Profil Informan Anak Keluarga Poligami 1. Kristian Ginting

Supami adalah seorang wanita yang telah berusia 36 tahun, dimana dia bekerja dengan berjualan di warung kopi, dan telah mempunyai 2 orang anak. Pada dasarnya, Supami tidak pernah setuju kalau suaminya menikah lagi. Kalaupun suaminya menikah lagi dengan perempuan lain, dia juga harus membiayai kebutuhan hidupnya. Tetapi dalam kenyataannya sehari-hari suaminya tidak pernah lagi pulang ke rumah. Berikut penjelasan Supami : “…sebenarnya saya tidak pernah setuju kalau suami saya menikah lagi, dan kalau kawin pun harus mampu membiayai hidupku dan anakku, tetapi kenyataanya dia justru jauh dari kami….inilah yang membuat hatiku sakit sekali…” 4.2.3. Profil Informan Anak Keluarga Poligami 4.2.3.1. Kristian Ginting Kristian Ginting adalah seorang laki-laki yang berusia 17 tahun, dia belum berumah tangga, dan aktivitas dia sehari-hari adalah membantu ekonomi keluarganya yang telah ditinggalkan ayahnya, karena ayahnya menikah lagi. Ayahnya menikah lagi ketika umurnya masih berusia 10 tahun, pertama dia mengetahui ayahnya menikah lagi, dia sangat malu karena ayahnya berpoligami. “Pernah pada suatu saat ketika berbincang-bincang dengan anak-anak gadis di kampung ini mereka mengejek saya dan mereka bilang saya adalah “anak dari seorang yang tukang kawin”, jadi saya kan malu?

4.2.3.2. Rosa br. Sitepu

Rosa br Sitepu adalah seorang wanita yang berusia 25 tahun, belum menikah dan mempunyai usaha warung kopi. Rosa br Sitepu mempunyai ibu tiri ketika berusia 18 tahun. Pertama-tama Rosa mengetahui bahwa ayahnya menikah lagi dia sangat malu. Semenjak ayah rosa menikah lagi, dia tidak pernah Universitas Sumatera Utara membiayai kebutuhan keluarga Rosa, bahkan bukan cuma itu ayah Rosa pun tidak pernah datang dan tinggal di rumah Rosa, berikut penuturan Rosa” “…ayah saya adalah manusia yang paling egois, dia hanya memikirkan nafsunya saja…saya sangat benci kepada ibu tiri saya, karena sebelum suami ibu tiri saya meninggal dunia…dia telah berselingkuh dengan ayah saya, dan tidak beberapa lama setelah suami ibu tiri saya meninggal dunia mereka langsung menikah…” 4.2.3.3. Muara Sitepu Muara Sitepu adalah seorang laki-laki yang berusia 32 tahun, bekerja ke lading untuk mencari nafkah dan membiayai anak dan istrinya, dia telah menikah dan telah dikarunia 3 orang anak. Muara belum lahir ketika ayahnya menikah lagi. Ayahnya masih membiayai kebutuhan keluarga sampai saat ini bahkan sampai kuliah. Ayah Muara adalah seorang yang bersikap adil kepada kedua istrinya dan anak-anaknya, seperti penuturannya berikut ini: “…ketika ayah saya menikah lagi, saya belum lahir…karena alasan itulah dia menikah lagi…dan karena alasan belum memiliki anak laki-lakilah ayah saya menikah lagi…” 4.2.3.4. Wawan Sitepu Wawan Sitepu adalah seorang laki-laki yang berusia 21 tahun, ayahnya menikah lagi sejak dia masih berusia 14 tahun. Wawan sangat malu melihat ayahnya menikah lagi, karena dia sering diejek “ anak tukang kawin”. Hubungan Wawan dengan ayahnya semenjak ayahnya menikah lagi tidak akur lagi, bahkan ayahnya tidak membiayainya lagi, jadi ibu Wawanlah yang menjadi tulang punggung perekonomian keluarganya. Berikut penuturan Wawan : “…ayah saya tidak membiayai kami lagi, bahkan ketika saya masih sekolah saja dia tidak pernah lagi memberikan uang Universitas Sumatera Utara kepada kami…pernah ketika saya perlu uang untuk membayar uang sekolah, dan pada saat itu saya meminta kepada ayah saya dan jawabannya tidak ada uang….dan yang membuat saya sangat sakit hati adalah “beberapa hari kemudian dia membeli sepeda motor yang baru…”

4.2.3.5. R. Sitepu

R Sitepu adalah seorang laki-laki yang berusia 23 tahun, mempunyai pekerjaan bertani dan tinggal di Kutarakyat. R. Sitepu adalah seorang anak yang bisa dikatakan cukup bisa menerima kenyataan walaupun ayahnya menikah lagi, mereka bahkan tinggal bersama-sama dalam satu rumah. Perilaku ayah dan ibu tirinya juga sama dengan seperti anak kandungnya sendiri, dan R. Sitepu juga menganggap ibu tirinya seperti ibu kandungnya sendiri. Namun, walaupun demikian tanggapan masyarakat terhadap dirinya juga masih negatif, seperti penuturannya berikut ini : “…teman-teman saya mengejek saya, dibilangnya ayah saya tukang kawin…dan woi anak tukang kawin…saya terkadang merasa berkecil hati dan minder…”

4.3. Interpretasi Data