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup (United Nations
Environment Programme, 2000).
Polusi udara di kota-kota besar asia dengan penduduk diatas 10
juta jiwa seperti New Delhi, Beijing dan Jakarta semakin parah disebabkan
oleh efek akumulasi pertumbuhan penduduk, industrilisasi, peningkatan
penggunaan kenderaan. Efek kesehatan dapat timbul akibat polusi udara
tersebut. Yang lebih penting untuk diperhatikan adalah polusi udara dalam
ruangan (PUDR). Risiko PUDR jauh lebih berbahaya dibandingkan
dengan polusi udara luar ruangan (PULR). World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa PUDR 1000 kali lebih dapat mencapai paru
dibandingkan PULR. Polusi udara dalam ruangan bukan saja terjadi di
(44)
banyak terjadi di desa - desa yang masih mengandalkan pembakaran
kayu, arang, sekam dan minyak untuk memasak. Di negara-negara
berkembang, lebih dari 1 miliar orang yang masih hidup dengan
pembakaran dari kayu atau bahan bakar biomassa lain tanpa cerobong
asap yang memadai di rumahnya (Dawud, 2004). Dampak kesehatan
akibat polusi udara yang umum dijumpai adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut), Bronkhitis, Asma, PPOK dan gangguan pernapasan
lain (Haq, 2002).
Polusi udara yang menahun suatu faktor resiko yang
meningkatkan berkembangnya obstruksi jalan napas atau penurunan nilai
VEP1 pada remaja umur 10 hingga 18 tahun. Seperti yang dilaporkan oleh
Gauderman tentang efek polusi udara terhadap faal paru dan
mekanisme ini dapat meningkatkan resiko terjadinya PPOK saat dewasa
(Gauderman, 2004).
Dari penelitian kohort yang dilakukan terhadap penderita PPOK
disimpulkan bahwa menghirup bahan iritan dalam waktu yang lama akan
meningkatkan resiko kematian pada orang yang rentan terjadinya PPOK
dan efeknya meningkat dengan meningkatnya waktu terekspos
(Zanobetti, 2008).
2.1.2.3 Genetik
Faktor genetik dari PPOK dapat muncul jika ada interaksi antara suatu
genetik tertentu yang berinteraksi dengan lingkungan yaitu antara
(45)
menderita PPOK telah ada dilaporkan sejak tahun 1950-an. Namun yang
menarik tentang faktor genetik pada PPOK berkembang secara luas sejak
ditemukannya defisiensi berat dari alfa-1-antitripsin pada tahun 1963
yang kemudian dikenal sebagai faktor genetik terpenting sebagai
penyebab PPOK (Silverman, 2002).
Beberapa kandidat gen yang berhubungan dengan kerentanan
terhadap timbulnya PPOK selain defisiensi alfa-1-antitripsin antara lain
Matriks metalloproteinase 9 (MMP 9),Microsomal epoxide hydrolase
(EPHX1), Heme oxygenase 1 (HMOX1), Glutathione S-transferase
Gen Varian
Matrix metalloproteinase 9
(MMP 9)
rs 3918242(C-1562 T)
Microsomalepoxidehydrolase
(EPHX1)
rs 1051740(T 113 C)
Heme oxygenase 1
(HMOX1)
Glutathione S-transferase P1
(GST P1)
rs 1695(A 105 G)
Vitamin D binding protein
β2-Adrenergic receptor
(ADRB2)
rs 1042713(A 16 G)
TNF-α (TNF) rs 1800629(G −308 A)
Transforming growth factor-
β1(TGFB1)
Transforming growth factor-β receptor-3 (TGFBR3)
(46)
P1(GST P1), Vitamin D binding protein, β2-Adrenergic receptor (ADRB2) ,
TNFα dan Transforming growth factor-β1(TGFB1) (Wan, 2009).Sejak tahun 1963 hingga saat ini, defisiensi alfa-1-antitripsin(A1ATD)
diidentifikasi sebagai faktor risiko genetik untuk PPOK.Antitripsin, adalah
suatu inhibitor protease serin yang paling banyak dalam tubuh, dikodekan
oleh SERPINA1 gen pada kromosom 14. Suatu mutasi missense yang
merupakan hasil dalam substitusi asam glutamat untuk lisin pada posisi
asam amino 342.Defisiensi Alfa1-antitripsin (A1ATD) adalah kondisi yang
relatif jarangdan hanya dijumpai pada 1 - 2% dari totalkeseluruhan kasus
PPOK(Brantly, 1988). Hasil penelitian terhadap variasi nilai VEP1 pada
1529 orang kembar non perokok antara umur 18-84 tahun, disimpulkan
bahwa gen adalah pengaruh utama, walaupun pengaruh kuat genetik ini
sangat dimodifikasi oleh interaksinya dengan merokok (Zhai, 2007).
Peran Polimorfisme gen TNFα dengan kejadian PPOK didasari dan dikaitkan dari penelitian Louis (1998), Braun(1996), Krouger (1997),
Wilson(1997) dan Wu(1997) yangmelaporkan tentang peningkatan
aktivitas transkripsi gen TNFα yang dikaitkan dengan alel -308 diberbagai gangguan. Higuchi (1998) melaporkan bahwa TNFα merupakan sebuah ekspresi dari mononuklear darah perifer sel dan melaporkan adanya alel
857T dan alel 1031C yang berhubungan dengan peningkatan
transkripsional aktivitas gen TNFα. Udalova(2000) melaporkan tentang adanya alel 863A Tumor Nekrosis Faktor. Sementara alel -238A yang
dilaporkan oleh Huizinga(1997), Pociot (1995) dan Hajeer(2000) juga
(47)
protein. Hubungan polimorfisme gen TNFα dengan kejadian PPOK telah dibuktikan pada banyak penelitian namun terkadang menunjukkan hasil
yang bertentangan.
Data terakhir dari penelitian yang dilakukan Castaldi (2010), suatu
metaanalisis terhadap 27 variasi gen pada PPOK dan kesimpulannya ada
4 yang secara signifikan berhubungan dengan kerentanan terjadinya
PPOK yaitu GSTM1 null variant, rs18000470 TGFB1, rs1799896SOD3
dan rs1800629 TNFα( -308 TNFα).
Patogenesis
Paradigma terkini tentang patogenesis dari PPOK adalah bahwa
hambatan aliran udara napas kronik dihasilkan oleh suatu respon
inflamasi abnormal dari partikel dan gas yang terhirup masuk ke saluran
napas, dimana reaksi inflamasi yang abnormal ini dapat juga di deteksi
pada sirkulasi sistemik. Banyak penelitian menemukan bahwa respon
inflamasi paru terhadap pajanan gas atau asap rokok ditandai dengan
peningkatan jumlah neutrofil, makrofag dan limfosit T yang didominasi
oleh CD8+, peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi seperti leukotrien
B4, IL-8 dan TNF-α dan bukti bahwa stress oksidatif disebabkan oleh inhalasi asap rokok atau yang diaktifkan oleh sel inflamasi. Peningkatan
jumlah limfosit T yang didomisasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada
jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal( Agusti, 2007).
Makrofag yang diaktifkan asap rokok dan zat iritan lainnya akan
(48)
dan netrofil mengeluarkan zat-zat protease seperti netrofil elastase,
capthesin dan Matriks Metalo Protease (MMP) yang merusak dinding
alveoli, jaringan penunjang pada parenkhim paru dan juga menstimuli
terjadinya hipersekresi mukus. Asap rokok ini juga mengaktifkan sel epitel
di saluran pernapasan untuk mengaktifkan T limfosit khususnya CD8
yang dapat langsung membuat kerusakan pada dinding alveoli dan juga
dengan mengeluarkan berbagai macam mediator inflamasi, salah satunya
TNFα. Sel epitel yang terpajan asap rokok akan menyebabkan
pembentukan fibroblas meningkat sehingga menyebabkan terjadinya
fibrosis. Fibroblas akan diaktifasi oleh Growth Factor yang dilepaskan
oleh makrofag dan sel epitel. Enzim-enzim ini pada kondisi normal akan
diatasi oleh protease inhibitor, termasuk alpha 1 antitripsin, SLPI dan
Tissue Inhibitor Metalo Protease (TIMP).Karakteristik PPOK adalah
peradangan kronik mulai dari saluran napas, parenkim paru sampai
struktur vaskular pulmoner. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan
makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan netrofil. Sel-sel radang yang
teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti leukotrien B4,
IL8, TNF dan lain-lain yang mampu merusak struktur paru dan atau
mempertahankan inflamasi netrofilik. Selain proses inflamasi terdapat 2
proses lain yang diduga berperan dalam patogenesis PPOK yaitu
keseimbangan proteinase – antiproteinase dan keseimbangan beban
oksidan dan antioksidan (Rennard, 2002).
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai di saluran napas
(49)
inflamasi menginfiltrasi permukaan epitel saluran napas sentral,
mengakibatkan perubahan epitel menjadi squamous metaplasia. Terjadi
pembesaran kelenjar mukus dan peningkatan sel goblet. Perubahan
tersebut mengakibatkan terjadi hipersekresi mukus. Perubahan pada
saluran napas kecil akibat inflamasi menyebabkan airway remodelling
sehingga menyempitkan lumen saluran napas yang nonreversibel (PDPI,
2011).
Pada PPOK dinding antara sakus alveoli kehilangan
kemampuannya untuk meregang dan mengempis. Adanya kerusakan
jaringan penyokong dan serabut elastin akan meningkatkan compliance
jaringan dan mengurangi elastisitas pada ekspirasi. Elastisitas dari
jaringan paru yang menghilang, akan menyebabkan peningkatan volume
residu, volume gas total, penurunan kapasitas inspirasi, hiperinflasi paru
dan udara yang terperangkap dalam sakus alveoli (gas trapping ) yang
mengganggu pertukaran oksigen dan karbondioksida dan menyebabkan
auto PEEP (Positive End Expiratory Pressure). Hal ini juga mengakibatkan
terjadinya obstruksi dari aliran udara. Jadi pada PPOK adanya obstruksi
saluran napas selain disebabkan oleh penyempitan saluran napas kecil
juga akibat destruksi alveoli dimana terjadi airtrapping dan hiperinflasi.
Berbagai perubahan patologis yang terjadi pada PPOK
menyebabkan hipersekresi mukus dan disfungsi silia mengakibatkan
batuk kronik dan produksi sputum. Gejala ini dapat berlangsung
bertahun-tahun sebelum timbul gejala lainnya ataupun gangguan fisiologis. Limitasi
(50)
perubahan fisiologis utama pada PPOK. Destruksi dinding alveoli akan
menyebabkan gangguan patensi saluran napas kecil, namun hal ini hanya
memegang peranan kecil pada patofisiologi PPOK (PDPI, 2011).
Pada PPOK stadium lanjut, terjadi obstruksi saluran napas perifer
dan kelainan pembuluh darah paru yang akan menyebabkan gangguan
pertukaran gas sehingga terjadi hipoksemia dan akhirnya hiperkapnia.
Komplikasi kardiovaskuler PPOK berupa hipertensi pulmoner dan kor
pulmonal merupakan hal yang dihubungkan dengan prognosis yang
buruk. Obstruksi jalan napas merupakan yang paling menonjol dan paling
sukar ditanggulangi oleh karena umumnya menunjukkan tingkat
perjalanan penyakit yang lanjut, irreversibel dan progresif. Penekanan
terapi terhadap obstruksi jalan napas merupakan masalah pengobatan
yang terpenting, oleh sebab itu mekanisme obstruksi jalan napas pada
PPOK perlu dipahami secara baik (PDPI, 2011).
Mekanisme obstruksi saluran napas adalah obstruksi oleh sekret
pada saluran napas akibat produksi sekret yang berlebihan disertai
penebalan kelenjar-kelenjar, submukosa, secara potensial merupakan
komponen obstruksi saluran napas yang reversibel. Reaksi oksidasi stress
dari asap rokok atau dari sel inflamasi memiliki beberapa efek antara lain :
menurunkan aktivitas dari antiprotease, mengaktivasi Nuklear factor kB,
meningkatkan sekresi sitokin IL8, meningkatkan produksi TNFα,
meningkatkan isoprotanase yang berperan dalam bronkokontriksi dan
kebocoran plasma dan efek langsung terhadap saluran napas
(51)
Gambar 1 : Patogenesis Terjadinya PPOK (GOLD, 2009)
Yang menjadi dasar dari patogenesis PPOK adalah sejauh mana
host respon (respon pejamu) dari seorang perokok terhadap faktor
pajanan asap rokok. Apakah terjadi amplifikasi dari respon inflamasi,
stress oksidasi atau proteinase yang dapat menyebabkan kerusakan
pada PPOK atau tidak terjadi amplifikasi sehingga antioksidan dan
antiproteinase dapat berperan menghambat terjadinya PPOK (gambar 1).
Patogenesis PPOK sangatlah kompleks, dan hingga mekanisme
yang terlibat menjadi lebih jelas pun masih sulit dipahami mengapa
hanya 20% dari perokok yang berkembang menjadi PPOK. Seorang
perokok pasif dapat berkembang menjadi penderita PPOK, tetapi
seorang perokok aktif berat tidak menjadi penderita PPOK. Walaupun
kemajuan sudah dibuat dalam memahami patogenesis PPOK, namun
masih belum jelas mengapa hanya sedikit perokok yang berkembang
menjadi PPOK. Yang menjadi dasar dari patogenesis PPOK adalah
Faktor Pejamu Mekanisme melipatgandakan Asap rokok
Partikel bahaya
Anti oksidan Anti protease
Oksidasi stress
Inflamasi Paru
Protease
Patologi PPOK
mekanisme perbaikan
(52)
respon dari hostatau pejamu (perokok) terhadap faktor risiko dari
lingkungan (asap rokok). Efek utama dari respon ini telah digambarkan
sebagai inflamasi yang abnormal, walaupun berbagai mekanisme lain
yang terlibat masih belum jelas (GOLD, 2009).
Gambar 2 : Skematik patogenesis PPOK (Siafakas, 2003)
Secara skematik patogenesis PPOK diilustrasikan seperti pada
gambar 2 bahwa: asap rokok dan host respon mempunyai peranan yang
sama terhadap kejadian stress oksidatif, inflamasi, kerusakan jaringan dan
remodeling(Siafakas, 2003).
Suatu epidemiologi model telah dibuat sebagai penekanan terhadap
waktu pemaparan asap rokok (sebelum lahir, selama perkembangan
paru, dan lain-lain). Ada juga bukti bahwa infkesi virus adenoviral pada
awal kehidupan dapat menjadi faktor penting untuk mencirikan
perokok yang rentan. Hiperesponsif dari saluran napas gagal untuk
dapat dijelaskan ke gambaran umumnya dan masih menjadi suatu topik
perdebatan. Perbedaan nutrisi, seperti vitamin atau minyak ikan dapat
berperan dalam menyiapkan pertahanan terhadap efek stress oksidasi
Kerusakan jaringan Stress
oksidasi
Inflamasi abnormal
Perbaikan jaringan abnormal
(remodelling) Lingkungan / gas
beracun (rokok)
Faktor Host (genetik)
(53)
tetapi tidak dapat secara lengkap dijelaskan terhadap keberadaan
kerentanan seseorang.Perbedaan genetik menjadi parameter yang
terbaik untuk mengindentifikasi perokok yang rentan. Pemahaman dasar
genetik dari PPOK dapat mengarahkan ke metoda pencegahan dan
pengobatan yang lebih baik dimasa yang akan datang (Siafakas, 2003).
2.2. Respon Inflamasi yang terjadi pada Penyakit Paru Obstruktif
Kronik
Inflamasi adalah merupakan bagian dari respon imunitas, dimana
proses perbaikan dimulai ketika proses inflamasi terjadi di paru. Mediator
inflamasi diketahui tidak hanya memodulasi terjadinya respon inflamasi
tetapi diyakini mempunyai peranan yang penting didalam regulasi
perbaikan. Mediator inflamasi bekerja secara lokal di sepanjang saluran
napas dengan memberikan modulasi penarikan sel epitel untuk menutupi
defek yang dihasilkan oleh suatu cedera. Kemampuan dari sel epitel
bermigrasi untuk menutupi defek juga dimodulasi oleh komponen yang
ada dalam lingkungan inflamasi yang terjadi. Pada PPOK, terjadinya
gangguan fungsi pada saluran napas dan struktur alveoli disebabkan oleh
kerusakan struktur akibat tidak berjalan sempurnanya respon perbaikan
yang efektif, akibat dari terjadinya inflamasi yang terus menerus atau
kronik (Rennard,1999)
PPOK adalah suatu penyakit inflamasi yang kompleks dimana
melibatkan banyak sel inflamasi yang berbeda jenis dan struktur, yang
(54)
mediator inflamasi (gambar 3 dan 4). Interaksi antara sel-sel inflamasi
yang terlibat pada PPOK jelas terjadinya. Gambar dibawah menunjukkan
peranan berbagai sel terhadap proses inflamasi pada PPOK antara lain
: Netrofil, Makrofag, CD8-T Limfosit, Eosinofil, Epitel sel, Sel Endotel dan
Fibroblas yang dapat menimbulkan efek perusakan jaringan paru dan efek
modifikasi dari proses perbaikan epitel sehingga terjadi remodeling
(Barnes, 2003).
Gambar 3: Sel inflamasi yang berperan pada PPOK (Barnes, 2003)
Mediator inflamasi berasal dari beberapa sel inflamasi di saluran
napas dan mediator-mediator ini yang akan berperan pada kejadian
sejumlah efek inflamasi. Beberapa mediator inflamasi pada Penyakit Paru
Obstruktif Kronik yaitu (Barnes, 2003) :
1. Lipid Mediator : Protanoid, Leukotrin, Platelet Activating factor
2. Reactive Oxygen Species 3. Nitric Oxide
4. Peptide Mediator: Endotelin, Bradikinin, Tachykinin, Komplemen
5. Kemokin : IL 8, GROα, GROβ, MCP 1, MIP-1β
(55)
Interferon gamma
7. Growth Factor : TGFβ, EGF
8. Protease : Neutrofil elastase,Cathepsin, Protease 3, MMPs
Gambar 4 : Inflamasi yang kompleks pada PPOK (Barnes, 2003)
Inflamasi pada PPOK sangat kompleks, disertai dengan banyak aktivasi
inflamasi dan struktur sel yang melepaskan beragam mediator, termasuk
mediator lipid seperti LTB4, yang kemoatraktan terhadap netrofil; kemokin
seperti MCP1 dan MIP1a, yang menarik monosit; IL8 dan GROα yang menarik monosit dan netrofil; IP 10 yang menarik CD 8, ROS dan NO; GM
CSF yang akan memperpanjang umur netrofil; TNFα yang akan melipat gandakan inflamasi dengan mengaktifkan berbagai gen inflamasi dan
terhadap timbulnya beberapa efek sistemik dari penyakit; endotelin dan
TGF yang dapat menginduksi fibrosis.Respon inflamasi ini ditandai
dengan disekresikan berbagai macam sitokin sebagai respon terhadap
terpaan awal dari sel-sel inflamasi, terutama makrofag, netrofil dan T
limfosit yang juga ikut berperan dan teraktivasi di dalam jalan napas, dan
selanjutnya akan menyebarkan kaskade inflamasi. Interaksi antara
(56)
kronik dari jalan napas banyak diminati peneliti, walaupun secara
alamiahnya belum jelas dipahami(Barnes, 2003).
Meningginya kadar dari inflamasi sistemik dapat dipastikan
menggambarkan curahan dari inflamasi lokal pada saluran napas, atau
awal dari respon lokal yang di modifikasi oleh faktor sistemik. Pemahaman
tentang hubungan konsentrasi sistemik seperti sejumlah biomarker
inflamasi dan oksidasi stress terhadap penurunan faal paru dapat
memberikan pengertian yang mendalam terhadap proses yang terjadi di
dalam paru yang menyebabkan obstruksi kronik jalan napas dan
pemahaman terhadap hubungan inflamasi sistemik dengan proses di
dalam paru tersebut (Walter, 2008).
Belakangan ini efek sistemik dari PPOK dikatakan kemungkinan
adalah sebagai patobiologi dari sejumlah efek kerusakan terjadi di ekstra
paru (Andreassen, 2003 danAgusti, 2007). Gan (2004) melakukan
metaanalisis terhadap beberapa penelitian mengenai inflamasi sistemik
dan hasilnya mengkonfirmasi adanya peningkatan dari leukosit,
fibrinogen, C reactive Protein (CRP) , sitokin (IL6) dan Tumor nekrosis
faktor (TNFα) pada penderita PPOK stabil. Dan intensitas dari sistemik
inflamasi ini akan meningkat selama kejadian eksaserbasi pada
PPOK(Andreassen, 2003 danAgusti, 2007).
2.3 Tumor Nekrosis Faktor
Tumor Nekrosis Faktor (TNF) adalah suatu protein dengan panjang
(57)
jenis sitokin yang merupakan peptida pengatur (regulator) yang dapat
diproduksi oleh hampir semua jenis sel berinti dalam tubuh. Memiliki sel
sasaran dan fungsi yang multipel. Dikelompokkan dalam mediator
inflamasi yang berfungsi dalam komunikasi antar sel yang bekerja dalam
sistem imun (Baratawidjaja, 2009 dan Subowo,2009).
Bersama dengan IFN gamma, TNF bersifat sitotoksik bagi banyak
jenis sel tumor. TNFα pada awalnya dijelaskan sebagai suatu faktor yang diproduksi oleh stimulasi endotoksin terhadap makrofagsehingga
menyebabkan hemoragik nekrosis dari tumor.TNFα merupakan proinflamasi sitokin yang kuat dengan pleiotropi dan suatu mediator
penting pada inflamasi.Sitokin adalah mediator berupa peptida yang
fungsinya dapat menurunkan atau meningkatkan respon imun, inflamasi
dan respon tubuh terhadap penyembuhan jaringan yang rusak. Sitokin
merupakan messenger kimia atau perantara dalam komunikasi
intraseluler yang sangat poten, aktif pada kadar yang sangat rendah (10
-10 – 10-15 mol/l dapat merangasang sel sasaran). Dewasa ini lebih dari
100 jenis sitokin yang sudah diketahui. Suatu sitokin bekerjanya seperti
hormon, yaitu melalui reseptor pada permukaan sel sasaran.Adapun kerja
dari sitokin adalah sebagai berikut(Baratawidjaja, 2009):
Langsung:
1. Lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel (pleitropi)
2. Autoregulasi (fungsi autokrin)
3. Terhadap sel yang letaknya tidak jauh (fungsi parakrin)
(58)
1. Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama
dengan sitokin lain dalam merangsang sel (sinergisme)
2. Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin (antagonisme)
TNFα bekerja dengan mengikat kepada dua struktur permukaan sel reseptor yang berhubungan,yaitu p55 dan p75. Meskipun demikian
reseptor p55 sepertinya bertanggung jawab sebagai mediasi mayoritas
fungsi TNFα. Kedua reseptor dapat secara proteolisis terbelah dan
melepaskan dalam bentuk larut, merupakan tanda yang baik untuk
aktifitas TNFα (Petrescu, 2010).TNFterbukti juga merupakan modulator respon imun kuat yang memperantarai induksi molekul adhesi, sitokin lain
dan aktivasi netrofil. TNF yang diproduksi dalam jangka panjang (kronik)
dapat mengakibatkan tissue remodelling. TNF dapat berfungsi sebagai
faktor angiogenesis dan membentuk pembuluh darah baru, dan dapat
berfungsi sebagai faktor pertumbuhan fibroblast (FGF) yang
mengakibatkan pembentukan jaringan ikat. Bila produksi TNF tetap
berlanjut, jaringan-jaringan tersebut dapat merupakan jaringan limfoid
baru dimana berkumpul limfosit B dan T.Ada 2 bentuk TNF, yaitu TNFα
dan TNFβ. TNFα diproduksi oleh berbagai jenis sel termasuk makrofag, sel T, B, NK, astrosit dan Kupfer. Pembentukan terjadi sebagai respon
terhadap rangsangan bakteri, virus dan sitokin, kompleks imun, komponen
komplemen C5a dan reactive oxygen intermediate (ROI). Sebaliknya
TNFβ disekresi oleh sel T dan teraktivasi, ia dapat berada pada
(59)
protein termasuk keluarga protein yang diantaranya terdapat CD40L,
CD30L dan CD29L. Lokasi TNFα, TNFβ dan LT beta pada region MHC kromosom 6 dan 17 menimbulkan dugaan bahwa molekul itu bertanggung
jawab atas beberapa efek yang berhubungan dengan MHC. Ada 2 jenis
reseptor TNFα yang dapat mengikat TNFα dan β dengan afinitas kuat. Walaupun hampir semua jenis sel dapat mengekspresikan reseptor
tersebut, reseptor tipe II (tipe A) terutama diekspresikan oleh sel mieloid,
sedangkan reseptor tipe I (tipe B) diekspresikan oleh berbagai jenis sel.
Ekspresi reseptor diatur oleh vit D3, IL2, GMCSF, dan TNFα sendiri.Kini TNF lebih dianggap sebagai mediator utama dalam radang. Pola
kerusakan jaringan radang mirip dengan kerusakan oleh IL 1, sehingga
TNF dianggap penting dalam proses penyembuhan luka. Walaupun TNF
dalam beberapa aktivitas biologi mirip IL 1, namun ada beberapa
perbedaan dalam mekanisme pengaturan imun. TNF mempunyai
aktivitas perangsangan yang multipel terhadap limfosit T teraktifkan,
misalnya respon proliferatif limfosit T terhadap antigen, peningkatan
reseptor untuk IL2 dan induksi produksi IFNγ. Demikian juga imunitas
spesifik terhadap tumor ditingkatkan oleh TNF.TNF dapat meningkatkan
ekspresi antigen MHC kelas I pada fibroblast dan sel endotel.Efek
perlindungan non spesifik terhadap patogen telah dilaporkan pula untuk
TNF.Misalnya aktivitas antivirus dan beberapa parasit (Subowo, 2009).
Sitokin terutama TNFα berperan pada inflamasi kronik. Makrofag yang telah diaktifkan yang melepaskan TNFα. Anggota famili glikoprotein (TNFα dan TNFβ) dilepas oleh sel yang terinfeksi virus dan memberikan
(60)
proteksi anti virus pada sel sekitar. Endotoksin memacu makrofag untuk
memproduksi TNFα. Yang pada akhirnya memiliki sifat sitotoksik secara langsung terhadap beberapa sel tumor tetapi tidak terhadap sel normal.
TNFα juga berperan dalam kehilangan material jaringan (seperti membuat menjadi kurus) yang merupakan ciri inflamasi kronik. TNFα bekerja
sinergitik dengan IFNγ dalam inisiasi respon inflamasi kronik. Kedua
sitokin jika bersama-sama menginduksi akan menyebabkan peningkatan
jumlah yang lebih besar dari ICAM 1, E selektin dan MHC1 dibanding jika
masing-masing sitokin bekerja sendiri(Subowo, 2009).
Dampak Tumor Nekrosis Faktor alpha (TNFα) secara sistemik antara lain adalah :
1. Bersama-sama dengan IL1, TNFα mengakibatkan demam karena TNFα dapat berinteraksi dengan sel-sel di daerah hipotalamus.
2. TNFα merangsang fagosit mononuklear untuk memproduksi IL1 dan IL6.
3. Merangsang hepatosit untuk memproduksi protein-protein tertentu
misalnya protein amiloid A.
4. Mengaktifkan sistem koagulasi dengan merubah keseimbangan
aktifitas prokoagulan dan antikoagulan pada endotel vaskuler.
5. Menekan aktivitas sterm cell dalam sum-sum tulang. Pemberian TNFα dalam jangka lama berakibat limfopeni dan imunodefisiensi
(61)
Gambar 5 : Peran TNFα terhadap proses inflamasi pada PPOK
(Barnes,2003)
Pada gambar 5 diatas dijelaskan TNFα berperan penting pada patogenesis PPOK dan dalam melipatgandakan respon inflamasisecara
lokal di paru, dengan mengaktifkan sel epitel, monosit, makrofag dan
netrofil. Ini dapat menyebabkan emfisema melalui pelepasan proteinase,
termasuk netrofil elastase (NE) dan matriks metalo protease (MMP9) ,
menstimulasi sekresi mukus dan juga secara sistemik menginduksi
terjadinya apoptosis pada otot skeletal (Barnes, 2003).
Hasil dari efek inflamasi sistemik pada PPOK dapat diukur dari
organ ekstra paru seperti otot skeletal atau secara umum dapat digunakan
komposisi tubuh, berat badan atau pengukuran yang setara lainnya.
Kerusakan otot skeletal dijumpai pada kondisi penyakit kronik seperti
juga PPOK. Mekanisme yang terlibat pada kerusakan otot skeletal adalah
deconditioning, malnutrisi, myopati otot skeletal dan rendahnya tingkat
(62)
Belakangan ini pemeriksaan terhadap biomarker salah satunya
TNFα, makin berkembang didalam pemahaman dan memonitor inflamasi yang terjadi pada PPOK. Dari hasil metaanalisis sekian banyak biomarker
yang ada, hanya 4 yang menunjukkan hubungan yang kuat dengan
perbedaan derajat pada PPOK yaitu netrofil sputum, IL8, CRP dan juga
TNFα (Barnes, 2003). Beberapa sitokin secara invitro telah terbukti dijumpai di darah perifer pada orang sehat yang salah satunya adalah
TNFα, dan telah terbukti secara signifikan level dari TNFα berbeda pada
setiap individu. (Hajeer, 2000). Sitokin TNFα memicu produksiintercellular cell adhesion molecule 1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule 1
(VCAM-1).
Gambar 6. Struktur tersier sitokin TNFα
Sudah dibuktikan tentang adanya TNFα yang diberikan pada sel epitel
alveoli tipe II akan mengalami peningkatan apoptosis secara bertahap
selang masa kultur, dimana proses tersebut dipicu dengan terekposnya
sel dengan sinar ultraviolet. Ini memberikan kesan bahwa TNFα dapat menginduksi perubahan pada sel alveoli sehingga menyebabkan lebih
(63)
menunjukkan bahwa fibroblas yang diisolasi dari pasien dengan sekret
fibrosis paru adalah faktor yang menginduksi apoptosis dari sel epitel
alveoli. Dijumpainya hal ini membuat kita berhipotesis bahwa TNFα juga
berperan penting pada patogenesis perubahan empisema pada pasien
dengan PPOK dengan induksi apoptosis sel alveoli tipe II yang berfungsi
sebagai stem sel untuk memperbaiki alveoli yang rusak (Sakao, 2002).
TNFα juga sebagai pengatur utama regulasi dari MMP (Matriks Metaloproteinase) yang merupakan patogenesis terjadinya PPOK oleh
asap rokok. Ketidakseimbangan antara protease dan antiprotease
berperan dalam terjadinya kelainan emfisema ditandai dengan
meningkatnya degradasi dari matriks ekstraseluler, airway remodeling
pada bronkitis kronik dan asma dan dengan adanya peningkatan
penumpukan kollagen.TNFα dapat mengaktifkan makrofag untuk memproduksi matriks metaloproteinase. Efek ini di inhibisi oleh IL10, yang
juga meningkatkan pelepasan tissue inhibitor metaloproteinase (TIMP1)
pada makrofag orang sehat, tetapi pada perokok IL10 meningkatkan
pelepasan TIMP1 tanpa memodifikasi pelepasan MMP9 dari makrofag
alveoli(Wright, 2007).
2.3.1Gen TNFα, Polimorfisme gen TNFα dan perannya terhadap timbulnya PPOK
Regulasi dan produksi TNFα disandi oleh Gen TNFα yang pada manusia berada secara berdampingan pada lokus p21.3 kromosom 6
(1)
Hasil PCR -308TNF-α sampel 1-81 (expected band:230 bp) Tampak pita diatas 230 bp adalah smear yang muncul akibat taq polymerase yang kurang baik
-C -C
(2)
(3)
Hasil PCR -308 TNF-α sampel 163-227 (expected band:230 bp) -C
-C
(4)
Hasil RFLP -308TNF sampel 1-48, sampel mutan (4,6,19,23,36,39,42)
Hasil RFLP -308TNF sampel 49-90, sampel mutan (49,63,66,67) 19 23
M C 4 6
36 39 42
19 23 M C 4 6
36 39 42
19 23
M C 49 63 66 67
(5)
Hasil RFLP -308 TNF sampel 91-138, sampel mutan (118,119,129,130)
Hasil RFLP -308TNF sampel 139-180, sampel mutan (148,162) M C
118 119 129 130
M C 148 162
M C 148 162
M C
(6)
Hasil RFLP -308TNF sampel 181-227 C
C
M
M
205 212 219
201